Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) adalah sekumpulan gejala dan
infeksi atau sindrom yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat
infeksi virus HIV. Virusnya Human Immunodeficiency Virus HIV yaitu virus yang
memperlemah kekebalan pada tubuh manusia. Orang yang terkena virus ini akan menjadi
rentan terhadap infeksi oportunistik ataupun mudah terkena tumor. Meskipun penanganan
yang telah ada dapat memperlambat laju perkembangan virus, namun penyakit ini belum
benar-benar bisa disembuhkan. HIV umumnya ditularkan melalui kontak langsung antara
lapisan kulit dalam (membran mukosa) atau aliran darah, dengan cairan tubuh yang
mengandung HIV, seperti darah, air mani, cairan vagina, cairan preseminal, dan air susu
ibu. Penularan dapat terjadi melalui hubungan intim (vaginal, anal, ataupun oral),
transfusi darah, jarum suntik yang terkontaminasi, antara ibu dan bayi selama kehamilan,
bersalin, atau menyusui, serta bentuk kontak lainnya dengan cairan-cairan tubuh tersebut.
Penyakit AIDS ini telah menyebar ke berbagai negara di dunia. Bahkan menurut
UNAIDS dan WHO memperkirakan bahwa AIDS telah membunuh lebih dari 25 juta jiwa
sejak pertama kali diakui tahun 1981, dan ini membuat AIDS sebagai salah satu epidemik
paling menghancurkan pada sejarah. Meskipun baru saja, akses perawatan antiretrovirus
bertambah baik di banyak region di dunia, epidemik AIDS diklaim bahwa diperkirakan
2,8 juta (antara 2,4 dan 3,3 juta) hidup pada tahun 2005 dan lebih dari setengah juta
(570.000) merupakan anak-anak. Secara global, antara 33,4 dan 46 juta orang kini hidup
dengan HIV.Pada tahun 2005, antara 3,4 dan 6,2 juta orang terinfeksi dan antara 2,4 dan
3,3 juta orang dengan AIDS meninggal dunia, peningkatan dari 2003 dan jumlah terbesar
sejak tahun 1981.
Di Indonesia menurut laporan kasus kumulatif HIV/AIDS sampai dengan 31
Desember 2011 yang dikeluarkan oleh Ditjen PP & PL, Kemenkes RI tanggal 29 Februari
2012 menunjukkan jumlah kasus AIDS sudah menembus angka 100.000. Jumlah kasus
yang sudah dilaporkan 106.758 yang terdiri atas 76.979 HIV dan 29.879 AIDS dengan
5.430 kamatian. Angka ini tidak mengherankan karena di awal tahun 2000-an kalangan

1
ahli epidemiologi sudah membuat estimasi kasus HIV/AIDS di Indonesia yaitu berkisar
antara 80.000 – 130.000. Dan sekarang Indonesia menjadi negara peringkat ketiga,
setelah Cina dan India, yang percepatan kasus HIV/AIDS-nya tertinggi di Asia.

B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. KONSEP DASAR MEDIS


1. Pengertian
HIV ( Human immunodeficiency Virus ) adalah virus pada manusia yang
menyerang system kekebalan tubuh manusia yang dalam jangka waktu yang relatif
lama dapat menyebabkan AIDS, sedangkan AIDS sendiri adalah suatu sindroma
penyakit yang muncul secara kompleks dalam waktu relatif lama karena penurunan
sistem kekebalan tubuh yang disebabkan oleh infeksi HIV.
Pengertian AIDS menurut beberapa ahli antara lain:
 AIDS adalah sindroma yang menunujukkan defisiensi imun seluler pada
seseorang tanpa adanya penyebab yang diketahui untuk dapat menerangkan
terjadinya defisiensi, tersebut seperti keganasan, obat – obatan seperti imun,
penyakit infeksi yang sudah dikenal, dan sebagainya (Christine L, 1992)
 AIDS dalah kumpulan gejalapenyakit akibat menurunnya system kekbalan tubuh
oleh virus yang disbut HIV yang di tandai dengan menurunya system kekebalan
tubuh sehinggapasien AIDS mudah diserang oleh infeksi oportunistik dan kanker
(Djauzi dan Djoerban, 2003)
 AIDS diartikan sebagai bentuk paling erat dari keadaan sakit terus menerus yang
berkaitan dengan infeksi human immunodetciency virus (HIV). (Suzane C.
Smetzler dan Brende G. Bare, 2002)
 AIDS adalah infeksi oportunistik yang menyerang seseorang dimana mengalami
penurunan sistem imun yang mendasar ( sel T berjumlah 200 atau kurang ) dan
memiliki antibodi positif terhadap HIV. (Doenges, 1999)
 AIDS adalah suatu kumpulan kondisi klinis tertentu yang merupakan hasil akhir
dari infeksi oleh HIV. (Sylvia, 2005)
 AIDS adalah penyakit yang disebabkan oleh virus yang merusak sistem kekebalan
tubuh manusia (H. JH. Wartono, 1999 : 09).

3
 Kesimpulan: AIDS adalah sekumpulan gejala yang menunjukkan kelemahan atau
kerusakan daya tahan tubuh yang diakibatkan oleh faktor luar (bukan dibawa
sejak lahir)dan sebagai bentuk paling hebat dari infeksi HIV, mulai dari kelainan
ringan dalam respon imun tanpa dan gejala yang nyata hingga keadaan ini
imunosuprsi dan berkaitan dengan berbagai infeksi yang dapat membawa
kematian dan dengan kelianan malignitas yang jarang terjadi

2. Etiologi
Penyebab infeksi adalah golongan virus retro yang disebut human
immunodeficiency virus (HIV). HIV pertama kali ditemukan pada tahun 1983 sebagai
retrovirus dan disebut HIV-1. Pada tahun 1986 di Afrika ditemukan lagi retrovirus
baru yang diberi nama HIV-2. HIV-2 dianggap sebagai virus kurang pathogen
dibandingkaan dengan HIV-1. Maka untuk memudahkan keduanya disebut HIV.
AIDS dapat menyerang semua golongan umu, termasuk bayi, pria maupun
wanita. Yang termasuk kelompok resiko tinggi adalah:
1. Lelaki homoseksual atau biseks.
2. Orang yang ketagian obat intravena
3. Partner seks dari penderita AIDS
4. Penerima darah atau produk darah (transfusi).
5. Bayi dari ibu/bapak terinfeksi.

