Anda di halaman 1dari 22

Referat

Glaucoma

DISUSUN OLEH
M. Luthfi Mandani
(2014730064)

PEMBIMBING
dr. Hj. Riana Azmi, Sp.M
dr. Mohammad Reza Mossadeq, Sp.M

BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA


KEPANITRAAN KLINIK RSUD SEKARWANGI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2018
KATA PENGANTAR

Assalamu’ alaikum Wr. Wb.

Alhamdulillah, Puji Syukur penyusun panjatkan kehadiran ALLAH SWT atas


terselesaikannya referat yang berjudul Glaucoma. Laporan ini disusun dalam rangka
meningkatkan pengetahuan sekaligus memenuhi tugas kepaniteraan klinik Stase Ilmu
Penyakit Mata di RSUD Sekarwangi.

Semoga dengan adanya laporan ini dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan dan
berguna bagi penyusun maupun peserta didik lainnya. Penyusun menyadari bahwa laporan
ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu, saran kritik yang membangun sangat
dibutuhkan untuk membuat laporan yang lebih baik di masa yang akan datang.
Terima kasih.

Wassalamu’ alaikum Wr. Wb.

Sekarwangi, November 2018

Penyusun
1 Definisi

Gambar 3.1 Glaukoma


Glaukoma adalah istilah kolektif untuk sejumlah kondisi yang berbeda satu sama lain,
dimana terjadi kerusakan saraf optic dibagian optic disc (bitnik buta) dan lamina cribrosa
mengakibatkan perubahan karakteristik pada optic disc dan bidang visual.
Glaukoma adalah suatu neuropati optik (kerusakan saraf mata) disebabkan oleh TIO
yang tinggi (relative) ditandai oleh kelainan lapang pandang dan berkurangnya serabut saraf
optik. Tekanan tinggi intraocular merupakan mayoritas factor risiko dan merupakan satu-
satunya factor yang dapat di modifikasi. Tekanan intraocular ditentukan oleh kecepatan
pembentukan humour aqueos dan tahanan terhadap aliran keluarnya dari mata. Tekanan
intraocular dianggap normal bila <20mmHg pada pemeriksaan dengan tonometer.
Kelainan mata glaukoma ditandai dengan meningkatnya tekanan bola mata, atrofi papil
saraf optik, dan defek lapang pandang.
Risiko kebutaan bergantung pada tingginya tekanan intraocular, beratnya penyakit,
onset usia, dan factor determinan lainnya

2 Epidemiologi
World Health Organization (WHO) tahun 2002 mengungkapkan bahwa glaukoma
merupakan penyebab kebutaan paling banyak kedua dengan prevalensi sekiar 4,4 juta (sekitar
12,3% dari jumlah kebutaan di dunia). Pada tahun 2020 jumlah kebutaan akibat glaukoma
diperkirakan meningkat menjadi 11,4 juta. Prevalensi glaukoma juga diperkirakan meningkat,
dari 60,5 juta pada tahun 2010 menjadi 79,6 juta pada tahun 2020. Berdasarkan Riset Kesehatan
Dasar (Riskesdas) tahun 2007, prevalensi glaukoma di Indonesia adalah 4,6%.
Glaukoma sudut terbuka adalah bentuk glaukoma yang paling sering dijumpai, sekitar
0,4-0,7% orang berusia >40 tahun dan 2-3% orang berusia >70 tahun diperkiran menderita
glaukoma sudut terbuka
3 Etiologi
Glaukoma terjadi karena peningkatan tekanan intraokular yang dapat disebabkan
bertambahnya produksi humor aqueous oleh badan sillier ataupun berkurangnya pengeluaran
humour aqueous di daerah sudut bilik mata atau di celah pupil.
Tekanan intraocular adalah keseimbangan antara produksi humour aqueous, hambatan
terhadap aliran aqueous, dan tekanan vena episklera. Ketidakseimbangan antara ketiga hal
tersebut dapat menyebabkan peningkatan tekanan intraocular, akan tetapi hal ini lebih sering
disebabkan oleh hambatan terhadap aliran humour aqueous atau aliran humor aqueous yang
lemah.
Peningkatan tekanan intraocular akan mendorong perbatasan antara nervus optikus dan
retina di bagian belakang mata. Akibatnya pasokan darah ke nervus optikus berkurang sehingga
sel-sel sarafnya mati. Karena saraf optikus mengalami kemunduran, maka akan terbentuk
bintik buta pada lapang pandang mata. Yang pertama terkena adalah lapang pandang tepi, lalu
diikuti oleh lapang pandang sentral. Jika tidak diobati glaukoma pada akhirnya bisa
menyebabkan kebutaan.

