Askep Hemofiliadan Itp
Askep Hemofiliadan Itp
Puji syukur penulis ucapkan atas kehadirat tuhan yang maha esa karena atas berkat
rahmat dan karunianya ,penulis dapat menyelesaikan tugas yang diberikan oleh dosen :
NAGOKLAN SOIMBOLON,M.KEP, yang mana berjudul: ITP pada anak.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada beberapa pihak yang telah memberikan
dukungan kepada penulis,sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini.
Penulis berharap semoga makalah yang dibuat oleh penulis dapat berguna bagi
pembaca,demikianlah yang dapat penulis sampaikan,penulis mohon maaf apabila ada kesalahan
dalam penulisan maupun dalam hal penyajian materi,penulis mengucapkan terima kasih.
Penulis
i.
Daftar isi
ii.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LatarBelakang
1.
ITP (Idiopathic Thrombocytopenic Purpura) juga bisa dikatakan merupakan suatu
kelainan pada sel pembekuan darah yakni trombosit yang jumlahnya menurun sehingga
menimbulkan perdarahan. Perdarahan yang terjadi umumnya pada kulit berupa bintik merah
hingga ruam kebiruan. (Imran, 2008)
Dalam tubuh seseorang yang menderita ITP, sel-sel darahnya kecuali keping darah
berada dalam jumlah yang normal. Keping darah (Platelets) adalah sel-sel sangat kecil yang
menutupi area tubuh paska luka atau akibat teriris/terpotong dan kemudian membentuk bekuan
darah. Seseorang dengan keping darah yang terlalu sedikit dalam tubuhnya akan sangat mudah
mengalami luka memar dan bahkan mengalami perdarahan dalam periode cukup lama setelah
mengalami trauma luka. Kadang bintik-bintik kecil merah (disebut Petechiae) muncul pula pada
permukaan kulitnya. Jika jumlah keping darah atau trombosit ini sangat rendah, penderita ITP
bisa juga mengalami mimisan yang sukar berhenti, atau mengalami perdarahan dalam organ
ususnya. (Family Doctor, 2006)
Trombosit berbentuk bulat kecil atau cakram oval dengan diameter 2-4µm. Trombosit
dibentuk di sumsum tulang dari megakariosit, sel yang sangat besar dalam susunan hemopoietik
dalam sumsum tulang yang memecah menjadi trombosit, baik dalam sumsum tulang atau segera
setelah memasuki kapiler darah, khususnya ketika mencoba untuk memasuki kapiler paru. Tiap
megakariosit menghasilkan kurang lebih 4000 trombosit (Ilmu Penyakit Dalam Jilid II).
Megakariosit tidak meninggalkan sumsum tulang untuk memasuki darah. Konsentrasi
normal trombosit ialah antara 150.000 sampai 350.000 per mikroliter. Volume rata-ratanya 5-8fl.
Dalam keadaan normal, sepertiga dari jumlah trombosit itu ada di limpa. Jumlah trombosit dalam
keadaan normal di darah tepi selalu kurang lebih konstan. Hal ini disebabkan mekanisme kontrol
oleh bahan humoral yang disebut trombopoietin. Bila jumlah trombosit menurun, tubuh akan
mengeluarkan trombopoietin lebih banyak yang merangsang trombopoiesis.
Idiopathic thrombocytopenic Purpura mempengaruhi anak-anak dan orang dewasa.
Anak-anak sering mengalami idiopathic thrombocytopenic Purpura setelah infeksi virus dan
biasanya sembuh sepenuhnya tanpa pengobatan. Pada orang dewasa yang menderita penyakit
ITP sering lebih kronis. ITP diperkirakan merupakan salah satu penyebab kelainan perdarahan
didapat yang banyak ditemukan oleh dokter anak, dengan insiden penyakit simtomatik berkisar 3
sampai 8 per 100000 anak per tahun.
2.
Di bagian ilmu kesehatan Anak RSU Dr. Soetomo terdapat 22 pasien baru pada tahun
2000.Delapan puluh hingga 90% anak dengan ITP menderita apisode pendarahan akut, yang
akan pilih dalam beberapa hari atau minggu dan sesuai dengan namanya (akut) akan sembuh
dalam 6 bulan. Pada ITP akut ada perbedaan insiden laki-laki maupun perempuan dan akan
mencapai puncak pada usia 2-5 tahun. Hampir selalu ada riwayat infeksi bakteri, virus, atau pun
imunisasi 1-6 minggu sebelum terjadinya penyakit ini. Perdarahan serinh terjadi saat trombosit
dibawah 20.000/mm3. ITP kronis terjadi pada anak usia > 7 tahun, sering terjadi pada anak
perempuan. ITP yang rekuen di definisikan sebagai adanya episode trombositopenia > 3 bulan
dan terjadi 1-4% anak dengan ITP. ITP merupakan kelainan auto imun yang menyebabkan
meningkatrnya penghancuran trombosit dalam retikuloendotelial. Kelainan ini biasanya
menyertai infeksi virus atau imunisasi yang disebabkan oleh respons sistem imun yang tidak
tepat.
3.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
4.