Penularan Human Immunodeficiency Virus (HIV) dapat ditularkan melalui:


a. Hubungan seksual (resiko 0,1 – 1%)
b. Darah :
1) Transfuse darah yang mengandung HIV (resiko 90 – 98)
2) Transfuse jarum yang mengandung HIV (resiko 0,3)
3) Terpapar mukosa yang mengandung HIV (resiko 0,09)
c. Transmisi dari ibu ke anak:
1) Selama kehamilan
2) Saat persalinan
3) Air susu ibu

4
3. Manifestasi Klinis
Gejala penyakit AIDS sangat bervariasi. Berikut ini gejala yang ditemui
pada penderita AIDS, panas lebih dari 1 bulan, batuk-batuk, sariawan dan
nyeri menelan, badan menjadi kurus sekali, diare, sesak napas,
pembesaran kelenjar getah bening, kesadaran menurun, penurunan ketajaman
penglihatan, bercak ungu kehitaman di kulit.
Gejala penyakit AIDS tersebut harus ditafsirkan dengan hati-hati, karena
dapat merupakan gejala penyakit lain yang banyak terdapat di Indonesia, misalnya
gejala panas dapat disebabkan penyakit tipus atau tuberkulosis paru. Bila terdapat
beberapa gejala bersama-sama pada seseorang dan ia mempunyai perilaku atau
riwayat perilaku yang mudah tertular AIDS, maka dianjurkan ia tes darah HIV.
Pasien AIDS secara khas punya riwayat gejala dan tanda penyakit. Pada
infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) primer akut yang lamanya 1 – 2
Minggu pasien akan merasakan sakit seperti flu. Dan disaat fase supresi imun
simptomatik (3 tahun) pasien akan mengalami demam, keringat dimalam hari,
penurunan berat badan, diare, neuropati, keletihan ruam kulit, limpanodenopathy,
pertambahan kognitif, dan lesi oral. Dan disaat fase infeksi Human
Immunodeficiency Virus (HIV) menjadi AIDS (bevariasi 1-5 tahun dari pertama
penentuan kondisi AIDS) akan terdapat gejala infeksi opurtunistik, yang paling
umum adalah Pneumocystic Carinii (PCC), Pneumonia interstisial yang disebabkan
suatu protozoa, infeksi lain termasuk menibgitis, kandidiasis, cytomegalovirus,
mikrobakterial, atipikal.
Pembagian Stadium :
a. Stadium pertama : HIV

Infeksi di mulai dengan masuknya HIV dan di ikuti dengan terjadinya perubahan
serologis ketika antibodi terhadap virus tersebut berubah dari negatif menjadi
positif. Rentang waktu sejak HIV masuk ke dalam tubuh sampai tes antibodi
terhadap HIVmenjadi positif di sebut dengan window period. Lama window
period adalah antara satu sampai tiga bulan, bahkan ada yang dapat berlangsung
sampai enam bulan

5
b. Stadium kedua : Asimptomatik ( tanpa gejala )

Asimptomatik berarti bahwa di dalam organ tubuh terdapat HIV, tetapi tubuh tidak
menunjukkan gejala apa pun. Keadaan ini dapat berlangsung rata-rata selama 5-10
tahun. Cairan tubuh pasien HIV.AIDS yang tampak sehat ini sudah dapat
menularkan HIV kepada orang lain.
c. Stadium ketiga : Pembesaran kelenjar limfe secara menetap dan merata ( pesistent
Generalized Lynphadenopaty ). Hal ini tidak hanya muncul pada satu tempat saja
dan berlangsung lebih satu bulan.
d. Stadium keempat : AIDS

Keadaan ini di sertai dengan adanya bermacam-macam penyakit, antara lain


penyakit konstitusional, penyakit saraf, dan penyakit infeksi sekunder.

Gejala klinis pada stadium AIDS di bagi antara lain :


 Gejala utama / mayor :
a. Demam berkepanjangan lebih dari 3 bulan
b. Diare kronis lebih dari satu bulan berulang maupun terus menerus
c. Penurunan berat badan lebih dari 10 % dalam tiga bulan.

 Gejala minor :
a. Batuk kronis selama satu bulan
b. Infeksi pada mulut dan tenggorokan yang disebabkan oleh jamur Candida
albicons
c. Pembengkakan kelenjar getah bening yangmenetap di seluruh tubuh
d. Munculnya herpes zoster berulang dan bercak-bercak gatal di seluruh tubuh.

Tabel 1
4 Tahap Derajat Infeksi HIV
Fase Derajat

6
1 Infeksi HIV primer
2 HIV dengan defesiensi imun dini (CD4+ > 500/ul )
3 Adanya HIV dengan defesiensi imun yang sedang
(CD4+; 200-500/ul)
4 Hiv dengan defesiensi imun yang berat (CD4+ < 200/ul)
di sebut dengan AIDS . Sehingga muncul CDC Amerika
(1993), pasien masuk alam kategori AIDS bila CD4+ <
200/ul

Tabel 2
Klasifikasi Klinis Infeksi HIV menurut WHO
Stadium Gambaran Klinis Skala Aktivitas
1. Asimptomatis Asimptomatis, aktivitas
2. Limfadenopati generalisata
I normal
1. Berat badan menurun <10 Simptomatis , aktivitas
II % normal
2. Kelainan kulit dan mukosa
yang ringan seperti,
dermatitis seboroik,
prurigo, onikomikosis,
ulkus oal yang rekuen, dan
kheilitis angularis
3. Herpes zoster dalam 5 tahu
terakhir
4. Infeksi saluran nafas bagian
atas seperti sinusitis
bakterialis
III 1. Berat badan menurun < Pada umumya lemah,
10% aktivitas di tempat tidur
2. Diare kronis yang
kurang dari 50%
berlangsung lebih dari 1
bulan
3. Demam berkepanjangan
lebih dari satu bulan
4. Kandidiasis orofaringeal
5. Oral hairy leukoplakia

7
6. TB paru alam satu tahun
terakhir
7. Infeksi bacterial yang berat
seperti pnemonia,
piomiositis
IV 1. HIV wasting syndrome Pada umumya sangat lemah,
seperti yang didefinisikan aktivitas di tempat tidur lebih
oleh CDC dari 50%
2. Pnemonia Pneumocystis
carini
3. Toksoplasmosis otak
4. Diare kriptosporidiosis
lebih dari satu bulan
5. Kriptokokosis
Ekstrapulmonal
6. Retinitis virus sitomegalo
7. Herpes simplek mukokutan
> 1 bulan
8. Leukoensefalopati
multifokal progresif
9. Mikosis diseminata seperti
histoplasmosis
10. Kandidiasis di esophagus,
trakea, bronkus, dan paru
11. Mikobakteriosis atipikal
diseminata
12. Septisemia salmonelosis
nontifoid
13. Tuberkulosis di luar paru
14. Limfoma
15. Sarkoma Kaposi
16. Ensealopati HIV

