Anda di halaman 1dari 23

Pasien Tuberculosis Paru akibat Putus Obat

Yakin Arung Padang


102016028
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana, Jakarta, Indonesia
Jalan Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 1151
Email: yakin.2016fk028@civitas.ukrida.ac.id

Abstrak
Tuberkulosis paru adalah suatu penyakit menular langsung yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberkulosis, sebagian besar menyerang paru karena bakteri tersebut bersifat
aerob dan penularannya yang bersifat inhalasi, sehingga disebut Tuberkulosis paru. Selain
menyerang paru, tuberkulosis juga dapat menyerang organ selain paru seperti tulang, kulit,
abdomen, selaput otak, dll. Terapi untuk tuberkulosis sudah ditemukan dan digunakan dengan
cara kombinasi untuk menghindari resistensi obat. Karena tuberkulosis merupakan penyakit
kronik maka waktu pengobatan bersifat jangka lama dan rutin. Karena beberapa faktor seperti
pasien yang lalai, pengobatan yang tidak sesuai dosis dan yang lainnya semasa pengobatan dapat
menyebabkan resistensi obat. Selain itu jangka waktu yang lama juga sering membuat pasien
berhenti mengkonsumsi obat (putus obat) sewaktu menjalani pengobatan sehingga terjadi
kegagalan pengobatan.
Kata kunci: Mycobacterium tubercolosis, resistensi obat, putus obat
Absctract

1
Pendahuluan
Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di dunia termasuk
Indonesia. Indonesia termasuk peringkat ketiga setelah India dan China dalam menyumbang TB
di dunia. Perkembanganpengobatan tuberkulosis sangat lambat sehingga pengobatan yang ada
seringkali tidak memberikan hasil maksimal jika kuman tuberkulosis resisten baik terhadap satu
obat maupun lebih. Resistensi obat banyak terjadi akibat berbagai faktor seperti pemberian obat
yang tidak sesuai baik dosis maupun lamanya, kurangnya kepatuhan pasien dan mutu obat itu
sendiri. Berbagai usaha telah dilakukan untuk menekan resistensi, diantaranya dengan membuat
sediaan khusus obat anti tuberkulosis dalam bentuk kombinasi.1

Anamnesis
Anamnesa merupakan suatu bentuk wawancara antara dokter dan pasien dengan
memperhatikan petunjuk-petunjuk verbal dan non verbal mengenai riwayat penyakit pasien.
Terdapat 2 jenis anamnesa, yaitu autoanamnesis dan alloanamnesis.2 Autoanamnesis yaitu
bertanya langsung kepada pasien itu sendiri untuk mendapatkan diagnosis yang tepat, sedangkan
alloanamnesis yaitu anamnesis yang dilakukan terhadap keluarga dan kerabat dekat pasien.
Alloanamnesis dilakukan jika pasien yang bersangkutan tidak memungkinkan kondisinya untuk
dianamnesis.2 Pada kasus ini, pasien sudah menderita tuberkulosis dan ingin melakukan
pengecekan terhadap kondisi tuberkulosisnya sekarang ini setelah sempat menghentikan
pengobatan, maka anamnesis dilakukan untuk mengetahui: (1) Apakah ada penurunan berat
badan? Demam? (2) Apakah pasien semakin sesak napas? Batuk-batuk? Disertai dahak? Darah?
Nyeri dada? (3) Apakah ada keluhan penyerta lainnya? (4) Apakah memiliki riwayat HIV? (5)
Apakah pasien masih tidak merubah riwayat sosialnya?
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik yang harus dilakukan pada pasien Tuberkulosis adalah pertama
keadaan umum pasien yang mungkin ditemukan konjungtiva mata atau kulit yang pucat karena
anemia, suhu demam (sub febris), badan kurus atau berat badan menurun.3
Pada pemeriksaan fisik sering tidak menunjukkan kelainan terutama pada kasus-kasus
dini atau yang sudah terinfiltrasi secara asimtomatik. Demikian juga bila sarang penyakit terletak
didalam, akan sulit menemukan kelainan fisik, karena hantaran atau getaran suara yang lebih dari

2
4 cm kedalam paru sulit dinilai secara palpasi, perkusi, dan auskultasi. Secara anamnesis dan
pemeriksaan fisik, Tuberkulosis paru sulit dibedakan dengan pneumonia biasa.3
Tempat kelainan lesi pada Tuberkulosis paru yang paling di curigai adalah apex paru.
Biladicurigai adanya infiltrate yang agak luas, maka didapat kan perkusi yang redup dan auskulsi
suara napas bronkial. Akan didapat juga suara napas tambahan berupa ronki basah, kasar dan
nyaring, tetapi bila infiltrat ini diliputi oleh penebalan pleura, suara napasnya menjadi vesikuler
melemah. Bila terdapat kavitas yang cukup besar, perkusi memberikan suara hipersonor atau
timpani dan auskultasi akan menimbulkan suara amforik.3
Pada Tuberkulosis paru yang lanjut dengan fibrosis yang luas sering ditemukan atrofi dan
retraksi otot-otot intercostal. Bagian paru yang sakit bisa jadi sirosis atau menciut dan menarik
isi mediastinum atau paru lainnya. Paru yang sehat akan menjadi lebihhiperinflasi. Bila jaringan
fibrotik amat luas yakni lebih dari setengah jumlah jaringan paru-paru, akan terjadi pengecilan
daerah aliran darah paru dan selanjutnya meningkatkan tekanan arteri pulmonalis (hipertensi
pulmonal) diikuti terjadinya cor pulmonal dan gagal jantung kanan seperti takipnea, takikardia,
dan sianosis.3
Tuberkulosis mengenai pleura, sering terbentuk efusi pleura. Paru yang sakit terlihat agak
tertinggal dalam pernapasan. Perkusi memberikan suara pekak. Auskultasi memberikan suara
napas yang lemah sampai tidak terdengar sama sekali.3
Dalam penampilan klinis, Tuberkulosis paru sering asimtomatik dan penyakit baru
dicurigai dengan didapatkannya kelainan radiologis dada pada pemeriksaan rutin atau uji
tuberkulin positif.3

