PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2
ditemukan neurotransmiter peptida baru yang disebut cocaine and amphetamine
regulated transcript (CART), yang mula-mula diidentifikasi sebagai mRNA yang
jumlahnya meningkat pada penggunaan kokain atau amfetamin. Kemungkinan
peptida CART ini berperan dalam penyalahgunaan zat psikoaktif, pengendalian stres,
dan perilaku makan(feeding behavior).1
Penelitian terbaru menunjukkan bahwa metamfetamin dapat menimbulkan
kerusakan yang ireversibel pada pembuluh darah otak. Peneliti menemukan kadar N-
acethyl-aspartate (NAA) (suatu metabolit yang dihasilkan oleh neuron) menurun
pada pengguna metamfetamin, seperti pada penyakit lain yang diakibatkan oleh
kerusakan atau kematian neuron (penyakit alzheimer, epilepsi, stroke). Sebaliknya,
para peneliti menemukan kadar choline-containing compounds dan myoinositol (MI)
meningkat di daerah substansia grisea lobus frontalis. Kedua senyawa ini dihasilkan
oleh sel glia, yang jumlahnya meningkat sebagai reaksi terhadap kerusakan neuron
akibat met-amfetamin. 1
Efek dari metamfetamin lebih kuat dibandingkan efek dari amfetamin. Met-
amfetamin diketahui lebih bersifat adiktif, dan cenderung mempunyai dampak yang
lebih buruk. Pengguna met-amfetamin dilaporkan lebih jelas menunjukkan gejala
ansietas, agresif, paranoia dan psikosis dibandingkan pengguna amfetamin. Efek
psikologis yang ditimbulkan mirip seperti pada pengguna kokain, tetapi berlangsung
lebih lama. Met-amfetamin mempunyai masa kerja 6-8 jam. Euforia yang begitu kuat
atau rush dicapai dalam beberapa menit pada penggunaan dengan cara dirokok atau
suntikan intravena, 3-5 menit pada penggunaan secara disedot melalui hidung, dan
15-20 menit pada penggunaan secara oral. Penggunaan met-amfetamin dalam dosis
tinggi berulang kali sering dihubungkan dengan perilaku kekerasan dan psikosis
paranoid. Dosis yang demikian tinggi dan berulang itu menyebabkan berkurangnya
dopamin dan serotonin untuk jangka waktu yang lama. Perubahan ini tampak
ireversibel karena pengaruh met-amfetamin terhadap neuron dopaminergik dan
serotonergik dapat berlangsung lebih dari satu tahun. Perubahan perilaku yang jelas
tidak terlihat, tetapi dapat menimbulkan perubahan pola tidur, fungsi seksual,
depresi, gangguan motorik dan psikosis dengan waham mirip skizofrenia paranoid,
3
seperti yang terjadi pada penggunaan kronis kokain. Tidak seperti pada psikosis
akibat kokain, psikosis akibat met-amfetamin dapat berlangsung beberapa minggu
lamanya. Pada penggunaan jangka lama met-amfetamin, terjadi pengurangan
kepadatan dan jumlah neuron di lobus frontalis dan ganglia basalis.1,2
Efek psikologis dan fisik akut:
SSP, neurology, Dosis rendah Dosis tinggi
perilaku Peningkatan Stereotiphy atau perilaku
stimulasi, insomia, yang sukar ditebak
dizziness, tremor Perilaku kasar atau irasional,
ringan mood yang berubah-ubah,
Euforia/disforia, termasuk kejam dan agresif
bicara berlebihan Bicara tak jelas
Meningkatkan rasa Paranoid, kebingungan dan
percaya diri dan gangguan persepsi
kewaspadaan diri Sakit kepala, pandangan
Cemas, panik kabur, dizziness
Supresi nafsu Psikosis (halusinasi, delusi,
makan paranoia)
Dilatasi pupil Gangguan cerebrovaskular
Peningkatan energi, Kejang
stamina, dan Koma
penurunan rasa Gemeretuk gigi
lelah Distorsi bentuk tubuh secara
Dengan keseluruhan
penambahan dosis,
dapat meningkatkan
libido
Sakit kepala
Gemeretuk gigi
4
Kardiovaskular Takikardia, Stimulasi kardiak
(mungkin juga (takikardia, angina, MI)
bradikardia, Vasokonstriksi/hipertensi
hipertensi) Kolaps kardiovaskuler