4. Patofisiologi
Penyakit AIDS disebabkan oleh Virus HIV. Masa inkubasi AIDS diperkirakan
antara 10 minggu sampai 10 tahun. Diperkirakan sekitar 50% orang yang terinfeksi
HIV akan menunjukan gejala AIDS dalam 5 tahun pertama, dan mencapai 70%

8
dalam sepuluh tahun akan mendapat AIDS. Berbeda dengan virus lain yang
menyerang sel target dalam waktu singkat, virus HIVmenyerang sel target dalam
jangka waktu lama. Supaya terjadi infeksi, virus harus masuk ke dalam sel, dalam hal
ini sel darah putih yang disebut limfosit. Materi genetik virus dimasukkan ke dalam
DNA sel yang terinfeksi. Di dalam sel, virus berkembangbiak dan pada akhirnya
menghancurkan sel serta melepaskan partikel virus yang baru. Partikel virus yang
baru kemudian menginfeksi limfosit lainnya dan menghancurkannya.
Virus menempel pada limfosit yang memiliki suatu reseptor protein yang
disebut CD4, yang terdapat di selaput bagian luar. CD4 adalah sebuah marker atau
penanda yang berada di permukaan sel-sel darah putih manusia, terutama sel-sel
limfosit.Sel-sel yang memiliki reseptor CD4 biasanya disebut sel CD4+ atau limfosit
T penolong. Limfosit T penolong berfungsi mengaktifkan dan mengatur sel-sel
lainnya pada sistem kekebalan (misalnya limfosit B, makrofag dan limfosit T
sitotoksik), yang kesemuanya membantu menghancurkan sel-sel ganas dan
organisme asing. Infeksi HIV menyebabkan hancurnya limfosit T penolong, sehingga
terjadi kelemahan sistem tubuh dalam melindungi dirinya terhadap infeksi dan
kanker.
Seseorang yang terinfeksi oleh HIV akan kehilangan limfosit T penolong
melalui 3 tahap selama beberapa bulan atau tahun. Seseorang yang sehat memiliki
limfosit CD4 sebanyak 800-1300 sel/mL darah. Pada beberapa bulan pertama setelah
terinfeksi HIV, jumlahnya menurun sebanyak 40-50%. Selama bulan-bulan ini
penderita bisa menularkan HIV kepada orang lain karena banyak partikel virus yang
terdapat di dalam darah. Meskipun tubuh berusaha melawan virus, tetapi tubuh tidak
mampu meredakan infeksi. Setelah sekitar 6 bulan, jumlah partikel virus di dalam
darah mencapai kadar yang stabil, yang berlainan pada setiap penderita. Perusakan
sel CD4+ dan penularan penyakit kepada orang lain terus berlanjut. Kadar partikel
virus yang tinggi dan kadar limfosit CD4+ yang rendah membantu dokter dalam
menentukan orang-orang yang beresiko tinggi menderita AIDS. 1-2 tahun sebelum
terjadinya AIDS, jumlah limfosit CD4+ biasanya menurun drastis. Jika kadarnya
mencapai 200 sel/mL darah, maka penderita menjadi rentan terhadap infeksi.

9
Infeksi HIV juga menyebabkan gangguan pada fungsi limfosit B (limfosit
yang menghasilkan antibodi) dan seringkali menyebabkan produksi antibodi yang
berlebihan. Antibodi ini terutama ditujukan untuk melawan HIV dan infeksi yang
dialami penderita, tetapi antibodi ini tidak banyak membantu dalam melawan
berbagai infeksi oportunistik pada AIDS. Pada saat yang bersamaan, penghancuran
limfosit CD4+ oleh virus menyebabkan berkurangnya kemampuan sistem kekebalan
tubuh dalam mengenali organisme dan sasaran baru yang harus diserang.
Setelah virus HIVmasuk ke dalam tubuh dibutuhkan waktu selama 3-6 bulan
sebelum titer antibodi terhadap HIVpositif. Fase ini disebut “periode jendela”
(window period). Setelah itu penyakit seakan berhenti berkembang selama lebih
kurang 1-20 bulan, namun apabila diperiksa titer antibodinya terhadap HIV tetap
positif (fase ini disebut fase laten) Beberapa tahun kemudian baru timbul gambaran
klinik AIDS yang lengkap (merupakan sindrom/kumpulan gejala). Perjalanan
penyakit infeksi HIVsampai menjadi AIDS membutuhkan waktu sedikitnya 26 bulan,
bahkan ada yang lebih dari 10 tahun setelah diketahui HIV positif. (Heri : 2012)

Perjalanan HIV / AIDS di bagi dalam 2 fase :


a. Fase infeksi awal
Pada fase awal proses infeksi ( immunokompeten ) akan terjadi respon imun
berupa peningkatan aktivitas imun, yaitu pada tingkat selular ( KLA-DR; sel T;
IL-2R ); serum atau humoral ( beta-2 mikroglobulin, neopterin, CD8, IL-R ); dan
antibodi upregulation (gp 120, anti p24;IgA ). Induksi sel T helper dan sel-sel lain
diperlukan untuk mempertahankan fungsi sel-sel faktor sistem imun agar tetap
berfungsi dengan baik.
Infeksi HIV akan menghancurkan sel-sel T, sehingga T-helper tidak dapat
memberikan induksi kepada sel-sel efektor sistem imun. Dengan tidak adanya T-
helper , sel-sel efektor sisitem imun seperti T8 sitotoksi, sel NK, monosit dan sel
B tidak dapat berfungsi dengan baik. Daya tahan tubuh menurun sehingga pasien
jatuh ke dalam stadium lebih lanjut.
b. Fase infeksi lanjut

10
Fase ini disebut dengan imunodefesien, karena dalam serum pasien yang
terinfeksi HIV ditemukan adanya faktor supresif berupa antibodi terhadap
poliferase sel T. Adanya supresif pada poliferase sel T tersebut dapat menekan
sintesis dan sekresi limfokin, sehingga sel T tidak mampu memberikan respons
terhadap mitogen dan terjadi disfungsi imun yang ditandai dengan penurunan
kadar CD4+, sitokin, antibodi down regulation, TNF a, dan anti nef.

