Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Perkembangan kebudayaan masyarakat banyak membawa perkembangan


dalam segi kehidupan manusia. Setiap perubahan situasi kehidupan individu baik
positif maupun negative dapat mempengaruhi keseimbangan fisik, mental,
sosial. Semakin banyak masalah dan diatasi seseorang semakin sulitpula
tercapainya kesejahteraan hidup. Keadaan ini sangat besar pengaruhnya
terhadap kesehatan jiwa yang dapat menimbulkan seseorang mengalami
gangguan jiwa berat salah satunya adalah skiofrenia. Skiofrenia dialami lebih
dari 21 juta jiwa di dunia dan umumnya banyak terjadi pada laki-laki sedangkan
pada wanita sekitar 91 juta jiwa. Kurang motivasi dan adanya kemampuan
bersosialisasi yang menyebabkan isolasi sosial banyak dialami oleh pasien
skiofenia isolasi sosial merupakan keadaan ketika seseorang mengalami
penurunan atau bahkan tidak mampu berinteraksi dengan orang lain atau
sekitarnya. Klien mengalami masalah komunikasi dengan orang lain, ketakutan
akan lingkungan sosial dan masalah dengan aktivitas kehidupan sehari hari,
sehingga membutuhkan penanganan baik secara keperawatan maupun medis
Untuk meningkatan kemampuan seseorang berinteraksi baik dengan orang lain
maupun lingkungan sekitarnya. Salah satu tindakan keperawatan yang harus
dilakukan pada klien isolasi sosial sebagai suatu upaya penanganan yaitu terapi
sosial skill traning. Terapi sosial skill traning merupakan terapi special
perawatan jiwa yang merupakan sebuah proses pembelajaran bagi klien untuk
meningkatkan kemampuannya dalam berkomunikasi dan berinteraksi dengan
orang lain dan lingkungan sekitar agar dapat di terima dan di hargai secara sosial.
Berdasarkan latar belakang di atas penulis tertarik untuk melakukan studi kasus
tentang “asuhan keperawatan pada klien isolasi sosial dengan terapi sosial skill
traning di kecamatan karangreja.

B. Rumusan Masalah

C. Tujuan
D. Manfaat
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Teori
1. Definisi
Sosialisasi adalah kemauan untuk menjalin hubungan kerjasama,
saling tergantung pada orang lain. (Stuart & Sundeen. 2010)
Menarik diri adalah kondisi kesendirian yang dialami oleh individu
dan diterima sebagai ketentuan oleh orang lain dan sebagai suatu keadaan
yang negatif dan mengancam. (Nursalam, 2008)
Menarik diri adalah suatu keadaan kesepian yang dialami oleh
seseorang karena orang lain mengatakan sikap negatif atau mengancam.
(Nursalam 2008)
Menarik diri adalah usaha menghindari interaksi dengan orang lain,
individu merasa bahwa ia kehilangan hubungan akrab dan tidak mempunyai
kesempatan untuk membagi peralatan, pikiran frustasi dan kegagalan. Ia
mempunyai kesulitan untuk berhubungan secara spontan dengan orang lain
yang dimanifestasikan dengan sikap memisahkan, tidak ada perhatian dan
tidak sanggup membagi pengalaman dengan orang lain. (Depkes RI, 2002 :
114)
Jadi, menarik diri adalah suatu usaha menghindari interaksi dengan
orang lain yang dialami oleh seseorang karena orang lain mengatakan sikap
negatif atau mengancam.

