Anda di halaman 1dari 8

Pola Pertumbuhan dan Pemanenan Biomassa dalam Fotobioreaktor

Mikroalga untuk Penangkapan Karbon


Growth Pattern and Biomass Harvesting in Microalgal Photobioreactor
for Carbon Sequestration

Joko Prayitno
Pusat Teknologi Lingkungan – BPPT
Gedung Geostech 820, Puspiptek Serpong 15314, Indonesia
Email: joko.prayitno@bppt.go.id

Diterima : 15 Oktober 2015; Diperiksa : 30 Oktober 2015; Revisi : 16 Desember 2015; Disetujui :07 Desember 2015

ABSTRACT
Microalgal photobioreactor is a technology depend on photosynthesis processes to fix and convert CO2
gas into biomass. Critical factors influencing microalgal growth, CO2 fixation and biomass production in
photobioreactor include microalgal species, supply of CO2, nutritional status, light, temperature, pH and
mixing of culture. In addition to those factors, growth characteristics and harvesting are also important to
obtain high carbon fixation rate and biomass productivity for large scale application. There is still little
information available until recently on the growth characteristics and biomass productivities of
photobioreactor microalgae using different harvesting strategies, i.e. semi-continuous and continuous.
The aims of this paper were to discuss about microalgae growth pattern in photobioreactor in relation to
the harvesting strategies using batch, semi-continuous or continuous system; and to determine the most
appropriate system for implementation of carbon-fixation photobioreactor in Indonesia. Based on
advantages and disadvantages of those three systems, semi-continuous system appeared to be the most
appropriate choice.
Keywords: Biomass, photobioreactor, microalgae, harvesting, carbon fixation

ABSTRAK
Teknologi fotobioreaktor mikroalga untuk penangkapan karbon merupakan teknologi yang mengandalkan
proses fotosintesis untuk memfiksasi gas CO2 dan mengkonversinya menjadi biomassa. Faktor utama
yang mempengaruhi proses pertumbuhan, fiksasi karbon dan produksi biomassa adalah jenis mikroalga,
gas CO2, nutrisi, cahaya, suhu, pH dan pengadukan. Untuk aplikasi teknologi ini dalam skala besar,
selain faktor-faktor tersebut di atas, karakteristik pertumbuhan mikroalga tertentu dan pemanenannya
perlu diketahui untuk mendapatkan hasil yang maksimum. Hingga saat ini masih sedikit informasi yang
diperoleh tentang karakteristik pertumbuhan dan produksi biomassa dari mikroalga dalam fotobioreaktor
yang dipanen dengan sistem semi-kontinu dan sistem kontinu. Tujuan dari tulisan ini adalah membahas
tentang pola pertumbuhan sel-sel mikroalga dalam fotobioreaktor yang berkaitan dengan strategi
pemanenan sistem batch, semi-kontinu dan kontinu, dan untuk menentukan sistem yang lebih cocok
diterapkan di Indonesia. Berdasarkan kelebihan dan kekurangan dari masing-masing sistem, pemanenan
sistem semi-kontinu menjadi pilihan utama untuk aplikasi fotobioreaktor mikroalga penangkap karbon di
Indonesia.

Kata Kunci: Biomassa, fotobioreaktor, mikroalga, pemanenan, penangkapan karbon


(1,2)
1. PENDAHULUAN CO2 , meskipun tidak semua CO2 yang
difiksasi dikonversi menjadi biomassa karena
Pemanasan global yang disebabkan karena
sebagian merupakan gas volatil dan senyawa
emisi gas rumah kaca terutama gas CO2 menjadi (2)
organik yang diekskresikan keluar sel . Secara
isu lingkungan penting dewasa ini. Fiksasi CO 2
teoritis, mikroalga dapat memfiksasi sekitar 513
berbasis mikroalga merupakan teknologi yang
ton CO2 yang menghasilkan 280 ton biomassa
potensial dikembangkan untuk mengurangi emisi (3)
per ha dalam setahun , atau untuk menghasil-
CO2 terutama dari cerobong industri. Teknologi
kan 1 kg biomassa diperlukan fiksasi karbon
ini mengandalkan proses fotosintesis oleh sel-sel
sebanyak 1,83 kg.
mikroalga yang menggunakan gas CO2 sebagai
substrat untuk pembentukan senyawa karbo- Beberapa keuntungan yang ditawarkan
hidrat yang akan dikonversi menjadi biomassa. teknologi penangkap karbon berbasis mikroalga
Biomassa mikroalga terdiri dari sekitar 50% adalah laju pertumbuhan dan fiksasi yang tinggi
karbon, yang semuanya berasal dari fiksasi dan lingkungan pertumbuhan yang dapat

