mulanya berangkat dari kasus kredit macet pada sector perumahan kelas tiga di Amerika
atau yang lebih terkenal dengan istilah Subprime Mortgage. Transaksi derivative yang
berbasiskan Subprime Mortgage pada akhirnya meluas dan melahirkan dampak global.
Dalam pandangan para pakar ekonom, krisis yang sekarang terjadi jauh lebih buruk dari
pada krisis 1929. Beberapa program penyelamatan di galang oleh Negara di kawasan
Amerika, Eropa dan Asia. Di Amerika kejatuhan pasar saham sebagi buntut krisis
tersebut, pemerintah AS menggelontorkan dana talangan sebesar USD 700 Milliar.
Sedangkan di kawasan Asia dalam hal ini Indonesia pemerintah tengah mengeluarkan
program Buy Back sebagai antisipasi kejatuhan indeks IHSG yang bahkan sempat di
suspensi selama 3 hari. Tidak kurang dari Rp. 14 Triliun dana tengah disiapkan
pemerintah Indonesia untuk program Buy Back. Di sisi lain, para pengamat ekonomi
nasional menyayangkan kebijakan pemerintah tersebut. Hal ini di tengarai bahwa
keterkaitan antara pasar saham dengan sector perekonomian nasional sangat tipis. Oleh
karena itu, para pakar lebih sepakat dana tersebut untuk pembangunan sector riil seperti
infrastruktur dan UMKM. Salah satu solusi yang harus dipertimbangkan adalah bahwa
sistem kapitalisme yang pada awal mulanya menjajikan kemakmuran lewat idealisme
sistem pasar, nyata-nyata dewasa ini belum mampu mewujudkan gagasan tersebut. Oleh
karena itu, sudah sepatutnya sistem kapitalisme tersebut didekontruksi menuju sistem
ekonomi yang berkeadilan, dalam hal ini sistem ekonomi Islam patut dipertimbangkan.
A. Pendahuluan
Sejarah kelam system perekonomian kapitalisme tentu masih hangat betul dalam ingatan,
bahwa system ini pernah mengalami keterpurukan serupa pada tahun 1929. Resesi
ekonomi yang menggulung perekonomian gelobal saat itu melahirkan keterpurukan luar
biasa. Jatuhnya daya beli masyarakat serta tingginya angka inflasi membuat system ini
belajar menyembuhkan diri yang pada akhirnya terealisasi pada kurun waktu 1971-an.
Dalam beberapa pandangan para ahli, krisis sekarang di nilai jauh lebih besar dari pada
krisis yang terjadi pada tahun 1929 tersebut. Jika benar demikian, maka bisa dibayangkan
berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk pemulian perekonomian gelobal. Krisis 1929
yang terkenal dengan istilah Black Thursday merupakan kejadian yang membuat
perekonomian AS dan global berada dalam kekacauan. Selain itu, krisis tersebut juga
menimbulkan Great Depression pada 1930-an. Dampak kehancuran terhadap sektor riil
sangat beragam, di mana kehilangan kepemilihan saham yang meluas berarti kerugian
yang di alami konsumen kelas menengah. Konsumen mengurangi belanjanya seperti
mobil dan rumah, sementara sektor bisnis menunda investasi dan menutup pabrik mereka.
Pada 1932, perekonomian AS turun hingga separuhnya, dan sepertiga angkatan kerja
menjadi pengangguran. Seluruh sistem keuangan AS juga hancur, dengan ditutupnya
seluruh sistem perbankan pada 1933 oleh presiden yang baru naik, Franklin Roosevelt.
Saat itu Roosevelt mengeluarkan kebijakan New Deal.
Dari uraian di atas, makalah ini bermaksud memotret situasi krisis financial yang tengah
menggulung perekonomian gelobal. Jatuhya indeks pasar saham di beberapa kawasan
seperti Dow Jone di Amerika, KOSPI di Korea, HANGSEN di Hongkong, NIKEI di
Jepang dan IHSG di Indonesia adalah salah satu wujud konkrit krisis tersebut.