2. Faktor Predisposisi
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan isolasi sosial adalah :
a. Faktor Perkembangan
Setiap tahap tumbuh kembang memiliki tugas yang harus dilalui
individu dengan sukses. Keluarga adalah tempat pertama yang
memberikan pengalaman bagi individu dalam menjalin hubungan
dengan orang lain. Kurangnya stimulasi, kasih sayang, perhatian, dan
kehangatan dari ibu/pengasuh pada bayi akan memberikan rasa tidak
aman yang dapat menghambat terbentuknya rasa percaya diri dan dapat
mengembangkan tingkah laku curiga pada orang lain maupun
lingkungan di kemudian hari.
b. Faktor Sosial Budaya
Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan merupakan
faktorpendukung terjadinya gangguan berhubungan. Dapat juga
disebabkan oleh karena norma norma yang salah yang dianut oleh satu
keluarga, seperti anggota tidak produktif diasingkan dari lingkungan
sosial.
c. Faktor Biologis
Genetik merupakan salah satu faktor pendukung yang
menyebabkan terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Organ tubuh
yang jelas mempengaruhi adalah otak .Insiden tertinggi skizofrenia
ditemukan pada keluarga yang anggota keluarganya ada yang menderita
skizofrenia. Klien skizofrenia yang mengalami masalah dalam
hubungan sosial terdapat kelainan pada struktur otak seperti atropi,
pembesaran ventrikel, penurunan berat volume otak serta perubahan
struktur limbik.
3. Faktor Presipitasi
Stresor presipitasi terjadinya isolasi sosial dapat ditimbulkan oleh faktor
internal maupun eksternal meliputi:
a. Tresor Sosial Budaya
Stresor sosial budaya dapat memicu kesulitan dalam
berhubungan seperti perceraian, berpisah dengan orang yang dicintai,
kesepian karena ditinggal jauh, dirawat di rumah sakit atau dipenjara.
b. Stresor Psikologi
Tingkat kecemasan yang berat akan menyebabkan menurunnya
kemampuan individu untuk berhubungan dengan orang lain.
(Damaiyanti, 2012: 79)
4. Patofisiologi
a. Faktor Predisposisi
1) Faktor Perkembangan
Pada setiap tahapan tumbuh kembang individu ada tugas
perkembangan yang harus dilalui individu dengan sukses agar tidak
terjadi gangguan dalam hubungan sosial. Apabila tugas ini tidak
terpenuhi, akan mencetuskan seseorang sehingga mempunyai
masalah respon sosial maladaptif. (Damaiyanti, 2012)
2) Faktor biologis
Faktor genetik dapat berperan dalam respon sosial maladaptif.
3) Faktor sosial budaya
Isolasi sosial merupakan faktor utama dalam gangguan berhubungan.
Hal ini diakibatkan oleh norma yang tidak mendukung pendekatan
terhadap orang lain, atau tidak menghargai anggota masyarakat yang
tidak produktif seperti lansia, orang cacat, dan penderita penyakit
kronis.
4) Faktor komunikasi dalam keluarga
Pada komunikasi dalam keluarga dapat mengantarkan seseorang
dalam gangguan berhubungan, bila keluarga hanya
menginformasikan hal-hal yang negative dan mendorong anak
mengembangkan harga diri rendah. Seseorang anggota keluarga
menerima pesan yang saling bertentangan dalam waktu bersamaan,
ekspresi emosi yang tinggi dalam keluarga yang menghambat untuk
berhubungan dengan lingkungan .
5. Rentan Respon Sosial
6. Tanda gejala
a. Gejala subjektif
1) Klien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain
2) Klien merasa tidak aman berada dengan orang lain
3) Klien merasa bosan
4) Klien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan
5) Klien merasa tidak berguna
b. Gejala objektif
1) Menjawab pertanyaan dengan singkat, yaitu “ya” atau “tidak”
dengan pelan
2) Respon verbal kurang dan sangat singkat atau tidak ada
3) Berpikir tentang sesuatu menurut pikirannya sendiri
4) Menyendiri dalam ruangan, sering melamun
5) Mondar-mandir atau sikap mematung atau melakukan gerakan
secara berulang-ulang
6) Apatis (kurang acuh terhadap lingkungan)
7) Ekspresi wajah tidak berseri
8) Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri
9) Kontak mata kurang atau tidak ada dan sering menunduk
10) Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya
(Trimelia, 2011: 15)
7. Penatalaksanaan
a. Obat Anti Psikotik
1) Clorpromazine (CPZ)
- Indikasi : Untuk syndrome psikosis yaitu berdaya berat dalam
kemampuan menilai realitas, kesadaran diri terganggu, daya
nilai norma sosial dan tilik diri terganggu, berdaya berat dalam
fungsi.
- Fungsi mental : waham, halusinasi, gangguan perasaan dan
perilaku yang aneh, atau tidak terkendali, berdaya berat dalam
fungsi kehidupan sehari -hari, tidak mampu bekerja, hubungan
sosial dan melakukan kegiatan rutin.
- Efek samping : Sedasi, gangguan otonomik (hipotensi,
antikolinergik/ parasimpatik, mulut kering, kesulitan dalam
miksi, dan defikasi, hidung tersumbat, mata kabur, tekanan intra
okuler meninggi, gangguan irama jantung), gangguan ekstra
piramidal (distonia akut, akatshia, sindromaparkinson/tremor,
bradikinesia rigiditas), gangguan endokrin, metabolik,
hematologik, agranulosis, biasanya untuk pemakaian jangka
panjang.
2) Haloperidol (HLD)
- Indikasi : Berdaya berat dalam kemampuan menilai realita
dalam fungsi netral serta dalam fungsi kehidupan sehari-hari.
- Efek samping : Sedasi dan inhibisi psikomotor, gangguan
otonomik (hipotensi, antikolinergik/parasimpatik, mulut kering,
kesulitan miksi dan defikasi, hidung tersumbat, mata kabur,
tekanan intraokuler meninggi, gangguan irama jantung).
3) Trihexy phenidyl (THP)
- Indikasi : Segala jenis penyakit parkinson, termasuk paska
ensepalitis dan idiopatik, sindrom parkinson akibat obat
misalnya reserpin dan fenotiazine.
- Efek samping : Sedasi dan inhibisi psikomotor gangguan
otonomik (hypertensi, anti kolinergik/parasimpatik, mulut
kering, kesulitan miksi dan defikasi, hidung tersumbat, mata
kabur, tekanan intra oluker meninggi, gangguan irama jantung).
b. Electro Convulsive Therapi
Electro Convulsive Therapi (ECT) atau yang lebih dikenal
dengan Elektroshock adalah suatu terapi psikiatri yang menggunakan
energy shock listrik dalam usaha pengobatannya. Biasanya ECT
ditujukan untuk terapi pasien gangguan jiwa yang tidak berespon kepada
obat psikiatri pada dosis terapinya. ECT pertama kali diperkenalkan
oleh 2 orang neurologist italia Ugo Cerletti dan Lucio Bini pada tahun
1930. Diperkirakan hampir 1 juta orang didunia mendapat terapi ECT
setiap tahunnya dengan intensitas antara 2-3 kali seminggu.
ECT bertujuan untuk menginduksi suatu kejang klonik yang
dapat memberi efek terapi (Therapeutic Clonic Seizure) setidaknya 15
detik. Kejang yang dimaksud adalah suatu kejang dimana seseorang
kehilangan kesadarannya dan mengalami rejatan. Tentang mekanisme
pasti dari kerja ECT sampai saat ini masih belum dapat dijelaskan
dengan memuaskan. Namun beberapa penelitian menunjukkan kalau
ECT dapat meningkatkan kadar serum Brain-Derived Neurotrophic
Factor (BDNF) pada pasien depresi yang tidak responsive terhadap
terapi farmakologis.
c. Therapy Kelompok
Therapy kelompok merupakan suatu psikotherapy yang
dilakukan sekelompok pasien bersama-sama dengan jalan berdiskusi
satu sama lain yang dipimpin atau diarahkan oleh seorang therapist atau
petugas kesehatan jiwa. Therapy ini bertujuan memberi stimulus bagi
klien dengan ganggua interpersonal.
d. Therapy Lingkungan
Manusia tidak dapat dipisahkan dari lingkungan sehingga aspek
lingkungan harus mendapat perhatian khusus dalam kaitannya untuk
menjaga dan memelihara kesehatan manusia. Lingkungan berkaitan erat
dengan stimulus psikologi seseorang yang akan berdampak pada
kesembuhan, karena lingkungan tersebut akan memberikan dampak
baik pada kondisi fisik maupun kondisi psikologis seseorang. (Deden
Dermawan dan Rusdi, 2013. Hal. 40).