Tabel Perbedaan ITP akut dengan ITP kronik
ITP akut ITP kronik
Awal penyakit 2-6 tahun 20-40 tahun
Rasio L:P 1:1 1:2-3
Trombosit <20.000/Ml 30.000-100.000/mL
Lama penyakit 2-6 minggu Beberapa tahun
Perdarahan Berulang Beberapa hari/minggu
2.3 Etiologi
a. Penyebab dari ITP tidak diketahui secara pasti, mekanisme yang terjadi melalui pembentukan
antibodi yang menyerang sel trombosit, sehingga sel trombosit mati. (Imran, 2008). Penyakit ini
diduga melibatkan reaksi autoimun, dimana tubuh menghasilkan antibodi yang menyerang
trombositnya sendiri. Dalam kondisi normal, antibodi adalah respons tubuh yang sehat terhadap
bakteri atau virus yang masuk ke dalam tubuh. Tetapi untuk penderita ITP, antibodinya bahkan
menyerang sel-sel keping darah ubuhnya sendiri. (Family Doctor, 2006).
Meskipun pembentukan trombosit sumsum tulang meningkat, persediaan trombosit yang
ada tetap tidak dapat memenuhi kebutuhan tubuh. Pada sebagian besar kasus, diduga bahwa ITP
disebabkan oleh sistem imun tubuh. Secara normal sistem imun membuat antibodi untuk
melawan benda asing yang masuk ke dalam tubuh. Pada ITP, sistem imun melawan platelet
dalam tubuh sendiri. Alasan sistem imun menyerang platelet dalam tubuh masih belum
diketahui. (ana information center, 2008).
b. ITP kemungkinan juga disebabkan oleh hipersplenisme, infeksi virus, intoksikasi makanan atau
obat atau bahan kimia, pengaruh fisis (radiasi, panas), kekurangan factor pematangan (misalnya
malnutrisi), koagulasi intravascular diseminata (KID), autoimun. Berdasarkan etiologi, ITP
dibagi menjadi 2 yaitu primer (idiopatik) dan sekunder. Berdasarkan awitan penyakit dibedakan
tipe akut bila kejadiannya kurang atau sama dengan 6 bulan (umumnya terjadi pada anak-anak)
dan kronik bila lebih dari 6 bulan (umunnya terjadi pada orang dewasa). (ana information center,
2008)
5.
c. ITP juga terjadi pada pengidap HIV. sedangkan obat-obatan seperti heparin, minuman keras,
quinidine, sulfonamides juga boleh menyebabkan trombositopenia. Biasanya tanda-tanda
penyakit dan faktor-faktor yang berkatan dengan penyakit ini adalah seperti yang berikut :
purpura, pendarahan haid darah yang banyak dan tempo lama, pendarahan dalam lubang hidung,
pendarahan rahang gigi, immunisasi virus yang terkini, penyakit virus yang terkini dan calar atau
lebam.
2.4 Patologi dan patofisiologi ITP
Kerusakan trombosit pada ITP melibatkan autoantibody terhadap gliko protein yang
terdapat pada membran trombosit. Penghancuran terjadi terhadap trombosit yang diselimuti
antibody, hal tersebut dilakukan oleh magkrofag yang terdapat pada limpa dan organ retikulo
endotelial lainnya. Megakariosit pada sumsum tulang bisa normal atau meningkat pada ITP.
Sedangkan kadar trombopoitein dalam plasma, yang merupakan progenitor proliferasi dan
maturasi dari trombosit mengalami penurunan yang berarti, terutama pada ITP kronis.
Adanya perbedaan secara klinis maupun epidemologis antara ITP akut dan kronis,
menimbulkan dugaan adanya perbedaan mekanisme patofisiologi terjadinya trombsitopenia
diantara keduanya. Pada ITP akut, telah dipercaya bahwa penghancuran trombosit meningkat
karena adanya antibody yang dibentuk saat terjadi respon imun terhadap infeksi bakteri atau
virus atau pada imunisasi, yang bereaksi silang dengan antigen dari trombosit.
Mediator lainnya yang meningkat selama terjadinya respon imun terhadap produksi
trombosit. Sedangkan pada ITP kronis mungkin telah terjadi gangguan dalam regulasi sistem
imun seperti pada penyakit autoimun lainnya yang berakibat terbentuknya antibodi spesifik
terhadap antibodi.
Saat ini telah didefinisikan (GP) permukaan trombosit pada ITP, diantaranya GP Ib-
lia, GP Ib, dan GP V. Namun bagaimana antibodi antitrombosit meningkat pada ITP, perbedaan
secara pasti patofisiologi ITP akut dan kronis, serta komponen yang terlibat dalam regulasinya
masih belum diketahui.
Gambaran klinik ITP yaitu: 1) onset pelan dengan perdarahan melalui kulit atau
mukosa berupa : petechie, echymosis, easy bruising, menorrhagia, epistaksis, atau perdarahan
gusi. 2) perdarahan SSP jarang terjadi tetapi dapat berakibat fatal. 3) splenomegali pada <10%
kasus.
6.
7.
2.5 Tanda dan gejala
a. Bintik-bintik merah pada kulit (terutama di daerah kaki), seringnya bergerombol dan menyerupai
rash. Bintik tersebut ,dikenal dengan petechiae, disebabkan karena adanya pendarahan dibawah
kulit .
b. Memar atau daerah kebiruan pada kulit atau membran mukosa (seperti di bawah mulut)
disebabkan pendarahan di bawah kulit. Memar tersebut mungkin terjadi tanpa alasan yang jelas.
