Anda di halaman 1dari 6

PEMBAHASAN

Pada umumnya sebelum suatu senyawa dapat diidentifikasi dan diukur


kadarnya perlu dilakukan pemisahan. Dalam analisis kimia terdapat
beberapa tehnik pemisahan kimia yang digunakan baik itu ditujuakan untuk
isolasi, pemurnian zat ataupun untuk menghilangkan interferensi dari suatu
zat. Salah satu tehnik pemisahan yang paling sering digunakan adalah
ekstraksi.

Metode ekstraksi dipilih berdasarkan faktor seperti sifat bahan mentah


obat dan daya penyesuaian dengan tiap macam metode ekstraksi dan
kepentingan dalam memperoleh ekstrak yang sempurna atau mendekati
sempurna dari obat. Sifat bahan mentah obat merupakan faktor utama yang
harus dipertimbangkan dalam memilih metode ekstraksi. Pada percobaan
yang kami lakukan di laboratorium, kami mendapat metode perkolasi dan
maserasi.

Sampel yang digunakan pada praktikum ini adalah kayu angin dan temu
putih. Sampel ini dikeringkan terlebih dahulu dan dipisahkan dari pengotor.
Proses penghalusan dilakukan untuk memperluas permukaan kontak pelarut
dengan sampel, sehingga pelarut yang digunakan tidak banyak yang
terbuang.

Pilihan ekstraksi yang dilakukan adalah Perkolasi untuk sampel kayu


angin dan Maserasi untuk sampel temu putih. Perkolasi merupakan
ekstraksi yang dilakukan dengan penetesan cairan penyari dalam wadah
silinder atau kerucut (perkolator), yang memiliki jalan masuk dan keluar.
Bahan ekstraksi yang dimasukkan secara kontinyu dari atas mengalir lambat
melintasi simplisia yang umumnya berupa serbuk kasar. Melalui
pembaharuan terus-menerus bahan pelarut berlangsung sesuai suatu
maserasi banyak tingkat.
Sedangkan Maserasi merupakan cara ekstraksi yang paling sederhana.
Bahan jamu yang dihaluskan sesuai dengan syarat farmakope (umumnya

Kimia Bahan Alam | 1


terpotong-potong atau diserbuk kasarkan) disatukan dengan bahan
ekstraksi. Rendaman tersebut disimpan terlindungi dari cahaya langsung
(mencegah reaksi yang dikatalisis cahaya atau perubahan warna) dan
dikocok kembali. Waktu maserasi adalah berbeda-beda, masing-masing
farmakope mancantumkan 4-10 hari. Namun pada umumnya 5 hari, setelah
waktu tersebut keseimbangan antara bahan yang diekstraksi pada bagian
dalam sel dengan luar sel telah tercapai. Pengocokan dilakukan agar cepat
mendapat kesetimbangan antara bahan yang diekstraksi dalam bagian
sebelah dalam sel dengan yang masuk ke dalam cairan. Keadaan diam tanpa
pengocokan selama maserasi menyebabkan turunnya perpindahan bahan
aktif. Semakin besar perbandingan jamu terhadap cairan ekstraksi, akan
semakin baik hasil yang diperoleh. Ekstraksi yang dilakukan menggunakan
pelarut universal yakni metanol.
Hasil dari ekstraksi adalah larutan metanol yang telah mengikat
senyawa bahan alam yang ada didalam sampel. Larutan ini kemudian
dipekatkan dengan alat rotary evaporator dan diuapkan pada deksikator agar
didapatkan ekstrak murni tanpa pelarut (metanol). Dari proses ini
didapatkan ekstrak murni dari kayu angin dengan berat 23,2285 g, dengan
persentase rendeman ekstrak yaitu 9,2914 %. Sedangkan untuk ekstrak
murni dari temu putih didapatkan berat 35,6595 g, dengan persentase
randemen ekstrak yaitu 10,9384%.
Ekstrak di pisahkan dengan metoda fraksinasi. Tujuan fraksinasi
adalah untuk menyederhanakan senyawa berdasarkan kelarutan senyawa
terhadap pelarut yang sesuai. Dalam hal ini pelarut yang digunakan adalah
n-heksan, etil asetat. Hasil dari fraksinasi di rotary kembali untuk
mempekatkan sampel. Hasil dari pemekatan sampel kayu angin didapatkan
fraksi n heksan 0,27741 gram dan rendemen yang didapat 5,54 %, dan fraksi
etil asetat 0,1287 gram dan rendemen yang didapat 2,57 % dan fraksi sisa
yang diduga hanya pengotor. Sedangkan hasil dari pemekatan sampel temu
putih didapatkan fraksi n heksan 0,1561 gram dan rendemen yang didapat

