KLASIFIKASI
a. Cedera Cervikal
Lesi C1-C4
Pada lesi C1-C4, otot trapezius, sternomastoideus, dan otot platisma
masih berfungsi. Otot diafragma dan interkostal mengalami paralisis dan
tidak ada gerakan volunter (baik secara fisik maupun fungsional). Di bawah
transeksi spinal tersebut. Kehilangan sensori pada tingkat C1-C3 meliputi
oksipital, telinga dan beberapa daerah wajah.
Pasien pada quadriplegia C1, C2 dan C3 membutuhkan perhatian penuh
karena ketergantungan terhadap ventilator mekanis. Orang ini juga tergantung
semua aktivitas kebutuhan sehari-harinya. Quadriplegia pada C4 mungkin juga
membutuhkan ventilator mekanis tetapi dapat dilepas. Jadi penggunaannya
secara intermitten saja.
Lesi C5
Bila segmenC5 medulla spinalis mengalami kerusakan, fungsi diafragma
rusak sekunder terhadap edema pascatrauma akut. Paralisis intestinal dan dilatasi
lambung dapat disertai dengan depresi pernafasan. Quadriplegia pada C5
biasanya mengalami ketergantungan dalam melakukan aktivitas seperti mandi,
menyisir rambut, mencukur, tetapi pasien mempunyai koordinasi tangan dan
mulut yang lebih baik.
Lesi C6
Pada lesi segmen C6, distress pernafasan dapat terjadi karena paralisis
intestinal dan edema asenden dari medulla spinalis. Biasanya akan terjadi
gangguan pada otot bisep, triep, deltoid dan pemulihannya tergantung pada
perbaikan posisi lengan. Umumnya pasien masih dapat melakukan aktivitas
higiene secara mandiri, bahkan masih dapat memakai dan melepaskan baju.
Lesi C7
Lesi medulla pada tingkat C7 memungkinkan otot diafragma dan
aksesoris untuk mengkompensasi otot abdomen dan interkostal. Fleksi jari
tangan biasanya berlebihan ketika kerja refleks kembali. Quadriplegia C7
mempunyai potensi hidup mandiri tanpa perawatan dan perhatian khusus.
Pemindahan mandiri, seperti berpakaian dan melepas pakaian melalui
ekstrimitas atas dan bawah, makan, mandi, pekerjaan rumah yang ringan dan
memasak.
Lesi C8
Hipotensi postural bisa terjadi bila pasien ditinggikan pada posisi duduk
karena kehilangan control vasomotor. Hipotensi postural dapat diminimalkan
dengan pasien berubah secara bertahap dari berbaring ke posisi duduk. Jari
tangan pasien biasanya mencengkram. Quadriplegia C8 harus mampu hidup
mandiri, mandiri dalam berpakaian, melepaskan pakaian, mengemudikan mobil,
merawat rumah, dan perawatan diri.
b. Cedera Torakal
Lesi T1-T5
Lesi pada region T1-T5 dapat menyebabkan pernafasan dengan
diafragmatik. Fungsi inspirasi paru meningkat sesuai tingkat penurunan lesi pada
toraks. Hipotensi postural biasanya muncul. Timbul paralisis parsial dari otot
adductor pollici, interoseus, dan otot lumrikal tangan, seperti kehilangan sensori
sentuhan, nyeri, dan suhu.
Lesi T6-T12
- T3 Aksilla
- T5 Putting susu
- T6 Prosesus xifoid
- T10 Umbilikus
c. Cedera Lumbal
Lesi L1-L5
- L5 Aspek luar kaki dan pergelangan kaki serta ekstrimitas bawah dan area
sadel.
d. Cedera Sakral
Lesi S1-S6
Pada lesi yang mengenai S1-S5, mungkin terdapat beberapa perubahan
posisi dari telapak kaki. Dari S3-S5, tidak terdapat paralisis dari otot kaki.
Kehilangan sensasi meliputi area sadel, skrotum, dan glans penis, perineum, area
anal, dan sepertiga aspek posterior paha.
1. Klasifikasi Frankel :
Grade A : motoris (-), sensoris (-)
Grade B : motoris (-), sensoris (+)
Grade C : motoris (+) dengan ROM 2 atau 3, sensoris (+)
Grade D : motoris (+) dengan ROM 4, sensoris (+)
Grade E : motoris (+) normal, sensoris (+)
ETIOLOGI
1. Kecelakaan lalu lintas/jalan raya adalah penyebab terbesar.
2. Injuri atau jatuh dari ketinggian.
3. Kecelakaan karena olah raga. Di bidang olahraga, tersering karena menyelam pada
air yang sangat dangkal
4. Luka jejas, tajam, tembak pada daerah vertebra.
5. Pergerakan yang berlebih: hiperfleksi, hiperekstensi, rotasi berlebih, stress lateral,
distraksi (stretching berlebih), penekanan.