Memar tipe ini disebut dengan purpura. Pendarahan yang lebih sering dapat membentuk massa
tiga-dimensi yang disebut hematoma.
c. Hidung mengeluarkan darah atau pendarahan pada gusi. Ada darah pada urin dan feses. Beberapa
macam pendarahan yang sukar dihentikan dapat menjadi tanda ITP. Termasuk menstruasi yang
berkepanjangan pada wanita. Pendarahan pada otak jarang terjadi, dan gejala pendarahan pada
otak dapat menunjukkan tingkat keparahan penyakit.
d. Jumlah platelet yang rendah akan menyebabkan nyeri, fatigue (kelelahan), sulit berkonsentrasi.
2.6 Pencegahan
a. Idiopatik Trombositopeni Purpura (ITP) tidak dapat dicegah, tetapi dapat dicegah
komplikasinya.
b. Menghindari obat-obatan seperti aspirin atau ibuprofen yang dapat mempengaruhi platelet dan
meningkatkan risiko pendarahan.
c. Lindungi dari luka yang dapat menyebabkan memar atau pendarahan. Lakukan terapi yang
benar untuk infeksi yang mungkin dapat berkembang.
d. Konsultasi ke dokter jika ada beberapa gejala infeksi, seperti demam. Hal ini penting bagi
pasien dewasa dan anak-anak dengan ITP yang sudah tidak memiliki limfa.
8.
2.7 Pemeriksaan penunjang
a. Hitung darah lengkap dan jumlah trombosit menunjukkan penurunan hemoglobin, hematokrit,
trombosit (trombosit < 20.000 / mm3).
b. Anemia normositik: bila lama berjenis mikrositik hipokrom.
c. Leukosit biasanya normal: bila terjadi perdarahan hebat dapat terjadi leukositosis.Ringan pada
keadaan lama: limfositosis relative dan leucopenia ringan.
d. Sum-sum tulang biasanya normal, tetapu megakariosit muda dapat bertambah dengan maturation
arrest pada stadium megakariosit.
e. Masa perdarahan memanjang, masa pembekuan normal, retraksi pembekuan abnormal,
prothrombin consumption memendek, test RL (+).
2.8 Komplikasi
1. Peradarahan Kranial (pada Kepala). Ini penyebab utama kematian penderita ITP.
2. Kehilangan darah yang luar biasa
3. Efek samping dari kortikosteroid
4. Infeksi pneumococcal. Infeksi ini biasanya didapat setelah pasien mendapat terapi splenektomi.
Si penderita juga umumnya akan mengalami demam sekitar 38.8 o.
9.
Penderita tidak perlu dirawat di rumah sakit jika penanganan dan perawatan intensif dan
baik ini tersedia di rumah. Adakalanya penanganan dengan pengobatan oral Prednisone atau
pemasangan infus (masuk ke urat darah halus) berisikan zat gamma globulin untuk
meningkatkan jumlah sel darah merah penderita dengan cepat.
Penyakit ITP untuk penderita orang dewasa dapat berlangsung lebih lama dibandingkan
yang dialami anak-anak. Sebagian besar penderita dewasa ITP umumnya telah mengalami
adanya perdarahan yang terus meningkat dan mudah sekali mengalami luka memar dalam kurun
waktu beberapa minggu atau bahkan bulan. Untuk pasien wanita, meningkatnya aliran darah
menstruasi juga merupakan tanda-tanda utama.
Banyak orang dewasa yang mengalami thrombocytopenia (jumlah sel darah merah dalam
darah relatif sedikit) yang tidak terlalu parah. Pada kenyataannya,sebagian kecil orang bahkan
tidak mengalami gejala-gejala perdarahan. Kalangan ini umumnya didiagnosa ITP saat
melakukan tes pemeriksaan darah untuk suatu keperluan, dan ternyata salah satu hasilnya
menunjukkan jumlah sel darah merah yang sedikit.
Penanganan terhadap penyakit ITP yang diderita orang dewasa lebih ditujukan untuk
meningkatkanjumlah sel darah merahnya. Jika pengobatan obat tambah darah dan prednisone
tidakjuga banyak membantu, organ limpa penderita mungkin akan dikeluarkan melalui tindakan
operasi. Organ ini yang memproduksi sebagian besar antibodi yang selama ini menghancurkan
sel-sel darah merah dalam tubuhnya sendiri. Organ ini juga berfungsi untuk menghancurkansel-
sel darah yang tua atau rusak.
10.
BAB III
3.1.1 Pengkajian
a.Keluhan utama :
Memar, bintik-bintik pada kulit, keluarnya darah pada hidung dan perdarahan pada gusi
gigi.
b.Riwayat penyakit sekarangang ditandai dengan
Klien mengalami ITP yg ditandai dengan Memar, bintik-bintik pada kulit, keluarnya
darah pada hidung dan perdarahan pada gusi gigi.
c.Riwayat penyakit dahulu
HIV AIDS yang mungkin diturunkan dari orang tua klien.
d.Riwayat penyakit keluarga
Pihak keluarga mengalami HIV AIDS, kelainan hematologi.
e.Riwayat lingkungan
Kondisi lingkungan kurang baik atau kumuh karena penyakit ini bias disebabkan oleh
virus atau bakteri seperti rubella, rubiola dan paksinasi dengan virus aktif.
a. Asimtomatik sampai jumlah trombosit menurun di bawah 20.000.
b. Tanda-tanda perdarahan.