Kimia Bahan Alam | 2


3,11 %, dan fraksi etil asetat 0,0405 gram dan rendemen yang didapat 0,80
% dan fraksi sisa yang diduga hanya pengotor.
Dari hasil fraksinasi tersebut, masing-masing fraksi diujikan dengan
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dengan menggunakan eluen yang berbeda.
Eluen yang digunakan adalah etil asetat dan metanol dengan berbagai
perbandingan. Eluen ini dipilih berdasarkan trying error (coba-coba) untuk
menentukan eluen yang tepat dalam pemisahan, pada percobaan ini dengan
menggunakan eluen etil asetat 100% dan etil asetat : metanol (8:2). KLT ini
bertujuan untuk melihat ada tidaknya senyawa murni pada masing-masing
fraksi dengan terbentuknya noda. Senyawa murni hanya menghasilkan satu
noda saja setelah terjadi elusi.
Pada tahap selanjutnya, praktikan memisahkan senyawa-senyawa
yang ada pada fraksi etil dari sampel temu putih. Pemilihan ini dilakukan
dengan beberapa pertimbangan, yaitu; fraksi etil merupakan fraksi
terbanyak yang didapatkan dibandingkan dengan fraksi lainnya, fraksi etil
pada KLT memberikan hasil yang baik (membentuk 1 noda) yang terpisah
dan fraksi etil sampel temu putih merupakan hasil yang masih bagus karena
sampel kayu angin didapati pertumbuhan oleh jamur. Maka, fraksi etil
sampel temu putih inilah yang selanjutnya dipisahkan dengan metoda
kromatografi kolom.
Dari hasil yang kami dapatkan, dosen pengampu praktikum
memberikan pilihan dari dua sampel yang telah di ekstrak dan di fraksinasi
tersebut untuk memilih satu sampel saja yang akan dilanjutkan proses
kromatografi kolom. Disini, kelompok kami mengambil sampel temu putih
yang akan dilanjutkan ke tahap selanjutnya. Alasan kelompok kami memilih
sampel temu putih pada proses lanjutan ini karena pada ekstrak kayu angin
yang kami ekstraksi menggunakan metode perkolasi tersebut, ekstrak
ditumbuhi oleh jamur setelah beberapa hari penyimpanan. Maka kelompok
kami memilih sampel temu putih hasil ekstraksi dengan metode maserasi
yang akan kami lanjutkan ke proses kromatografi kolom.

