Anda di halaman 1dari 14

ASUHAN KEPERAWATAN

PADA NY. GITA, 39 TAHUN, G4 P3A0


DENGAN PRE EKLAMSI
DI RUANG POLI KANDUNGAN RUMAH SAKIT SARININGSIH

Laporan Pendahuluan

Sri Noviyanti
4006180016

Pembimbing Klinik Pembimbing Akademik


Tgl Responsi: Tgl Responsi:

( ) ( )

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN DHARMA HUSADA BANDUNG
2018
PRE EKLAMSIA

A. Definisi
Preeklampsia sejak dahulu didefinisikan sebagai trias yang terdiri dari hipertensi,
proteinuria, dan edema pada wanita hamil. Eklampsia adalah kejang pada ibu hamil
preeklampsia tanpa disetai penyebab lain. Preeklampsia biasanya terjadi pada
kehamilan trimester ketiga, walaupun pada beberapa kasus dapat bermanifestasi lebih
awal (Heffner & Schust, 2009).
Preeklampsi diketahui dengan adanya tanda-tanda seperti hipertensi, proteinuria,
dan oedem pada ibu hamil. Preeklampsi timbul sesudah minggu ke 20 dan paling
sering terjadi pada primigravida muda. Eklampsi adalah penyakit akut dengan kejang
dan koma pada wanita hamil dan wanita nifas disertai dengan hipertensi, proteinuria
dan oedem (Purwoastuti & Walyani, 2015).

B. Tanda dan Gejala


Menurut Manuaba (2009) gejala klinis preeklamsi terdiri dari :
a. Gejala ringan Gejala ringan yaitu tekanan darah sekitar 140/90 mmHg atau
kenaikan tekanan darah 30 mmHg untuk sistolik atau 15 mmHg untuk diastolik
dengan intervenal pengukuran selama 6 jam, terdapat pengeluaran protein dalam
urine 0,3g/ liter atau kualitatif +1-+2, edema (bengkak kaki, tangan, atau lainnya)
dan kenaikan berta badan lebih dari 1 kg/ minggu.
b. Gejala berat Gejala berat meliputi tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih,
pengeluaran protein dalam urine lebih dari 5g/ 24 jam, terjadi penurunan produksi
urine kurang dari 400cc/ 24 jam, terdapat edema paru dan sianosis (kebiruan) dan
sesak napas, terdapat gejala subjektif (sakit kepala, gangguan penglihatan, nyeri di
daerah perut atas).

C. Patofisiologi
Pada preeklampsia ada dua tahap perubahan yang mendasari patogenesianya.
Tahap pertama adalah: hipoksia plasenta yang terjadi karena berkurangnya aliran
darah dalam arteri spiralis. Hal ini terjadi karena kegagalan invasi sel tropoblast pada
dinding arteri spiralis pada awal kehamilan dan awal trimester kedua kehamilan
sehingga arteri spiralis tidak dapat melebar dengan sempurna dengan akibat penurunan
aliran darah dalam ruangan intervilus diplasenta sehingga terjadilah hipoksia plasenta.
Hipoksia plasenta yang berkelanjutan ini akan membebaskan zat-zat toksis seperti
sitokin, radikal bebas dalam bentuk lipid peroksidase dalam sirkulasi darah ibu, dan
akan menyebabkan terjadinya stress oksidatif yaitu suatu keadaan di mana radikal
bebas jumlahnya lebih dominan dibandingkan antioksidan. Stress oksidatif pada tahap
berikutnya bersama dengan zat toksis yang beredar dapat merangsang terjadinya
kerusakan pada sel endothel pembuluh darah yang disebut disfungsi endothel yang
dapat terjadi pada seluruh permukaan endothel pembuluh darah pada organ-organ
penderita preeklampsia.
Pada disfungsi endothel terjadi ketidakseimbangan produksi zat-zat yang bertindak
sebagai vasodilator seperti prostasiklin dan nitrat oksida, dibandingkan dengan
vasokonstriktor seperti endothelium I, tromboxan, dan angiotensin II sehingga akan
terjadi vasokonstriksi yang luas dan terjadilah hipertensi. Peningkatan kadar lipid
peroksidase juga akan mengaktifkan sistem koagulasi, sehingga terjadi agregasi
trombosit dan pembentukan thrombus. Secara keseluruhan setelah terjadi disfungsi
endothel di dalam tubuh penderita preeklampsia jika prosesnya berlanjut dapat terjadi
disfungsi dan kegagalan organ seperti:
a. Pada ginjal: hiperurisemia, proteinuria, dan gagal ginjal.
b. Penyempitan pembuluh darah sistemik ditandai dengan hipertensi. Perubahan
permeabilitas pembuluh darah ditandai dengan oedema paru dan oedema
menyeluruh.
c. Pada darah dapat terjadi trombositopenia dan koagulopati.
d. Pada hepar dapat terjadi pendarahan dan gangguan fungsi hati.
e. Pada susunan syaraf pusat dan mata dapat menyebabkan kejang, kebutaan,
pelepasan retina, dan pendarahan.
b. Pada plasenta dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan janin, hipoksia janin,
dan solusio plasenta
D. Pathway:

Factor risiko

Preeklampsia

Spasme/vasokontriksi pembuluh Tidak mendapat paparan informasi yang


darah adekuat

↓ Suplai darah ke plasenta Kurang pengetahuan

↓ Perfusi uteroplasenter

Maladaptasi plasenta Hipoksia plasenta ↓ Prostaglandin plasenta

Gangguan
Iskemia uterus ↓ Suplai O2 dan
pertumbuhan
nutrisi pada janin
plasenta
Mengaktifkan
Pelepasan Pelepasan renin angiotensinogen menjadi
tropoblastik (hiper- uterus Intrauterine
angiotensin I
oksidase lemak) growth
retardasi
Oleh enzim yang
Pelepasan dihasilkan di paru
1 2
trombloplastin (ACE) mengubah Risiko gangguan hubungan ibu
menjadi angiotensin II dan janin

Merangsang korteks adrenal


Aktivasi/agregasi menghasilkan aldosteron
↑ tromboksan
trombosit, deposit
fibrin Retensi Na+ dan air dalam tubulus renalis
Vasokonstriksi
pembuluh darah
Koagulopati ↑ Volume darah
intravaskuler
↑ Tekanan hidrostatik plasma

↓ Perfusi darah Cairan keluar ke interstisiil


4 5 6 7
sistemik
edema
PK= hipertensi
3
Kelebihan volume cairan
Vasospasme pembuluh
2 Endotheliosis pada glomerulus 7 darah ginjal
1 endotheliosis
↑ Permeabilitas kapiler
terhadap protein ↓GFR
Pecahnya pembuluh darah
dan RBC Protein loss

proteinuria

↓ Hb ↓ Kadar albumin dalam darah


(hipoalbuminnemia)

PK:
pendarahan anemia
↓ Tekanan onkotik plasma

Transudasi cairan intravaskuler ke


PK: pendarahan intersisiil

edema ↓ volume cairan

Visikositas darah ↑
↓ produksi urin Edema di paru-paru
Kelebihan
volume ↓ suplai darah perifer
cairan oliguria Gangguan pertukaran O2
dan CO2
Gangguan Hipoksia jaringan
perfusi perifer
Gangguan eliminasi
urin Sesak nafas jaringan
perifer Metabolism
anaerob
Gangguan
pertukaran gas Menghasilkan 2
ATP

kelelahan

Intoleransi
aktifitas
3 Hanya bisa dilewati oleh 5 6
satu sel RBC
Vasokonstriksi ↓ suplai darah ke usus
pembuluh darah
↑ tekanan perifer untuk
otak
memenuhi suplai darah
↓ nutrisi dan O2 otak ↓ peristatik usus
hipertensi
Hipomotilitas usus