4 Faktor Risiko
Beberapa faktor resiko yang dapat mengarah pada glaukoma adalah :
1 Tekanan darah rendah atau tinggi
2 Fenomena autoimun
3 Degenerasi primer sel ganglion
4 Usia diatas 45 tahun
5 Riwayat glaukoma pada keluarga
6 Miopia atau hipermetropia
7 Pasca bedah dengan hifema atau infeksi
Sedangkan beberapa hal yang memperberat resiko glaukoma adalah :
1 Tekanan bola mata, makin tinggi makin berat
2 Makin tua usia, makin berat
3 Hipertensi, resiko 6 kali lebih sering
4 Pekerja las, resiko 4 kali lebih sering
5 Riwayat keluarga dengan glaukoma, resiko 4 kali lebih sering
6 Merokok, resiko 4 kali lebih sering
7 Miopia, resiko 2 kali lebih sering
8 DM, resiko 2 kali lebih sering
5 Patofisiologi
Sudut bilik mata dibentuk dari jaringan korneosklera dengan pangkal iris. Pada keadaan
fisiologis bagian ini terjadi pengaliran keluar cairan bilik mata. Berdekatan dengan sudut ini
didapatkan trabecular meshwork, kanal Schlemm, biji sclera, garis Schwalbe dan jonjot iris.
Pada sudut filtrasi terdapat garis Schwalbe yang merupakan akhir perifer endotel dan
membrane desement, kanal Schlemm yang menampung cairan mata kesalurannya.
Sudut filtrasi berbatas dengan akar iris berhubungan dengan sclera kornea dan disini
ditemukan scleral spur yang membuat cincin melingkar 360 derajat dan merupakan batas
belakang sudut filtrasi serta tempat insersi otot siliar longitudinal. Trabekular meshwork
mengisi kelengkungan sudut filtrasi yang mempunyai dua komponen yaitu badan siliar dan
uvea.
Tekanan intraocular ditentukan oleh kecepatan terbentuknya cairan (aqueous humor)
bola mata oleh adan siliar dan hambatan yang terjadi pada trabecular meshwork. Aqueous
humor yang dihasilkan badan siliar masuk ke bilik mata belakang, kemudian melalui pupil
menuju bilik mata depan dan terus ke bilik mata depan, tepatnya ke trabecular meshwork,
mencapai kanal Schlemm dan melalui saluran ini keluar dari bola mata. Pada glaukoma kronik
sudut terbuka, hambatannya terletak pada trabecular meshwork maka akan terjadi penimbunan
cairan bilik mata di dalam bola mata sehingga tekanan bola mata meninggi. Pada glaukoma
akut hambatan terjadi karena iris perifer menutup sudut bilik depan, hingga jaringan
trabekulum tidak dapat dicapai oleh sarkus.

6 Klasifikasi
Klasifikasi berdasarkan etiologinya:
a. Glaukoma Primer 1. Glaukoma sudut terbuka
2. Glaukoma sudut tertutup
b. Glaukoma Sekunder 3. Glaukoma pigmentasi
4. Sindrom eksfoliasi
5. Akibat kelainan lensa (fakogenik)
6. Akibat kelainan traktus uvea
7. Sindrom iridokorneoendotelial (ICE)
8. Trauma
9. Pascaoperasi
10. Glaukoma neovascular
11. Peningkatan tekanan episklera
12. Akibat steroid
c. Glaukoma Kongenital 1. Glaukoma kongenital primer
2. Glaukoma yang berkaitan dengan
kelainan perkembangan mata lain
3. Glaukoma yang berkaitan dengan
kelainan perkembangan ekstraokular
d. Glaukoma Absolut Stadium akhir dari glaukoma apabila
tidak terkontrol

a. Glaukoma Primer
Glaukoma dengan etiologi tidak pasti, dimana tidak didapatkan kelainan yang
merupakan penyebab glaukoma. Glaukoma ini didapatkan pada orang yang telah
memiliki bakat bawaan glaukoma, seperti :
 Gangguan fasilitas pengeluaran cairan mata atau susunan anatomis bilik mata
menyempit
 Kelainan pertumbuhan pada sudut bilik mata depan (goniodisgenesis), berupa
trubekulodisgenesis, iridodisgenesis dan korneodisgenesis dan yang paling sering
beripa trabekulodigenesis dan goniodisgenesis.
Glaukoma primer bersifat bilateral yang tidak selsalu simetris dengan sudut
bilik mata tertutup ataupun terbuka, pengelompokkan ini berguna untuk
penatalaksanaan dan peneitian.
1. Glaukoma Sudut Terbuka (Glaukoma Kronis)