Palpitasi, aritmia
Pernapasan Peningkatan Kesulitan bernapas/gagal
frekuensi nafas dan napas
kedalaman
pernapasan
Gastrointestinal Mual dan muntah Mulut kering,
Konstipasi, diare Mual dan muntah
atau kram Kram abdominal
abdominal
Kulit Kulit berkeringat, Kemerahan atau flushing
pucat Hiperpireksia, disforesis
Hiperpireksia
Otot Peningkatan refleks
tendon
5
Depresi, gangguan mood yang lain, atau adanya gangguan makan pada
protracted withdrawal
Penurunan fungsi kognitif, terutama daya ingat dan konsentrasi
Gejala intoksikasi:
Agitasi
Kehilangan berat badan
Takikardia
Dehidrasi
Hipertermi
Imunitas rendah
Paranoia
Delusi
Halusinasi
Kehilangan rasa lelah
Tidak dapat tidur
Kejang
Gigi gemerutuk, rahang atas dan bawah beradu
Stroke
Masalah kardiovaskuler
Kematian
Perilaku sehubungan dengan kondisi intoksikasi:
Agresif/perkelahian
Penggunaan alkohol
Berani mengambil resiko
Kecelakaan
Sex tidak aman
Menghindar dari hubungan sosial dengan sekitarnya
Penggunaan obat-obatan lain
6
Problem hubungan dengan orang lain
Gejala withdrawal:
Depresi
Tidak dapat beristirahat
Craving
Ide bunuh diri
Pengguna obat-obatan
Masalah pekerjaan
Pikiran-pikiran yang bizzare
Mood yang datar
Ketergantungan
2.2.2 Epidemiologi
Studi tentang kecenderungan penyalahgunaan obat terlarang di Amerika
Barat menunjukkan bahwa penggunaan methamphetamine (MA) adalah masalah
kesehatan masyarakat yang signifikan. Menurut Survei Rumah Narkoba Nasional
2012, sekitar 1,2 juta orang (0,4% dari populasi) melaporkan penggunaan MA
selama masa lalu, dan 440.000 (0,2%) melaporkan penggunaannya pada bulan
sebelumnya.1 Selain itu, penggunaan MA tidak hanya menjadi masalah di Amerika
Serikat, namun juga menjadi perhatian masyarakat global. Menurut World Drug
Report yang dikeluarkan oleh Kantor Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Narkoba
7
dan Kejahatan, sekitar 0,7% orang berusia 15-64 tahun di seluruh dunia (33,8 juta
orang) melaporkan penggunaan stimulan jenis amfetamin pada tahun 2010, dengan
[2].
MA menjadi zat yang paling sering digunakan di kelasnya Produksi dan pasokan
MA juga nampak meningkat. Di antara karakteristik yang terkait dengan peningkatan
risiko gangguan penggunaan MA tinggal di daerah pedesaan seperti etnis Hispanik
dan Asia, antara individu laki-laki, orientasi seksual gay atau biseksual. 1
Dalam sebuah studi di Taiwan, prevalensi depresi, penyalahgunaan alkohol,
judi patologis dan gangguan kepribadian antisosial pada individu yang memiliki
ketergantungan dengan metamfetamin adalah berturut-turut 6.2, 20,9, 4.9, dan 7.4
persen. Dalam studi ini, 22,1% subyek telah mengalami psikotik disorders akibat
metamfetamin. dalam studi banding di California, dimana 170 tahanan yang
ketergantungan methampetamin dan 1410 tahanan yang tidak ketergantungan sabu-
sabu digabungkan. para tahanan yang ketergantungan sabu-sabu lebih banyak
mengalami depresi dan pikiran bunuh diri dalam 12 bulan terakhir. Dalam sebuah
studi pada 26 kasus ketergantungan shabu-shabu di Kermanshah, Iran, 25.0% dari
subyek memiliki halusinasi pendengaran atau visual, 15,0% memiliki fobia, 46.0%
menunjukkan perilaku kekerasan, 27,6% telah terganggu konsentrasi dan 76.6%
dilaporkan delusi dan penganiayaan. 2
2.2.3 Diagnosis
DSM-IV-TR mencantumkan banyak gangguan terkait amfetamin dan
derivatnya, namun hanya merinci kriteria diagnosis intoksikasi amfetamin, keadaan
putus amfetamin, dan gangguan terkait amfetamin yang tak tergolongkan pada
bagian gangguan terkait amfetamin (atau lir-amfetamin).4
Gangguan terkait amfetamin (atau lir-amfetamin) menurut DSM-IV-TR,
yaitu4:
1. Gangguan penggunaan amfetamin
2. Ketergantungan amfetamin
3. Penyalahgunaan amfetamin
4. Gangguan terinduksi amfetamin
8
5. Intoksikasi amfetamin
6. Keadaan putus amfetamin
7. Delirium pada intoksikasi amfetamin
8. Gangguan psikotik terinduksi amfetamin, dengan waham
9. Gangguan psikotik terinduksi amfetamin, dengan halusinasi
10. Gangguan mood terinduksi amfetamin
11. Gangguan ansietas terinduksi amfetamin
12. Disfungsi seksual terinduksi amfetamin
13. Gangguan tidur terinduksi amfetamin
14. Gangguan terkait amfetamin tak terinci
9
9. Kebingungan, kejang, diskinesia, distonia, atau koma.
D. Gejala tidak disebabkan suatu kondisi medis umum dan tidak lebih baik
diterangkan oleh gangguan mental lain.
Tentukan apakah dengan gangguan persepsi.
10
7. Intoksikasi amfetamin
8. Delirium pada intoksikasi amfetamin
9. Keadaan putus amfetamin
10. Gangguan obsesif-kompulsif dan gangguan yang berhubungan terinduksi
amfetamin
11. Gangguan terkait stimulan tidak spesifik.
11
2.2.4.3 Intoksikasi Amfetamin dan Derivatnya
Kriteria DSM-IV-TR untuk intoksikasi amfetamin (atau derivatnya)
berhubungan terhadap efeknya pada sistem katekolamin otak (dan kemungkinan
sistem serotonin). Baik amfetamin dan metamfetamin bekerja secara langsung pada
“sistem reward” dopaminergik mesolimbik dengan menginduksi pelepasan dopamin,
dan pada beberapa meningkatkan norepinefrin, di celah sinaps Nucleus Accumbens
(NAc) dan area terminal lainnya sehingga mencetuskan euforia, namun juga adiksi.3,5
Sindrom intoksikasi kokain (menghalangi reuptake dopamin) dan amfetamin
(menyebabkan pelepasan dopamin) sifatnya serupa.Oleh karena penelitian tentang
penyalahgunaan dan intoksikasi kokain dilakukan lebih teliti dan mendalam
dibanding pada amfetamin, Literatur klinis tentang amfetamin sangat dipengaruhi
temuan klinis pada penyalahgunaan kokain. DSM-IV-TR merinci gangguan persepsi
sebagai gejala intoksikasi amfetamin dan derivatnya. Bila tidak ada uji realitas yang
intak, dipikirkan diagnosis gangguan psikotik terinduksi amfetamin dengan awitan
saat intoksikasi. Gejala intoksikasi amfetamin dan derivatnya sebagian besar pulih
setelah 24 jam dan umumnya akan hilang sepenuhnya setelah 48 jam.3
12
2.2.4.5 Delirium pada Intoksikasi Amfetamin dan Derivatnya
Delirium yang terinduksi amfetamin dan derivatnya biasanya muncul akibat
penggunaan dosis tinggi atau terus-menerus sehingga deprivasi tidur memengaruhi
tampilan klinis. Delirium yang terinduksi amfetamin dan derivatnya sama dengan
pola reversibel delirium yang disebabkan oleh penyebab lainnya. Kombinasi
amfetamin dengan zat lain serta penggunaan amfetamin oleh orang dengan
kerusakan otak yang telah ada sebelumnya juga dapat menyebabkan timbulnya
delirium. Setelah delirium ini membaik, hanya ada sedikit atau bahkan tidak ada
kelainan yang terlihat.3,4
13
Pada penemuan terbaru dari penyalahgunaan metamfetamin yang datang ke
unit gawat darurat, agitasi dan halusinasi taktil merupakan keluhan yang tersering,
setelah trauma. Beberapa pengguna amfetamin juga dapat mengalami sindrom
psikotik kronik yang bisa terjadi untuk beberapa bulan atau tahun.Sebuah studi di
Jepang juga menemukan bahwa orang yang mengalami psikosis terinduksi oleh