PK: hipertensi Merangsang medulla Gangguan perfusi


oblongata dan saraf jaringan serebral ↑ lama makanan diusus
simpatis

Hipoksia duodenum ↑ absorpsi air di usus


duodenal dan
penumpukan ion H+

Feses keras
HCl ↑

Konstipasi

Nyeri epigastrik Merangsang pusat


mual dan muntah

Nyeri akut
Vasospasme diskus
mual 4 dan retina mata

Nausea diplopia

Risiko cedera

E. Pemeriksaan Fisik
1. Data Subjektif
a. Umur biasanya sering terjadi pada primigravida , < 20 tahun atau > 35 tahun
b. Riwayat kesehatan ibu sekarang: terjadi peningkatan tekanan darah, adanya
edema, pusing, nyeri epigastrium, mual, muntah, penglihatan kabur,
pertambahan berat badan yang berlebihan yaitu naik > 1 kg/minggu,
pembengkakan ditungkai, muka, dan bagian tubuh lainnya, dan urin keruh dan
atau sedikit (pada pre eklamsia berat < 400 ml/24 jam).
c. Riwayat kesehatan ibu sebelumnya : penyakit ginjal, anemia, vaskuler esensial,
hipertensi kronik, DM.
d. Riwayat kehamilan: riwayat kehamilan ganda, mola hidatidosa, hidramnion
serta riwayat kehamilan dengan pre eklamsia atau eklamsia sebelumnya
e. Pola nutrisi : jenis makanan yang dikonsumsi baik makanan pokok maupun
selingan
f. Psikososial spiritual : Emosi yang tidak stabil dapat menyebabkan kecemasan,
oleh karenanya perlu kesiapan moril untuk menghadapi resikonya.
2. Data Objektif
a. Pemeriksaan Fisik
1) Inspeksi : edema yang tidak hilang dalam kurun waktu 24 jam.
2) Palpasi : untuk mengetahui TFU, letak janin, dan lokasi edema.
3) Perkusi : untuk mengetahui refleks patella sebagai syarat pemberian SM jika
refleks positif.
4) Auskultasi : mendengarkan DJJ untuk mengetahui adanya fetal distress.
Selain itu, untuk pre eklamsia ringan tekanan darah pasien > 140/90 mmHg
atau peningkatan sistolik > 30 mmHg dan diastolik > 15 mmHg dari tekanan
biasa (base line level/tekanan darah sebelum usia kehamilan 20 minggu).
Sedangkan untuk pre eklamsia berat tekanan darah sistolik > 160 mmHg, dan
atau tekanan darah diastolik > 110 mmHg.
b. Pemeriksaan Penunjang
1) Tanda vital yang diukur dalam posisi terbaring atau tidur, diukur 2 kali
dengan interval 4-6 jam
2) Laboratorium : proteinuria dengan kateter atau midstream (biasanya
meningkat hingga 0,3 gr/lt atau lebih dan +1 hingga +2 pada skala kualitatif),
kadar hematokrit menurun, BJ urine meningkat, serum kreatinin meningkat,
uric acid biasanya > 7 mg/100 ml.
3) Berat badan : peningkatannya lebih dari 1 kg/minggu.
4) Tingkat kesadaran: penurunan GCS sebagai tanda adanya kelainan pada otak.
5) USG: untuk mengetahui keadaan janin.
6) NST: untuk mengetahui kesejahteraan janin.

F. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium : protein uri dengan kateter atau midstream ( biasanya meningkat
hingga 0,3 gr/lt atau +1 hingga +2 pada skala kualitatif ), kadar hematokrit
menurun, BJ urine meningkat, serum kreatini meningkat, uric acid biasanya > 7
mg/100 ml
2. USG : untuk mengetahui keadaan janin
3. NST : untuk mengetahui kesejahteraan janin