11
PATHWAY Menyerang T Limfosit,
sel saraf, makrofag,
Virus HIV Merusak seluler monosit, limfosit B Immunocompromise

HIV- positif ?
Invasi kuman patogen Flora normal patogen

Reaksi psikologis Organ target

Manifestasi oral Manifestasi saraf Gastrointestinal Respiratori Dermatologi Sensori

Lesi mulut Kompleks Ensepalopati akut Diare Hepatitis Disfungsi Penyakit Infeksi Gatal, sepsis, Gangguan
demensia biliari anorektal nyeri penglihatan
dan
pendengaran
Nutrisi inadekuat

Cairan berkurang

Gangguan body imageapas


Gangguan rasa nyaman :

Gangguan rasa nyaman :


Gangguan mobilisasi

Tidak efektif pol napas


Gangguan pola BAB

Tidak efektfi bersihan jalan


Intolerans Aktivitas

Cairan berkurang

Nutrisi inadekuat
hipertermi

Gangguan sensori
nyeri

nyeri

napas
12
5. Patogenesis
a. Penularan dan Masuknya Virus
HIV dapat diisolasi dari darah, cairan serebrospinalis, semen, air
mata, sekresi vagian atau serviks, urin, ASI, dan air liur. Penularan terjadi
paling efisien melalui darah dan semen . HIV juga dapat ditularkan
melalui air susu dan sekresi vagian atau serviks. Tiga cara utama
penularan adalah kontak ibu-bayi. Setelah virus ditularkan akan terjadi
serangkaian proses yang kemudian menyebabkan infeksi.
b. Perlekatan Virus

Virion HIV matang memiliki bentuk hamper bulat. Selubung


luarnya, atau kapsul viral, terdiri dari lemak lapis-ganda yang
mengandung banyak tonjolan protein. Duri-duri ini terdiri dari dua
glikoprotein: gp120 dan gp41. Gp mengacu kepada glikoprotein dan
angka mengacu kepada massa protein dalam ribuan Dalton. Gp120
adalah selubung permukaan eksternal duri, dan gp41 adalah bagian
transmembran.
Terdapat suatu protein matriks yang disebut p17 yang
mengelilingi segmen bagian dalam membrane virus. Sedangkan inti
dikelilingi oleh suatu protein kapsid yang disebut p24. Di dalam kapsid,
p24 terdapat dua untai RNA identik dan molekul preformed reverse
transcriptase, integrase, dan protease yang sudah terbentuk. HIV adalah
suatu retrovirus sehingga materi genetic berada dalam bentuk RNA bukan
DNA. Reverse transcriptase adalah enzim yang mentranskripsikan RNA
virus menjadi DNA setelah virus masuk ke sel sasaran. Enzim-enzim lain
yang menyertai RNA adalah integrase dan protease.
HIV menginfeksi sel dengan mengikat permukaan sel sasaran
yang memiliki molekul reseptor membrane CD4. Sejauh ini, sasaran yang
disukai oleh HIV adalah limfosit T penolong positif-CD$ atau sel T4
(limfosit CD4+). Gp120 HIV berikatan dengan kuat dengan limfosit

13
CD4+ sehingga gp41 dapat memerantarai fusi membrane virus ke
membrane sel. BAru-baru ini ditemukan bahwa dua koreseptor
permukaan sel, CCR5 atau CXCR4 diperlukan, agar glikoprotein gp120
dan gp41 dapat berikatan dengan reseptor CD4+ (DOms, Peiper, 1997).
Koreseptor ini menyebabkan perubahan-perubahan konformasi sehingga
gp41 dapat masuk ke membrane sel sasaran. Individu yang mewarisi dua
salinan defektif gen reseptor CCR5 (homozigot) resisten terhadap
timbulnya AIDS, walaupun berlangkali terpajan HIV (sekitar 1% orang
Amerika keturunan Caucasian). Individu yang heterozigot untuk gen
defektif ini (18 sampai 20 %) tidak terkindung dari AIDS, tetapi awitan
penyakit agak melambat. Belum pernah ditemukan homozigot pada
populasi Asia atau Afrika, yang mungkin dapat membantu menerangkan
mengapa mereka lebih rentan terhadap infeksi HIV (O’Brien, Dean,
1997).
Sel-sel lain yang mungkin rentan terhadap infeksi HIV mencakup
monosit dan makrofag. Monosit dan makrofag yang terinfeksi dapat
berfungsi sebagai reservoir untuk HIV tetapi tidak dihancurkan oleh
virus. HIV bersifat politrofik dan dapat menginfeksi beragam sel manusia
(Levy, 1994), seperti sel natural killer (NK), limfosit B, sel endotel, sel
epitel, sel Langerhans, sel densritik (yang terdapat di permukaan mukosa
tubuh), sel microglia, dan berbagai jaringan tubuh.
Setelah virus berfusi dengan limfosit CD4+ maka berlangsung
serangkaian proses kompleks yang , apabila berjalan lancer,
menyebabkan terbentuknya partikel-partikel virus baru dari sel yang
terinfeksi. Lomfosit CD4+ yang terinfeksi mungkin mengalami siklus-
siklus replikasi sehingga menghasilkan banyak virus. Infeksi pada
limfosit CD4+ juga dapat menimbulkan sitopatogenisitas melalui
beragam mekanisme, termasuk apoptosis (kematian sel terprogram),
anergi (pencegahan fusi sel lebih lanjut), atau pembentukan sinsitium
(fusi sel).

14
c. Replikasi Virus
Setelah terjadi fusi sel-virus, RNA virus masuk ke bagian tengah
sitoplasma limfosit CD4+. Setelah nukleokapsid dilepas, maka terjadi
transkripsi terbalik (reverse transcription) dari satu untai-tunggal RNA
menjadi DNA salinan (cDNA) untai-ganda virus. Integrase HIV
membantu insersi cDNA virus ke dalam inti sel pejamu. Apabila sudah
terintegrasi ke dalam kromosom sel pejamu, maka dua untai DNA
sekarang menjadi provirus (Greene, 1993). Provirus menghasilkan RNA
messenger (mRNA) yang meninggalkan inti sel dan masuk ke dalam
sitoplasma. Tahap akhir produksi virus membutuhkan suatu enzim virus
yang disebut HIV protease, yang memotong dan menata protein virus
menjadi segmen-segmen kecil yang mengelilingi RNA virus, membentuk
partikel virus menular yang menonjol dari sel yang terinfeksi. Sewaktu
menonjol dari sel pejamu, partikel-partikel virus tersebut akan
terbungkus oleh sebagian dari membrane sel yang terinfeksi. HIV yang
baru terbentuk sekarang dapat menyerang sel-sel rentan lainnya di
seluruh tubuh.
Replikasi HIV berlanjut sepanjang periode latensi klinis, bahkan
saat hanya terjadi aktivitas virus yang minimal di dalam darah
(Embretson et al., 1993; Panteleo et al., 1993). HIV ditemukan dalam
jumlah besar di dalam limfosit CD4+ dan makrofag di seluruh system
limfoid pada semua tahap infeksi. Partikel-partikel virus juga telah
dihubungkan dengan sel-sel dendritik folikular, yang mungkin
memindahkan infeksi ke sel-sel selama migrasi melalui folikel-folikel
limfoid.
Walaupun selama masa latensi klinis tingkat viremia dan replikasi
virus di sel-sel mononukleus darah perifer rendah, namun pada infeksi
ini tidak ada latensi yang sejati. HIV secara terus menerus terakumulasi
dan bereplikasi di organ-organ limfoid. Sebagian data menunjukkan
bahwa terjadi replikasi dalam jumlah sangat besar dan pertukaran sel