Pembahasan dalam makalah ini terbagi menjadi 3 bagian utama, pertama di awali
koronologi krisis financial, kedua Program penyelamatan yang dilakukan pemerintah
setempat dan ketiga solusi alternative dekontruksi sistem
C. Program Penyelamatan
1. Kawasan Amerika
Setelah sempat melakukan penolakan, akhirnya Presiden George W Bush mensepakati
untuk melakukan intervensi pasar guna menyelamatkan perekonomian AS sebagai
dampak krisis Subprime Mortgage. Pada awalnya, Bush menolak melakukan intervensi,
sebab dalam faham dan praktik kapitalisme, penyelesaian terhadap setiap kemelut
ekonomi dan keuangan dilakukan melalui mekanisme pasar. Negara dan pemerintah tidak
perlu campur tangan.
Sekitar USD 700 Miliar dana yang dipersiapkan untuk melakukan penyelamatan
perekonomian AS. Di sisi lain, sebagai upaya penyelamatan kasus Subprime Mortgage
seperti dilansir BBC News, Sabtu (1/9/2007) Bush mengumumkan langkahnya untuk
membantu pemilik rumah yang bermasalah dalam melakukan pembayaran kreditnya.
Sementara Bernanke memberikan isyarat pemotongan suku bunga The Fed untuk
mendorong stabilitas pasar finansial.
Beberapa Langkah yang diambil pemerintahan Bush seperti reformasi undang-undang
pajak dalam membantu keuangan debitor agar bisa mendapat pinjaman lagi. Namun Bush
menegaskan pemerintah tidak akan memberikan dana talangan kepada para spekulator
karena itu bukan tugas pemerintah. Sementara The Fed akan melakukan pertemuan pada
18 September 2007 mendatang yang memunculkan spekulasi The Fed akan menurunkan
biaya pinjaman untuk melonggarkan masalah likuiditas di pasar finansial.
Pelaku pasar di Wall Street juga melihat Bernanke akan menaikkan suku bunga yang
dapat menurunkan biaya pinjaman dan mendorong kembali pasar kredit. Pernyataan Bush
dan The Fed ini telah direspons positif oleh pelaku pasar yang membuat indeks Dow
Jones dan Nasdaq pada penutupan Jumat waktu AS (31/8/2007) naik masing-masing 0,9
persen dan 1,2 persen. Selain itu, Pelaku pasar turut menyambut baik pernyataan Bush
yang berisikan pertama, meminta kongres untuk mensahkan UU yang memberikan
keleluasan kepada Federal Housing Administration (asuransi KPR milik pemerintah AS)
dalam membantu masyarakat yang kesulitan mencicil kredit perumahannya. Kedua
Berjanji melakukan reformasi aturan pajak. Ketiga membantu para peminjam agar
mendapat dana pinjaman lagi. Keempat memberikan pinjaman dengan syarat-syarat yang
lebih ketat dan menjalankan undang-undang untuk menghentikan peminjam yang curang
atau bermasalah.
Untuk meredam gejolak, Fed dan pemerintah sudah mengambil sejumlah langkah untuk
memulihkan kepercayaan pasar. Selain memfasilitasi pengambilalihan lembaga keuangan
yang kolaps oleh perusahaan lain, Fed juga memperluas jenis collateral (jaminan) untuk
pinjaman Fed. Dengan fasilitas ini, dimungkinkan lembaga keuangan menjaminkan
sahamnya untuk mendapatkan fasilitas pendanaan darurat Fed.
Pemerintah juga akan menambah jumlah surat berharga pemerintah dalam lelang berkala
yang dilakukan pemerintah. Dengan tekanan, Fed juga berhasil memaksa 10 bank
terbesar berkolaborasi menghimpun dana senilai 70 miliar dollar AS sebagai sumber
likuiditas darurat yang bisa digunakan lembaga keuangan yang kesulitan likuiditas jangka
pendek. Komisi Sekuritas dan Saham juga mengeluarkan aturan yang melarang praktik
transaksi short selling.
Pada tahun 1998 diguncang dengan krisis Long-Term Capital Management. Kolapsnya
perusahaan dana lindung nilai (hedge fund) Long-Term Capital Market (LTCM) terjadi
selama tahap akhir krisis keuangan dunia, yang dimulai di Asia pada 1997 dan meluas ke
Rusia dan Brasil pada 1998. LTCM merupakan perusahaan hedge fund yang didirikan
pemenang Nobel Myron Scholes dan Robert Merton untuk menjual-belikan oblikasi.
Kedua profesor itu yakin dalam jangka panjang, suku bunga obligasi pemerintahan yang
berbeda akan saling konvergen (menyatu), dan perusahaan dana lindung nilai hanya
memperjualbelikan perbedaan tingkat suku bunga ini saja.