Komplikasi
Klien dengan isolasi sosial semakin tenggelam dalam perjalanan dan
tingkah laku masa lalu primitive antara lain pembicaraan yang autistic dan tingkah
laku yang tidak sesuai dengan kenyataan, sehingga berakibat lanjut menjadi resiko
gangguan sensori persepsi: halusinasi, mencederai diri sendiri, orang lain serta
lingkungan dan penurunan aktivitas sehingga dapat menyebabkan defisit perawatan
diri (Deden Dermawan dan Rusdi,2013,Hal.40).
Pemeriksaan Diagnostik

1. Minnesolla Multiphasic Personality Inventory (MMPI)


Adalah suatu bentuk pengujian yang dilakukan oleh psikiater dan psikolog
dalam menentukan kepribadian seseorang yang terdiri dari 556 pernyataan benar
atau salah.
2. Elektroensefalografik (EEG)
Suatu pemeriksaan dalam psikiatri untuk membantu membedakan antara
etiologi fungsional dan organik dalam kelainan mental.
3. Test laboratorium kromosom darah untuk mengetahui apakah gangguan jiwa
disebabkan oleh genetik.
4. Rontgen kepala untuk mengetahui apakah gangguan jiwa disebabkan kelainan
struktur anatomi tubuh.

B. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
2. Pohon Masalah
3. Diagnosa Keperawatan
a. Isolasi sosial menarik diri b/d harga diri rendah
b. Perubahan sensori persepsi halusinasi b/d menarik diri
4. Rencana Asuhan Keperawatan
a. Diagnosa keperawatan : Isolasi sosial menarik diri b/d harga diri rendah
1) Tujuan umum
Pasien dapat berinteraksi dengan orang lain
Kriteria hasil :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2 x kunjungan, pasien
dapat menerima kehadiran perawat. Pasien dapat mengungkapkan
perasaan dan keberadaannya saat ini secara verbal :
- Mau menjawab salam
- Ada kontak mata
- Mau berjabat tangan
- Mau berkenalan
- Mau menjawab pertanyaan
- Mau duduk berdampingan dengan perawat
- Mau mengungkapkan perasaannya
2) Intervensi
Bina hubungan saling percaya dengan prinsip komunikasi terapetik
- Sapa pasien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
- Perkenalkan diri dengan sopan
- Tanyakan nama lengkap pasien dan nama kesukaan pasien
- Jelaskan tujuan pertemuan
- Buat kontrak interaksi yang jelas
- Jujur dan menepati janji
- Tunjukkan sikap empati dan menerima pasien apa adanya
- Ciptakan lingkungan yang tenang dan bersahabat
- Beri perhatian dan penghargaan : temani pasien walau tidak
menjawab
- Dengarkan dengan empati beri kesempatan bicara, jangan buru-
buru, tunjukkan bahwa perawat mengikuti pembicaraan pasien
- Beri perhatian dan perhatikan kebutuhan dasar pasien
c. Diagnosa keperawatan : Perubahan sensori persepsi halusinasi b/d
menarik diri
BAB III
PEMBAHASAN
(askep)

DAFTAR PUSTAKA

http://darmaistamaryasir.blogspot.com/2015/02/isolasi-sosial-menarik-diri
lengkap-bab.html diakses pada tanggal 3 September 2018
Eko Prabowo. (2014). Konsep & Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa.Yogyakarta:
Nuha Medika. Diakses pada tanggal
Farida Kusumawati &Yudi Hartono. (2012). Buku Ajar Keperawatan Jiwa.
Jakarta:Salemba Medika. (2-8-2018 ) diakses pada tanggal
Mukhripah Damaiyanti & Iskandar. (2012). Asuhan Keperawatan Jiwa.Bandung:
PT Refika Aditama. (2-8-2018 ) diakses pada tanggal
Trimeilia. (2011). Asuhan Keperawatan Klien Isolasi Sosial.Jakarta Timur: TIM.
(2-8-2018 ) diakses pada tanggal

Anda mungkin juga menyukai