Jurnal Teknologi Lingkungan Vol. 17, No. 1, Januari 2016, 45-52 45


dikontrol. Selain itu biomassa yang dihasilkan berkala agar kinerja fotobioreaktor penangkap
dapat dimanfaatkan untuk produk bernilai tinggi karbon tetap optimal tanpa mempengaruhi pola
seperti bahan baku bioplastik, farmasi, kosmetik, pertumbuhan dalam jangka waktu lama. Interval
(4,5)
detergen dan pangan fungsional , produk waktu panen dan jumlah yang dipanen menjadi
(6) (7)
pakan dan bahan baku energi . hal yang penting. Selain itu kepadatan sel yang
perlu dipertahankan agar proses produksi dapat
Teknologi fiksasi CO2 berbasis mikroalga
berjalan kontinu juga perlu diketahui.
yang telah banyak dikembangkan diantaranya
adalah teknologi fotobioreaktor. Dalam teknologi Tujuan dari tulisan ini adalah melakukan
ini, kapasitas serapan CO2 dan produksi kajian tentang pola pertumbuhan mikroalga
biomassa adalah dua target utama untuk dalam fotobioreaktor dan pola pemanenan yang
ditingkatkan. Keduanya sangat bergantung pada diperlukan agar kapasitas penangkapan karbon
optimasi kondisi proses pertumbuhan mikroalga dan produksi biomassa dapat dicapai secara
seperti jenis mikroalga yang digunakan, suplai maksimum. Dalam makalah ini, topik yang
CO2, cahaya, nutrisi, suhu kultur, pH kultur, terlebih dahulu dibahas adalah mengenai
pengadukan dan konsentrasi gas O2 dalam pertumbuhan mikroalga dalam fotobioreaktor
(8)
kultur . Disain fotobioreaktor juga turut sistem batch, pengaruh CO2, nutrisi dan cahaya
menentukan optimasi proses penumbuhan terhadap pola pertumbuhan mikroalga, kemudian
(9)
mikroalga . pola pertumbuhan sistem semi-kontinu, dan
terakhir pola pertumbuhan sistem kontinu. Pada
Dalam 20 tahun terakhir, pengembangan
akhir makalah beberapa kelebihan dan
teknologi fotobioreaktor mikroalga penangkap
kekurangan dari ketiga sistem pemanenan
karbon telah mengalami peningkatan baik dalam
tersebut dibahas secara singkat untuk
skala bench maupun skala pilot. Pengembangan
menentukan sistem fotobioreaktor penangkap
teknologi ini di Indonesia masih dalam tahap
karbon yang lebih cocok diterapkan di Indonesia.
awal meskipun sebagai negara tropis Indonesia
memiliki potensi besar untuk pengembangan
2. BAHAN DAN METODE
teknologi ini karena memiliki kelimpahan sinar
matahari sepanjang tahun dan biodiversitas Makalah ini disusun berdasarkan pengalaman
mikroalga yang tinggi. Karena itu pengembangan dan kajian literatur. Bahan diambil dari literatur
teknologi ini perlu dipacu sehingga dapat kajian (review) dan hasil riset yang dilakukan
diperoleh manfaat dari aplikasi teknologi ini. oleh berbagai universitas dan lembaga penelitian
di luar negeri, baik dalam skala labolatorium
Meskipun informasi dan pengetahuan tentang
maupun skala banch, dengan menggunakan
disain fotobioreaktor dan faktor-faktor yang dapat
sistem batch, semi kontinyu dan kontinyu.
meningkatkan kapasitas serapan CO2 dan
produksi biomassa semakin bertambah, namun
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
masih banyak hal-hal yang belum diketahui
dengan detil, terutama keterkaitan antar faktor 3.1. Pertumbuhan Mikroalga dalam Fotobio-
yang berpengaruh terhadap pembentukan reaktor Sistem Batch
(8,10)
biomassa . Sebagai contoh, jenis mikroalga
yang berbeda memiliki respon pertumbuhan yang Mikroalga merupakan pelaku pada proses
berbeda terhadap intensitas cahaya, konsentrasi penangkapan CO2 dalam fotobioreaktor, karena
CO2 dan suhu tertentu, sedangkan intensitas itu pemahaman tentang pertumbuhan mikroalga
cahaya mempengaruhi suhu kultur yang merupakan hal penting dalam pengoperasian
(11)
kemudian mempengaruhi serapan CO2 . Selain fotobioreaktor. Mikroalga yang tumbuh pesat
itu, kinerja fotobioreaktor skala laboratorium selama pengoperasian fotobioreaktor merupakan
belum tentu sama dengan kinerja pada skala cerminan kinerja fotobioreaktor yang baik.
yang lebih besar. Dalam beberapa kasus, Pola pertumbuhan mikroalga dalam
kegagalan dalam implementasi teknologi ini pada fotobioreaktor batch sama seperti pertumbuhan
skala besar disebabkan karena faktor kurangnya organisme lain pada umumnya, yaitu berbentuk
data dan informasi sebagai basis untuk aplikasi kurva sigmoid yang terdiri dari empat fase yaitu
skala besar. Oleh karena itu, simulasi proses fase linier (lag phase), eksponensial, stasioner,
penangkapan karbon dan produksi biomassa dan kematian. Kurva pertumbuhan mikroalga
dalam fotobioreaktor mikroalga merupakan tersebut dapat dilihat pada Gambar 1.
langkah penting yang perlu dilakukan.
Pada fase pertumbuhan linier, sel-sel mikro-
Hal lainnya yang perlu mendapat perhatian alga yang dimasukkan ke dalam fotobioreaktor
dalam proses produksi biomassa mikroalga dan mulai beradaptasi dengan kondisi lingkungan di
penangkap karbon menggunakan fotobioreaktor dalam fotobioreaktor. Secara fisiologis, sel-sel
adalah pola pertumbuhan dan pemanenan. tersebut mempersiapkan diri untuk melakukan
Biomassa yang dihasilkan harus dipanen secara pembelahan sel pada usia tertentu, dengan cara