1) Petekie terjadi spontan.
2) Ekimosis terjadi pada daerah trauma minor.
3) Perdarahan dari mukosa gusi, hidung, saluran pernafasan.
4) Menoragie.
5) Hematuria.
6) Perdarahan gastrointestinal.
c. Perdarahan berlebih setelah prosedur bedah.
11.
d.Aktivitas / istirahat.
Gejala : - keletihan, kelemahan, malaise umum.
- toleransi terhadap latihan rendah.
Tanda : - takikardia / takipnea, dispnea pada beraktivitas / istirahat.
- kelemahan otot dan penurunan kekuatan.
e. Sirkulasi.
Gejala : - riwayat kehilangan darah kronis, misalnya perdarahan GI kronis,
menstruasi berat.
- palpitasi (takikardia kompensasi).
Tanda : - TD: peningkatan sistolik dengan diastolic stabil.
f.Integritas ego.
Gejala : - keyakinan agama / budaya mempengaruhi pilihan pengobatan:
penolakan transfuse darah.
Tanda : - DEPRESI.
g. Eliminasi.
Gejala : - Hematemesis, feses dengan darah segar, melena, diare, konstipasi.
Tanda : - distensi abdomen.
h.Makanan / cairan.
Gejala :- penurunan masukan diet.
- mual dan muntah.
Tanda : - turgor kulit buruk, tampak kusut, hilang elastisitas.
i. Neurosensori.
Gejala : - sakit kepala, pusing.
- kelemahan, penurunan penglihatan.
Tanda : - epistaksis.
- mental: tak mampu berespons (lambat dan dangkal).
j.Nyeri / kenyamanan.
Gejala : - nyeri abdomen, sakit kepala.
Tanda : - takipnea, dispnea.
12.
k.Pernafasan.
Gejala : - nafas pendek pada istirahat dan aktivitas.
Tanda : - takipnea, dispnea.
l. Keamanan
Gejala : penyembuhan luka buruk sering infeksi, transfuse darah sebelumnya.
Tanda : petekie, ekimosis.
1. Kurang pengetahuan pada keluarga tentang kondisi dan kebutuhan pengobatan berhubungan
dengan salah interpretasi informasi ditandai dengan keterbatasan belajar, tidak familiar dengan
sumber informasi.
2. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan factor imunologis ditandai dengan
immobilisasi, kelemahan, hipertermi, perubahan turgor kulit.
3. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang diperlukan
untuk pengiriman oksigen dan nutrisi ke sel ditandai dengan sianosis, oedema, pucat.
13.
3.1.3 Rencana keperawatan
1. Kurang pengetahuan pada keluarga tentang kondisi dan kebutuhan pengobatan berhubungan
dengan salah interpretasi informasi.
Tujuan dan kreteria Intervensi Rasional
hasil
Setelah dilakukan
tindakan 1x24 jam1) Berikan informasi tntang
1) memberikan dasar pengetahuan sehingga
diharapkan keluarga ITP. Diskusikan kenyataan keluarga / pasien dapat membuat pilihan
mengerti akan bahwa terapi tergantung pada yang tepat.
penyakit klien dengan tipe dan beratnya ITP. 2) ketidak tahuan meningkatkan stress.
Tujuan: 2) Tinjau tujuan dan persiapan
3) merupakan kekwatiran yang tidak
Pemahaman dan untuk pemeriksaan diagnostic. diungkapkan yang dapat memperkuat
penerimaan terhadap3) Jelaskan bahwa darah yang ansietas pasien / keluarga.
program pengobatan diambil untuk pemeriksaan
yang diresepkan. laboratorium tidak akan
Criteria hasil: memperburuk ITP.
-Menyatakan
pemahaman proses
penyakit.
-Faham akan prosedur
dagnostik dan rencana
pengobatan.
14.
2. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan factor imunologis
15.
3. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang diperlukan
untuk pengiriman oksigen dan nutrisi ke sel.
16.
BAB IV
KESIMPULAN
4.1 KESIMPULAN
1. ITP adalah singkatan dari Idiopathic Thrombocytopenic Purpura. Idiopathic berarti tidak
diketahui penyebabnya. Thrombocytopenic berarti darah yang tidak cukup memiliki keping
darah (trombosit).
2. Penyebab dari ITP tidak diketahui secara pasti, mekanisme yang terjadi melalui pembentukan
antibodi yang menyerang sel trombosit, sehingga sel trombosit mati. (Imran, 2008). Penyakit ini
diduga melibatkan reaksi autoimun, dimana tubuh menghasilkan antibodi yang menyerang
trombositnya sendiri. Dalam kondisi normal, antibodi adalah respons tubuh yang sehat terhadap
bakteri atau virus yang masuk ke dalam tubuh. Tetapi untuk penderita ITP, antibodinya bahkan
menyerang sel-sel keping darah ubuhnya sendiri.
17.
Daftar pustaka
yunikewirahmaningrumy./2013/10/idiopatic-thrombocytopenic-purpura.diakses/25/02/2015html
18.