Gambar Glaukoma Sudut Terbuka


Glaukoma sudut terbuka merupakan bentuk glaukoma yang umum
ditemukan, yaitu mencakup sebanyak 90% kasus dari semua kasus glaukoma.
Glaukoma kronis atau glaukoma primer sudut terbuka biasanya bilateral tetapi
tidak selalu simetris, yaitu dimana proses perjalanan penyakit tidak sama pada
kedua mata. Karakteristik dari glaukoma primer sudut terbuka :
 Onset saat dewasa
 TIO >21 mmHg
 Ada gambaran sudut bilik mata depan terbuka
 Ada kerusakan papil nervus optikus glaukomatosa
 Gangguan lapang pandang
Gejala yang ditimbulkan biasanya bersifat progresif dan sering kali tidak
menimbulkan keluhan. Gejala yang mungkin timbul adalah:
 Glaukoma kronis biasanya baru menimbulkan gejala jika terjadi penurunan
lapang pandang yang nyata. Hal ini disebabkan karena penurunan lapang
pandang dimulai dari daerah nasal yang biasanya sulit dideteksi karena
terdapat kompensasi darimata sisi sebelahnya.
 Sakit kepala
 Sakit mata
 Adanya halo/pelangi disekitar lampu
 Riwayat penyakit mata seperti mata merah, gangguan lapang pandang,
katarak, uveitis, retinopati diabetic, oklusi vascular dan trauma
 Riwayat penyakit dahulu seperti operasi mata
 Riwayat penggunaan obat seperti antihipertensi atau steroid topical
 Riwayat keluarga menderita glaukoma, miopi, penyakit CVS, DM, migraine,
Hipertensi, vasospasme.
Pemeriksaan yang diperlukan pada pasien yang dicurigai glaukoma kronis
adalah:
 pemeriksaan visus
 pemeriksaan pupil untuk melihat reflex cahaya langsung dan tak langsung
 pemeriksaan Marcus Gunn Pupil untuk melihat defek pupil aferan relative
 pemeriksaan gonioskopi untuk menunjukkan tidak ada tanda glaukoma
sekunder
 perimetri untuk memeriksa lapang pandang perifer dan sentral
 pemeriksaan TIO dengan tonometri. Diduga glaukoma jika TIO >21mmHg
atau ada perbedaan 5mmHg antara kedua mata.
 pemeriksaan diskus optikus dapat ditemukan tanda penggaungan yang khas
yaitu pinggir temporal menipis, adanya ekskavasi melebar dan mendalam
tergaung, tampak bagian pembuluh darah di tengah papil tidak jelas, tampak
pembuluh darah seolah-olahh menggantung di pinggir dan terdorong kearah
nasal, dan jika tekanan cukup tinggi akan terlihat pulsasi arteri.
2. Glaukoma Sudut Tertutup (Glaukoma Akut)