46 Pola Pertumbuhan dan Pemanenan Biomassa … (Prayitno, J)


memproduksi enzim-enzim dan senyawa Pertumbuhan mikroalga dapat juga dinyata-
metabolisme lainnya yang diperlukan untuk pem- kan dengan pertambahan jumlah, densitas atau
belahan sel. Dalam fase ini, sel-sel yang populasi sel (jumlah sel/mL). Pola pertumbuhan
membelah masih sedikit sehingga jumlah sel mikroalga berdasarkan jumlah sel tidak selalu
tidak banyak mengalami peningkatan. Karena itu sama dengan pola pertumbuhan berdasarkan
fase ini disebut juga lag phase. biomassa. Berdasarkan pertambahan jumlah sel
pada rentang hari tertentu pada saat fase
eksponensial, maka waktu regenerasi sel
mikroalga khususnya mikroalga sel tunggal
seperti Chlorella dapat dihitung berdasarkan
(13)
rumus 2 dan 3 :

dimana: K = Laju pertumbuhan spesifik; Gt =


waktu generasi (jam); Nt = populasi sel pada hari
Gambar 1. Fase pertumbuhan mikroalga dalam ke-t fase eksponensial (sel/mL); N0 = populasi
fotobioreaktor (dimodifikasi dari de sel pada hari ke-0 fase eksponensial (sel/mL); t1 -
(13)
Morais dan Costa, 2007 ) t0 = selang waktu pada fase eksponensial (hari)
Setelah fase pertumbuhan linier, sel-sel Seperti yang telah disebutkan di atas, pola
memasuki fase pertumbuhan eksponensial, pertumbuhan mikroalga dalam fotobioreaktor
dimana sel-sel membelah diri dengan cepat dan batch dipengaruhi oleh jenis mikroalga, populasi
enzim-enzim dan senyawa-senyawa metabolit sel awal dalam media kultur, nutrisi dan faktor
yang dibutuhkan untuk pembelahan sel sudah lingkungan lainnya. Mengingat pengaruh jenis
tersedia. Fase pertumbuhan dengan tingkat mikroalga sudah dibahas dibeberapa literatur,
serapan CO2 dan laju pembentukan biomassa maka dalam ulasan ini yang dibahas adalah
yang tinggi terjadi pada fase eksponensial. Pada pengaruh kepadatan sel awal kultur, nutrisi dan
fase ini juga terjadi serapan nutrisi dari media faktor lingkungan lainnya terhadap pola
secara cepat sehingga nutrisi dalam fotobio- pertumbuhan mikroalga.
reaktor berkurang. Ketersediaan nutrisi yang
menurun secara cepat dalam fotobioreaktor 3.1.1. Kepadatan Sel di Awal Kultur
menjadi salah satu faktor penyebab pertumbuhan Secara teoritis, produksi biomassa mikroalga
mikroalga memasuki fase stasioner dimana laju ataupun fiksasi karbon meningkat bila kepadatan
pertambahan sel seimbang dengan laju kematian sel di awal inokulasi meningkat. Hal ini didukung
sel. Secara umum dalam sistem batch, sel-sel oleh hasil penelitian Chiu et al. yang
mikroalga memasuki fase stasioner pada hari ke menunjukkan bahwa kepadatan awal sel yang
6
5-10. Bila faktor-faktor pendukung pertumbuhan tinggi (8 x 10 sel/mL) menghasilkan biomassa
semakin terbatas, maka sel-sel mikroalga yang lebih besar yaitu 1.44 g/L dibandingkan
5
memasuki fase kematian yang ditandai dengan dengan kepadatan awal sel yang rendah (8 x 10
kematian sel-sel dalam jumlah besar, sedangkan sel/mL) yang menghasilkan biomassa sebesar
(14)
pembelahan sel hampir tidak terjadi. 1.21 g/L . Selain itu, kepadatan sel awal yang
Pertumbuhan mikroalga dalam fotobio-reaktor lebih tinggi dapat memperpendek fase diam (lag
dinyatakan dengan pertambahan biomassa per phase) dan membuat fase eksponensial
(14)
volume tertentu per satuan waktu (hari), atau meningkat secara tajam . Kepadatan awal yang
biasa dikenal dengan istilah produktifitas tinggi dapat meningkatkan persaingan antar sel
biomassa. Produktifitas biomassa dihitung pada untuk mendapatkan nutrisi dan cahaya, karena
saat mikroalga berada dalam fase eksponensial itu kebutuhan nutrisi dan cahaya hendaknya
(12)
berdasarkan rumus 1 berikut : diberikan dalam jumlah yang cukup selama
periode pertumbuhan.
3.1.2. Faktor yang Mempengaruhi Pola
Pertumbuhan Mikroalga
dimana : P = produktifitas biomassa (g/L/hari); Tujuan utama pengembangan fotobioreaktor
X1 = produksi biomassa pada hari ke-t1 (g/L); mikroalga penangkap karbon adalah efisiensi
X0 = produksi biomassa pada hari ke-t0 (g/L); fiksasi karbon dan produksi biomassa setinggi
t1 - t0 = selang waktu pada fase eksponensial mungkin. Pola pertumbuhan yang diinginkan
(hari) dalam fotobioreaktor batch adalah waktu lag