IDIOPATHIC THROMBOCYTOPENIC
PURPURA(ITP)
D
I
S
U
S
N
OLEH:
D
I
S
U
S
N
OLEH:
Puji syukur penulis ucapkan atas kehadirat tuhan yang maha esa karena atas berkat
rahmat dan karunianya ,penulis dapat menyelesaikan tugas yang diberikan oleh dosen :
NAGOKLAN SOIMBOLON,M.KEP, yang mana berjudul: HEMOFILIA.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada beberapa pihak yang telah memberikan
dukungan kepada penulis,sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini.
Penulis berharap semoga makalah yang dibuat oleh penulis dapat berguna bagi
pembaca,demikianlah yang dapat penulis sampaikan,penulis mohon maaf apabila ada kesalahan
dalam penulisan maupun dalam hal penyajian materi,penulis mengucapkan terima kasih.
PENULIS
Daftar isi
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.
lnsidensi dari gangguan koagulasi herediter tidak pernah secara persis didefinisikan.
Perkiraannya berkisar sekitar 1 dalam 10.000 atau 1 dalam kelahiran populasi. Hemofilia A
adalah bentuk yang paling sering dijumpai, mencakup 70-80% dari data yang dapat dilaporkan.
Penyakit von willebrand tampaknya hampir sama seringnya dengan hemofilia A namun insidensi
tepatnya tidak diketahui karena kriteria diagnostik yang inadekuat. Hemofilia B (defisiensi faktor
IX) mewakili 10% dari keseluruhannya (1130.000). Ketiga kelainan ini mendominasi 90% dari
gangguan koagulasi herediter I. dan sisanya sangatlah langka.
Di Amerika Serikat sendiri, berdasarkan survei yang dilakukan oleh World Federation of
Hemophilia pada tahun 2001, jumlah pasien dengan hemofilia yang dapat diindentifikasi kurang
lebih hanya 100.000 kasus, dan sebagian besar adalah hemofilia A (83%). Sementara metode
diagnosis yang paling banyak dipakai adalah uji faktor spesifik (64%), yang masih relatif mahal
(digilib. unsri. ac.id, 2006). Data penderita hemofilia di Indonesia belum ada dan data yang ada
baru di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta sebanyak 175 penderita.
Salah satu kegiatan yayasan hemofilia Indonesia adalah mengumpulkan data penderita
hemofilia di Indonesia, terutama yang ada di rumah sakit di seluruh Indonesia. Penyakit
hemofilia merupakan penyakit yang relatif langka dan masih perlu terus dipelajari untuk
pemahaman yang lebih baik dalam mendeteksi dan menanggulanginya secara dini. Penderita
hemofilia di Indonesia yang teregistrasi di HMHI Jakarta tersebar hanya pada 21 provinsi dengan
jumlah penderita 895 orang, jumlah penduduk Indonesia: 217.854.000 populasi, prevalensinya
4,1/1 juta populasi (0,041/10.000 populasi), hal ini menunjukkan masih tingginya angka
undiagnosed hemofilia di Indonesia. Angka prevalensi hemofilia di Indonesia masih sangat
bervariasi sekali, beberapa kota besar di Indonesia seperti DKI Jakarta, Medan, Bandung, dan
Semarang angka prevalensinya lebih tinggi.
Penderita hemofilia dengan inhibitor mempunyai risiko untuk menjadi cacat akibat
perdarahan dalam sendi dan mereka dapat meninggal akibat perdarahan dalam yang berat. Selain
itu, banyak penderita hemofilia yang tertular HIV, hepatitis B dan hepatitis C. Mereka terkena
infeksi ini dari plasma, cryopresipitat dan khususnya dari konsentrat faktor yang dianggap akan
membuat hidup mereka normal. Masalah penyakit hemofilia merupakan masalah yang sangat
serius sehingga harus ditangani dengan baik, penanganan yang baik terhadap penderita dapat
menjadi sumber daya manusia yang berkualitas dan produktif, sama seperti orang normal.
2.
1.2 Rumusan Masalah
1.Bagaimana konsep medis Hemofilia ?
2.Bagaimana konsep keperawatan Hemofilia ?
3.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Istilah hemofilia mengacu kepada sekelompok gangguan perdarahan karena adanya
defisiensi salah satu faktor yang diperlukan untuk koagulasi darah. Walaupun terdapat gejala
serupa tanpa dipengaruhi faktor pembekuan mana yang mengalami defisiensi, identifikasi
defisiensi faktor pembekuan darah yang spesifik memungkin terapi definitif dengan agen
pengganti. (Donna, 2009)
Hemofilia adalah penyakit koagulasi darah kongenital karena anak kekurangan faktor
pembekuan VIII (Hemofilia A) atau faktor IX (Hemofilia B). Faktor tersebut merupakan protein
plasma yang merupakan komponen yang sangat dibutuhkan oleh pembekuan darah khususnya
dalam pembentukan bekuan fibrin pada daerah trauma.