metamfetamin yang sembuh memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami gejala
psikotik lagi bila terekspos kembali dengan amfetamin atau bila stres. Terapi pilihan
untuk gangguan psikotik terinduksi amfetamin dan derivatnya adalah penggunaan
jangka pendek obat antipsikotik seperti Haloperidol.3
14
amfetamin dosis tinggi, beberapa individu melakukan beberapa tingkah laku
stereotip atau ritual, yang serupa dengan tipe kompulsif pada kelainan obsesif-
kompulsif. Amfetamin dan derivatnya, seperti kokain, dapat menginduksi gejala
yang serupa dengan yang terlihat pada gangguan obsesif-kompulsif, gangguan panik,
dan terutama gangguan dobia. Awitan gangguan ansietas terinduksi amfetamin jdan
derivatnya juga dapat terjadi saat intoksikasi atau putus zat.2,5
15
penurunan kelelahan, induksi anoreksia, dan peningkatan ambang nyeri yang
dikaitkan dengan hal ini. Efek tak diinginkan timbul akibat penggunaan dosis tinggi
dalam periode lama.3
Pada individu yang tidak rentan, dosis lebih tinggi dibutuhkan untuk
timbulnya psikosis akut. Sementara, pada individu yang rentan membutuhkan dosis
yang lebih rendah untuk timbulnya psikosis akut. Sebagai akibat dari efek sensitasi
amfetamin, penggunaan berulang dapat meningkatkan kerentanan, dan selanjutnya
meningkatkan kemungkinan terjadinya gejala pskotik meskipun tidak ada eksposur
akut terhadap amfetamin.5
16
kelelahan, dan disforia. Penggunaan metamfetamin sementara meningkatkan gejala
dan selanjutnya menyebabkan adiksi.2
Stimulasi simpatetik dari penggunaan metamfetamin menyebabkan hilangnya
nafsu makan, takikardia, midriasis, vasospasme koroner dan perifer, sakit kepala,
hiperrefleks, agitasi, iritabilitas, hipertensi, hipertermi, takipnea, dan paranoid.2
17
amine yaitu dopamin, norepinefrin dan serotonis atau ketiganya dari tempat
penyimpanan pada presinap yang terletak pada akhiran saraf. Efek yang dihasilkan
dapat melibatkan neurotransmitter atau sistim monoamine oxidase (MAO) pada
ujung presinaps saraf. Dari beberapa penelitian pada binatang diketahui pengaruh
amfetamine terhadap ketiga biogenik amin tersebut yaitu:
Dopamin
Amfetamine menghambat re uptake dan secara langsung melepaskan
dopamin yang baru disintesa. Jumlah dopamin yang berlebih di dalam otak
akan menghasilkan perasaan euforia dan kesenangan yang biasa dikenal
sebagai “high.” Pada penelitian didapatkan bahwa isomer dekstro dan levo
amfetamine mempunyai potensi yang sama dalam menghambat up take
dopaminergik dari sinaptosom di hipothalamus dan korpus striatum tikus.
Norepinefrin
Amfetamine memblok re uptake norepinefrin dan juga menyebabkan
pelepasan norepinefrin baru, penambahan atau pengurangan karbon diantara
cincin fenil dan nitrogen melemahkan efek amfetamine pada pelepasan re
uptake norepinefrin .
Serotonin
Secara umum, amfetamine tidak mempunyai efek yang kuat pada sistem
serotoninergik. Menurut Fletscher p-chloro-N-metilamfetamin
mengosongkan kadar 5 hidroksi triptopfan (5-HT) dan 4 hidroksi indolasetik
acid (5-HIAA), sementara kadar norepinefrin dan dopamin tidak berubah.
Hasil yang sama dilaporkan juga oleh Fuller dan Molloy, Moller Nielsen dan
Dubnick bahwa devirat amfetamine dengan elektron kuat yang menarik
penggantian pada cincin fenil akan mempengaruhi sistim serotoninergik.