G. Diagnosis Keperawatan, NIC, NOC


Menurut Herdman (2012), diagnosa keperawatan yang mungkin muncul yaitu
sebagai berikut:
1) Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan pre eklamsia
berat.
2) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ventilasi-perfusi akibat penimbunan
cairan paru : adanya edema paru.
3) Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan preload dan afterload.
4) Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi.
5) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum.
6) Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan penyebab multipel.
7) Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d faktor psikologis dan
ketidakmampuan untuk mencerna, menelan, dan mengabsorpsi makanan.
8) Risiko cedera berhubungan dengan diplopia, dan peningkatan intrakranial: kejang.
F. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
1. Risiko Setelah dilakukan tindakan keperawatan Neurologic monitoring
ketidakefektifan selama 1 jam diharapkan status neurologi 1. Monitor ukuran pupil, bentuk, 1. Klien dengan cedera kepala akan
perfusi jaringan otak membaik dan ketidakefektifan perfusi jaringan simetris dan reaktifitas pupil mempengaruhi reaktivitas pupil
berhubungan dengan serebral teratasi dengan indikator: 2. Monitor keadaan klien dengan karena pupil diatur oleh syaraf
pre eklamsia berat. NOC: Management neurology GCS cranialis
Indikator Awal Target 3. Monitor TTV 2. Mengetahui penurunan kesadaran
Status neurologi: 2 3 4. Monitor status respirasi: klien
syaraf sensorik dan ABClevels, pola nafas, 3. Memantau kondisi hemodinamik
motorik dbn kedalaman nafas, RR klien
Ukuran pupil 4 4 5. Monitor reflek muntah 4. Mengetahui kondisi pernafasan
Pulil reaktif 3 4 6. Monitor pergerakan otot klien
Pola pergerakan 3 4 7. Monitor tremor 5. Peningkatan TIK
mata 8. Monitor reflek babinski 6. Memonitor kelemahan
Pola nafas 3 5 9. Identifikasi kondisi gawat 7. Memonitor persyarafan di perifer
TTV dalam batas 3 4 darurat pada pasien. 8. Reflek babinsky (+) menunjukan
normal 10. Monitor tanda peningkatan adanya perdarahan otak
Pola istirahat dan 3 4 tekanan intrakranial 9. Peningkatan TIK dengan tanda
tidur 11. Kolaborasi dengan dokter jika muntah proyektil, kejang,
Tidak muntah 5 5 terjadi perubahan kondisi pada penurunan kesadaran
Tidak gelisah 3 4 klien
Keterangan :
1= keluhan ekstrim
2= keluhan substansial
3= keluhan sedang
4= keluhan ringan1
5= tidak ada keluhan
2. Gangguan pertukaran Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 NIC: Airway management
gas berhubungan jam, status respiratori: pertukaran gas dengan a. Posisikan klien untuk a. Untuk mempermudah pertukaran
dengan ventilasi- indikator: memaksimalkan potensi gas
perfusi akibat 1. Status mental dalam batas normal (5) ventilasinya.
penimbunan cairan 2. Dapat melakukan napas dalam (5) b. Identifikasi kebutuhan klien akan b. Untuk memantau kondisi jalan
paru : adanya edema 3. Tidak terlihat sianosis (5) insersi jalan nafas baik aktual nafas klien
paru. 4. Tidak mengalami somnolen (4) maupun potensial.
5. PaO2 dalam rentang normal (4) c. Lakukan terapi fisik dada c. Untuk mengeluarkan sputum
6. pH arteri normal (4) d. Memantau kondisi pernafasan klien
7. ventilasi-perfusi dalam kondisi d. Auskultasi suara nafas, tandai area
seimbang (4) penurunan atau hilangnya ventilasi e. Memantau kondisi klien
dan adanya bunyi tambahan
e. Monitor status pernafasan dan
oksigenasi, sesuai kebutuhan