Glaukoma primer sudut tertutup ditandai dengan sudut bilik mata depan
yang tertutup. Gejala yang dirasakan oleh pasien, seperti:
 tajam penglihatan kurang (kabur mendadak)
 nyeri hebat periorbita
 Pusing
 Mual muntah
 mata merah, bengkak, berair
 melihat halo (pelangi disekitar objek)
Pada pemeriksaan oftalmologi dapat ditemukan :
 Injeksi silier yang lebih hebat di dekat limbus kornea-sklera dan berkurang
kearah forniks
 Pembuluh darah tidak bergerak dengan konjungtiva
 Mid-dilatasi pupil dan reflex pupil negative
 Kornea tampak edema dan keruh
 Kamera okuli anterior sempit
 TIO meningkat
 Visus sangat turun hingga 1/300
 Lapang pandang menyempit
 Diskus optikus terlihat merah dan bengkak
b. Glaukoma Sekunder
Glaukoma sekunder adalah glaukoma yang diketahui penyebab TIO
meningkat atau karena manifestasi dari keadaan/penyakit lain. Glaukoma sekunder
dapat disebabkan oleh :
 Glaukoma pigmentasi
 Sindrom eksfoliasi
 Akibat kelainan lensa (fakogenik)
 Akibat kelainan traktus uvea
 Sindrom iridokorneoendotelial (ICE)
 Trauma
 Pascaoperasi
 Glaukoma neovaskular
 Peningkatan tekanan episklera
 Akibat steroid
c. Glaukoma Kongenital
Glaukoma kongenital timbul saat lahir atau dalam tahun pertama dengan gejala
klinis :
 mata berair berlebihan
 peningkatan diameter kornea (buftalmos)
 kornea berawan karena edema epitel, terpisah atau robeknya membrane
descement
 fotofobia sehingga bayi tidak tahan sinar matahari dan menjauhi sinar dengan
menyembunyikan mata
 peningkatan tekanan intraocular
 peningkatan kedalaman kamera anterior
 pencekungan diskus optikus
d. Glaukoma Absolut
Glaukoma absolut merupakan stadium akhir glaukoma (sempit/terbuka) dimana
sudah terjadi kebutaan total akibat tekanan bola mata memberikan gangguan fungsi
lanjut. Pada glaukoma absolut dapat terlihat kornea keruh, bilik mata dangkal, papil
atrofi dengan ekskavasi glukomatosa, mata keras seperti batu dengan rasa sakit.
Pengobatan glaucoma absolut dapat dengan memberikan sinar beta pada badan
diliar untuk menekan fungsi badan siliar, alcohol retrobulbar atau melakukan
pengangkatan bola mata karena mata telah tidak berfungsi dan memberikan rasa sakit.
7 Diagnosis
1. Anamnesis
Anamnesis pada pasien ditanyakan spesifik pada
a. Keluhan Utama
b. Keluhan Tambahan
c. Riwayat Penyakit Sekarang
 Glaukoma primer sudut terbuka : penurunan ketajaman penglihatan
progresif, sakit kepala, sakit mata, halo/pelangi disekitar lampu.
 Glaukoma primer sudut tertutup : penurunan ketajaman penglihatan
mendadak, nyeri hebat periorbita, pusing, mual muntah, mata merah,
bengkak, berair, halo/pelangi disekitar lampu
 Glaukoma sekunder : keluhan mengarah pada penyakit/keadaan lain yang
dapat menjadi penyebab peningkatan TIO.
 Glaukoma kongenital : mata berair berlebihan, bola mata membesar, silau,
bayi tidak tahan sinar matahari dan menjauhi sinar dengan menyembunyikan
mata.
 Glaukoma absolut : kebutaan total, mata lelah, mata keras seperti batu, nyeri
periorbita.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
 Riwayat penyakit mata seperti mata merah, gangguan lapang pandang,
katarak, uveitis, retinopati diabetic, oklusi vascular dan trauma
 Riwayat penyakit dahulu seperti operasi mata
 Riwayat penyakit sistemik hipertensi, DM, penyakit CVS
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Glaukoma, miopi, penyakit CVS, DM, migraine, Hipertensi, vasospasme.
f. Riwayat Pengobatan
Antihipertensi dan steroid topical
g. Riwayat Alergi

 Pemeriksaan Fisik Oftamologis


a. Visus
Ketajaman penglihatan dapat normal atau menurun secara progresif tetapi terjadi
penurunan ketajaman penglihatan mendadak pada glaukoma akut.
b. Kornea
Edema dan keruh
c. Kamera Okuli Anterior
 Glaukoma sudut terbuka : normal
 Glaukoma sudut tertutup : dangkal
 Glaukoma kongenital : dalam sekali

d. Pupil
Reflex cahaya pupil dapat poitif atau negative.
e. Lensa
Bisa keruh dan adanya iris shadow

 Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Tekanan Bola Mata
Pemeriksaan tekanan bola mata dilakukan dengan alat yang dinamakan tonometer.
Pemeriksaan tekanan yang dilakukan dengan tonometer pada bola mata dinamakan
tonometri. Tindakan ini dapat dilakukan oleh dokter umum dan dokter spesialis lainnya.
Pengukuran tekanan bola mata sebaiknya dilakukan pada setiap orang berusia di atas
20 tahun pada saat pemeriksaan fisik medic secara umum. Dikenal beberapa alat
tonometer seperti alat tonometer Schiotz dan tonometer aplanasi Goldman.
 Tonometri Palpasi

Gambar 2.6 Tonometri Palpasi


Pemeriksaan ini adalah untuk menentukan tekanan bola mata dengan cepat yaitu
dengan memakai ujung jari pemeriksa tanpa memakai alat khusus. Dengan menekan
bola mata dengan jari pemeriksa diperkirakan besarnya tekanan di dalam bola mata.
Pemeriksaan dilakukan dengan cara sebagai berikut :
 Penderita disuruh melihat ke bawah
 Kedua telunjuk pemeriksa diletakka pada kulit kelopak tarsus atas penderita
 Jari-jari lain bersandar pada dahi penderita
 Satu telunjuk mengimbangi tekanan sedangkan telunjuk lain menekan bola mata.
Penilaian dilakukan dengan pengalaman sebelumnya yang
dapat menyatakan tekanan mata N+1, N+2, N+3 atau N-1, N-2, N-3 yang menyatakan
lebih tinggi atau lebih rendah daripada normal. Cara ini sangat baik pada kelainan mata
bila tonometer tidak dapat dipakai atau dinilai seperti pada sikatrik kornea, kornea
irregular dan infeksi kornea. Cara pemeriksaan ini memerlukan pengalaman
pemeriksaan karena terdapat faktor subyektif
 Tonometri Schiotz