Pemeriksaan Penunjang
Pada saat ini pemeriksaan radiologis dada merupakan cara yang praktis untuk
menemukan lesi tuberkulosis. Pemeriksaan ini memang membutuhkan biaya lebih dibandingkan
dengan biaya pemeriksaan sputum, tetapi dalam beberapa hal memiliki beberapa keuntungan
seperti pada Tuberkulosisanak dan Tuberkulosis milier.3
Lokasi lesi umumnya berada diapex paru, tetapi dapat juga mengenai lobus bawah atau di
daerah hillus yang dapat menyerupai tumor paru. Pada awal penyakit saat lesi masih merupakan
sarang-sarang pneumonia gambaran berupa bercak-bercak seperti awan dan dengan batas-batas
yang tidak tegas. Bila lesi sudah diliputi jaringan ikat maka bayangan terlihat berupa bulatan
dengan batas yang tegas. Lesi ini di kenal sebagai tuberkuloma.3

3
Gambaran lain yang sering menyertai Tuberkulosis paru adalah penebalan pleura, massa
cairan dibagian bawah paru (efusi pleura/empiema), bayangan hitam radiolusen di pinggir paru.
Pemeriksaan radiologis dada yang lebih canggih dan saat ini sudah banyak dipakai di rumah
sakit rujukan adalah Computed Tomography Scanning (CT Scan). Pemeriksaan ini lebih superior
dibanding radiologis biasa. Perbedaan densitas jaringan terlihat lebih jelas dan sayatan dapat
dibuat transversal.3
Pemeriksaan lain yang lebih canggih lagi adalah Magnetic Resonance Imaging (MRI).
Pemeriksaan MRI ini tidak sebaik CT Scan, tetapi dapat mengevaluasi proses-proses dekat apeks
paru, tulang belakan, perbatasan dada-perut. Sayatan bisa dibuat transversal, sagital dan koronal.3

Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan darah, saat TBC baru mulai aktif maka leukosit sedikit meninggi, sedangkan
limfosit masih dibawah normal, dan LED sedikit meninggi. Bila penyakit mulai sembuh, jumlah
leukosit kembali normal, limfosit mulai meninggi dan LED mulai kembali normal.3
Lain halnya dengan pemeriksaan darah, pemeriksaan sputum cukup penting karena
dengan pemeriksaan sputum, kita dapat melihat adanya kuman BTA jika memang pasien
menderita Tuberkulosis. Tetapi pemeriksaan sputum juga tidak mudah, terutama pasien yang
tidak batuk atau batuk non produktif. Biasanya pasien di suruh minum air 2 liter dan diajarkan
refleks batuk atau bisa juga diberikan mukolitik ekspektorant.3
Pemeriksaan BTA masih merupakan pilihan utama diagnosis Tuberkulosis, karena
beberapa faktor sebagai berikut: (1) Dapat mengidentifikasikan sumber infeksi yang paling
utama; (2) Cepat; (3) Tinggi spesifikasinya di negara high-prevalence Countries; (4) Mudah
aksesbilitasinya; (5) Monitoring mudah dilakukan.3
Sementara ini, diketahui bahwa pemeriksaan BTA punya berbagai kelemahan, seperti: (1)
Teknologi yang telah berumur lebih dari 100 tahun; (2) Sensivitasinya sekitar 60%, dapat turun
menjadi 20% pada pasien HIV (+); (3) Diperlukan waktu sedikitnya 6 minggu untuk diagnosis
pasti dilanjutkan dengan kultur; (4) Sensitivitasnya relatif rendah pada spesimen paucibacillar;
(5) Resiko peningkatan angka negatif palsu, pada jumlah sampel yang besar; (6) Tidak dapat
membedakan bakteri hidup atau mati.3
Interpretasi hasil pemeriksaan BTA berdasarkan Skala IUATLD (International Union
AgaintsTuberculosisand Lung Diseases) adalah sebagai berikut.3

4
 Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang : Tidak Ditemukan
 Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang : Tulis jumlah BTA
 Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang : + atau (1+)
 Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang : ++ atau (2+)
 Ditemukan >10 BTA dalam 1 lapang pandang : +++ atau (3+)

Pemeriksaan Khusus
Dalam perkembangan kini ada beberapa teknik baru yang dapat mendeteksi kuman TB seperti 3 :
(1) BACTEC, dengan metode radiometrik, dimana CO2 yang dihasilkan dari metabolisme asam
lemak M.tuberculosis dideteksi growth indexnya; (2) Polymerase chain reaction (PCR) dengan
cara mendeteksi DNA dari M.tuberculosis, hanya saja masalah teknik dalam pemeriksaan ini
adalah kemungkinan kontaminasi; (3) Pemeriksaan serologi : seperti ELISA, ICT dan Mycodot