Jurnal Teknologi Lingkungan Vol. 17, No. 1, Januari 2016, 45-52 47


phase yang sesingkatnya dan fase eksponensial Suplai CO2
yang cepat dan meningkat tajam. Oleh karena itu
CO2 memiliki peranan yang vital dalam proses
pengukuran dan monitoring laju pertumbuhan
pembentukan biomassa mikroalga dalam
mikroalga dalam fotobioreaktor perlu untuk
fotobioreaktor. Pemberian CO2 meningkatkan
melihat efisiensi penangkapan karbon.
produksi biomassa dan sekaligus meningkatkan
Laju pertumbuhan spesifik dan produktifitas efisiensi penangkapan karbon. Sebagian besar
biomassa mikroalga dalam fotobioreaktor batch mikroalga memiliki respon positif bila diberikan
sangat dipengaruhi oleh jenis mikroalga, kondisi CO2 dalam konsentrasi yang rendah yaitu 1-
(12)(15)16)
nutrisi dan lingkungan fotobioreaktor. 12% . Namun konsentrasi CO2 sebesar
Keseluruhan faktor tersebut akan menentukan 10% dapat memiliki efek yang negatif bagi
(12,14)
waktu yang dibutuhkan oleh kultur mikroalga sebagian jenis mikroalga . Efek tersebut
hingga mencapai akhir fase eksponensial. Bila selain menyebabkan produksi biomassa rendah,
nutrisi dan lingkungan berada dalam kondisi sub- juga menyebabkan pola pertumbuhan menjadi
(14)
optimum maka fase eksponensial akan linier . Secara umum, peningkatan konsentrasi
berlangsung singkat, bahkan seringkali fase ini CO2 optimal yang dianjurkan untuk sebagian
tidak tercapai (dengan kata lain pertumbuhan besar species mikroalga berada dalam kisaran 2-
(17)
bersifat linier). Bila nutrisi dan lingkungan tetap 10% . Meskipun demikian beberapa peneliti
dijaga dalam kondisi optimum maka secara menggunakan gas CO2 murni (100%) sebagai
(18,19)
teoritis fase eksponensial akan berlangsung sumber CO2 . Sumber CO2 dapat berasal
terus. Namun hal tersebut sulit tercapai dalam dari udara ambien, emisi cerobong dan tabung
sistem batch karena peningkatan jumlah sel dan gas. Untuk aplikasi penangkapan karbon sumber
biomassa menyebabkan terjadi peningkatan gas CO2 yang ideal adalah dari emisi cerobong
viskositas media, penetrasi cahaya yang semakin industri. Emisi gas buang industri memiliki
(20)
berkurang terutama di bagian dalam kultur akibat kandungan CO2 yang berkisar antara 5-10% .
penutupan oleh sel-sel di sebelah luar, dan Produksi biomassa dari beberapa species
penurunan kelarutan CO2. mikroalga yang diberi CO2 pada konsentrasi yang
berbeda dapat dilihat pada Tabel 1.
Faktor-faktor yang mempengaruhi produkti-
fitas biomassa dibahas secara singkat berikut ini
yaitu CO2, nutrisi terutama N dan P, dan cahaya.

Tabel 1. Produksi biomassa beberapa species mikroalga pada beberapa level CO 2

species Vol CO2 K Pmax Xmax Puncak produksi Referensi


kerja (%) (/hari) (g/L/hari) (g/L) (hari ke-)
(L)
Chlorella vulgaris 8 5 0,29 0,31 1,94 7 (2)
Botryococcus braunii 8 5 0,24 0,61 3,11 9 (2)
Spirulina platensis 8 5 0,22 0,73 2,18 9 (2)
Dunaliella tertiolecta 8 5 0,21 0,42 2,15 11 (2)
Spirulina sp 1,8 0,03 0,33 0,04 0,82 21 (13)
Spirulina sp 1,8 6 0,44 0,20 3,40 21 (13)
Scenedesmus obliquus 1,8 0 0,15 0,04 0,31 21 (13)
Scenedesmus obliquus 1,8 6 0,22 0,10 1,56 21 (13)
Nannochloropsis oculata 0,8 0,03 0,19 NA* 0,27 6-8 (14)
Nannochloropsis oculata 0,8 2 0,57 NA* 1,28 6-8 (14)
*NA = data tidak tersedia