Gambar 2.6 Tonometri Schiotz


Tonometri Schiotz merupakan alat yang praktis sederhana. Pengukuran bola mata
dinilai secara tidak langsung yaitu dengan teknik melihat daya tekan alat pada kornea
karena itu dinamakan juga tonometry indentasi Schiotz. Dengan tonometer Schiotz
dilakukan indentasi penekanan terhadap kornea.
Pemeriksaan ini dilakukan pada pasien ditidurkan dengan posisi horizontal dan
mata ditetesi dengan obat anestesi topical atau pantokain 0,5%. Penderita diminta
melihat lurus ke jari jempol yang diacungkan ke atas. Pemeriksa berdiri di sebelah
kanan penderita. Kelopak mata dibuka lebar dengan bantuan jari pemeriksa dan
perlahan tonometer diletakkan di atas kornea. Tonometer Schiotz kemudian diletakkan
di atas permukaan kornea, sedangkan mata yang lainnya berfiksasi pada satu titik.
Jarum tonometer akan menunjuk pada suatu angka di atas skala. Iap angka pada skalai
disediakan pada tiap tonometer. Apabila dengan beban 5,5gr (standar) terbaca angka 3
atau kurang, perlu diambil beban 7,5 atau 10 gr. Untuk tiap beban memiliki kolom tabel
tersendiri
 Tonometer aplanasi
Gambar 2.7 Tonometer aplanasi
Cara mengukur tekanan intraocular yang lebih canggih dan lebih dapat dipercaya
dan cermat bisa dikerjakan dengan Goldman atau dengan tonometer tentengan Draeger.
Pasien duduk di depan slit lamp. Pemeriksa hanya memerlukan waktu beberapa detik
setelah diberi anastesi. Yang diukur adalah gaya yang diperlukan untuk menampakkan
daerah kornea yang sempit.
Setelah mata ditetesi anastesi dan flouresein, prisma tonometer aplanasi di letakkan
pada kornea. Mikrometer disetting untuk menaikkan tekanan pada mata sehingga
gambar sepasang setengah lingkaran simeteris berpendar karena flouresein tersebut. Ini
menunjukkan bahwa di semua bagian kornea yang bersinggungan dengan alat ini sudah
teraplanasi. Dengan melihat melalui mikroskop slit lamp dan dengan memutar tombol,
ujung dalam kedua setengah lingkaran berpendar tersebut diatur agar bertemu yang
menunjukkan besarnya tekanan intraocular. Hasil pemeriksaan dapat dibaca langsung
dari skala micrometer dalam mmHg.

b. Gonioskopi
Gambar 2.8 Pemeriksaan Gonioskopi
Pemeriksaan gonioskoi adalah tindakan untuk melihat pertemuan iris dengan kornea
disudut bilik mata digunakan goniolens dengan suatu sistem prisma dan penyinaran
yang dapat menunjukkan keadaan sudut bilik mata. Gonioskopi adalah suatu cara untuk
melihat langsung keadaan patologik sudut bilik mata, juga untuk melihat hal-hal yang
terdapat pada sudut bilik mata seperti benda asing. Dengan gonioskopi dapat ditentukan
klasifikasi glaukoma penderita apakah glaukoma terbuka atau glaukoma sudut tertutup
dan dapat menerangkan penyebab suatu glaukoma sekunder.
Dapat dinilai besar atau terbukanya sudut :
i. Derajat 0, bila tidak terlihat struktur sudut dan terdapat kontak, kornea dengan iris,
disebut sudut tertutup
ii. Derajat 1, bila tidak terlihat ½ bagian trabekulum sebelah belakang, dan garis
Schwalbe terlihat disebut sudut sangat sempit. Sudut sangat sempit sangat mungkin
menjadi sudut tertutup
iii. Derajat 2, bila sebagian kanal Schlemm terlihat disebut sudut sempit sedang
kelainan ini mempunyai kemampuan untuk tertutup
iv. Derajat 3, bila bagian belakang kanal Schlemm masih terlihat termasuk scleral
spur, disebut sudut terbuka. Pada keadaan ini tidak akan terjadi sudut tertutup
v. Derajat 4, bila badan siliar terlihat, disebut sudut terbuka