15
yang sangat cepat, dengan waktu-paruh virus dan sel penghasil virus di
dalam plasma sekitar 2 hari (Wei et al., 1995; Ho et al., 1995). Aktivitas
ini menunjukkan bahwa terjadi pertempuran terus menerus antara virus
dan system imun pasien

6. Komplikasi
Adapun komplikasi kien dengan HIV/AIDS (Arif Mansjoer, 2000 )
antara lain:
a. Pneumonia pneumocystis (PCP)
b. Tuberculosis (TBC)
c. Esofagitis
d. Diare
e. Toksoplasmositis
f. Leukoensefalopati multifocal prigesif
g. Sarcoma Kaposi
h. Kanker getah bening
i. Kanker leher rahim (pada wanita yang terkena HIV)

7. Pencegahan
Dengan mengetahui cara penularan HIV/AIDS dan sampai saat ini
belum ada obat yang mampu memusnahkan HIV/AIDS maka lebih mudah
melakukan pencegahannya.
a. Prinsip ABCDE yaitu :
A = Abstinence (Puasa Sesk, terutama bagi yang belum menikah)
B = Befaithful (Setia hanya pada satu pasangan atau menghindari
berganti- ganti pasangan)
C = use Condom (Gunakan kondom selalu bila sudah tidak mampu
menahan seks)
D = Drugs No (Jangan gunakan narkoba)
E = sterilization of Equipment (Selalu gunakan alat suntik steri)l
b. Voluntary Conseling Testing (VCT)

16
VCT merupakan satu pembinaan dua arah atau dialog yang
berlangsung tak terputus antara konselor dan kliennya dengan tujuan
untuk mencegah penularan HIV, memberikan dukungan moral, informasi
serta dukungan lainnya kepada ODHA, keluarga dan lingkungannya.
VTC mempunyai tujuan sebagai :
1) Upaya pencegahan HIV/AIDS
2) Upaya untuk mengurangi kegelisahan, meningkatkan persepsi atau
pengetahuan mereka tentang faktor-faktor resiko penyebab seseorang
terinfeksi HIV.
3) Upaya mengembangkan perubahan perilaku, sehingga secara dini
mangarahakan mereka menuju ke program pelayanan dan dukungan
termasuk akses terapi antiretroviral (ARV), serta membantu
mengurangi stigma dalam masyarakat.
c. Universal Precautions (UPI)
Universal precautions adalah tindakan pengendalian infeksi yang
dilakukan oleh seluruh tenaga kesehatan untuk mengurangi resiko
penyebaran infeksi serta mencegah penularan HIV/AIDS bagi petugas
kesehatan dan pasien.
UPI perlu diterapkan dengan tujuan untuk :
1) Mengendalikan infeksi secara konsisten.
2) Mamastikan standar adekuat bagi mereka yang tidak di diagnosis
atau terlihat seperti beresiko.
3) Mengurangi resiko bagi petugas kesehatan dan pasien.
4) Asumsi bahwa resiko atau infeksi berbahaya.
Upaya perlindungan dapat dilakukan melalui :
1) Cuci tangan
2) Alat pelindung
3) Pemakaian antiseptik

17
4) Dekontaminasi, pembersihan dan sterilisasi atau disterilisasi atau
desinfektan tingkat tinggi untuk peralatan bedah, sarung tangan dan
benda lain.

8. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostic untuk penderita AIDS (Arif Mansjoer, 2000) adalah
a. Lakukan anamnesi gejala infeksi oportunistik dan kanker yang terkait
dengan AIDS.
b. Telusuri perilaku berisiko yang memungkinkan penularan.
c. Pemeriksaan fisik untuk mencari tanda infeksi oportunistik dan kanker
terkait. Jangan lupa perubahan kelenjar, pemeriksaan mulut, kulit, dan
funduskopi.
d. Dalam pemeriksaan penunjang dicari jumlah limfosot total, antibodi HIV,
dan pemeriksaan Rontgen.
Bila hasil pemeriksaan antibodi positif maka dilakukan pemeriksaan
jumlah CD4, protein purufied derivative (PPD), serologi toksoplasma,
serologi sitomegalovirus, serologi PMS, hepatitis, dan pap smear.Sedangkan
pada pemeriksaan follow up diperiksa jumlah CD4. Bila >500 maka
pemeriksaan diulang tiap 6 bulan. Sedangkan bila jumlahnya 200-500 maka
diulang tiap 3-6 bulan, dan bila <200 diberikan profilaksi
pneumonia pneumocystis carinii. Pemberian profilaksi INH tidak tergantung
pada jumlah CD4.Perlu juga dilakukan pemeriksaan viral load untuk
mengetahui awal pemberian obat antiretroviral dan memantau hasil
pengobatan. Bila tidak tersedia peralatan untuk pemeriksaan
CD4 (mikroskop fluoresensi atau flowcytometer) untuk kasus AIDS
dapat digunakan rumus CD4 = (1/3 x jumlah limfosit total)-8.

18
9. PenatalaksanaanMedis
a. Apabila terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV), maka
terapinya yaitu (Endah Istiqomah : 2009) :
1) Pengendalian Infeksi Opurtunistik
Bertujuan menghilangkan,mengendalikan, dan pemulihan infeksi
opurtunistik, nasokomial, atau sepsis. Tidakan
pengendalian infeksi yang aman untuk mencegah kontaminasi bakteri
dan komplikasi penyebab sepsis harus dipertahankan bagi pasien
dilingkungan perawatan kritis.
2) Terapi AZT (Azidotimidin)
Disetujui FDA (1987) untuk penggunaan obat antiviral AZT yang
efektif terhadap AIDS, obat ini menghambat replikasi antiviral Human
Immunodeficiency Virus (HIV) dengan menghambat enzim pembalik
traskriptase. AZT tersedia untuk pasien AIDS yang jumlah sel T4 nya
<>3 Sekarang, AZT tersedia untuk pasien dengan Human
Immunodeficiency Virus (HIV) positif asimptomatik dan sel T4 > 500
mm3
3) Terapi Antiviral Baru
Beberapa antiviral baru yang meningkatkan aktivitas system
imundengan menghambat replikasi virus / memutuskan rantai
reproduksivirus pada prosesnya. Obat-obat ini adalah :
a) Didanosine
b) Ribavirin
c) Diedoxycytidine
d) Recombinant CD 4 dapat larut
4) Vaksin dan Rekonstruksi Virus
Upaya rekonstruksi imun dan vaksin dengan agen tersebut seperti
interferon, maka perawat unit khusus perawatan kritis
dapatmenggunakan keahlian dibidang proses keperawatan dan
penelitianuntuk menunjang pemahaman dan keberhasilan terapi AIDS.
5) Diet