Hemofilia merupakan penyakit yang ditandai oleh adanya gangguan pembekuan tahap
pertama, karena kekurangan faktor pembekuan yang bekerja pada tahap tersebut. Hemofilia
bersifat herediter, biasanya hanya terdapat pada anak laki-laki, tetapi dapat diturunkan oleh
wanita (bersifat sex-linked recessive). Jika orang normal mengalami luka, darahnya akan segera
membeku dalam waktu 5-7 menit, penderita hemofilia jika terluka darahnya akan membeku
sekitar 50 mnt – 2 jam, hal ini akan mengakibatkan penderita mengalami kehilangan banyak
darah dan dapat menimbulkan kematian.
Hemofilia A (Hemofilia Klasik) atau hemofilia B (penyakit Christmas) masing-
masing terjadi akibat defek faktor pembekuan VIII (pada kromosom Xq28) atau faktor IX (pada
kromosom Xq27). (David, 2007)
4.
2.2 Klasifikasi Hemofilia
Hemofilia dibagi dua yaitu hemofilia A ( kekurangan faktror VIII) dan hemofilia B (kekurangan
faktor IX).
1. Hemofilia tipe A ( hemofilia klasik)
Jenis hemofilia ini adalah yang paling banyak kekurangan faktor pembekuan pada darah.
Hemofilia kekurangan faktor VIII terjadi karena faktor VIII protein pada darah yang
menyebabkan masalah pada proses pembekuan darah.
2. Hemofilia B (Christmas disease)
Hemofilia kekurangan faktor IX terjdi karena kekurangan faktor IX protein pada darah yg
menyebabkan masalah proses pembekuan darah.
Berdasarkan kadar faktor pembekuan darah di dalam tubuh,hemofilia di bagi menjadi 3, yaitu :
a. Berat <1 % jumlah normal
b. Sedang 1%- 5% dari jumlah normal
c. Ringan 5% - 30% dari jumlah normal
3. Hemofilia C (Von Willebrand)
Hemofili C adalah penyakit terkait-X yang disebabkan karena tidak adanya faktor XI.
Penyakit Von Willebrand adalah penyakit dominan autosom akibat abnormalitas faktor von
Willebrand (vWF). Faktor ini dilepaskan dari sel endotel dan trombosit yang memiliki peran
penting dalam pembentukan sumbatan trombosit. (Elizabeth, 2009)
Faktor risiko dari penyakit hemofilia adalah :
1. Faktor genetik / keturunan
2. Hemofilia banyak terjadi pada pria
3. Bayi yang lahir karena ayah dan ibu menderita hemophilia.
5.
2.3 Etiologi
1. Hemofilia A timbul jika ada defek gen yang menyebabkan kurangnya faktor pembekuan VIII
(AHG)
2. Hemofilia B disebabkan kurangnya faktor pembekuan IX (Plasma Tromboplastic Antecendent) .
3. Hemofili C disebabkan faktor vWF mengalami penurunan, kadar faktor VIII juga akan
berkurang. (Elizabeth, 2009)
2.4 Patofisiologi
Gangguan perdarahan herediter dapat timbul pada defisiensi atau gangguan fungsional
pada faktor pembekuan plasma yang manapun kecuali faktor XII, prekalikrein, dan kininogen
dengan berat molekul tinggi (HMWK). Bila adanya ketiga faktor ini walaupun PTT mamanjang,
tidak akan menyebabkan perdarahan klinis gangguan perdarahan yang sering dijumpai terkait
dengan X-resesif.
Tanpa faktor VIII, jalur koagulasi intrinsik terganggu dan terjadi perdarahan hebat hanya
dari luka kecil atau robekan mikrovaskuler. Perdarahan biasanya terjadi di persendian dan dapat
menimbulkan nyeri hebat serta ketidakmampuan. (Elizabeth, 2009)
Perdarahan karena gangguan pada pembekuan biasanya terjadi pada jaringan yang
letaknya dalam seperti otot, sendi, dan lainya yang dapat terjadi kerena gangguan pada tahap
pertama, kedua dan ketiga, disini hanya akan di bahas gangguan pada tahap pertama, dimana
tahap pertama tersebutlah yang merupakan gangguan mekanisme pembekuan yang terdapat pada
hemofili A dan B.
Perdarahan mudah terjadi pada hemofilia, dikarenakan adanya gangguan pembekuan, di
awali ketika seseorang berusia ± 3 bulan atau saat – saat akan mulai merangkak maka akan
terjadi perdarahan awal akibat cedera ringan, dilanjutkan dengan keluhan-keluhan berikutnya.
Hemofilia juga dapat menyebabkan perdarahan serebral, dan berakibat fatal. Rasionalnya adalah
ketika mengalami perdarahan, berarti terjadi luka pada pembuluh darah (yaitu saluran tempat
darah mengalir keseluruh tubuh) → darah keluar dari pembuluh.
6.
Pembuluh darah mengerut/ mengecil → Keping darah (trombosit) akan menutup luka
pada pembuluh→Kekurangan jumlah faktor pembeku darah tertentu, mengakibatkan anyaman
penutup luka tidak terbentuk sempurna→darah tidak berhenti mengalir keluar pembuluh →
perdarahan (normalnya: Faktor-faktor pembeku darah bekerja membuat anyaman (benang -
benang fibrin) yang akan menutup luka sehingga darah berhenti mengalir keluar pembuluh)
Mekanisme Pembekuan : Bahan yang turut serta dalam pembekuan dinamakan faktor
pembekuan dan diberi tanda dengan angka romawi I sampai XIII. Faktor-faktor tersebut adalah
faktor I (fibrinogen), II (protrombin), III (tromboplastin), IV (kalsium dalam bentuk ion), V
(prokaelerin, faktor labil), VII (Prokonvertin, faktor stabil), VIII (AHG=Antihemofilic Globulin),
IX (PTC= Plasma Tromboplastin Component, faktor Christmas), X (Faktor Stuart-Prower), XI
(PTA=Plasma Thromboplastin Antecedent), XII (faktor Hageman), dan XIII (faktor stabilisasi
fibrin).