Gambar Skala penilaian gonioskopi


c. Oftalmoskopi
Oftalmoskopi adalah pemeriksaan ke mata bagian dalam dengan memakai alat
yang disebut oftalmoskop. Dengan oftalmoskop dapat dilihat saraf optic di dalam mata
dan akan dapat ditentukan apakah tekanan bola mata telah mengganggu saraf optic.
Saraf optic dapat dilihat secara langsung. Warna serta bentuk dari mangkok saraf optic
pun dapat menggambarkan ada atau tidak ada kerusakan akibat glaukoma yang sedang
diderita.
Kelainan pada pemeriksaan oftalmoskopi dapat dilihat :
i. Kelainan papil saraf optic
 Saraf optic pucat atau atrofi
 Saraf optic bergaung
ii. Kelainan serabut retina, serat yang pucat atau atrofi akan berwarna hijau
iii. Tanda lainnya seperti perdarahan peripapilar

Gambar 2.10 Nervus optikus normal dan lesi glaukoma nervus optikus
d. Pemeriksaan Lapang Pandang
Pemeriksaan ini penting baik untuk menegakkan diagnosa maupun untuk meneliti
perjalanan penyakitnya, juga bagi menetukan sikap pengobatan selanjutnya. Harus
selalu diteliti keadaan lapang pandangan perifer juga sentral. Pada glaukoma yang
masih dini, lapang pandang perifer belum menunjukkan kelainan, tetapi lapang
pandangan sentral sudah menunjukkan adanya bermacam-macam skotoma. Jika
glaukomanya sudah lanjut, lapang pandang perifer juga memberikan kelainan berupa
penyempitan yang dimula dari bagian nasal atas. Yang kemudian akan bersatu dengan
kelainan yang ada ditengah yang dapat menimbulkan tunnel vision, seolah-olah lihat
melalui teropong untuk kemudian menjadi buta. Pemeriksaan yang digunakan adalah
perimetri.
e. Tes Provokasi
i. Tes minum air
Penderita disuruh berpuasa, tanpa pengobatan selama 24 jam. Kemudian
disuruh minum 1L air dalam 5 menit. Lalu tekanan intraocular diukur setiap 15
menit selama 1,5 jam. Kenaikan 8 mmHg atau lebih, dianggap mengidap
glaukoma.
ii. Pressure Congestive test
Pasang tensimeter pada ketinggian 50-60mmHg, selama 1 menit. Kemudian
ukur tensi intraokularnya. Kenaikan 9 mmHg atau lebih mencurigakan, sedang bila
bila lebih dari 11 mmHg pasti patologis.
iii. Kombinasi tes air minum dengan pressure congestive test
Setengah jam setelah tes minum air dilakukan pressure congestive test.
Kenaikan 11mmHg dianggap mencurigakan, sedangkan kenaikan 39mmHg atau
lebih pasti patologis.
iv. Tes steroid
Diteteskan larutan deksametason 3-4 dd gt 1, selama 2 minggu. Kenaikan TIO
8 mmHg menunjukkan glaukoma

f. Pachymetry
Pachymetry adalah suatu tes untuk mengukur ketebalan dari kornea. Setelah mata
diberikan anestesi, ujung dari pachymeter disentuhkan dengan ringan pada permukaan
depan mata (kornea). Ketebalan kornea pusat dapat mempengaruhi pengukuran tekanan
intraocular. Kornea yang lebih tebal dapat memberikan pembacaan tekanan mata yang
tinggi secara salah dan kornea yang lebih tipis dapat memberikan pembacaan tekanan
yang rendah secara salah. Lebih jauh, kornea-kornea tipis mungkin adalah suatu faktor
risiko tambahan untuk glaucoma

