LP Pre Eklamsi
LP Pre Eklamsi
Laporan Pendahuluan
Sri Noviyanti
4006180016
( ) ( )
A. Definisi
Preeklampsia sejak dahulu didefinisikan sebagai trias yang terdiri dari hipertensi,
proteinuria, dan edema pada wanita hamil. Eklampsia adalah kejang pada ibu hamil
preeklampsia tanpa disetai penyebab lain. Preeklampsia biasanya terjadi pada
kehamilan trimester ketiga, walaupun pada beberapa kasus dapat bermanifestasi lebih
awal (Heffner & Schust, 2009).
Preeklampsi diketahui dengan adanya tanda-tanda seperti hipertensi, proteinuria,
dan oedem pada ibu hamil. Preeklampsi timbul sesudah minggu ke 20 dan paling
sering terjadi pada primigravida muda. Eklampsi adalah penyakit akut dengan kejang
dan koma pada wanita hamil dan wanita nifas disertai dengan hipertensi, proteinuria
dan oedem (Purwoastuti & Walyani, 2015).
C. Patofisiologi
Pada preeklampsia ada dua tahap perubahan yang mendasari patogenesianya.
Tahap pertama adalah: hipoksia plasenta yang terjadi karena berkurangnya aliran
darah dalam arteri spiralis. Hal ini terjadi karena kegagalan invasi sel tropoblast pada
dinding arteri spiralis pada awal kehamilan dan awal trimester kedua kehamilan
sehingga arteri spiralis tidak dapat melebar dengan sempurna dengan akibat penurunan
aliran darah dalam ruangan intervilus diplasenta sehingga terjadilah hipoksia plasenta.
Hipoksia plasenta yang berkelanjutan ini akan membebaskan zat-zat toksis seperti
sitokin, radikal bebas dalam bentuk lipid peroksidase dalam sirkulasi darah ibu, dan
akan menyebabkan terjadinya stress oksidatif yaitu suatu keadaan di mana radikal
bebas jumlahnya lebih dominan dibandingkan antioksidan. Stress oksidatif pada tahap
berikutnya bersama dengan zat toksis yang beredar dapat merangsang terjadinya
kerusakan pada sel endothel pembuluh darah yang disebut disfungsi endothel yang
dapat terjadi pada seluruh permukaan endothel pembuluh darah pada organ-organ
penderita preeklampsia.
Pada disfungsi endothel terjadi ketidakseimbangan produksi zat-zat yang bertindak
sebagai vasodilator seperti prostasiklin dan nitrat oksida, dibandingkan dengan
vasokonstriktor seperti endothelium I, tromboxan, dan angiotensin II sehingga akan
terjadi vasokonstriksi yang luas dan terjadilah hipertensi. Peningkatan kadar lipid
peroksidase juga akan mengaktifkan sistem koagulasi, sehingga terjadi agregasi
trombosit dan pembentukan thrombus. Secara keseluruhan setelah terjadi disfungsi
endothel di dalam tubuh penderita preeklampsia jika prosesnya berlanjut dapat terjadi
disfungsi dan kegagalan organ seperti:
a. Pada ginjal: hiperurisemia, proteinuria, dan gagal ginjal.
b. Penyempitan pembuluh darah sistemik ditandai dengan hipertensi. Perubahan
permeabilitas pembuluh darah ditandai dengan oedema paru dan oedema
menyeluruh.
c. Pada darah dapat terjadi trombositopenia dan koagulopati.
d. Pada hepar dapat terjadi pendarahan dan gangguan fungsi hati.
e. Pada susunan syaraf pusat dan mata dapat menyebabkan kejang, kebutaan,
pelepasan retina, dan pendarahan.