Nitrogen dan P penelitian Jin et al. menunjukkan bahwa


pemberian nitrat pada konsentrasi 15-20 ppm
Nitrogen dan fosfor adalah dua unsur yang
selain menaikkan kepadatan sel juga
paling dibutuhkan untuk pertumbuhan mikroalga.
memperpanjang waktu fase eksponensial lebih
Dalam fotobioreaktor, mikroalga mendapatkan (21)
dari 3 hari . Kebutuhan nutrisi nitrogen dan fosfor
kedua unsur tersebut dari media kultur dalam
dalam fotobioreaktor dapat diduga dari laju
bentuk nitrat atau amonium. Sudah lama diketahui
serapannya dalam media kultur. Laju serapan
bahwa pemberian nitrogen dan fosfor pada
nitrogen dan fosfor berdasarkan pembentukan
konsentrasi tertentu meningkatkan pertumbuhan
biomassa Chlorella vulgaris dari hasil penelitian
mikroalga dan fiksasi CO2. Beberapa media
Sydney et al. masing-masing sebesar 49 mg/g dan
tumbuh yang khusus diformulasikan untuk (2)
314 mg/g biomassa . Laju serapan nitrogen dan
pertumbuhan mikroalga mengandung nitrogen dan
fosfor tersebut berbeda tergantung dari spesies
fosfor dalam bentuk nitrat dan fosfat masing-
mikroalga.
masing sekitar 75-100 mg/L dan 5-18 mg/L. Hasil

48 Pola Pertumbuhan dan Pemanenan Biomassa … (Prayitno, J)


Cahaya dan mencapai Xmax. Demikian seterusnya
mikroalga dipanen dalam periode tertentu.
Cahaya adalah komponen utama yang
dibutuhkan mikroalga untuk pembentukan
biomassa dan proses fiksasi karbon. Disain
fotobioreaktor dibuat untuk meningkatkan efisiensi
serapan cahaya oleh mikroalga yang tergantung
pada rasio luas permukaan fotobioreaktor dan
volume kultur. Seperti halnya CO2 dan nutrisi,
mikroalga memerlukan cahaya dengan intensitas
tertentu. Produksi biomassa terus meningkat
sejalan dengan peningkatan intensitas cahaya
hingga mencapai titik jenuh sekitar 420
2
µmol/m /detik, dengan produksi biomassa
maksimum sebesar 840.56 mg/L/hari dan serapan Gambar 2. Pola pertumbuhan mikroalga dalam
(22)
karbon 1435.90 mg/L/hari . Peningkatan fotobioreaktor sistem semi-kontinu
(27)
intensitas cahaya tersebut menyebabkan fase (dimodifikasi dari Chiu et al. ).
(23)(24)(25)
eksponensial menjadi semakin tajam .
Intensitas cahaya yang terlalu tinggi menyebabkan Informasi yang perlu diketahui pada waktu
proses fotosintesis terhenti karena adanya pemanenan sistem pengoperasian semi-kontinu ini
mekanisme jenuh cahaya. Kelebihan cahaya adalah rasio yang dipanen dan periode (selang
tersebut dirubah menjadi panas sehingga suhu waktu) panen. Informasi dari literatur tentang
kultur naik. panen sistem semi-kontinu tersebut tidak banyak
tersedia hingga saat ini. Rasio panen yang
(25)
3.2. Pertumbuhan Mikroalga dalam Fotobio- digunakan berkisar antara 20%-33% hingga
(23)
reaktor Sistem Semi-Kontinu 50% . Berdasarkan percobaan yang dilakukan
oleh Chae et al. diketahui bahwa periode panen
Seperti yang sudah disebutkan di atas, fase mikroalga Euglena gracilis yang semakin lama dari
pertumbuhan dengan tingkat serapan CO2 tertinggi 3 hari menjadi 5 hari menyebabkan kepadatan sel
6 6
terjadi pada fase eksponensial. Karena itu meningkat dari 2 x 10 sel/mL menjadi 3 x 10
(26)
mikroalga dalam fotobioreaktor perlu dijaga agar sel/mL pada akhir percobaan . Demikian pula
tetap berada dalam fase eksponensial supaya : (1) produksi biomassa naik dari 0.2 g/L menjadi 0.6
kapasitas serapan CO2 dan laju pembentukan g/L. Kultur mikroalga tersebut diberi suplai CO2
biomassa tetap tinggi selama pengoperasian 11%. Hasil tersebut menunjukkan bahwa semakin
berlangsung, dan (2) fotobio-reaktor dapat lama interval panen dalam sistem pemanenan
beroperasi secara kontinu dalam waktu lama. semi-kontinu, maka sel-sel memiliki waktu yang
Pengoperasian fotobioreaktor skala besar dalam semakin banyak untuk tumbuh sehingga lebih
jangka waktu lama akan mengurangi biaya banyak CO2 yang difiksasi. Hasil yang berbeda
pemeliharaan dan persiapan unit fotobioreaktor diperoleh pada percobaan Chiu et al. dimana
untuk pengoperasian selanjutnya. produksi biomassa yang stabil dan tetap tinggi
Pertumbuhan mikroalga dalam fotobio-reaktor (0.74 – 0.92 g/L) dapat diperoleh pada interval
perlu dipantau agar dapat ditentukan waktu waktu panen yang lebih singkat yaitu 1 hari
menggunakan mikroalga Nanochloropsis oculata
pemanenan sehingga tidak terjadi kelebihan (27)
populasi di dalam unit fotobioreaktor yang akan yang diberi 2-15% CO2 . Hasil tersebut diduga
menghambat efisiensi serapan CO2. Pada unit karena kepadatan sel awal yang digunakan cukup
fotobioreaktor penangkap karbon yang beroperasi tinggi yaitu 0.4 g/L dan jenis mikroalga yang
dalam jangka waktu lama, pemanenan dapat digunakan berbeda.
dilakukan secara berkala (semi-kontinu). Secara Rasio panen dan selang waktu panen berkaitan
umum, pola pertumbuh-an mikroalga dalam erat satu sama lain. Untuk mendapatkan produksi
fotobioreaktor yang dipanen secara berkala dapat biomassa yang sama maka rasio panen yang
dilihat pada Gambar 2. tinggi menyebabkan selang waktu panen menjadi
lebih panjang, karena sel-sel mikroalga
Pada saat kultur mikroalga mencapai fase akhir
eksponensial dengan produktifitas biomassa membutuhkan waktu lebih lama untuk tumbuh
maksimum (Pmax) maka kultur dipanen sebagian, hingga mencapai biomassa sebelum panen.
kemudian media kultur yang berisi nutrisi
ditambahkan ke dalam sistem dengan jumlah yang 3.3. Pertumbuhan Mikroalga dalam Fotobio-
sama. Kepadatan sel menjadi turun karena terjadi reaktor Sistem Operasi Kontinu
pengenceran setelah ditambahkan media baru. Untuk fotobioreaktor yang dioperasikan dalam
Setelah mikroalga ditumbuhkan dalam jangka skala besar menggunakan jenis mikroalga tertentu,
waktu tertentu, maka biomassa meningkat kembali pemanenan dapat dilakukan secara kontinu.