19
Penatalaksanaan diet untuk penderita AIDS (UGI:2012) adalahTujuan
Umum Diet Penyakit HIV/AIDS adalah memberikan intervensi gizi
secara cepat dengan mempertimbangkan seluruh aspek dukungan gizi
pada semua tahap dini penyakit infeksi HIV, mencapai
dan mempertahankan berat badan secara komposisi tubuh yang
diharapkan, terutama jaringan otot (Lean Body Mass),Memenuhi
kebutuhan energy dan semua zat gizi, mendorong perilaku sehat
dalam menerapkan diet, olahraga dan relaksasi.
Tujuan Khusus Diet Penyakit HIV/AIDS adalah Mengatasi gejala
diare, intoleransi laktosa, mual dan muntah, meningkatkan
kemampuan untuk memusatkan perhatian, yang terlihat pada:
pasien dapat membedakan antara gejala anoreksia, perasaan
kenyang, perubahan indra pengecap dan kesulitan menelan,
mencapai dan mempertahankan berat badan normal, mencegah
penurunan berat badan yang berlebihan (terutama jaringan otot),
memberikan kebebasan pasien untuk memilih makanan yang adekuat
sesuai dengan kemampuan makan dan jenis terapi yang diberikan.
Syarat-syarat Diet HIV/AIDS adalah:
a) Energi tinggi. Pada perhitungan kebutuhan energi, diperhatikan
faktor stres, aktivitas fisik, dan kenaikan suhu tubuh. Tambahkan
energi sebanyak 13% untuk setiap kenaikan Suhu 1°C. Protein
tinggi, yaitu 1,1 – 1,5 g/kg BB untuk memelihara dan mengganti
jaringan sel tubuh yang rusak. Pemberian protein disesuaikan bila
ada kelainan ginjal dan hati.
b) Lemak cukup, yaitu 10 – 25 % dari kebutuhan energy total. Jenis
lemak disesuaikan dengan toleransi pasien. Apabila ada
malabsorpsi lemak, digunakan lemak dengan ikatan rantai sedang
(Medium Chain Triglyceride/MCT). Minyak ikan (asam lemak
omega 3) diberikan bersama minyak MCT dapat memperbaiki
fungsi kekebalan.

20
c) Vitamin dan Mineral tinggi, yaitu 1 ½ kali (150%) Angka
Kecukupan Gizi yang di anjurkan (AKG), terutama vitamin A,
B12, C, E, Folat, Kalsium, Magnesium, Seng dan Selenium. Bila
perlu dapat ditambahkan vitamin berupa suplemen, tapi megadosis
harus dihindari karena dapat menekan kekebalan tubuh.
d) Serat cukup; gunakan serat yang mudah cerna.
e) Cairan cukup, sesuai dengan keadaan pasien. Pada pasien dengan
gangguan fungsi menelan, pemberian cairan harus hati-hati dan
diberikan bertahap dengan konsistensi yang sesuai. Konsistensi
cairan dapat berupa cairan kental (thick fluid), semi kental (semi
thick fluid) dan cair (thin fluid).
f) Elektrolit. Kehilangan elektrolit melalui muntah dan diare perlu
diganti (natrium, kalium dan klorida).
Jenis Diet dan Indikasi Pemberian
Diet AIDS diberikan pada pasien akut setelah terkena infeksi HIV,
yaitu kepada pasien dengan:
a) Infeksi HIV positif tanpa gejala.
b) Infeksi HIV dengan gejala (misalnya panas lama, batuk, diare,
kesulitan menelan, sariawan dan pembesaran kelenjar getah
bening).
c) nfeksi HIV dengan gangguan saraf.
d) Infeksi HIV dengan TBC.
e) Infeksi HIV dengan kanker dan HIV Wasting Syndrome.
f) Makanan untuk pasien AIDS dapat diberikan melalui tiga cara,
yaitu secara oral, enteral(sonde) dan parental(infus). Asupan
makanan secara oral sebaiknya dievaluasi secara rutin. Bila tidak
mencukupi, dianjurkan pemberian makanan enteral atau parental
sebagai tambahan atau sebagai makanan utama.
Ada tiga macam diet AIDS yaitu Diet AIDS I, II dan III.
a) Diet AIDS I diberikan kepada pasien infeksi HIV akut,
dengangejala panas tinggi, sariawan, kesulitan menelan, sesak
nafas berat, diare akut, kesadaran menurun, atau segera setelah
pasien dapat diberi makan.Makanan berupa cairan dan bubur

21
susu, diberikan selama beberapa hari sesuai dengan keadaan
pasien, dalam porsi kecil setiap 3 jam. Bila ada kesulitan
menelan, makanan diberikan dalam bentuk sonde atau dalam
bentuk kombinasi makanan cair dan makanan sonde. Makanan
sonde dapat dibuat sendiri atau menggunakan makanan enteral
komersial energi dan protein tinggi. Makanan ini cukup energi,
zat besi, tiamin dan vitamin C. bila dibutuhkan lebih banyak
energy dapat ditambahkan glukosa polimer (misalnya polyjoule).
b) Diet AIDS IIdiberikan sebagai perpindahan Diet AIDS I setelah
tahap akut teratasi. Makanan diberikan dalam bentuk saring
atau cincang setiap 3 jam. Makanan ini rendah nilai gizinya dan
membosankan. Untuk memenuhi kebutuhan energy dan
zatgizinya, diberikan makanan enteral atau sonde sebagai
tambahan atau sebagai makanan utama.
c) Diet AIDS IIIdiberikan sebagai perpindahan dari Diet AIDS II
atau kepada pasien dengan infeksi HIV tanpa gejala. Bentuk
makanan lunak atau biasa diberikandalam porsi kecil dan
sering. Diet ini tinggi energy, protein, vitamin dan mineral.
Apabila kemampuan makan melalui mulut terbatas dan
masih terjadi penurunan berat badan, maka dianjurkan
pemberian makanan sondesebagai makanan tambahan atau
makanan utama.

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Pengkajian keperawatan untuk penderita AIDS (Doenges, 1999) adalah
a. Aktivitas / istirahat.
Mudah lelah, berkurangnya toleransi terhadap aktivitas biasanya, malaise
b. Sirkulasi.