b. Pada plasenta dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan janin, hipoksia janin,
dan solusio plasenta
D. Pathway:
Factor risiko
Preeklampsia
↓ Perfusi uteroplasenter
Gangguan
Iskemia uterus ↓ Suplai O2 dan
pertumbuhan
nutrisi pada janin
plasenta
Mengaktifkan
Pelepasan Pelepasan renin angiotensinogen menjadi
tropoblastik (hiper- uterus Intrauterine
angiotensin I
oksidase lemak) growth
retardasi
Oleh enzim yang
Pelepasan dihasilkan di paru
1 2
trombloplastin (ACE) mengubah Risiko gangguan hubungan ibu
menjadi angiotensin II dan janin
proteinuria
PK:
pendarahan anemia
↓ Tekanan onkotik plasma
Visikositas darah ↑
↓ produksi urin Edema di paru-paru
Kelebihan
volume ↓ suplai darah perifer
cairan oliguria Gangguan pertukaran O2
dan CO2
Gangguan Hipoksia jaringan
perfusi perifer
Gangguan eliminasi
urin Sesak nafas jaringan
perifer Metabolism
anaerob
Gangguan
pertukaran gas Menghasilkan 2
ATP
kelelahan
Intoleransi
aktifitas
3 Hanya bisa dilewati oleh 5 6
satu sel RBC
Vasokonstriksi ↓ suplai darah ke usus
pembuluh darah
↑ tekanan perifer untuk
otak
memenuhi suplai darah
↓ nutrisi dan O2 otak ↓ peristatik usus
hipertensi
Hipomotilitas usus
Feses keras
HCl ↑
Konstipasi
Nyeri akut
Vasospasme diskus
mual 4 dan retina mata
Nausea diplopia
Risiko cedera
E. Pemeriksaan Fisik
1. Data Subjektif
a. Umur biasanya sering terjadi pada primigravida , < 20 tahun atau > 35 tahun
b. Riwayat kesehatan ibu sekarang: terjadi peningkatan tekanan darah, adanya
edema, pusing, nyeri epigastrium, mual, muntah, penglihatan kabur,
pertambahan berat badan yang berlebihan yaitu naik > 1 kg/minggu,
pembengkakan ditungkai, muka, dan bagian tubuh lainnya, dan urin keruh dan
atau sedikit (pada pre eklamsia berat < 400 ml/24 jam).
c. Riwayat kesehatan ibu sebelumnya : penyakit ginjal, anemia, vaskuler esensial,
hipertensi kronik, DM.
d. Riwayat kehamilan: riwayat kehamilan ganda, mola hidatidosa, hidramnion
serta riwayat kehamilan dengan pre eklamsia atau eklamsia sebelumnya
e. Pola nutrisi : jenis makanan yang dikonsumsi baik makanan pokok maupun
selingan
f. Psikososial spiritual : Emosi yang tidak stabil dapat menyebabkan kecemasan,
oleh karenanya perlu kesiapan moril untuk menghadapi resikonya.
2. Data Objektif
a. Pemeriksaan Fisik
1) Inspeksi : edema yang tidak hilang dalam kurun waktu 24 jam.
2) Palpasi : untuk mengetahui TFU, letak janin, dan lokasi edema.
3) Perkusi : untuk mengetahui refleks patella sebagai syarat pemberian SM jika
refleks positif.
4) Auskultasi : mendengarkan DJJ untuk mengetahui adanya fetal distress.
Selain itu, untuk pre eklamsia ringan tekanan darah pasien > 140/90 mmHg
atau peningkatan sistolik > 30 mmHg dan diastolik > 15 mmHg dari tekanan
biasa (base line level/tekanan darah sebelum usia kehamilan 20 minggu).
Sedangkan untuk pre eklamsia berat tekanan darah sistolik > 160 mmHg, dan
atau tekanan darah diastolik > 110 mmHg.
b. Pemeriksaan Penunjang
1) Tanda vital yang diukur dalam posisi terbaring atau tidur, diukur 2 kali
dengan interval 4-6 jam
2) Laboratorium : proteinuria dengan kateter atau midstream (biasanya
meningkat hingga 0,3 gr/lt atau lebih dan +1 hingga +2 pada skala kualitatif),
kadar hematokrit menurun, BJ urine meningkat, serum kreatinin meningkat,
uric acid biasanya > 7 mg/100 ml.
3) Berat badan : peningkatannya lebih dari 1 kg/minggu.
4) Tingkat kesadaran: penurunan GCS sebagai tanda adanya kelainan pada otak.
5) USG: untuk mengetahui keadaan janin.
6) NST: untuk mengetahui kesejahteraan janin.