Diagnosis Kerja
Tuberkulosis Paru kasus putus berobat
Tuberculosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman
(Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru tetapi dapat juga
mengenai organ tubuh lainnya. Tuberculosis merupakan penyakit infeksi bakteri menahun
yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yang ditandai dengan pembentukan
granuloma pada jaringan yang terinfeksi. Mycobacterium tuberculosis merupakan kuman
aerob yang dapat hidup terutama diparu / berbagai organ tubuh lainnya yang bertekanan
parsial tinggi. Penyakit tuberculosis ini biasanya menyerang paru tetapi dapat menyebar ke
hampir seluruh bagian tubuh termasuk meninges, ginjal, tulang, nodus limfe. Infeksi awal
biasanya terjadi 2-10 minggu setelah pemajanan. Individu kemudian dapat mengalami
penyakit aktif karena gangguan atau ketidakefektifan respon imun. 1,3

Diagnosis Banding
Multidrug Resitant Tuberculosis (MDR-TBC)
Resistensi ganda (RG) atau yang lebih dikenal MDR (multiple drug resistance). Artinya,
kuman Tuberkulosis yang resisten terhadap rifampisin dan INH, dengan atau tanpa resisten
terhadap obat anti Tuberkulosis lainnya. Laporan mengehebohkan pertama tentang resistensi

5
ganda, datang dari Amerika serikat. Khususnya pada penderita Tuberkulosis dan AIDS, yang
menimbulkan angka kematian amat tinggi (70%-90%) dalam waktu hanya 4-16 minggu, antara
diagnosis sampai terjadinya kematian.1,3
Dewasa ini, lebih 50 juta orang mungkin telah terinfeksi kuman Tuberkulosis, yang
resisten terhadap OAT. Baik rifampisin, INH dan mungkin juga OAT yang lain. Insiden
RG/MDR diperkirakan meningkat 2% setiap tahunnya. WHO memperkirakan, hampir setengah
juta pasien MDR-TBC didunia sekitar 5% dari seluruh kasus Tuberkulosis baru di dunia.
Indonesia saat ini sedang mengumpulkan data resistensi di berbagai provinsi. Data awal dari
jawa tengah menunjukan, MDR pada pasien baru 1,71% dan pada pasien lama 14,29%. Angka
ini masih dalam analisis dan belum final. WHO memperkirakan, MDR primer di negara kita
sekitar 2%.1,3
Orang yang kontak dengan pasien RG/MDR berisiko menderita Tuberkulosis 8% dalam
2 tahun. Pada mereka yang dicurigai tertular pasien MDR, Center of disease control (CDC)
Atlanta, AS mengajurkan pemberian kemoterapi profilaksis berupa PZA + Etambutol atau PZA
+ kuinolon selama 6 bulan (untuk yang HIV-) dan 1 tahun untuk yang HIV (+).1,3
Fenomena resistensi ganda, kini menjadi salah satu batu sandungan penting dalam
penanganan Tuberkulosis. Pengobatan kasus dengan resistensi ganda menjadi jauh lebih sulit,
lebih mahal, banyak efek sampingnya dan dengan angka kesembuhan yang lebih rendah. Kaidah
umum pengobatan MDR-TBC, antara lain menggunakan 4 obat yang masih sensitif, lama
pengobatan bisa sampai 18-24 bulan.1,3

Totally Drug Resistant Tuberculosis (TDR-TBC)


Totally drug resistant Tuberculosis (TDR-TBC) adalah sebutan generik untuk strain
tuberkulosis yang resisten pada jenis obat antibiotik yang lebih luas. TDR-TB sejauh ini
dilaporkan 3 negara yaitu: India, Iran dan Itali. Kemunculan TDR-TB ini telah didokumentasikan
dalam 4 publikasi utama akan tetapi hal ini belum di akui oleh WHO (World Health
Organization). TDR-TB menjadi bukti bahwa terjadi mutasi lebih jauh dari genom bakteri
sebagai pertahanan, diluar dari XDR dan MDR. Perkembangan resisten berkaitan dengan
penanganan yang buruk pada beberapa kasus. Pengujian resistensi obat terjadi hanya 5% kasus
Tuberkulosis di seluruh dunia. Tanpa pengujian untuk menentukan profil resistensi obat, pasien
MDR atau XDR dapat mengembangkan resistensi terhadap obat tambahan. TDR-TBC relatif

6
kurang didokumentasikan, karena banyak negara tidak menguji sampel pasien terhadap berbagai
cukup luas obat untuk mendiagnosis seperti array yang komprehensif perlawanan. Program
Khusus PBB untuk ‘Riset dan Pelatihan di Tropical Diseases’ telah mendirikan bank spesimen
TDR-TBC untuk melakukan penelitian lebih lanjut.1,3

Extensively Drug Resistant Tuberculosis (XDR-TBC)


Dengan perkembangan waktu, ilmu dan teknologi kedokteran dibidang Tuberkulosis
terus meningkat. Tetapi, yang berkembang bukan hanya teknologi, kuman juga ikut
"berkembang" dan semakin "pintar". Setelah kebal/tidak dapat dibunuh dengan rifampisin, INH
sehingga terjadi resistensi ganda yang telah dibahas di atas, ternyata kuman bisa kebal dengan
semua obat lini pertama. Jenis kuman ini disebut dengan super strain, yang juga sudah ditemukan
di Indonesia. Selain itu, ada strain kuman khusus yang lebih "ganas" dari strain pada umumnya,
yaitu antara lain strain Beijing dan strain Manila.
Pada september 2006, dunia dihadapkan pada satu jenis kuman Tuberkulosis baru, yang disebut
XDR, yaitu kuman MDR yang juga resisten terhadap fluorokuinolon dan obat suntik. Ini situasi
yang mencemaskan karena praktis tidak dapat diobati.1,3