Mekanisme pembekuan dibagi dalam tiga tahap dasar:
1. Tahap Pertama: Pembentukan tromboplastin
Dimulai dengan pekerjaan trombosit, terutama TF 3 (faktor trombosit 3) dan faktor pembekuan
lain pada permukaan asing atau pada sentuhan dengan kolagen. Faktor pembekuan tersebut ialah
faktor IV, V, VIII, IX, X, XI, XII kemudian faktor III dan VII.
2. Tahap Kedua: Perubahan protrombin menjadi thrombin
Tahap ini dikatalisasi oleh tromboplastin, faktor IV, V, VII dan X.
3. Tahap Ketiga: Perubahan fibrinogen menjadi fibrin
Tahap ini dikatalisasi trombin, TF 1 dan TF 2
2.5 Manifestasi Klinis
1. Perdarahan berkepanjangan pada setiap tempat dari atau dalam tubuh.
2. Perdarahan akibat trauma; tanggalnya gigi susu, sirkumsisi, luka tersayat, epistaksis atau injeksi.
3. Memar yang berlebihan bahkan akibat cedera ringan seperti terjatuh.
4. Perdarahan subkutan dan intramuscular.
5. Hemartrosis (perdarahan ke dalam rongga sendi), khususnya sendi lutut, pergelangan kaki dan
siku.
6. Hematoma; nyeri, pembengkakan, dan gerakan terbatas
7. Hematuria spontan. (Donna, 2009)
7.
2.6 Pemeriksaan Penunjang
1. Waktu tromboplastin parsial teraktivasi (APTT) memanjang, waktu protrombin (PT) normal,
waktu perdarahan normal, faktor VIII plasma berkurang (<1% dari normal pada kasus berat,
tetapi mencapai 10% dari normal pada kasus ringan)
Kondisi PT APTT Waktu perdarahan Lainnya
(PFA-100)
Hemofilia A N ↑ N Faktor VIII ↓
Hemofilia B N ↑ N Faktor IX ↓
2.Karier memiliki faktor VIII kira-kira 50% dari normal. Analisis DNA membantu dalam deteksi
karier dan konsultasi. (Atul, 2008)
3.Dapat dilakukan pemeriksaan pranatal untuk gen yang bersangkutan. (Elizabeth, 2009)
2.7 Komplikasi
8.
2.8 Penatalaksanaan
Secara Medis :
Masalah Terapi
Hemartrosis akut - Kantong es, gendongan non berat badan atau bidai ringan dapat
Awal sangat membantu, aspirasi sendi jarang
Akhir - Penunkang non berat badan; tirah baring total untuk hemoragi di
Hemoragi intramuskuler otot spinal bawah yang berkaitan dengan trokanter femur
- Angens antifibrionolitik ( asam aminokoproat ) , sedasi, puasa
Leserasi lidah dan mulut pada anak kecil, aplikasi lokaldari kasa oradesif dapat digunakan
pada perdarahan gusi
- Angens antifibrionolitik dimulai satu hari sebelum pembedahan,
Ekstraksi gigi permanen dilanjutkan 7-10 hari
Hematuria berat spontan - Peningkatan cairan per oral; beberapa menggunakan
tanpa sakit kortikosteroid dan / faktor VII
1. Infus konsentrat faktor VIII untuk meningkatkan kadar pada pasien sampai 20-50% dari normal
untuk perdarahan berat.
a.Rekombinan Faktor VIII
Disediakan dengan teknologi DNA rekombinan oleh beberapa pabrik. Indikasi pada pasien
hemofilia A dengan cara injeksi IV. (M. Juffrie, 2003)
b.Anti-hemophilic Faktor (AHF)
Disediakan sebagai buku liofilisasi dari plasma donor yang dikumpulkan. Indikasi untuk pasien
pasien hemofilia A lewat injeksi IV. (M. Juffrie, 2003)
c.Protrombinex
Disediakan dari bubuk liofisasi dari plasma donor yang dikumpulkan. Produk ini mengandung
konsentrat faktor-faktor bekuan II, IX, dan X. Indikasi untuk pasien dengan christmas disease
(defisisensi faktor IX). (M. Juffrie, 2003)
2. Kadar dinaikkan sampai dan dipertahankan pada 80-100% untuk pembedahan elektif.
3. Desmopresin, suatu analog vasopresin, menyebabkan sedikit peningkatan faktor VIII endogen
yang berguna pada kasus ringan.
9.
4. Hindari aspirin, obat antitrombosit lainnya, dan suntikan IM.
5. Pasien harus diregistrasi oleh pusat hemofilia yang diakui dan harus membawa kartu yang berisi
perincian kondisi mereka.