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium : protein uri dengan kateter atau midstream ( biasanya meningkat
hingga 0,3 gr/lt atau +1 hingga +2 pada skala kualitatif ), kadar hematokrit
menurun, BJ urine meningkat, serum kreatini meningkat, uric acid biasanya > 7
mg/100 ml
2. USG : untuk mengetahui keadaan janin
3. NST : untuk mengetahui kesejahteraan janin
3. Penurunan curah Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Evaluasi adanya nyeri dada 1. Menunjukan jantung dalam
jantung berhubungan selama 3x24 jam diharapkan penurunan curah 2. Catat adanya disritmia jantung kondisi abnormal
dengan perubahan jantung teratasi dengan indikator: 3. Catat adanya tanda dan gejala 2. Takikardi, bradikardi
preload dan afterload. NOC: penurunan cardiac putput 3. Tanda dan gejala penurunan
- Cardiac Pump effectiveness 4. Monitor status pernafasan yang cardiac output : pucat, akral
- Circulation Status menandakan gagal jantung dingin, udema ekstermitas
- Vital Sign Status 5. Monitor balance cairan 4. Gagal jantung kiri menyebabkan
- Tissue perfusion: perifer 6. Monitor respon pasien terhadap udema di paru dan gagal jantung
Indikator Awal Target efek pengobatan antiaritmia kanan menyebabkan udema
TTV dbn 2 3 7. Monitor adanya dyspneu, fatigue, ekstermitas
Dapat mentoleransi 1 3 tekipneu dan ortopneu 5. Mengetahui adanya kelebihan
aktivitas, tidak ada 8. Anjurkan untuk menurunkan stress cairan karena klien biasanya
kelelahan 9. Monitor TD, nadi, suhu, dan RR udema
Tidak ada edema 1 1 10. Monitor irama jantung 6. Mengetahui respon pasien
paru terhadap obat
Tidak ada asites 5 5 11. Monitor frekuensi dan irama 7. Udema paru menyebabkan
Tidak ada udema 2 2 pernapasan dyspnea
perifer 12. Monitor pola pernapasan abnormal 8. Stres menambah berat kerja
Tidak terjadi 5 5 13. Monitor suhu, warna, dan jantung
penurunan kelembaban kulit 9. Mengetahui kondisi hemodinamik
kesadaran 14. Monitor sianosis perifer klien
Tidak ada distensi 5 5 15. Jelaskan pada pasien tujuan dari 10. Suara jantung tambahan, S3, S4
Vena jugularis pemberian oksigen 11. Ronchi basah menunjukan adanya
Warna kulit normal 1 2 16. Kelola pemberian obat anti aritmia cairan di pulmo
Keterangan : dan vasodilator 12. Dyspnea, cepat dan dangkal
1= keluhan ekstrim 13. Memungkinkan terjadinya sianosis
2= keluhan substansial 14. Kurang 02 menyebabkan sianosis
3= keluhan sedang perifer
4= keluhan ringan 15. Membantu suplai O2 ke pasien
5= tidak ada keluhan 16. Obat antiaritmia dan vasodilatator
untuk membantu pengelolaan
kontraktilitas jantung
4, Kelebihan volume Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Monitor pengeluaran urin, catat 1. Pengeluaran urin mungkin sedikit
cairan berhubungan selama 3x24 jam, diharapkan volume cairan jumlah dan warna saat dimana dan pekat karena penurunan perfusi
dengan gangguan pasien stabil dengan kriteria hasil: diuresis terjadi. ginjal. Pemantauan urin dengan
mekanisme regulasi 1. Keseimbangan intake dan output cairan (4). memperhatikan jumlah dan warna
2. TTV normal (4). urin akan membantu dalam proses
3. BB stabil dan tidak terdapat edema (4). penentuan diagnosa pasien.
4. Menyatakan pemahaman tentang 2. Monitor dan hitung intake dan output 2. Pemantauan intake dan output
pembatasan cairan individual (5). cairan selama 24 jam. cairan membantu dalam proses
penentuan keseimbangan cairan
dan elektrolit pasien.
3. Pertahankan duduk atau tirah baring 3. Posisi duduk atau tirah baring
dengan posisi semifowler atau posisi dengan posisi semifowler dapat
yang nyaman bagi pasien selama fase meningkatkan filtrasi ginjal dan
akut. menurunkan produksi ADH
sehingga meningkatkan diuresis.
4. Monitor TTV terutama TD dan CVP 4. Hipertensi dan peningkatan CVP
(bila ada). menunjukkan kelebihan cairan dan
dapat menunjukkan kongesti paru
serta gagal jantung.
5. Monitor rehidrasi cairan dan batasi 5. Pemantauan dan pembatasan cairan
asupan cairan. akan menentukan BB ideal,
keluaran urin, dan respon terhadap
6. Timbang berat badan setiap hari jika terapi.
memungkinkan dan amati turgor 6. Berat badan, turgor kulit, dan
kulit serta adanya edema. adanya edema mempengaruhi
kondisi cairan dalam tubuh.