8 Tatalaksana
1. Terapi Medikamentosa
Prinsip dari tatalaksana glaukoma adalah untuk menurunkan tekanan intraocular.
a. Beta blockers
Farmakodinamik : Menurunkan produksi humor aqueous Reduksi TIO: 20-25%
Efek Samping : Toksisitas kornea, reaksi alergi, bronkospasme, bradikardi,
depresi, impotensi
Kontraindikasi : PPOK (nonselektif), asma (nonselektif), gagal jantung kongestif,
bradikardia, hipotensi, blok jantung lebih dari derajat I
Contoh Obat :
 Timolol larutan 0,25% dan 0,5%; gel 0,25% dan 0,5%; 1-2x/hari, 12-24 jam
 Betaksolol larutan 0,5%; suspensi 0,25%; 2x/hari, 12-18 jam
 Levobunolol larutan 0,25% dan 0,5%; 1-2x/hari, 12-24 jam
 Metipranolol 0,3%
b. Karbonik anhydrase inhibitor
Farmakodinamik : Menurunkan produksi humor aqueous
Reduksi TIO : 15-20%
Efek Samping :
 Topikal → sensasi rasa metalik, dermatitis atau konjungtivitis alergi, edema
kornea
 Oral → Sindrom Steven-Johnson, malaise, anoreksia, depresi,
ketidakseimbangan elektrolit serum, batu ginjal, diskrasia darah (anemia aplastic,
trombositopenia), rasa metalik
Kontraindikasi : Alergi sulfonamide, batu ginjal, anemia aplastic,
trombositopenia, penyakit anemia sel sabit
Contoh obat
Topikal :
 Dorzolamide larutan 2%; 2-3x/hari, 8-12 jam
 Brinzolamide suspensi 1%; 2-3x/hari, 8-12 jam
Sistemik :
 Asetazolamid 250 mg tab; ½-4 tab/hari, 6-12 jam
c. Agonis alfa adrenergic
Farmakodinamik :
 Non-selektif : memperbaiki aliran aqueous
 Selektif : menurunkan produksi aqueous humor, menurunkan tekanan
vena apisklera atau meningkatkan aliran keluar uveosklera
Reduksi TIO : 20-25%
Efek Samping : Injeksi konjungtiva, reaksi alergi, kelelahan, somnolen, nyeri
kepala
Contoh obat :
 Brimonidine 0,2% 2x/hari, 8-12 jam
 Apraclonidine 1% dan 0,5%; jangka pendek
d. Agen Parasimpatomimetik (Miotika)
Farmakodinamik : meningkatkan aliran keluar trabekula
Reduksi TIO : 20-25%
Efek Samping : Peningkatan myopia, nyeri pada mata atau dahi, penurunan
tajam penglihatan, katarak, dermatitis kontak periokuler,
toksisitas kornea, penutupan sudut paradoksal
Kontraindikasi : Glaukoma neovskular, uveitis, atau keganasan
Contoh obat :
 Pilocarpine larutan 0,5%, 1%, 2%, 3%, 4%, 6%; 2-4x/hari, 4-12 jam
 Carbachol larutan 1,5%, 3%; 2-4x/hari, 4-12 jam
e. Analog prostaglandin
Farmakodinamik : meningkatkan aliran keluar uveosklera atau trabecular
Reduksi TIO : 25-33%
Efek Samping : cystoid macular edema (CME), injeksi konjungtiva,
peningakatan pertumbuhan bulu mata, hiperpigmentasi
periokular, perubahan warna iris, uveitis, kemungkinan aktivasi
virus herpes
Kontraindikasi : macular edema, riwayat keratitis herpes
Contoh obat :
 Latanoprost, 0.005%, 1X/hari, 24-36 jam
 Travoprost, 0.004%, 1X/hari, 24-36 jam
 Bimstoprost, 0.03%, 1X/hari, 24-36 jam
 Unoprostone, 0.15%, 1X/hari, 12-18 jam
f. Obat lainnya :
 Dipivefrine, larutan 0,1%, 2/hari, 12-18 jam; adrenergic; meningkatkan keluarnya
aquos humor melalui saluran uveosklera
g. Gabungan tetap
 Timolol/dorzolamide, 0,5%/2%, 2/hari, 12 jam
 Timolol/latanoprost, 0,5%/0.005%, 1X/hari, 24 jam
h. Neuroprotektor
Obat neuroprotektif dimasukkan kedalam kelompok berikut :
 Anti radikal bebas
 Obat anti eksitotoksik
 Anti apoptosis
 Obat anti radang
 Faktor neurotrofik
 Metal ion chelators
 Ion channel modulators
 Terapi gen
2. Terapi Bedah
Indikasi terapi bedah :
 TIO tidak dapat dipertahankan dibawah 22 mmHg
 Lapang pandang terus mengecil
 Pasien yang tidak dapat dipercaya pengobatannya
 Tidak mampu membeli obat seumur hidup
 Tidak tersedia obat yang diperlukan
Prinsip operasi : fistulasi, mebuat jalan baru untuk mengeluarkan humor aqueous,
karna jalan yang normal tidak dapat digunakan lagi
a. Trabekulopati Laser (LTP)
Penggunaan laser (biasanya argon) untuk menimbulkan luka bakar pada
trabecular meshwork dan kanal Schlemm sehingga mempermudah aliran keluar
humor aqueous. Rediksi tekanan yang terjadi membuat berkurangnya terapi obat-
obatan serta penundaan operasi glaukoma. Teknik ini biasanya digunakan sebagai
terapi awal glaukoma sudut terbuka primer.
Indikasi :
 Glaukoma sudut terbuka dengan TIO yang masih belum terkontrol setelah
pemberian terapi medikamentosa yang maksimal
 Terapi primer pada pasien dengan kepatuhan terhadap pengobatan
medikamentosa rendah
 Untuk glaukoma sudut terbuka bersamaan dengan dilakukannya bedah drainase
dimana diperlukan penurunan TIO lebih lanjut.
 Sebelum ekstrasi katarak pada pasien glaukoma sudut terbuka dengan control
yang buruk
Kontraindikasi :
 Sudut tertutup atau sangat sempit
 Edema kornea yang menutupi pandangan sehingga sudut tidak dapat dinilai
 Glaukoma lanjut dan progresif cepat dengan kepatuhan medikamentosa rendah
 Inflamasi intraocular atau terdapat darah pada bilik mata anterior
 Usia kurang dari 25 tahun
b. Iridektomi dan Iridotomi perifer
Sumbatan pupil pada glaukoma sudut tertutup dapat ditatalaksana dengan
membentuk komunikasi langsung antara kamera okuli anterior dan posterior yang
menghilangkan perbedaan tekanan di antara keduanya. Hal ini dapat dicapai dengan
laser neodinium : YAG atau argon (iridotomi perifer) atau dengan tindakan iridektomi
perifer. Cincin laser membakar iris perifer sehingga mengkontraksikan stroma it is,
membuka kamera okuli anterior secara mekanis.
Indikasi :
 Glaukoma sudut tertutup
 Mata yang lain dimana mata yang satu telah terserang glaukoma akut
 Sudut sempit
 Penutupan sudut sekunder dengan sumbatan pupil
 Glaukoma sudut terbuka dengan sudut sempit
Kontraindikasi :
 Edema kornea
 Bilik mata depan dangkal
c. Bedah drainase
Tindakan bedah untuk membuat jalan pintas dari mekanisme drainase normal,
sehingga terbentuk akses langsung humor aqueous dari kamera anterior ke jaringan
subkonjungtiva atau orbita dapat dibuat dengan trabekulotomi atau insersi selang
drainase.
Trabekulektomi adalah prosedur yang paling sering dilakukan. Komplikasi
trabekulektomi adalah kegagalan fibrosis pada jaringan episklera menutup jalur
drainase yang baru. Biasanya terjadi pada pasien berusia muda, berkulit hitam dan
pasien yang pernah menjalani bedah drainase atau tindakan bedah lain yang
melibatkan jarngan episklera. Terapi ajuvan dengan antimetabolite biasanya
fluorourasil dan mitomisin berguna untuk memperkecil risiko ini. Apabila
trabekulektomi tidak efektif, dapat dilakukan penanaman suatu selang silicon untuk
membentuk saluran keluar permanen humor aqueous. Jenis operasi lainnya yaitu
sklerostomi, goniotomi, viskokanalostomi untuk menatalaksana glaukoma kongenital
dimana terjadi sumbatan drainase humor aqueous di bagian dalam jaringan trabecular.
d. Siklodestruktif
TIO diturunkan dengan cara merusak epitel sekretorik dari badan siliar.
Kegagalan terapi medis dan bedah dapat menjadi pertimbangan untuk dilakukannya
destruksi korpus siliaris dengan laser atau bedah untuk mengontrol tekanan
intraocular. Metode yang digunakan adalah : krioterapi, diatermik, utrasonografi
frekuensi tinggi, terapi laser neodinium : YAG termal mode atau laser diode.
3. Edukasi
a. Pasien tidak boleh minum sekaligus banyak, karena dapat menaikkan tekanan
b. Memberitahu keluarga bahwa kepatuhan pengobatan sangat penting untuk
keberhasilan pengobatan glaukoma
c. Memberitahu pasien dan keluarga agar pasien dengan riwayat glaukoma pada
keluarga untuk memeriksakan matanya secara teratur