Tahun 1997 (Krisis 1987) Pasar saham AS menderita kejatuhan terbesar dalam sehari
pada 19 Oktober 1987, saat indeks Dow Jones terpuruk 22 persen, yang diikuti pasar
Eropa dan Jepang. Kerugian dipicu meluasnya keyakinan bahwa para pelaku insider
trading dan pengambilalihan perusahaan menggunakan dana hasil utang telah
mendominasi pasar, di saat perekonomian AS memasuki perlambatan ekonomi. Saat itu
muncul pula kekhawatiran nilai dolar yang terus menurun di pasar internasional.
Ketakutan terus tumbuh saat jerman menaikkan suku bunganya, dan mendorong nilai
mata uangnya naik. Sistem perdagangan terkomputerisasi yang baru diperkenalkan turut
memperparah kejatuhan pasar saham, lantaran perintah penjualan dilakukan secara
automatis.
Tahun 1985 terjadi Skandal Tabungan dan Pinjaman AS. Lembaga simpanan dan
pinjaman AS merupakan bank lokal yang memberikan pinjaman rumah tangga dan
mengambil simpanan dari investor ritel, mirip dengan institusi pengembangan
masyarakat di Inggris. Di bawah deregulasi keuangan pada 1980-an, bank-bank lokal ini
diperbolehkan terlibat lebih jauh, dan terkadang tidak bijak, untuk melakukan transaksi
keuangan dan bersaing dengan bank komersial besar.
Tahun 1929 (Krisis 1929) kapitalisme nyaris ambruk. Krisis yang terjadi pada 1929 -
dikenal dengan Black Thursday- merupakan kejadian yang membuat perekonomian AS
dan global berada dalam kekacauan, dan menimbulkan Great Depression pada 1930-an.
Dan pada tahun 1866 dan 1890 terjadi krisis Overend & Gurney, 1866; dan Barings, 1890
di Ingris. Krisis ini bermula dari Kegagalan bank utama di London pada 1866 membawa
perubahan penting dalam peran bank sentral dalam menangani krisis keuangan.
Dari perjalanan sejaran tersebut, setidaknya kita harus bertanya mengapa system
kapitalisme dari tahun ke tahun tidak pernah terbebas dari permasalah krisis. Lalu dimana
idealisme sang maestro system kapitalis Adam Smith yang menjajikan kemakmuran
lewat system ini. Menurut Karl Marx, system kapitalisme merupakan system yang
dipenuhi dengan kebobrokan. Bagi Marx, kebobrokan tersebut merupakan sesuatu yang
melekat dalam system kapitalisme. Oleh karena itu, perbaikan terhadap system ini pada
dasarnya tidak akan mampu mengentaskan system ini dari kehancuran. Marx menyatakan
kehancuran system kapilatisme merupakan suatu yang nyata dan tidak terelakkan.
Melihat fenomena-fenomena yang tragis tersebut, maka tidak mengherankan apabila
sejumlah pakar ekonomi terkemuka, mengkritik dan mencemaskan kemampuan ekonomi
kapitalisme dalam mewujudkan kemakmuran ekonomi di muka bumi ini. Bahkan cukup
banyak klaim yang menyebutkan bahwa kapitalisme telah gagal sebagai sistem dan
model ekonomi. Sejalan dengan hal tersebut, Anthony Gidden dalam bukunya The Thrid
Way menyatakan dunia seyogyanya mencari jalan ketiga dari pergumulan sistem kakap
dunia yakni kapitalisme dan sosialisme. Jalan ketiga tersebut, bagi Gidden terdapat dalam
konsepsi Islam.
Kehadiran konsep ekonomi baru tersebut, bukanlah gagasan awam, tetapi mendapat
dukungan dari ekonom terkemuka di dunia yang mendapat hadiah Nobel 1999, yaitu
Joseph E.Stiglitz. Dia dan Bruce Greenwald menulis buku “Toward a New Paradigm in
Monetary Economics” Mereka menawarkan paradigma baru dalam ekonomi moneter.
Dalam buku tersebut mereka mengkritik teori ekonomi kapitalis (konvensional) dengan
mengemukakan pendekatan moneter baru yang entah disadari atau tidak merupakan sudut
pandang ekonomi Islam di bidang moneter, seperti peranan uang, bunga, dan kredit
perbankan.