Aktivitas susunan saraf pusat terjadi melalui kedua jaras adrenergik dan
dopaminergik dalam otak dan masing-masing menimbulkan aktivitas lokomortor
serta kepribadian stereotopik. Stimulasi pada pusat motorik di daerah media otak
18
depan (medial forebrain) menyebabkan peningkatan dari kadar norepinefrin dalam
sinaps dan menimbulkan euforia serta meningkatkan libido. Stimulasi pada
ascending reticular activating system (ARAS) menimbulkan peningkatan aktivitas
motorik dan menurunkan rasa lelah. Stimulasi pada sistim dopaminergik pada otak
menimbulkan gejala yang mirip dengan skizofrenia dari psikosa amfetamine.
Penggunaan amfetamine kronis dan dosis tinggi menimbulkan perubahan toksik
secara patofisiologi.
Penggunaan amfetamine secara kronis dengan dosis tinggi akan menginduksi
perubahan toksik pada sistim monoaminergik pusat. Seiden dan kawan-kawan
melakukan penelitian pada kera dengan menyuntikkan sebanyak 8kali/hari (dosis 3-
6,5 mg/kg) selama 3-6 bulan. Setelah 24 jam pemberian dosis terakhir
memperlihatkan kekosongan norepinefrin pada semua bagian otak (pons, medula,
otak tengah, hipothalamus dan korteks frontal). Setelah 3-6 bulan suntikan terakhir,
norepinefrin masih tetap rendah di otak tengah dan korteks frontal. Sedangkan pada
hipothalamus dan pons kadar norepinefrin sudah meningkat. Kadar dopamin
terdepresi hanya pada darah, bagian otak lain tidak terpengaruh. Kondisi toksik
amfetamine ini juga mempengaruhi sistim serotoninergik, hal ini diperlihatkan
dengan perubahan aktivitas triptophan hidroksilase terutama pada penggunaan
fenfluramin. Rumbaugh melaporkan pada pemakaian amfetamine kronis dengan
dosis tinggi mempengaruhi vaskularisasi otak. Penelitian pada kera yang diberi
injeksi metamfetamin selama 1 tahun menunjukkan perubahan yang luas dari
arteriola kecill dan pembuluh kapiler. Selanjutnya dapat terjadi hilangnya sel neuron
dan berkembangnya sel-sel glia, satelit dan nekrohemorrhage pada serebelum dan
hipothalamus .
Efek perifer yang menonjol adalah terhadap kerja jantung. Katekolamin
mempengaruhi sensitivitas miokardium pada stimulus ektopik, karena itu akan
menambah resiko dari aritmia jantung yang fatal. Efek perifer yang lain adalah
terhadap pengaruh suhu (thermo-regulation). Amfetamine mempengaruhi pengaturan
suhu secara sentral di otak oleh peningkatan aktivitas hipothalamus anterior.
Penyebab kematian yang besar pada toksisitas amfetamine disebabkan oleh
19
hiperpireksia. Mekanisme toksisitas dari amfetamine terutama melalui aktivitas
sistim saraf simpatis melalui situmulasi susunan saraf pusat, pengeluaran
ketekholamin perifer, inhibisi re uptake katekholamine atau inhibisi dari monoamin
aksidase.
Pada susunan saraf pusat amfetamine menstimulasi korteks serebri, striatum, sistim
limbik dan batang otak. Efek perifer amfetamine ditimbulkan oleh karena pelepasan
norepinefrin seperti meningkatnya sistolik dan diastolik ,meingkatnya denyut jantung
dan aritmia jantung
Amfetamine juga mengakibatkan myoglobinuric tubular necrosis, sedangkan
metamfetamine dapat menyebabkan Proliferatif Glomerulonephritis akibat dari suatu
systemic necrotizing vasculitis. Biasanya terjadi bila amfetamine digunakan secara
intravena, Merupakan keadaan yang jarang terjadi, dan timbul bila terjadi overdosis.
Yang paling sering adalah derivat metamfetamin
Hiperthemia akibat amfetamine biasanya akibat gangguan thermoregulasi.
Selain itu sind hiperthermi sentral dapat diakibatkan oleh drug induce amfetamine
yang menimbulkan hiperrefleksi otonom (meningkatkan produksi panas).