3. Penurunan curah Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Evaluasi adanya nyeri dada 1. Menunjukan jantung dalam
jantung berhubungan selama 3x24 jam diharapkan penurunan curah 2. Catat adanya disritmia jantung kondisi abnormal
dengan perubahan jantung teratasi dengan indikator: 3. Catat adanya tanda dan gejala 2. Takikardi, bradikardi
preload dan afterload. NOC: penurunan cardiac putput 3. Tanda dan gejala penurunan
- Cardiac Pump effectiveness 4. Monitor status pernafasan yang cardiac output : pucat, akral
- Circulation Status menandakan gagal jantung dingin, udema ekstermitas
- Vital Sign Status 5. Monitor balance cairan 4. Gagal jantung kiri menyebabkan
- Tissue perfusion: perifer 6. Monitor respon pasien terhadap udema di paru dan gagal jantung
Indikator Awal Target efek pengobatan antiaritmia kanan menyebabkan udema
TTV dbn 2 3 7. Monitor adanya dyspneu, fatigue, ekstermitas
Dapat mentoleransi 1 3 tekipneu dan ortopneu 5. Mengetahui adanya kelebihan
aktivitas, tidak ada 8. Anjurkan untuk menurunkan stress cairan karena klien biasanya
kelelahan 9. Monitor TD, nadi, suhu, dan RR udema
Tidak ada edema 1 1 10. Monitor irama jantung 6. Mengetahui respon pasien
paru terhadap obat
Tidak ada asites 5 5 11. Monitor frekuensi dan irama 7. Udema paru menyebabkan
Tidak ada udema 2 2 pernapasan dyspnea
perifer 12. Monitor pola pernapasan abnormal 8. Stres menambah berat kerja
Tidak terjadi 5 5 13. Monitor suhu, warna, dan jantung
penurunan kelembaban kulit 9. Mengetahui kondisi hemodinamik
kesadaran 14. Monitor sianosis perifer klien
Tidak ada distensi 5 5 15. Jelaskan pada pasien tujuan dari 10. Suara jantung tambahan, S3, S4
Vena jugularis pemberian oksigen 11. Ronchi basah menunjukan adanya
Warna kulit normal 1 2 16. Kelola pemberian obat anti aritmia cairan di pulmo
Keterangan : dan vasodilator 12. Dyspnea, cepat dan dangkal
1= keluhan ekstrim 13. Memungkinkan terjadinya sianosis
2= keluhan substansial 14. Kurang 02 menyebabkan sianosis
3= keluhan sedang perifer
4= keluhan ringan 15. Membantu suplai O2 ke pasien
5= tidak ada keluhan 16. Obat antiaritmia dan vasodilatator
untuk membantu pengelolaan
kontraktilitas jantung

4, Kelebihan volume Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Monitor pengeluaran urin, catat 1. Pengeluaran urin mungkin sedikit
cairan berhubungan selama 3x24 jam, diharapkan volume cairan jumlah dan warna saat dimana dan pekat karena penurunan perfusi
dengan gangguan pasien stabil dengan kriteria hasil: diuresis terjadi. ginjal. Pemantauan urin dengan
mekanisme regulasi 1. Keseimbangan intake dan output cairan (4). memperhatikan jumlah dan warna
2. TTV normal (4). urin akan membantu dalam proses
3. BB stabil dan tidak terdapat edema (4). penentuan diagnosa pasien.
4. Menyatakan pemahaman tentang 2. Monitor dan hitung intake dan output 2. Pemantauan intake dan output
pembatasan cairan individual (5). cairan selama 24 jam. cairan membantu dalam proses
penentuan keseimbangan cairan
dan elektrolit pasien.
3. Pertahankan duduk atau tirah baring 3. Posisi duduk atau tirah baring
dengan posisi semifowler atau posisi dengan posisi semifowler dapat
yang nyaman bagi pasien selama fase meningkatkan filtrasi ginjal dan
akut. menurunkan produksi ADH
sehingga meningkatkan diuresis.
4. Monitor TTV terutama TD dan CVP 4. Hipertensi dan peningkatan CVP
(bila ada). menunjukkan kelebihan cairan dan
dapat menunjukkan kongesti paru
serta gagal jantung.
5. Monitor rehidrasi cairan dan batasi 5. Pemantauan dan pembatasan cairan
asupan cairan. akan menentukan BB ideal,
keluaran urin, dan respon terhadap
6. Timbang berat badan setiap hari jika terapi.
memungkinkan dan amati turgor 6. Berat badan, turgor kulit, dan
kulit serta adanya edema. adanya edema mempengaruhi
kondisi cairan dalam tubuh.
7. Kolaborasi pemberian medikasi 7. Diuretik bertujuan untuk
seperti pemberian diuretik: menurunkan volume plasma dan
furosemid, spironolacton, dan menurunkan retensi cairan
hidronolacton. dijaringan sehingga menurunkan
risiko terjadinya edema.

5. Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Kaji aktivitas dan periode istirahat 1. Mengetahui aktivitas dan periode
berhubungan dengan selama 3x24 jam, pasien mempunyai cukup pasien, rencanakan dan jadwalkan istirahat pasien serta upaya untuk
kelemahan umum energi untuk beraktivitas sehingga toleran periode istirahat dan tirah baring menurunkan keletihan dan
terhadap aktivitas, dengan kriteria hasil: yang cukup dan adekuat. kelemahan pasien.
1. TTV normal (4). 2. Berikan latihan aktivitas fisik secara 2. Tahapan-tahapan yang diberikan
2. EKG normal (4). bertahap (ROM, ambulasi dini, cara membantu proses aktivitas secara
3. Koordinasi otot, tulang, dan anggota berpindah, dan pemenuhan perlahan dengan menghemat tenaga
gerak lainnya baik (4). kebutuhan dasar). namun tujuan tepat.
4. Pasien melaporkan kemampuan dalam
ADL (4).
3. Bantu pasien dalam memenuhi 3. Mengurangi pemakaian enargi
kebutuhan dasar. sampai kekuatan pasien pulih
kembali.
4. Lakukan terapi komponen darah 4. Mencegah dan mengurangi anemia
sesuai resep bila pasien menderita berat yang berakibat pada
anemia berat. kelemahan.
5. Kaji aktivitas dan respon pasien 5. Menjaga kemungkinan adanya
setelah latihan aktivitas (Monitor respon abnormal dari tubuh sebagai
TTV). akibat dari latihan.
6. Ketidakseimbangan Setelah dilakukan tidakan keperawatan selama 1. Kaji pola makan, kebiasaan makan, 1. Meningkatkan nafsu makan pasien
nutrisi: kurang dari 3x24 jam diharapkan kebutuhan nutrisi pasien dan makanan yang disukai pasien. dan menghindari makanan yang
kebutuhan tubuh b.d terpenuhi dengan kriteria hasil: alergi.
faktor psikologis dan a. Masukan per oral meningkat (5). 2. Kaji TTV pasien secara rutin, status 2. Monitor KU pasien, mengetahui
ketidakmampuan b. Porsi makan yang disediakan habis (5). mual, muntah, dan bising usus. kemampuan pasien dalam
untuk mencerna, c. Masa dan tonus otot baik (5). memenuhi kebutuhan nutrisi.
menelan, dan d. Tidak terjadi penurunan BB (5). 3. Berikan makanan sesuai diet dan 3. Meminimalkan anoreksia dan
mengabsorpsi e. Mual dan muntah tidak ada (5). berikan selagi hangat. mengurangi iritasi gaster.
makanan. 4. Jelaskan pentingnya makanan untuk 4. Pasien termotivasi untuk makan.
kesembuhan.
5. Anjurkan pasien makan sedikit 5. Meningkatkan kenyamanan saat
tetapi sering. makan.
6. Anjurkan pasien untuk 6. Glukosa dalam karbohidrat cukup
meningkatkan asupan nutrisi yang efektif untuk pemenuhan energi,
adekuat terutama makanan yang sedangkan lemak sulit untuk
banyak mengandung karbohidrat diserap sehingga akan membebani
atau glukosa, protein, dan makanan hepar, protein baik untuk
berserat. meningkatkan dan mempercepat
kesembuhan pasien, makanan
berserat membantu mencegah
terjadinya konstipasi
H. Referensi
Bobak, I.M., Deitra L.L., & Margaret D. J. (2005). Buku ajar keperawatan maternitas,
Edisi 4. Jakarta: EGC
Cunningham, F.G., et al. 2013. Obstetri William. Edisi 23. Jakarta: EGC. pp: 741-85
Herdman, T. H. (2012). Diagnosis keperawatan: definisi dan klasifikasi 2012-2014.
Jakarta: EGC.
International, NANDA.(2012).Diagnosis keperawatan definisi dan klasifikasi 2012-
2014.Jakarta:EGC
Manuaba, et al. 2008. Gawat-Darurat Obstetri-Ginekologi dan Obstetri-Ginekologi
Sosial untuk Profesi Bidan. Jakarta: EGC.
Prawirohardjo, S. 2008. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Jakarta : Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Saifuddin, A.B. 2009. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Jakarta: Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Anda mungkin juga menyukai