6. Gangguan lain yang dapat menyebabkan cedera medulla spinalis seperti spondiliosis
servikal dengan mielopati, yang menghasilkan saluran sempit dan mengakibatkan
cedera progresif terhadap medulla spinalis dan akar; mielitis akibat proses inflamasi
infeksi maupun noninfeksi; osteoporosis yang disebabkan oleh fraktur kompresi pada
vertebrata; siringmielia; tumor infiltrasi maupun kompresi; dan penyakit vaskuler.
FAKTOR RESIKO
a. Pria 80 % sedangkan wanita hanya 20 %.
b. Usia 16-30 tahun. Kecelakaan sering terjadi pada usia di bawah 65 tahun
dibandingkan usia di atas 65 tahun, tersering pada usia 16-30 tahun.
c. Beberapa kegiatan olah raga seperti gulat, menyelam, berselancar, roller- skating, in-
line skating, hockey, berselancar di atas salju.
d. Memiliki kelainan tulang atau sendi seperti arthritis dan osteoporosis.
MANIFESTASI KLINIS
Cedera tulang belakang harus selalu diduga pada kasus di mana setelah cedera pasien
mengeluh nyeri serta terbatasnya pergerakan leher dan pinggang. Deformitas klinis
mungkin tidak jelas dan kerusakan neurologis mungkin tidak tampak pada pasien yang
juga mengalami cedera kepala atau cedera berganda. Tidak lengkap pemeriksaan pada
suatu cedera bila fungsi anggota gerak belum dinilai untuk menyingkirkan kerusakan
akibat cedera tulang belakang. Tanda dan gejala trauma spinal antara lain adalah:
Nyeri pada area spinal atau paraspinal
Nyeri kepala bagian belakang, pundak, tangan, kaki
Kelemahan/penurunan/kehilangan fungsi motorik (kelemahan, paralisis)
Penurunan/kehilangan sensasi (mati rasa/hilang sensasi nyeri, kaku, parestesis,
hilang sensasi pada suhu, posisi, dan sentuhan)
Paralisis dinding dada menyebabkan pernapasan diafrgma
Shock dengan kecepatan jantung menurun
Priapism
Kerusakan kardiovaskuler
Kerusakan pernapasan
Kesadaran menurun
Tanda spinal shock (pemotongan komplit rangsangan), meliputi: Flaccid paralisis di
bawah batas luka, hilangnya sensasi di bawah batas luka, hilangnya reflek-reflek
spinal di bawah batas luka, hilangnya tonus vasomotor (hipotensi), Tidak ada
keringat dibawah batas luka, inkontinensia urine dan retensi feses jika
berlangsung lama akan menyebabkan hiperreflek/paralisis spastic
Pemotongan sebagian rangsangan: tidak simetrisnya flaccid paralisis, tidak
simetrisnya hilangnya reflek di bawah batas luka, beberapa sensasi tetap utuh di
bawah batas luka, vasomotor menurun, menurunnya bladder atau bowel,
berkurangnya keluarnya keringat satu sisi tubuh.
PATOFISIOLOGI
Terjadinya syok spinal biasanya diawali dengan adanya trauma pada spinal. Syok
spinal merupakan hilangnya reflek pada segmen atas dan bawah lokasi terjadinya cedera
pada medulla spinalis. Reflek yang hilang antara lain reflek yang mengontrol postur,
fungsi kandung kemih dan usus, tekanan darah, dan suhu tubuh. Hal ini terjadi akibat
hilangnya muatan tonik secara akut yang seharusnya disalurkan melalui neuron dari otak
untuk mempertahankan fungsi reflek. Ketika syok spinal terjadi akan mengalami regresi
dan hiperrefleksia ditandai dengan spastisitas otot serta reflex pengosongan kandung
kemih dan usus (Corwin, 2009).
Syok spinal akan menimbulkan hipotensi, akibat penumpukan darah pada
pembuluh darah dan kapiler organ splanknik.tonus vasomotor di medulla dan saraf
simpatis yang meluas ke medulla spinalis sampai pembuluh darah perifer secara
berurutan. Kerena itu kondisi yang menekan fungsi medulla atau integritas medulla
spinalis serta persarafan akan mengakibatkan syok neurogenik
(Tambayong, 2000).