Jurnal Teknologi Lingkungan Vol. 17, No. 1, Januari 2016, 45-52 49


Dalam hal ini pemanenan harus diatur secara Berdasarkan uraian di atas, secara teknis
otomatis untuk menyelaraskannya dengan faktor pemanenan sistem semi-kontinu menghasilkan
input (terutama nutrisi) dan faktor lingkungan produksi biomassa yang sama dengan sistem
(suhu, pH dan sirkulasi medium) sehingga kontinu pada kapasitas fotobioreaktor dan jenis
diperoleh kondisi pengoperasian yang stabil dan mikroalga yang sama. Namun kedua sistem
kontinu (steady state). Dalam hal ini, laju aliran tersebut menghasilkan produksi biomassa yang
(flow rate) dari media yang ditambah-kan ke dalam lebih besar dibandingkan dengan sistem batch,
sistem dan kultur yang dipanen menjadi isu karena waktu yang dibutuhkan untuk satu siklus
penting. Isu penting lainnya adalah waktu tinggal produksi pada sistem batch lebih lama. Hal ini
(retention time) dari media yang diberikan disebabkan karena sistem batch perlu persiapan
sehingga tetap berada dalam konsentrasi optimal unit fotobioreaktor untuk periode kultur
untuk pertumbuhan. Secara teoritis, pola selanjutnya, seperti pencucian, sterilisasi dan
pertumbuhan mikroalga dalam fotobioreaktor persiapan inokulum. Selain itu waktu panen pada
penangkap karbon dapat dilihat seperti pada sistem batch menjadi lebih lama karena terdapat
Gambar 3. lag phase di setiap periode kultur.
Pada tahap awal, sel-sel mikroalga berada Secara umum, pemilihan sistem panen batch,
dalam tahap pertumbuhan lag phase (linier). Bila semi-kontinu dan kontinu tergantung dari
faktor input dan kondisi lingkungan tidak menjadi ketersediaan sumberdaya dan fasilitas yang
pembatas, maka mikroalga selanjutnya memasuki tersedia. Selain itu, pemanfaatan biomassa untuk
fase pertumbuhan cepat (eksponen-sial) hingga tujuan tertentu juga akan menentukan sistem
mencapai produktifitas biomassa maksimum pemanenan yang digunakan. Masing-masing
(Xmax). Pada saat tersebut maka kultur mikroalga sistem memiliki kelebihan dan kekurangan (Tabel.
dipanen dengan laju aliran tertentu secara kontinu. 2). Kendala utama aplikasi sistem kontinu dalam
Pada saat yang bersamaan media kultur skala besar di Indonesia adalah faktor cuaca yang
ditambahkan dengan jumlah yang sama dengan dapat mempengaruhi intensitas cahaya dan suhu.
yang dipanen. Laju aliran media yang masuk dan
keluar dari sistem fotobioreaktor diatur sedemikian 4. KESIMPULAN
dengan waktu tinggal tertentu sehingga produksi
biomassa stabil dalam kondisi maksimum (Xmax). Pemahaman tentang pola pertumbuhan
mikroalga dalam fotobioreaktor penangkap karbon
diperlukan untuk kesinambungan produksi
biomassa dan efisiensi fiksasi karbon. Faktor-
faktor yang mempengaruhi pertumbuhan
mikroalga seperti cahaya, nutrisi, CO2 dan faktor
lingkungan lainnya (suhu, pH, pengadukan) perlu
dipertahankan dalam kondisi optimal agar panen
dengan sistem semi-kontinu maupun kontinu dapat
menghasilkan biomassa yang maksimum secara
berkelanjutan. Untuk aplikasi fotobioreaktor
penangkap karbon skala besar yang
Gambar 3. Pola pertumbuhan mikroalga dalam mengandalkan cahaya dari matahari di daerah
fotobioreaktor sistem kontinu (dimodifikasi dari tropis seperti Indonesia, intensitas cahaya
(26)
Chae et al., 2006 ) matahari sangat bergantung pada kondisi cuaca
harian yang sulit untuk dikontrol. Kondisi mendung
Berdasarkan hasil percobaan Chae et al., dan hujan tentunya akan menurunkan intensitas
mikroalga E. gracilis yang dipanen dari cahaya sehingga dalam sistem pemanenan
fotobioreaktor tipe flat panel dengan kapasitas 100 kontinu, kondisi steady state akan sulit tercapai.
L sebesar 20-33% dengan waktu tinggal 4 hari Karena itu sistem operasi panen kontinu menjadi
menghasilkan kepadatan sel yang sama dengan 5 lebih sulit diadopsi. Alternatif yang menjadi pilihan
6
hari yaitu sebesar 3.3 x 10 sel/mL dan produksi operasi fotobioreaktor skala besar untuk
(26) (26)
biomassa sebesar 0.71 g/L . Chae et al. penangkapan karbon di Indonesia adalah
menyimpulkan bahwa produksi sel dari pemanenan sistem semi kontinyu.
fotobioreaktor yang dipanen secara kontinu sama
dengan yang dipanen secara semi-kontinu dengan
waktu tinggal yang sama. Selanjutnya, pada
fotobioreaktor dengan kapasitas yang lebih besar
(1000 L), waktu tinggal 8 hari menghasilkan
biomassa yang lebih besar yaitu 0,91 g/L
dibandingkan dengan waktu tinggal 3 hari dengan
(26)
produksi biomassa sebesar 0,51 g/L .