Etiologi
Tuberkulosis disebabkan oleh Mycobacteria tuberculosis yang merupakan anggota famili
Mycobacteriaceae yang merupakan bagian dari Actinomycetales. Mycobacteria merupakan
kuman batang halus, tidak dapat bergerak, tidak memiliki spora, aerob, serta tahan asam dan
alkali. Ukuran panjang kuman ini adalah 1-4 µm dan tebalnya adalah 0,3-0,6 µm. Khas untuk
Mycobacteria tuberkulosis terdapat granula Much-Weiss. Suhu tumbuh sekitar 370 C.1
Dinding sel kuman ini terdiri dari: (1) Mycolicacid, asam lemak rantai panjang sehingga pewarna
biasa sulit tembus dan karena ini juga bakteri dapat menahan asam pada pewarnaan; (2) Wax-D
(lilin); (3) Fosfatida.1
Kuman ini hanya dapat dilihat dengan pewarnaan bakteri tahan asam Ziehl-Neelsen atau
Kinyoun Gabbett. Kuman ini dapat bertahan dalam enzim GIT, hypochloride, phenol, tahan
suasana alkali dan kekeringan. Dalam sputum kering dapat bertahan 8-10 hari. Tetapi M. tbc
peka terhadap ultraviolet, panas (mati dalam pasteurisasi), alkohol, formaldehyde,
glutaraldehyde.1

7
Epidemiologi
Walaupun pengobatan Tuberkulosis yang efektif sudah tersedia tapi sampai saat ini
masih tetap menjadi masalah kesehatan dunia yang utama. Laporan WHO 2008 yang
menggambarkan situasi dunia tahun 2006, menunjukkan bahwa setiap tahun diperkirakan ada 9,2
juta kasus Tuberkulosis baru (139/100.000 penduduk), 4,1 juta di antaranya (44%) adalah pasien
dengan Basil Tahan Asam (BTA) positif, artinya yang menular dan 0,7 juta pasien Tuberkulosis
juga terinfeksi virus HIV (8%). Jumlah kasus baru ini meningkat dari angka 2005 yaitu 9,1 juta.
Hal ini terjadi karena meningkatnya jumlah penduduk di 5 negara penyumbang kasus
Tuberkulosis terbesar di dunia yaitu India, Cina, Indonesia, Afrika Selatan dan
Nigeria. Insidens tertinggi di dunia adalah di Afrika, yaitu 363/100.000 penduduk.1
Ada sekitar 2 miliar manusia atau sepertiga total penduduk dunia, terinfeksi kuman
Tuberkulosis. Mereka disebut Tuberkulosis laten, kuman TB sudah masuk dalam tubuh, tetapi
karena daya tahan tubuh yang bagus maka tidak jatuh sakit.1
Untuk Indonesia, masalah Tuberkulosis juga amat besar.Indonesia merupakan negara dengan
jumlah pasien TB terbesar ketiga di dunia, sesudah India dan China. Sampai sekarang angka
kejadian Tuberkulosis di Indonesia relatif terlepas dari angka pandemi infeksi HIV karena masih
relatif rendahnya infeksi HIV dari tahun ketahun.1

Patofisiologi
Tuberculosis primer
Penularan tuberkulosis paru terjadi karena kuman dibatukkan atau dibersinkan keluar
menjadi droplet nuclei dalam udara sekitar kita. Partikel infeksi ini dapat menetap dalam udara
bebas selama 1-2 jam, tergantung pada ada tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang buruk dan
kelembaban. Dalam suasana lembab dan gelap kuman dapat bertahan berhari-hari sampai
berbulan-bulan. Bila partikel infeksi ini terisap oleh orang sehat, ia akan menempel pada saluran
napas atau jaringan paru. Partikel dapat masuk ke alveolar bila ukuran partikel < 5 µm. Kuman
akan dihadapi pertama kali oleh neutrofil, kemudian baru oleh makrofag. Kebanyakan partikel
ini akan mati atau dibersihkan oleh makrofag keluar dari percabangan trakeobronkial bersama
gerakan silia dan sekretnya.4
Bila kuman menetap di jaringan paru dan berkembang biak dalam sitoplasma makrofag.
Di sini ia dapat terbawa masuk ke organ tubuh lainnya. Kuman yang bersarang di jaringan paru
akan membentuk sarang tuberkulosis pneumonia kecil yang disebut sarang primer atau sarang

8
Ghon atau afek primer. Sarang primer ini dapat terjadi di setiap bagian jaringan paru. Bila
menjalar sampai ke pleura, maka terjadilah efusi pleura. Kuman dapat juga masuk melalui sistem
gastrointestinal, jaringan limfe, orofaring dan kulit, terjadi limfadenopati regional kemudian
bakteri masuk ke dalam vena dan menjalar ke semua organ termasuk paru, otak, ginjal dan
tulang. Bila masuk ke arteri pulmonalis maka terjadi penjalaran ke seluruh bagian paru menjadi
Tuberkulosis milier.4
Dari sarang primer akan timbul peradangan saluran getah bening menuju hilus
(limfangitis lokal) dan juga diikuti pembesaran kelenjar getah bening hilus (limfadenitis
regional). Sarang primer limfangitis lokal + limfadenitis regional disebut kompleks primer
(Ranke). Semua proses ini memakan waktu 3-8 minggu. Kompleks primer ini dapat berlanjut
menjadi4 : (1) Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat. Ini yang paling sering terjadi; (2)
Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis-garis fibrotik, kalsifikasi di hilus,
keadaan ini terdapat pada lesi pneumonia yang luasnya lebih dari 5 milimeter dan 10 persen di
antaranya dapat terjadi reaktivasi karena ada kuman yang dormant; (3) Berkomplikasi dan
menyebar secara perkontinuitatum (menyebar ke sekitarnya), menyebar secara bronkogen para
paru yang bersangkutan maupun paru di sebelahnya. Kuman juga dapat tertelan bersama sputum
dan ludah sehingga menyebar ke usus dan menyebar secara limfogen ke organ tubuh lainnya,
dan dapat juga menyebar secara hematogen.