PEMERIKSAAN PENUNJANG
2. Myelogram: Lokasi obstuksi aliran CSF, melihat lebih jelas saraf spinal
3. CT Scan: melihat lebih jelas kelainan yang ditemukan pada hasil X-ray
4. MRI: membantu melihat spinal cord dan mengidentifikasi adanya pembekuan darah
atau massa lain yang mungkin menekan spinal cord.
PENATALAKSANAAN
- Immobilisasi sederhana
- Traksi skeletal
- Bed-rest
3. Obat: adrenal corticosteroid untuk mencegah dan mengurangi edema medulla
spinalis
- Traksi skeletal
Bila terdapat fraktur servikal dilakukan traksi dengan Cruthfield tong atau
Gardner-Wells tong dengan beban 2.5 kg perdiskus. Bila terjadi dislokasi traksi
diberikan dengan beban yang lebih ringan, beban ditambah setiap 15 menit sampai
terjadi reduksi.
4. Dekompresi dan Stabilisasi Spinal
KOMPLIKASI
- Kontraktur
- Kehilangan sensasi
- Spasme otot
- Nyeri
- Shock
PENGKAJIAN
1. Riwayat Penyakit Sebelumnya
Apakah klien pernah menderita :
Penyakit stroke
Infeksi otak
DM
Diare dan muntah yang berlebihan
Tumor otak
Intoksiaksi insektisida
Trauma kepala
Epilepsi dll.
2. Pemeriksaan Fisik
Sistem pernafasan
Gangguan pernafasan, menurunnya vital kapasitas, menggunakan otot-otot
pernafasan tambahan
Sistem kardiovaskuler
Bardikardia, hipotensi, disritmia, orthostatic hipotensi.
Status neurologi
Nilai GCS karena 20% cedera medulla spinalis disertai cedera kepala.
Fungsi motorik
Kehilangan sebagian atau seluruh gerakan motorik dibawah garis kerusakan,
adanya quadriplegia, paraplegia.
Refleks Tendon
Adanya spinal shock seperti hilangnya reflex dibawah garis kerusakan, post
spinal shock seperti adanya hiperefleksia ( pada gangguan upper motor
neuron/UMN) dan flaccid pada gangguan lower motor neuron/ LMN).
Fungsi sensorik
Hilangnya sensasi sebagian atau seluruh bagian dibawah garis kerusakan.
Fungsi otonom
Hilangnya tonus vasomotor, kerusakan termoreguler.
Autonomik hiperefleksia (kerusakan pada T6 ke atas)
Adanya nyeri kepala, peningkatan tekanan darah, bradikardia, hidung
tersumbat, pucat dibawah garis kerusakan, cemas dan gangguan penglihatan.
Sistem gastrointestinal
Pengosongan lambung yang lama, ileus paralitik, tidak ada bising usus, stress
ulcer, feses keras atau inkontinensia.
Sistem urinaria
Retensi urine, inkontinensia
Sistem Muskuloskletal
Atropi otot, kontraktur, menurunnya gerak sendi (ROM)
Kulit
Adanya kemerahan pada daerah yang terrtekan (tanda awal dekubitus
Fungsi seksual.
Impoten, gangguan ereksi, ejakulasi, menstruasi tidak teratur.
Psikososial
Reaksi pasien dan keluarga, masalah keuangan, hubungan dengan
masyarakat.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul dan Prioritas Diagnosa
Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kelumpuhan otot diafragma,
kelemahan dengan paralisis otot abdominal dan interkostal serta
ketidakmampuan untuk membersihkan sekresi.
Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelumpuhan, sensorik dan
motorik
Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan adanya cedera, pengobatan
dan namanya imobilitas.
Gangguan eliminasi alvi /konstipasi berhubungan dengan gangguan persarafan
pada usus dan rectum, adanya atonik kolon sebagai akibat gangguan autonomic.
Perubahan pola eliminasi urine berhubungan dengan kelumpuhan syarat
perkemihan, ketidakmampuan untuk berkemih spontan
Gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama, kehilangan
sensori dan mobilitas
-
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth, 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8 Vol. 3 . Jakarta :
EGC.
G.B Tjokorda. Diagnosis dan tatalaksana kegawatdaruratan tulang belakang. Jakarta 2009.
Guyton, Arthur, C. Hall, John, E. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta : EGC;
1997
Hudak, carolyn M. 1996. Keperawatan Kritis vol 2 Pendekatan Holistik. Jakarta : EGC
Pearce Evelyn C. 1997. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta : PT. Gramedia
LAPORAN PENDAHULUAN
KEPERAWATAN REHABILITASI
SPINAL CORD INJURY
Disusun Oleh:
Rizqa Fitria Putri
41181095000010