Oleh karena itu, dengan kegagalan system kapitalisme dalam mewujudkan kesejahteraan
yang berkeadilan, maka menjadi keniscayaan bagi umat manusia untuk mendekonstruksi
ekonomi kapitalisme menuju system ekonomi yang berkeadilan dan berketuhanan yang
dalam hal ini tentu ekonomi Islam patut untuk dipertimbangkan sebagai salah satu
alternative dalam merealisasikan kesejahteraan manusia.
DAFTAR PUSTAKA
Nurfajri Budi Nugroho, Krisis Keuangan, Belajar Dari Sejarah, dalam Okezone.com,
senin 13 Oktober 2008
Djoko Subagyo, Krisis Ekonomi Keuangan Global dan Dampaknya terhadap Industri
Perbankan, dalam Pertemuan Sub BMPD Kediri pada tanggal 16 Oktober 2008 dan
Kuliah PPS IAIN Konsentrasi Ekonomi Islam
Nurfajri Budi Nugroho, Krisis Keuangan, Belajar dari Sejarah, Senin, 13 Oktober 2008
dalam www.okezone.com
Steveen Pressman, Lima Puluh Tokoh Pemikir Ekonomi,Alih Bahasa Tri Wibowo Budi
Santoso, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2000
Pendangan saya adalah kerana hutang yang diberikan pemiutang kepada penghutang asal
(prime) telah dipindah @ di"sub"kan kepada golongan ketiga dengan tujuan untuk
meringankan risiko ketidak upayaan membayar balik penghutang asal. Ini tidak ubah
seperti seorang kontraktor yang mendapat kontrak kerajaan namun tidak mampu untuk
melakukan kerja tersebut kerana kekurangan dana atau ketidakupayaan dari sudut skil,
pengalaman dan sebagainya. Ataupun mempunyai skil namun mengambil jalan mudah
untuk mendapatkan keuntungan dengan menjual @ men'sub' kontrak kerajaan tersebut
kepada kontraktor lain (sub kon) untuk membuat kerja bagi pihaknya. Ini seakan-akan
seperti pengkhianatan kepada pihak si pemberi projek. Namun untuk menyalahkan
kontraktor seratus peratus tidak boleh juga kerana yang sepatutnya bersalah adalah si
pemberi kontrak kerana tidak menyemak track rekod kontraktor tersebut ataupun terlalu
lineon dalam pemilihan kontraktor sehingga tersalah pilih kontraktor yang sepatutnya
benar2 jujur untuk melakukan projek tersebut dengan sendiri dan bukannya dengan cara
mudah.
Begitulah apa yag telah berlaku di Amerika di mana sykt kewangan dengan sewenang-
wenangnya memberi pinjaman kepada orang ramai tanpa mengambil kira sama ada
mereka mampu membayar atau pun tidak. Jika mampu pun adakah mereka betul2 mahu
membayarnya? Inilah cabaran besar bagi golongan pemiutang, untuk sentiasa berhati2
dalam memberikan pinjaman kepada orang ramai.
Namun disebabkan sistem itu sendiri terlampau lineon, ramai yang berhutang dengan
sykt kewangan untuk membeli harta terutamanya hartanah dan perumahan yang
dikatakan boleh membawa keuntungan. Apabila ini terjadi, skyt kewangan cuba
mengurangkan risiko ketidakupayaan si penghutang untuk membayar balik dengan cara
men"securitize'kan hutang tersebut kepada pihak ketiga atau dengan kata lebih mudah
mencagarkannya. Men'securitize'kan atau mencagarkan adalah satu proses memindahkan
separuh atau 2/3 hutang kepada pihak ketiga dengan cara mengeluarkan bon atau sekuriti
dengan tempoh matang tertentu. Apabila hal ini berlaku, sekiranya penghutang gagal
untuk membayar hutangnya maka skyt kewangan yang tadinya telah mengeluarkan
sekuriti kepada pihak ketiga juga turut gagal untuk menepati janjinya. Ini kerana sykt
kewangan tidak mempunyai duit yang cukup utk memberi pulangan cash atau faedah
daripada sekuriti itu tadi. Hasilnya, apabila masing-masing menuntut dan tidak dapat apa
yang dituntut, maka berlakulah ketidakpercayaan pelabur terhadap bon atau sekuriti yang
diperdagangkan di pasaran kewangan. Dan akhirnya berlakulah masalah kecairan duit
dan inilah yang mengakibatkan ramai sykt kewangan gagal bertahan.