Tuberkulosis Pasca Primer (Tuberkulosis Sekunder)


Kuman yang dormant pada tuberkulosis primer akan muncul bertahun-tahun kemudian
sebagai infeksi endogen menjadi tuberkulosis dewasa (Tuberkulosis post primer= Tuberkulosis
pasca primer= Tuberkulosis sekunder). Mayoritas reinfeksi mencapai 90%. Tuberkulosis
sekunder terjadi karena imunitas yang menurun seperti malnutrisi, alkohol, penyakit maligna,
diabetes, AIDS, gagal ginjal. Tuberkulosis pasca primer ini dimulai dengan sarang dini yang
berlokasi di regio atas paru (bagian apikal-posteriorlobus superior atau inferior). Invasinya
adalah ke daerah parenkim paru bukan ke nodulhilus paru.4
Sarang dini ini mula-mula berbentuk sarang pneumonia kecil. Dalam 3-10 minggu sarang
ini menjadi tuberkel yakni suatu granuloma yang terdiri dari sel-sel Histiosit dan sel Datia-
Langhans yang dikelilingi oleh sel-sel limfosit serta berbagai jaringan ikat.4
Tuberkulosis pasca primer dapat terjadi atau berasal dari infeksi eksogen dari usia muda
dan menjadi Tuberkulosis usia tua, tergantung dari jumlah kuman dan virulensi serta imunitas

9
pasien. Sarang dini dapat menjadi: (1) Direabsorbsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan
cacat; (2) Sarang yang mula-mula meluas, tetapi segera menyembuh dengan serbukan jaringan
fibrosis. Ada juga yang membungkus diri dan mengeras ada juga yang menimbulkan perkapuran.
Sarang dini yang meluas sebagai granuloma berkembang menghancurkan jaringan ikat
sekitarnya dan bagian tengahnya mengalami nekrosis menjadi lembek membentuk jaringan keju.
Bila jaringan keju dibatukkan keluar maka akan terjadi kavitas. Kavitas ini mula-mula
berdinding tipis, lama-lama dindingnya menebal karena infiltrasi jaringan fibroblas dalam
jumlah besar, sehingga menjadi kavitassklerotik (kronik). Terjadi perkijauan dan kavitas adalah
kerena hidrolisis protein lipid dan asam nukleat oleh enzim yang diproduksi oleh makrofag dan
proses berlebihan sitokin dengan TNF-nya. Bentuk perkijauan lain yang jarang adalah
crypticdisseminate Tuberkulosis yang terjadi pada imunodefisiensi dan usia lanjut.4

Klasifikasi
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru, tidak termasuk
pleura (selaput paru).3,4

Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak


 Tuberkulosis Paru BTA Positif
o Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.
o 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto rontgen dada menunjukkan
gambaran tuberkulosis aktif
 Tuberkulosis Paru BTA Negatif
o Pemeriksaan 3 spesimen dahak SPS hasilnya negatif dan foto rontgen dada
menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif.
o TBC paru BTA negatif Rontgen positif berdasarkan tingkat keparahan penyakitnya,
yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk berat bila gambaran foto rontgen dada
memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang luas (misalnya proses “far advanced”
atau milier), dan/atau keadaan umum penderita buruk.

Berdasarkan tipe pasien

10
Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya dibagi menjadi beberapa tipe
pasien, yaitu:
 Kasus baru adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah
menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).
 Kasus kambuh (Relaps) adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat
pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap,
didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur).
 Kasus setelah putus berobat (Default) adalah pasien yang telah berobat dan putus
berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA positif.
 Kasus setelah gagal (Failure) adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap
positif atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.
 Kasus Pindahan (Transfer In) adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang
memiliki register TB lain untuk melanjutkan pengobatannya.
 Kasus lain adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam kelompok
ini termasuk kasus kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif
setelah selesai pengobatan ulangan

Tuberkulosis ekstra paru


Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura, selaput otak,
selaput jantung (pericardium), kelenjar limfe), tulang, persendiaan, kulit, usus, ginjal, saluran
kencing, alat kelamin, dan lain-lain. TBC ekstra paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan
penyakitnya, yaitu :
 TBC ekstra paru ringan, misalnya: TBC kelenjar limfe, pleuritis eksudativa unilateral,
tulang (kecuali tulang belakang), sendi dan kelenjar adrenal.
 TBC ekstra paru berat, misalnya: meningitis, milier, perikarditis, pleuritis eksudativa
duplex, TBC tulang belakang, TBC usus, TBC saluran kencing dan alat kelamin.