3.9 Komplikasi
 Glaukoma absolut
 Kebutaan total
 Neovaskularisasi iris
DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas, Sidarta. 2018. Ilmu Penyakit Mata. Edisi kelima. Jakarta :FKUI.
2. Vaughan, D. 2000. Opthalmologi Umum. Edisi 14. Jakarta : Widya Medika.
3. James B, Chew C, Bron A. Lecture Notes Oftalmologi ed 9. Jakarta. EMS. 2005.
4. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia No. 5 tahun 2014 tentang Panduang Praktik Klinis Bagi Dokter di
Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer. Jakarta. Depkes RI. 2014.
5. Wijaya Nana. Ilmu Penyakit Mata. Abadi Tegal. Jakarta. 1993.
6. Epstein, DL. Chandler and Grant’s Glaucoma 3 ed. Philadelphia : Lea & Febiger,
1986.
7. Gleadle, Jonathan. At A Glance : Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta EGC
Medical Series. 2005.
8. Ilyas, Sidarta. Glaukoma ed 3. Jakarta. Sagung Seto. 2007.
9. Crick and Khaw. 2003. A Textbook of Ophtalmology 3rd Edition.
10. Neeru Gupta, Tin Aung, Nathan Congdon, et al. 2015. ICO Guideline for
Glaucoma Eye Care

Anda mungkin juga menyukai