50 Pola Pertumbuhan dan Pemanenan Biomassa … (Prayitno, J)


(28)
Tabel 2. Kelebihan dan kekurangan pemanenan sistem batch, semi-kontinu dan kontinu

Sistem Kelebihan Kekurangan


Batch  Sederhana dalam konstruksi  produksi biomassa dengan jumlah sama perlu
 Fleksibel untuk mengganti species waktu lebih lama
mikroalga sewaktu-waktu  kualitas dan jumlah yang dihasilkan tiap
 Perbaikan dapat dilakukan segera panen tidak selalu sama
 tenaga kerja untuk persiapan, pemeliharaan
dan panen lebih banyak.
Semi-  Dapat dilakukan di dalam dan luar ruangan  Usia kultur tidak dapat diprediksi
kontinu  Untuk kapasitas yang sama, produksi  Peluang terkontaminasi lebih besar
biomassa lebih besar dibandingkan dengan
sistem batch
Kontinu  Kualitas dan produksi harian lebih terjaga  Lebih kompleks
 Tenaga kerja yang diperlukan lebih sedikit  Biaya konstruksi lebih mahal
karena sistem otomatis,  Butuh input cahaya dan suhu yang konstan,
sehingga sulit diaplikasikan di luar ruangan

PERSANTUNAN and other applications: A review, Renew.


Sustain Energy Rev., 14: 217–232.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada
Pusat Teknologi Lingkungan yang telah 8. Zhao, B. and Y. Su, (2014), Process effect of
mendukung persiapan, pelaksanaan penelitian dan microalgal-carbon dioxide fixation and
sampai terwujudnya tulisan ini. biomass production: review, Renew. Sustain.
Energy Rev., 31: 121-132.
DAFTAR PUSTAKA 9. Posten, C., (2009), Design principles of
photo-bioreactors for cultivation of
1. Lam, M.K., K.T. Lee, and A.R. Mohamed,
microalgae, Eng. Life Sci., 9: 165–177.
(2012), Current status and challenges on
microalgae-based carbon capture, Int. J. 10. Cheah, W.Y., P.L. Show, J.S. Chang, T.C.
Greenhouse Gas Control, 10: 456–469. Ling, J.C. Juan, (2015), Bioseques-tration of
atmospheric CO2 and flue gas-containing CO2
2. Sydney, E.B., W. Sturm, J.C. de Carvalho, V. by microalgae, Biores Technol., 184:190-201.
Thomaz-Soccol, C. Larroche, A. Pandey, and
C.R. Soccol, (2010), Potential carbon dioxide 11. Raeesossadati, M.J., H. Ahmadzadeh, M.P.
fixation by industrially important microalgae, McHenry, and N.R. Moheimani, (2014), CO2
Biores. Technol., 101: 5892–5896. bioremediation by microalgae in
photobioreactors: Impacts of biomass and
3. Bilanovic, D., A. Andargatchew, T. Kroeger, CO2 concentrations, light, and temperature,
and G. Shelef, (2009), Freshwater and marine
Algal Res., 6: 78–85.
microalgae sequestering of CO2 at different C
and N concentrations – response surface 12. de Morais, M.G., and J.A.V. Costa, (2007),
methodology analysis, Energy Convers. Carbon dioxide fixation by Chlorella kes-sleri,
Manage, 50: 262–267. C. vulgaris, Scenedesmus obliquus and
Spirulina sp. cultivated in flasks and vertical
4. Pignolet, O., S. Jubeau, C. Vacca-Garcia, and tubular photobioreactors, Biotechnol. Lett., 29:
P. Michaud, (2013), Highly valuable
1349–1352.
microalgae: biochemical and topological
aspects, J. Ind. Microbiol. Biotechnol, 40: 781- 13. de Morais MG, JAV Costa, (2007), Biofixation
796. of carbon dioxide by Spirulina sp. and
Scenedesmus obliquus cultivated in a three-
5. de Jesus Raposo, M.F., A.M.B. de Morais, stage serial tubular photo-bioreactor, J
and R.M.S.C. de Morais, (2015), Marine Biotechnol., 129: 439–445
polysaccharides from algae with potential
biomedical applications, Mar. Drugs, 13: 14. Chiu, S.Y., C.Y. Kao, C.H. Chen, T.C. Kuan,
2967-3028. S.C. Ong, and C.S. Lin, (2008), Reduction of
CO2 by a high-density culture of Chlorella sp.
6. Hemaiswarya, S., R. Raja, R. Ravi Kumar, V.
in a semicontinuous photobioreactor,
Ganesan, and C. Anbazhagan, (2011), Bioresour. Technol., 99: 3389-3396.
Microalgae: a sustainable feed source for
aquaculture, World. J. Microbiol. Biotechnol, 15. Huertas, E., O. Montero, and K.M. Lubian,
27: 1737–1746. (2000), Effects of dissolved inorganic carbon
availability on growth, nutrient uptake and
7. Mata, T.M., A.A. Martins, and N.S. Caetano,
chlorophyll fluorescence of two species of
(2010), Microalgae for biodiesel production