Tipe resistensi obat


Resistensi obat ada dua tipe yaitu primer dan didapat. Resistensi primer dapat didefinisikan
sebagai resistensi pada pasien yang belum pernah mendapat terapi anti-tuberkulosa sebelumnya.
Resistensi yang berkembang pada pasien yang sebelumnya sudah mendapatkan kemoterapi

11
disebut resitensi didapat. Terapi terminology resistensi pada kasus baru dan resistensi pada
pasien yang sudah pernah diterapi sebelumya telah diusulkan untuk dipergunakan karena
kesulitan dalam mengkonfirmasi validitas pasien yang sebelumnya sudah pernah mendapatkan
terapi. Bakteri penyebab TB menjadi resisten ketika penderita TB tidak mendapatkan atau tidak
menjalani pengobatan dengan lengkap. Resistensi obat TB, seperti drug sensitive TB juga dapat
menular melalui udara dari penderita kepada bukan penderita. MDR-TB merupakan bentuk yang
tidak merespon terhadap standar 6 bulan pengobatan yang menggunakan obat standar atau first
line (resisten terhadap isoniazid dan rifampisin). Ketika seseorang ragu dengan resistensinya
apakah primer atau didapat berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya, disebut inisial drug
resistant.5

Faktor terjadinya resistensi obat


TB resitensi OAT pada dasarnya adalah suatu fenomena buatan manusia sebagai akibat
dari pengobatan pasien TB yang tidak adekuat dan penularan dari pasien MDR-TB. Pengobatan
yang tidak adekuat ini biasanya akibat dari satu atau lebih kondisi berikut5:
 Regimen, dosis, dan cara pemakaian OAT yang tidak tepat
 Ketidakteraturan dan ketidakpatuhan pasien
 Terputusnya persediaan obat
 Kualitas obat yang rendah
 Meningkatnya kasus HIV dan co infeksi dengan TB juga mempengaruhi resistensi obat

Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis TBC dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala khusus yang timbul
sesuai dengan organ yang terlibat. Gambaran secara klinis tidak terlalu khas terutama pada kasus
baru, sehingga cukup sulit untuk menegakkan diagnosa secara klinik.4

Gejala sistemik/ umum:


 Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah)

12
 Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam hari
disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam seperti influenza dan bersifat
hilang timbul
 Penurunan nafsu makan dan berat badan
 Perasaan tidak enak (malaise), lemah

Gejala khusus:
 Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan sebagian bronkus
(saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah bening yang
membesar, akan menimbulkan suara “mengi”, suara nafas melemah yang disertai sesak.
 Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai dengan keluhan
sakit dada.
 Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang pada suatu saat
dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di atasnya, pada muara ini akan keluar
cairan nanah.
 Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan disebut sebagai
meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam tinggi, adanya penurunan
kesadaran dan kejang-kejang.

Pada pasien anak yang tidak menimbulkan gejala, TBC dapat terdeteksi kalau diketahui
adanya kontak dengan pasien TBC dewasa. Kira-kira 30-50% anak yang kontak dengan
penderita TBC paru dewasa memberikan hasil uji tuberkulin positif. Pada anak usia 3 bulan – 5
tahun yang tinggal serumah dengan penderita TBC paru dewasa dengan BTA positif, dilaporkan
30% terinfeksi berdasarkan pemeriksaan serologi/darah.4
Cara Penularan
TBC menular dari satu penderita ke penderita yang lain melalui percikan dahak orang
yang menderita TBC. Namun penularan TBC tidak serta merta terjadi, terdapat beberapa faktor
yang menentukan seseorang dapat tertular TBC atau tidak, yaitu bergantung pada:
 Jumlah organisme/ bakteri yang keluar
 Konsentrasi/ jumlah bakteri dalam udara
 Lama waktu terpapar bakteri

13
 Daya tahan tubuh dari individu
Indonesia memiliki iklim tropis dan sub-tropis sehingga sangat cocok untuk
kelangsungan hidup bakteri TBC. Dengan demikian dimana saja berada, dapat berpotensi untuk
terkena paparan bakteri TBC. Namun, jumlah bakteri dalam udara akan lebih terkendali jika
berada dalam tempat yang kelembaban udaranya rendah, dalam artian wilayah yang memiliki
kelembaban udara tinggi dapat mempertahankan bakteri di udara lebih lama. Sehingga penderita
TBC di wilayah tersebut bisa jadi lebih banyak. Pada intinya, seseorang dapat tertular TBC jika
di lingkungan sekitar terdapat penderita penyakit TBC yang tidak mendapatkan pengobatan dan
berpotensi untuk menyebarkan bakteri.1,3

Tatalaksana
Lini pertama
Isoniazid (INH)
Isoniazid bersifat bakterisid terhadap basil yang sedang tumbuh pesat, aktif terhadap
kuman yang berada intraseluler dalam makrofag maupun diluar sel (ekstraseluler).5
 Indikasi
Obat ini diindikasikan untuk terapi semua bentuk tuberkulosis aktif, disebabkan kuman
yang peka dan untuk profilaksis orang berisiko tinggi mendapatkan infeksi. Dapat
digunakan tunggal atau bersama-sama dengan antituberkulosis lain.5
 Mekanisme kerja
Dengan menghambat biosintesis asam mikolat (micolic acid) yang merupakan unsur
penting dingding sel mikrobakterium.
 Efek samping
Mengakibatkan gatal-gatal dan ikterus juga polyneuritis, yakni radang saraf dengan
gejala kejang dan gangguan penglihatan, perasaan tidak sehat, letih dan lemah
serta anoreksia.
 Farmakokinetik
Dari usus sangat cepat difusinya ke dalam jaringan dan cairan tubuh, di dalam hati, INH
diasetilasi oleh enzim asetiltransferase menjadi metabolit inaktif. PP-nya ringan sekali,
plasma-t ½ nya antara 1 dan 4 jam tergantung pada kecepatan asetilasi. Eksresinya
terutama melalui ginjal dan sebagian besar sebagai asetilisoniazid.