Peningkatan suhu khas berkisar 39o– 40o. Biasanya suhu kembali normal dalam 48-
72 jam bila obat dihentikan, tetapi dapat menetap beberapa hari sampai minggu bila
disertai rash makulopapulaer akibat reaksi obat. Hiperthermi biasanya berhubungan
dengan intoksikasi. Merupakan gejala yang paling sering ditemukan dan keadaan ini
dapat reversibe
Vaskulitis sistemik ditemukan setelah pemakaian kronis intravena dan oral
dari amfetamine. Pada usia muda proses vaskulitis terbatas pada sirkulasi serebri
sehingga dapat menimbulkan sindroma stroke akut. Mekanisme terjadinya vasklitis
ini tidak jelas.
Amfetamine dapat menyebabkan perdarahan intraserebral melalui mekanisme
vaskulopati ataupun hipertensi akut. Perdarahan otak dapat terjadi setelah pemakaian
amfetamine biasanya secara injeksi. Perdarahan intraserebral ataupun subarakhnoid
dapat terjadi pada pengguna amfetamine.
20
2.2.6 Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dan neurologis harus dilakukan dengan cermat, awalnya
nilai pasien untuk stabilitas medisnya dan kemudian keadaan bahayanya.Selama
pemeriksaan fisik, nilai pasien untuk komplikasi yang dapat terjadi akibat
penyalahgunaan amfetamin, seperti hipertermia, dehidrasi, gagal ginjal, dan
komplikasi jantung.Selama pemeriksaan neurologis, nilai pasien untuk komplikasi
penyalahgunaan amfetamin, yang mencakup perdarahan subaraknoid dan
intrakranial, delirium, dan kejang. Pemeriksaan status mental pasien harus
menekankan pada delusi, halusinasi, keinginan bunuh diri, melakukan kekerasan,
orientasi, pemikiran dan penilaian, dan afek. Pemeriksaan status mental bisa sangat
berbeda pada keadaan intoksikasi dan psikosis.4
Pemeriksaan status mental yang diharapkan ada pada pasien dengan
intoksikasi amfetamin mencakup1:
1. Penampilan dan tingkah laku :luar biasa bersahabat, kontak mata tidak fokus,
ekskoriasi pada ekstremitas dan wajah, bicara berlebih dan mengganggu
secara verbal.
2. Pembicaraan : meningkat
3. Proses pikir : tangensial, sirkumstansial, terlalu inklusif dan tidak terganggu
4. Isi pikir : Paranoid; tidak ada pemikiran untuk bunuh diri atau melakukan
kekerasan.
5. Mood : gelisah, hipomanik
6. Afek : gelisah dan tegang
7. Pemikiran dan penilaian : buruk
8. Orientasi : Baik terhadap orang, waktu, dan tujuan; perspektif waktu tidak
teratur.
Pemeriksaan status mental yang diharapkan ada pada pasien dengan psikosis
amfetamin mencakup1:
1. Penampilan dan tingkah laku : tampak kacau, curiga, paranoid, dan kontak
mata buruk.
2. Pembicaraan : berkurang dan cepat
21
3. Proses pikir : terjaga dan asyik sendiri
4. Isi pikir : Paranoid; kemungkinan ada halusinasi auditorik; tidak ada
pemikiran untuk bunuh diri atau melakukan kekerasan.
5. Mood : gelisah
6. Afek : paranoid dan penuh ketakutan
7. Pemikiran dan penilaian : buruk
8. Orientasi:tidak memiliki konsep tujuan, meskipun mengetahui tempat dan
orang; perspektif waktu tidak teratur.
Pemeriksaan status mental yang diharapkan ada pada pasien putus amfetamin
dan derivatnya mencakup1:
1. Penampilan dan tingkah laku : tampak kacau, psikomotorik melambat, kontak
mata buruk, kulit tampak pucat.
2. Pembicaraan : nada dan suara berkurang
3. Proses pikir : terjaga dan isinya berkurang
4. Isi pikir : tidak ada halusinasi auditorik, ataupun visual; pikiran untuk bunuh
diri ada, namun pikiran untuk melakukan kekerasan tidak ada.