7. Kolaborasi pemberian medikasi 7. Diuretik bertujuan untuk
seperti pemberian diuretik: menurunkan volume plasma dan
furosemid, spironolacton, dan menurunkan retensi cairan
hidronolacton. dijaringan sehingga menurunkan
risiko terjadinya edema.
5. Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Kaji aktivitas dan periode istirahat 1. Mengetahui aktivitas dan periode
berhubungan dengan selama 3x24 jam, pasien mempunyai cukup pasien, rencanakan dan jadwalkan istirahat pasien serta upaya untuk
kelemahan umum energi untuk beraktivitas sehingga toleran periode istirahat dan tirah baring menurunkan keletihan dan
terhadap aktivitas, dengan kriteria hasil: yang cukup dan adekuat. kelemahan pasien.
1. TTV normal (4). 2. Berikan latihan aktivitas fisik secara 2. Tahapan-tahapan yang diberikan
2. EKG normal (4). bertahap (ROM, ambulasi dini, cara membantu proses aktivitas secara
3. Koordinasi otot, tulang, dan anggota berpindah, dan pemenuhan perlahan dengan menghemat tenaga
gerak lainnya baik (4). kebutuhan dasar). namun tujuan tepat.
4. Pasien melaporkan kemampuan dalam
ADL (4).
3. Bantu pasien dalam memenuhi 3. Mengurangi pemakaian enargi
kebutuhan dasar. sampai kekuatan pasien pulih
kembali.
4. Lakukan terapi komponen darah 4. Mencegah dan mengurangi anemia
sesuai resep bila pasien menderita berat yang berakibat pada
anemia berat. kelemahan.
5. Kaji aktivitas dan respon pasien 5. Menjaga kemungkinan adanya
setelah latihan aktivitas (Monitor respon abnormal dari tubuh sebagai
TTV). akibat dari latihan.
6. Ketidakseimbangan Setelah dilakukan tidakan keperawatan selama 1. Kaji pola makan, kebiasaan makan, 1. Meningkatkan nafsu makan pasien
nutrisi: kurang dari 3x24 jam diharapkan kebutuhan nutrisi pasien dan makanan yang disukai pasien. dan menghindari makanan yang
kebutuhan tubuh b.d terpenuhi dengan kriteria hasil: alergi.
faktor psikologis dan a. Masukan per oral meningkat (5). 2. Kaji TTV pasien secara rutin, status 2. Monitor KU pasien, mengetahui
ketidakmampuan b. Porsi makan yang disediakan habis (5). mual, muntah, dan bising usus. kemampuan pasien dalam
untuk mencerna, c. Masa dan tonus otot baik (5). memenuhi kebutuhan nutrisi.
menelan, dan d. Tidak terjadi penurunan BB (5). 3. Berikan makanan sesuai diet dan 3. Meminimalkan anoreksia dan
mengabsorpsi e. Mual dan muntah tidak ada (5). berikan selagi hangat. mengurangi iritasi gaster.
makanan. 4. Jelaskan pentingnya makanan untuk 4. Pasien termotivasi untuk makan.
kesembuhan.
5. Anjurkan pasien makan sedikit 5. Meningkatkan kenyamanan saat
tetapi sering. makan.
6. Anjurkan pasien untuk 6. Glukosa dalam karbohidrat cukup
meningkatkan asupan nutrisi yang efektif untuk pemenuhan energi,
adekuat terutama makanan yang sedangkan lemak sulit untuk
banyak mengandung karbohidrat diserap sehingga akan membebani
atau glukosa, protein, dan makanan hepar, protein baik untuk
berserat. meningkatkan dan mempercepat
kesembuhan pasien, makanan
berserat membantu mencegah
terjadinya konstipasi
H. Referensi
Bobak, I.M., Deitra L.L., & Margaret D. J. (2005). Buku ajar keperawatan maternitas,
Edisi 4. Jakarta: EGC
Cunningham, F.G., et al. 2013. Obstetri William. Edisi 23. Jakarta: EGC. pp: 741-85
Herdman, T. H. (2012). Diagnosis keperawatan: definisi dan klasifikasi 2012-2014.
Jakarta: EGC.
International, NANDA.(2012).Diagnosis keperawatan definisi dan klasifikasi 2012-
2014.Jakarta:EGC
Manuaba, et al. 2008. Gawat-Darurat Obstetri-Ginekologi dan Obstetri-Ginekologi
Sosial untuk Profesi Bidan. Jakarta: EGC.
Prawirohardjo, S. 2008. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Jakarta : Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Saifuddin, A.B. 2009. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Jakarta: Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.