Kimia Bahan Alam | 3


Kromatografi kolom digunakan untuk menentukan hasil yang spesifik
dalam satu fraksi. Selain itu, kromatografi kolom juga dapat menentukan
bentuk fisik dari suatu senyawa, apakah hablur, serbuk, kristal, cairan
kental, dan lainnya. Kromatografi kolom hampir sama dengan kromatografi
lapis tipis pada umumnya, hanya saja kromatografi kolom menggunakan
eluen yang banyak, sehingga hasil yang didapatkan semakin spesifik.
Pada awalnya kromatografi kolom menggunakan pelarut heksan
100% sebanyak 20 ml, lalu dilanjutkan dengan pelarut heksan : etil 8:2) 20
ml, pelarut H:E (6:4) 20 ml, pelarut H : E (5:5) 20 ml, pelarut H : E (4:6)
20 ml, pelarut H : E (2:8) 20 ml. Kemudian dilanjutkan dengan pelarut etil
100% sebanyak 20 ml, pelarut Etil : Metanol (8:2) sebanyak 20 ml, pelarut
Etil : Metanol (6:4) sebanyak 20 ml, pelarut Etil : Metanol (5:5) sebanyak
20 ml, pelarut Etil : Metanol (4:6) sebanyak 20 ml, pelarut Etil : Metanol
(2:8) sebanyak 20 ml, dan pelarut metanol 100% sebanyak 20 ml.
Kromatografi merupakan suatu cara pemisahan fisik dengan unsur-
unsur yang akan dipisahkan terdistribusikan antara dua fasa, satu dari fasa
ini membentuk lapisan stasioner dengan luas permukaan yang besar dan
fasa lainnya merembes melewati dan melalui lapisan stasioner tersebut.
Pemisahan secara kromatografi memanfaatkan sifat fisika umum dari
molekul. Sifat utama yang terlibat adalah kecenderungan molekul untuk
larut dalam cairan (kelarutan), kecenderungan molekul untuk melekat dalam
cairan (adsorpsi), dan kecenderungan molekul untuk menguap (keatsirian).
Dalam kromatografi, eluent adalah fasa gerak yang berperan penting
pada proses elusi bagi larutan umpan (feed) untuk melewati fasa diam
(adsorbent). Interaksi antara adsorbent eluent sangat menentukan terjadinya
pemisahan komponen. Oleh sebab itu pemisahan komponen secara
kromatografi dipengaruhi oleh laju alir eluent dan jumlah umpan.
KLT ini merupakan pemisahan perbedaan distribusi antara dua fasa
yaitu fasa diam dan fasa gerak. Fasa diam yang digunakan pada percobaan
ini adalah plat, dan fasa gerak yang kami gunakan adalah heksan dengan etil

Kimia Bahan Alam | 4


dan etil dengan metanol dengan perbandingan tertentu. Eluen inilah yang
mengelusi campuran / senyawa dari ujung yang satu keujung yang lainnya.
Setelah eluen naik keatas, dimana kompenen yang lebih kuat diaserap
oleh adsorben akan lebih lambat naiknya dan kompenen yang kurang
diserap oleh adsorben akan lebih cepat naiknya pada plat. Maka plat KLT
dikeluarkan dari chamber, dan dikeringkan dan hasilnya dilihat pada /
dibawah sinar uv. Dari pengamatan yang terlihat terbentuk beberapa noda
dengan jarak gerak yang berbeda. Bercak yang timbul pada UV 254 tampak
warna yang meredam dan pada UV 365 tampak warna fluoresensi.
Rate of flow (Rf) adalah harga perbandingan jarak yang ditempuh zat
terlarut dengan jarak yang ditempuh pelarut adalah dasar untuk
mengidentifikasi komponen yang terdapat yang terdapat dalam ekstrak
berupa noda-noda, yang timbul pada pelat. Selain memberi informasi nilai
Rf, bentuk noda yang nampak pada plat juga dapat memberi keterangan
tentang keterangan tentang keadaan pengerjaan.
Dari hasil kolom yang memberikan warna, diambil hasil dari vial
kelima dengan jarak 5 vial (vial ke-5, 10, 15, 20, 25, 30, 35) dilarutkan
dengan eluen etil asetat untuk melihat noda pada plat KLT. Hasil yang
diperoleh menunjukkan bahwa noda terlihat pada vial ke 15 dan 20,
sementara pada vial ke-10, 25, 30 dan 35 tidak menunjukkan noda.
Apabila tidak terdapat bercak, hal ini dapat terjadi kemungkinan
dkarenakan oleh ekstrak yang diperoleh kurang murni atau bisa saja
karena perbandingan pelarut yang digunakan kurang tepat untuk menarik
noda atau spot ketika dielusi pada plat KLT.

Kimia Bahan Alam | 5


Kimia Bahan Alam | 6

Anda mungkin juga menyukai