14
 Kontraindikasi
Penderita penyakit hati akut, Penderita dengan riwayat kerusakan sel hati disebabkan
terapi isoniazid, Penderita yang hipersensitif atau alergi terhadap isoniazid.
 Sediaan dan Dosis
Tablet dan sirup: tablet + vit.B6: 10mg/kgBB
Dosis: 5-10 mg/kgBB(max 300 mg/hr-600 mg/hr). Tunggal

Rifampisin
Antibiotikum ini adalah derivat semi sintetis dari rifampisin B (1965) yang dihasilkan
oleh Streptomyces mediterranei.Rifampisin berkhasiat bakterisid luas, baik yang berada diluar
maupun di dalam sel (ekstra-intraseluler).5
 Indikasi
Di Indikasikan untuk obat antituberkulosis yang dikombinasikan dengan
antituberkulosis lain untuk terapi awal maupun ulang.5
 Mekanisme kerja
Berdasarkan perintangan spesifik dari suatu enzim bakteri RNA-polymerase, sehingga
sintesa RNA terganggu.
 Efek samping
Penyakit kuning (icterus), terutama bila dikombinasikan dengan INH yang juga agak
toksis bagi hati.Rifampisin juga dapat menyebabkan gangguan saluran cerna seperti
mual, muntah, sakit ulu hati, kejang perut dan diare, begitu pula gejala gangguan SSP
dan reaksi hipersensitasi.
 Farmakokinetik
Reabsorpsinya di usus sangat tinggi, distribusi ke jaringan dan cairan tubuh juga baik.
Plasma-t½ nya berkisar antara 1,5 sampai 5 jam. Ekskresinya khusus melalui empedu,
sedangkan melalui ginjal berlangsung secara fakultatif.
 Kontraindikasi
Hipersensitifitas terhadap Rifampisin, Penderita yang pernah diketahui menderita
hepatitis akibat Rifampisin, Wanita hamil
 Sediaan dan Dosis
Tablet/kapsul/suspense

15
Dosis dewasa: BB<50kg=450 mg/hr ; BB>50kg=600 mg/hr
Dosis tunggal(anak) : 10-20 mg/kgBB/hr

Etambutol
Etambutol bersifat bakteriostatik. Obat ini tetap menekan pertumbuhan kuman
tuberculosis yang telah resisten terhadap isoniazid dan streptomisin.5
 Indikasi
Etambutol digunakan sebagai terapi kombinasi tuberkulosis dengan obat lain, sesuai
regimen pengobatan jika diduga ada resistensi. Jika risiko resistensi rendah, obat ini
dapat ditinggalkan. Obat ini tidak dianjurkan untuk anak-anak usia kurang 6 tahun,
neuritis optik, gangguan visual.5
 Mekanisme kerja
Etambutol bekerjanya menghambat sintesis metabolit sel sehingga metabolisme sel
terhambat dan sel mati.
 Efek samping
Etambutol jarang menimbulkan efek samping. Dosis harian sebesar 15 mg/kg BB
menimbulkan efek toksis yang minimal. Pada dosis ini kurang 2% pasien akan
mengalami efek samping yaitu penurunan ketajaman penglihatan, ruam kulit dan
demam.
 Farmakokinetik
Pada pemberian oral sekitar 75-80% etambutol di serap dari saluran cerna. Kadar puncak
dari plasma di capai dalam waktu 2-4 jam setelah pemberian. Dosis tunggal 15 mg/kg
BB menghasilkan kadar plasma sekitar 5 ml pada 2-4 jam.
 Kontraindikasi
Hipersensitivitas terhadap etambutol seperti neuritis optik5
 Sediaan dan dosis
Tablet: tunggal; ditambah INH
Dosis: 15 mg/kgBB/hr : tunggal pada penderita gagal ginjal dosis harus disesuaikan oleh
karena kemungkinan akumulasi.

Pirazinamid

16
Analogon pirazin dari nikotinamida ini (1952) bekerja bakterisid pada suasana asam atau
bakteriostatik, tergantung pada pH dan kadarnya di dalam darah. Spektrum kerjanya sangat
sempit dan hanya meliputi M.tuberculosis.5
 Mekanisme kerja
Berdasarkan pengubahannya menjadi asam pirazinat oleh enzim pyrazinamidase yang
berasal dari basil TBC. Begitu pH dalam makrofag di turunkan, maka kuman yang
berada di “sarang” infeksi yang menjadi asam akan mati
 Efek samping
Kerusakan hati dengan ikterus (hepatotoksis) terutama pada dosis diatas 2 g sehari.
Dapat pula menimbulkan serangan encok (gout) juga gangguan pada lambung-usus,
fotosensibilisasi, artralgia, demam, malaise dan anemia, juga menurunkan kadar gula
darah.
 Farmakokinetik
Reabsorpsinya cepat & sempurna, kadar maksimal dalam plasma dicapai dalam waktu
1-2 jam. Distribusinya ke jaringan dan cairan serebrospinal baik. Kurang lebih 70%
pirazinamida diekskresikan lewat urin.
 Kontraindikasi
Hipersensitif atau alergi terhadap Pirazinamid, Gangguan fungsi hati atau gangguan
fungsi ginjal, Hiperurisemia dan atau gout / asam urat, Hipoglikemia (kadar gula darah
rendah), Penderita diabetes, Wanita hamil.
 Dosis
Oral: pengobatan tuberkolosis
Anak-anak: Terapi harian 15 – 30 mg/kg/hari (maksimum : 2 g/hari)
Dewasa: Terapi harian 15 – 30 mg/kg/hari