22
Takikardia , perubahan TD postural, pucat dan sianosis.
c. Integritas ego.
Alopesia , lesi cacat, menurunnya berat badan, putus asa,
depresi, marah, menangis.
d. Elimiinasi.
Feses encer, diare pekat yang sering, nyeri tekanan abdominal,
absesrektal.
e. Makanan / cairan.
Disfagia, bising usus, turgor kulit buruk, lesi pada rongga mulut,
kesehatan gigi / gusi yang buruk, dan edema.
f. Neurosensori.
Pusing, kesemutan pada ekstremitas, konsentrasi buruk, apatis, dan
respon melambat.
g. Nyeri / kenyamanan.
Sakit kepala, nyeri pada pleuritis, pembengkakan pada sendi, penurunan
rentang gerak, dan gerak otot melindungi pada bagian yangsakit.
h. Pernafasan.
Batuk, Produktif / non produktif, takipnea, distres pernafasan.

2. DIAGNOSA MENURUT DOENGES, 1999


a. Nyeri berhubungan dengan inflamasi/ kerusakan jaringan
b. Perubahan nutrisi yang kurang dari kebutuhan tubuh dihubungkan
dengan gangguan intestinal
c. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan diare berat
d. Resiko tinggi pola nafas tidak efektif berhubungan dengan proses infeksi
dan ketidak seimbangan muskuler (melemahnya otot-otot pernafasan)

23
e. Intoleransi aktovitas berhubungan dengan penurunan produksi
metabolisme

3. INTERVENSI

DX1 : NYERI BERHUBUNGAN DENGAN INFLAMASI/


KERUSAKAN JARINGAN
Hasil yang diharapkan :
 Keluhan hilang
 Menunjukan aekspresi wajah rileks
 Dapat tidur atau beristirahat secara adekuat.
INTERVENSI RASIONAL
1. Kaji keluhan nyeri, perhatikan 1. Mengindikasikan kebutuhan
lokasi, intensitas, frekuensi dan untuk intervensi dan juga tanda-
waktu. Tanda gejala nonverbal tanda perkembangan komplikasi.
misalnya gelisah, takikardia,
meringis.
2. Instruksikan pasien untuk
2. Meningkatkan relaksasi dan
menggunakan visualisasi atau
perasaan rileks.
imajinasi, relaksasi progresif,
teknik nafas dalam.
3. Dorong pengungkapan perasaan
3. Dapat mengurangi ansietas dan
rasa sakit, sehingga persepsi akan
intensitas rasa sakit.
4. Berikan analgesik atau
4. Memberikan penurunan
antipiretik narkotik. Gunakan
nyeri/tidak nyaman, mengurangi
ADP (analgesic yang dikontrol
demam. Obat yang dikontrol
pasien) untuk memberikan
pasien berdasar waktu 24 jam
analgesia 24 jam.
dapat mempertahankan kadar
analgesia darah tetap stabil,
mencegah kekurangan atau
kelebihan obat-obatan

24
5. Lakukan tindakan paliatif misal 5. Meningkatkan relaksasi atau
pengubahan posisi, masase, menurunkan tegangan otot.
rentang gerak pada sendi yang
sakit.

DX2 : PERUBAHAN NUTRISI YANG KURANG DARI KEBUTUHAN


TUBUH DIHUBUNGKAN DENGAN GANGGUAN INTESTINAL
Hasil yang diharapkan :
 Mempertahankan berat badan atau memperlihatkan peningkatan berat
badan yang mengacu pada tujuan yang diinginkan,
 Mendemostrasikan keseimbangan nitrogen positif,
 Bebas dari tanda-tanda malnutrisi
 Menunjukkan perbaikan tingkat energy.
INTERVENSI RASIONAL
1. Kaji kemampuan untuk 1. Lesi mulut, tenggorok dan
mengunyah, merasakan dan esophagus dapat menyebabkan
menelan. disfagia, penurunan kemampuan
pasien untuk mengolah makanan
dan mengurangi keinginan untuk
makan.
2. Hopermotilitas saluran intestinal
2. Auskultasi bising usus
umum terjadi dan dihubungkan
dengan muntah dan diare, yang
dapat mempengaruhi pilihan diet
atau cara makan.
3. Melibatkan orang terdekat dalam
3. Rencanakan diet dengan orang
rencana memberi perasaan
terdekat, jika memungkinakan
control lingkungan dan mungkin
sarankan makanan dari rumah.
meningkatkan pemasukan.
Sediakan makanan yang sedikit
Memenuhi kebutuhan akan
tapi sering berupa makanan
makanan nonistitusional dan juga
padat nutrisi, tidak bersifat asam
meningkatkan pemasukan.
dan juga minuman dengan

25
pilihan yang disukai pasien.
Dorong konsumsi makanan
berkalori tinggi yang dapat
merangsang nafsu makan 4. Rasa sakit pada mulut atau
4. Batasi makanan yang
ketakutan akan mengiritasi lesi
menyebabkan mual atau muntah.
pada mulut dapat akan
Hindari menghidangkan
menyebabakan pasien enggan
makanan yang panas dan yang
untuk makan. Tindakan ini akan
susah untuk ditelan
berguna untuk meningkatakan
pemasukan makanan.
5. Mengindikasikan status nutrisi
5. Tinjau ulang pemerikasaan dan fungsi organ, dan
laboratorium, misal BUN, mengidentifikasi kebutuhan
Glukosa, fungsi hepar, elektrolit, pengganti.
protein, dan albumin.
6. Mengurangi insiden muntah dan
6. Berikan obat anti emetic
meningkatkan fungsi gaster
misalnya metoklopramid.

DX3 : RESIKO TINGGI KEKURANGAN VOLUME CAIRAN


BERHUBUNGAN DENGAN DIARE BERAT
Hasil yang diharapkan :
 Mempertahankan hidrasi dibuktikan oleh membrane mukosa lembab
 Turgor kulit baik
 Tanda-tanda vital baik
 Keluaran urine adekuat secara pribadi.