6. Pasien mungkin harus menjalani pengobatan berkelanjutan atau pengobatan profilaktik di rumah.
(Atul, 2008)
Terapi primer pada penyakit hemofilia adalah penggantian faktor pembekuan yang
hilang. Produk yang kini tersedia meliputi konsentrat faktor VIII dari plasma darah di kumpulkan
atau preparat rekombinannya yang dibuat lewat rekayasa genetik, untuk disusun kembali dengan
air steril sesaat sebelum digunakan, dan DDAVP (1-deamino-8-D-argigine vasopresin), suatu
bentuk vasopresin sintetik yang merupakan terapi pilihan pada penyakit hemofili ringan jika
anak memperlihatkan respon yang terhadap pemberian preparat ini. Terapi yang agresif perlu
dilakukan untuk mencegah terjadinya kecacatan kronis akibat perdarahan sendi. (Donna, 2009)
Obat-obat lain dapat diikutsertakan dalam rancangan terapi dan hal ini bergantung pad
sumber perdarahan. Kortikosteroid dapat diberikan kasus hematuria, hemartrosis akut dan
sinovitis kronis. Obat NSAID, seperti ibuprofen, merupakan preparat yang efektif untuk
meredakan rasa nyeri akibat sinovitis, namun NSAID harus diberikan dengan hati-hati-hati
karena akan menghambat fungsi trombosit. Pemberian asam epsilon-aminokaproat (Amicar) per
oral atau lokal akan mencegah penghancuran bekuan darah. (Donna, 2009)
Program latihan yang teratur dan fisioterapi merupakan aspek penatalaksanaan penting
pada penyakit hemofilia. Aktivitas fisik dalam batas wajar akan memperkuat otot-otot di sekitar
sendi dan dapat mengurangi sejumlah episode perdarahan spontan. (Donna, 2009).
10.
BAB III
11.
3.1.3 Rencana keperawatan
13.
- Ajari keluarga dan anak yang lebih besar bagaimana caranya mengenali dan
mengendalikanperdarahan
R : sehingga dapat dilakukan perawatan yang tepat dan segera
- Lakukan kewaspadaan khusus selama prosedur keperawatan seperti injeksi ( mis, terdapat
lebih sedikit perdarahan setelah fungsi vena daripada fungsi jari/ tumit , rute subkutan dilakukan
untuk iinjeksi intramukuler jika mungkin )
3. Risiko tinggi gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan efek hemoragi dalam sendi dan
jaringan lain
Hasil yang diharapkan :
Episode perdarahan dikendalikan dengan tepat untuk mencegah gangguan mobilitas fisik
Anak berpastisipasi dalam program latihan untuk memepertahankan mobilitas
Intervensi keperawatan/ rasional :
- Berikan terapi pengganti dan gunakan tindakan local
R : mengontrol perdarahan
14.
- Tinggikan dan imobilisasi sendi selama episode perdarahan
R : mengontrol perdarahan
- Lakukan latihan rentang gerak aktif setelah fase akut
R : memungkinkan anak untuk mengontrol derajat latihan sesuai dengan tingkat
ketidaknyamanan
- Latih sendi dan otot yang sakit
R : memepertrahankan mobilitas
- Konsultasi dengan ahli terapi fisik mengenai program latihan
R : meningkatkan fungsi maksimum sendi dan bagian tubuh yang tidak sakit
- Rujuk pada perawat kesehatan masyarakat dan ahli terapi untuk pengawasan dirumah
- Jelaskan pada keluarga akibat jangka panjang yabg serius dari hemartrosis
R : sehingga pengobatan segera dilakukan untuk episode perdarahan
- Dukung adanya tindakan ortopedik dalam rehabilitasi sendi
- Kaji kebutuhan akan penatalaksanaan nyeri
R : meningkatkan kemudahan mobilitas
- Diskusikan pertimbangan diet
R : karena kelebihan berat badan berlebihan dapat meningkatkan peregangan sendi dan
mencetuskan hemartrosis
15.
BAB IV
KESIMPULAN
Hemofilia adalah penyakit koagulasi darah kongenital karena anak kekurangan faktor
pembekuan VIII ( hemofilia A ) atau faktor IX ( hemofilia B atau penyakit Christmas ).
Hemofilia merupakan gangguan mengenai faktor pembekuan yang diturunkan melalui gen
resesif pada kromosom x dari kromosom sex. Dialami oleh pria dengan ibu karier hemofilia dan
sering pada bayi dan anak-anak. Tindakan keperawatan dilakukan dengan tujuan meminimalkan
komplikasi.
16.
Daftar pustaka
Catzel, Pincus & Ian Robert. 1992. Kapita Selekta Pediatri Edisi 2. Jakarta : EGC
Juffrie, M. 2003. Panduan Praktek Pediatrik. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press
Ling, William Yip Chin & John Tay Sin Hock. 1993. Pedoman Praktis Kedaruratan Pada Anak. Jakarta :
Mehta, Atul B. & Victor Hoffbrand. 2008. At a Glance Hematologi. Jakarta : Penerbit Erlangga
Rubenstein, David dkk. 2007. Lecture Note: Kedokteran Klinis. Jakarta : Penerbit Erlangga
Wong, Donna L. Dkk. 2009. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Wong. Jakarta : EGC
Wong, Donna L. 2004. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik Edisi 4. Jakarta : EGC.
17.