Jurnal Teknologi Lingkungan Vol. 17, No. 1, Januari 2016, 45-52 51


marine microalgae, Aquacult. Engineer., 22: 23. Lee, C.M., M.J. Kim, K. Sanjay, J.H. Kwag,
181–197. and C.S. Ra, (2011), Biomass production
16. Olivieri, G., I. Gargano, R. Andreozzi, R. potential of Chlorella vulgaris under different
Marotta, A. Marzocchella, G. Pinto, and A. CO2 concentrations and light intensities, J.
Pollio, (2012), Effects of CO2 and pH on Animal Sci. Technol., 53: 261-268.
Stichococcus bacillaris in laboratory scale 24. Gonçalves, A.L., M. Simões, and J.C.M. Pires,
photobioreactors, Chem. Eng. Trans., 27: (2014), The effect of light supply on
127-132. microalgal growth, CO2 uptake and nutrient
17. Hulatt, C.J., and D.N. Thomas, (2011), removal from wastewater, Energy Convers.
Productivity carbon dioxide uptake and net Manag., 85: 530–536.
energy return of microalgal bubble column 25. Pires, J. C. M., A.L. Gonçalves, F.G. Martins,
photobioreactors, Biores Technol., 102: M.C.M. Alvim-Ferraz and M. Simões, (2013),
5775–5787. Effect of light supply on CO2 capture from
18. Suh, I.S. and C.G. Lee, (2003), atmosphere by Chlorella vulgaris and
Photobioreactor engineering: Design and Pseudokirchneriella subcapitata, Mitig. Adapt.
performance, Biotechnol. Bioprocess Eng., 8: Strateg. Glob. Change., 19: 1109-1117.
313–321. 26. Chae, S.R., E.J. Hwang, and H.S. Shin,
19. Widjaja, A., C.C. Chien, and Y.H. Ju, (2009), (2006), Single cell protein production of
Study of increasing lipid production from fresh Euglena gracilis and carbon dioxide fixation in
water microalgae Chlorella vulgaris., J. an innovative photo-bioreactor, Biores.
Taiwan Inst. Chem. Eng., 40: 13–20. Technol., 97: 322–329.
20. Kunjapur, A.M. and R.B. Eldridge, (2010), 27. Chiu, S.Y., C.Y. Kao, M.T. Tsai, S.C. Ong,
Photobioreactor design for commercial biofuel C.H. Chen, and C.S. Lin, (2009), Lipid
production from microalgae, Ind. Eng. Chem. accumulation and CO2 utilization of Nanno-
Res., 2010: 3516–3526. chloropsis oculata in response to CO2
aeration, Biores. Technol., 100: 833–838.
21. Jin, H.F., B.L. Ma, K. Lee, (2006), Influence of
nitrate feeding on carbon dioxide fixation by 28. Coutteau, P., (1996), Microalgae, In P.
microalgae, J. Environ. Sci. Health., 41: Lavens and P. Sorgeloos (Eds.), Manual and
2813–2824. The Production and Use of Live Food for
Aquaculture, FAO Series Technical Paper
22. Ho, S.H., C.Y. Chen, and J.S. Chang, (2012),
361, Rome, FAO., (295p.).
Effect of light intensity and nitrogen starvation
on CO2 fixation and lipid/carbo-hydrate
production of an indigenous microalga
Scenedesmus obliquus CNW-N, Biores.
Technol., 113: 244–252.

52 Pola Pertumbuhan dan Pemanenan Biomassa … (Prayitno, J)

Anda mungkin juga menyukai