INTERVENSI RASIONAL
1. Pantau pemasukan oral dan 1. Mempertahankan keseimbangan
pemasukan cairan sedikitnya cairan, mengurangi rasa haus dan
2.500 ml/hari. melembabkan membrane
mukosa.
2. Buat cairan mudah diberikan
2. Meningkatkan pemasukan cairan
pada pasien; gunakan cairan

26
yang mudah ditoleransi oleh tertentu mungkin terlalu
pasien dan yang menggantikan menimbulkan nyeri untuk
elektrolit yang dibutuhkan, dikomsumsi karena lesi pada
misalnya Gatorade. mulut.
3. Kaji turgor kulit, membrane
mukosa dan rasa haus.
3. Indicator tidak langsung dari
4. Hilangakan makanan yang
status cairan.
potensial menyebabkan diare,
4. Dapat mengurangi diare
yakni yang pedas, berkadar
lemak tinggi, kacang, kubis,
susu. Mengatur kecepatan atau
konsentrasi makanan yang
diberikan berselang jika
dibutuhkan
5. Berikan obat-obatan anti diare
misalnya ddifenoksilat (lomotil),
5. Menurunkan jumlah dan
loperamid Imodium, paregoric.
keenceran feses, dan mengurangi
kejang usus dan peristaltis.

DX4 : RESIKO TINGGI POLA NAFAS TIDAK EFEKTIF


BERHUBUNGAN DENGAN PROSES INFEKSI DAN KETIDAK
SEIMBANGAN MUSKULER (MELEMAHNYA OTOT-OTOT
PERNAFASAN)
Hasil yang diharapkan :
 Mempertahankan pola nafas efektif
 Tidak mengalami sesak nafas.

INTERVENSI RASIONAL
1. Auskultasi bunyi nafas, tandai 1. Memperkirakan adanya
daerah paru yang mengalami perkembangan komplikasi atau
penurunan, atau kehilangan infeksi pernafasan, misalnya
ventilasi, dan munculnya bunyi pneumoni

27
adventisius. Misalnya krekels,
mengi, ronki.
2. Catat kecepatan pernafasan,
2. Takipnea, sianosis, tidak dapat
sianosis, peningkatan kerja
beristirahat, dan peningkatan
pernafasan dan munculnya
nafas, menunjukkan kesulitan
dispnea, ansietas
pernafasan dan adanya kebutuhan
untuk meningkatkan pengawasan
atau intervensi medis
3. Tinggikan kepala tempat tidur. 3. Meningkatkan fungsi pernafasan
Usahakan pasien untuk berbalik, yang optimal dan mengurangi
batuk, menarik nafas sesuai aspirasi atau infeksi yang
kebutuhan. ditimbulkan karena atelektasis.
4. Berikan tambahan O2 Yng 4. Mempertahankan oksigenasi
dilembabkan melalui cara yang efektif untuk mencegah atau
sesuai misalnya kanula, masker, memperbaiki krisis pernafasan
inkubasi atau ventilasi mekanis

DX5 : INTOLERANSI AKTOVITAS BERHUBUNGAN DENGAN


PENURUNAN PRODUKSI METABOLISME
Hasil yang diharapkan :
 Melaporkan peningkatan energy,
 Berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan dalam tingkat
kemampuannya.
INTERVENSI RASIONAL
1. Kaji pola tidur dan catat 1. Berbagai factor dapat
perunahan dalam proses berpikir meningkatkan kelelahan,
atau berperilaku termasuk kurang tidur, tekanan
emosi, dan efeksamping obat-
obatan
2. Rencanakan perawatan untuk 2. Periode istirahat yang sering
menyediakan fase istirahat. Atur sangat yang dibutuhkan dalam

28
aktifitas pada waktu pasien memperbaiki atau menghemat
sangat berenergi energi. Perencanaan akan
membuat pasien menjadi aktif
saat energy lebih tinggi, sehingga
dapat memperbaiki perasaan
sehat dan control diri.
3. Memungkinkan penghematan
3. Dorong pasien untuk melakukan
energy, peningkatan stamina, dan
apapun yang mungkin, misalnya
mengijinkan pasien untuk lebih
perawatan diri, duduk dikursi,
aktif tanpa menyebabkan
berjalan, pergi makan
kepenatan dan rasa frustasi.
4. Memungkinkan penghematan
4. Pantau respon psikologis
energy, peningkatan stamina, dan
terhadap aktifitas, misal
mengijinkan pasien untuk lebih
perubahan TD, frekuensi
aktif tanpa menyebabkan
pernafasan atau jantung
kepenatan dan rasa frustasi.

5. Latihan setiap hari terprogram


5. Rujuk pada terapi fisik atau
dan aktifitas yang membantu
okupasi
pasien mempertahankan atau
meningkatkan kekuatan dan
tonus otot

29
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
1. Kesimpulan: AIDS adalah sekumpulan gejala yang menunjukkan kelemahan
atau kerusakan daya tahan tubuh yang diakibatkan oleh faktor luar (bukan
dibawa sejak lahir)dan sebagai bentuk paling hebat dari infeksi HIV, mulai
dari kelainan ringan dalam respon imun tanpa dan gejala yang nyata hingga
keadaan ini imunosuprsi dan berkaitan dengan berbagai infeksi yang dapat
membawa kematian dan dengan kelianan malignitas yang jarang terjadi
2. Etiologi AIDS disebabkan oleh virus HIV-1 dan HIV-2 adalah lentivirus
sitopatik, dengan HIV-1 menjadi penyebab utama AIDS diseluruh dunia.
3. Cara penularan AIDS yaitu melalui hubungan seksual, melalui darah
( transfuse darah, penggunaan jarum suntik dan terpapar mukosa yang
mengandung AIDS), transmisi dari ibu ke anak yang mengidap AIDS.

B. Saran
Agar pembaca dapat mengenali tentang pengertian AIDS dan menerapkan
asuhan keperawatan AIDS pada klienAIDS.

30
DAFTAR PUSTAKA

Alimul Hidayat, Aziz. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak 2. Jakarta:


Salemba Medika.
Anderson Price, Sylvia. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses Proses
Penyakit. Volume 1. Jakarta: EGC.
Carpenito, Lynda Juall. 2006. Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC
Doengoes, Marilynn, dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan ; Pedoman
untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. edisi 3.
Jakarta: EGC
Mansjoer, Arif . 2000 . Kapita Selekta Kedokteran . Jakarta : Media Sculapius
Marilyn , Doenges , dkk . 1999 . Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien . Jakarta : EGC
Price , Sylvia A dan Lorraine M.Wilson. 2005. Patofissiologis Konsep Klinis
Proses – Proses Penyakit . Jakarta : EGC
Administrator. 2010. Pencegahan dan Pentalaksanaan Infeksi HIV (AIDS) pada
kehamilan. http://www.mkb-online.org/.tml. Diakses pada tanggal 5 Mei 2015.
Pukul 20.00WITA
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2012. Profil Data Kesehatan
Indonesia Tahun 2011.
http://www.depkes.go.id/downloads/PROFIL_DATA_KESEHATAN_INDONES
IA_TAHUN_2011.pdf 2. Diakses pada tanggal 5 Mei 2015. Pukul 20.00WITA

31
32

Anda mungkin juga menyukai