5. Mood : depresi
6. Afek : datar dan pendiam
7. Pemikiran dan penilaian : buruk
8. Orientasi : orientasi terhadap orang, waktu, dan tujuan terganggu.
2.2.7 Terapi
2.2.7.1 Pengobatan untuk psikosis metamfetamin akut
Sejumlah studi melaporkan penggunaan antipsikotik termasuk risperidone
dan olanzapine untuk penanganan gejala psikotik akut MA. Percobaan acak
menemukan bahwa olanzapine dan haloperidol berkhasiat dalam mengobati gejala
psikotik, dengan tolerabilitas yang jauh lebih baik dan lebih sedikit gejala
ekstrapiradimal yang terkait dengan penggunaan olanzapine. Demikian juga, dalam
percobaan klinis acak yang baru-baru ini membandingkan haloperidol dengan
22
quetiapine untuk psikosis MA, neuroleptik keduanya dapat ditoleransi dan berkhasiat
pada sebagian besar partisipan. Dengan demikian, walaupun ada beberapa dukungan
untuk penggunaan antipsikotik untuk mengatasi psikosis akut, manfaat dan risiko
yang terkait harus diperhitungkan dan mempertimbangkan.2
Psikosis terkait MA biasanya disertai dengan gejala kejiwaan lainnya
termasuk kecemasan, agitasi, dan insomnia. Ketika seorang pengguna MA datang ke
tempat perawatan medis atau gawat darurat dengan bukti keracunan dan agitasi,
pendekatan awal yang umum adalah memberikan ketenangan dan “meletakkan”
individu di lingkungan yang sepi untuk meminimalkan rangsangan. Jika secara klinis
diindikasikan, anxiolytics jangka pendek (yaitu benzodiazepin) atau obat tidur dapat
diresepkan untuk mengatasi kecemasan dan agitasi, atau insomnia. Benzodiazepin
dapat digunakan bersamaan dengan antipsikotik untuk mengurangi gejala agitasi
psikosis berat. 2,3
2.2.7.2 Pengobatan psikososial untuk Psikosis Metamfetamin
Studi penelitian telah menunjukkan manfaat CBT (Cognitive Behavior
Therapy) dalam pengobatan gangguan psikotik dan gangguan penggunaan MA.
Model Matrix menggabungkan prinsip CBT dalam pengaturan individu dan
kelompok untuk mengurangi penggunaan MA dan memfasilitasi individu melalui
penerapan keterampilan untuk mencegah menggunakan kembali dan penghindaran
obat, identifikasi pemicu, dan penolakan obat Model Matrix telah dievaluasi baik
sebagai pengobatan 16 minggu yang berdiri sendiri untuk pengguna MA dan sebagai
platform perawatan perilaku dalam percobaan pengobatan untuk ketergantungan MA
Hasil uji klinis ini menunjukkan bahwa keduanya sebagai pendekatan pengobatan
primer dan sebagai strategi tambahan untuk mempotensiasi efek farmakoterapi
kecanduan, intervensi Matrix Model memiliki bukti kemanjuran yang kuat bagi
pengguna MA dalam mengurangi penggunaan zat dan memperbaiki hasil fungsional.
2.2.7.3 Terapi Jangka Panjang
Pengobatan jangka panjang individu dengan psikosis akibat MA harus fokus
pada pantangan dari MA untuk mencegah episode psikosis di masa depan.
Pengobatan psikososial dalam bentuk CBT mungkin merupakan alat yang berharga
23
untuk memperkuat keterampilan pencegahan kambuh. Pengobatan psikososial
berbasis bukti lainnya, termasuk manajemen untuk mengurangi penggunaan MA
juga dapat dipertimbangkan. Manajemen melibatkan penggunaan penghargaan,
seperti pembayaran tunai atau voucher, untuk memperkuat perilaku yang diinginkan
dengan tingkat keberhasilan yang optimal terkait dengan durasi intervensi yang lebih
lama. Jika diindikasikan secara klinis, obat psikiatri mungkin diberikan untuk
mengatur kondisi komorbiditas seperti depresi berat, gangguan kecemasan, atau
gangguan psikotik yang terus-menerus. Mengingat keadaan negatif yang
mempengaruhi seperti depresi atau kecemasan telah ditunjukkan untuk
meningkatkan risiko kambuh dan memperburuk hasil pengobatan di antara pengguna
MA. 2.3
24
BAB III
KESIMPULAN
25
DAFTAR PUSTAKA
26