Streptomisin
Suatu aminoglikosida , diperoleh dari Streptomyces griseus(1944), senyawa ini bersifat
bakterisid terhadap banyak kuman Gram negatif dan Gram positif.5
 Indikasi

17
Sebagai kombinasi pada pengobatan TB bersama isoniazid, Rifampisin, dan
pirazinamid, atau untuk penderita yang dikontra indikasi dengan 2 atau lebih obat
kombinasi tersebut.5
 Mekanisme kerja
Berdasarkan penghambatan sintesa protein kuman dengan jalan pengikatan pada RNA
ribosomal.Antibiotik ini toksis untuk organ pendengaran dan keseimbangan.
 Efek samping
Gangguan penglihatan berupa Neuritis optica (radang saraf mata) dan bersifat
reversible bila pengobatan dihentikan.Sebaiknya jangan diberikan pada anak kecil,
karena kemungkinan gangguan penglihatan (visus) sulit di deteksi.
 Farmakokinetik
Reabsorpsinya baik (75-80%) , plasma-t½ nya 3-4 jam .Ekskresinya lewat ginjal (80%).
 Kontraindikasi
Hipersensitif terhadap aminoglikosida lain.
 Sediaan dan dosis
Bubuk untuk injeksi
Dosis: 20 mg/kgBB/IM

Pemakaian OAT berdasarkan kategori


Kategori I
Penyakit TB yang tergolong dalam katagori I ini adalah 5:
 TB Paru yang test sputum dengan hasil BTA (+)
 TB Paru yang test sputum dengan hasil BTA (-) dan foto toraks (+)
 TB ektra Paru berat
OAT yang di berikan pada kategori ini adalah :
 2HRZE/4H3R3
 2HRZE/4HR
 2HRZE/6HE
Kategori II
Penyakit Tb yang tergolong dalam kategori II adalah5 :
 Pasien kambuh

18
 Gagal terapi pengobatan
 Kasus putus obat
OAT yang diberikan pada pasien kategori II ini adalah :
 2RHZES/RHZE/5H3R3
 2HRZES/HRZE/5HRE
Kategori III
Pasien yang tergolong dalam kategori III ini adalah5 :
 TB Paru dengan pemeriksaan BTA (-) dengan lesi minimal
 TB ekstra paru ringan limfadenitis, osteomielitis tb, artritis tb, nepritis tb
OAT yang diberikan pada pasien katagori III adlah :
 2 RHZ/4RH
 2HRZ/4H3R3
 2HRZ/6HE
Kategori IV
Pasien yang termasuk dalam kategori IV adalah5:
 Kasus kronik, OAT yang diberikan pada pasien ini adalah : RHZES / sesuai hasil uji
resistensi (Minimal OAT yang sensitif ) + OBAT LINI 2 MINIMAL T/ 18 bulan.
 MDR TB (multidrug resistant TB ) , pengobatan yang diberikan pada pasien ini adalah :
sesuai uji resistensi + OAT LINI 2 atau ( H ) seumur hidup.

Tabel 1. Ringkasan Panduan Obat.5

Kategori Kasus Panduan obat yang dianjurkan


TB paru BTA (+) 2 RHZE / 4 RH atau
I BTA (-) , lesi luas 2 RHZE / 6 HE
* 2 RHZE / 4 R3H3
- RHZES / 1 RHZE / sesuai uji resistensi
- Kambuh
atau 2 RHZES / 1 RHZE / 5 RHE
II - 3-6 kanamisin, ofloksasin, etionamid,
-Gagal pengobatan sikloserin / 15 -18 ofloksasin, etionamid,
sikloserin atau 2RHZES / 1 RHZE / 5 RHE

19
Sesuai lama pengobatan sebelumnya, lama
berhenti minum obat dan keadaan klinis,
II TB paru putus berobat
bakteriologi dan radiologi saat ini atau
*2 RHZES / 1 RHZE / 5 R3H3E3
TB paru BTA (-) , lesi 2 RHZE / 4 RH atau 6 RHE atau *2 RHZE /
III
minimal 4 R3H3
RHZES / sesuai hasil uji resistensi (minimal
IV Kronik OAT yang sensitif) + obat lini 2
(pengobatan minimal 18 bulan)
Sesuai uji resistensi + OAT lini 2 atau H
IV MDR TB
seumur hidup.
* : Obat yang disediakan oleh Program Nasional TB. Bila alergi streptomisin, dapat diganti
kanamisin
Sumber : Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Tuberkulosis Indonesia, IDI.

Evaluasi pengobatan
Klinis
Biasanya pasien dikontrol dalam 1 minggu pertama, selanjutnya setiap 2 minggu selama
tahap intensif dan seterusnya sekali sebulan sampai akhir pengobatan. Secara klinis hendaknya
terdapat perbaikan keluhan-keluhan pasien seperti batuk-batuk berkurang, batuk darah hilang,
nafsu makan bertambah, berat badan meningkat dan sebagainya.5

Bakteriologis
Biasanya setelah 2-3 minggu pengobatan sputum BTA mulai menjadi negatif.
Pemeriksaan kontrol sputum BTA dilakukan sebulan sekali. Bila sudah negatif sputum BTA
tetap diperiksakan sedikitnya sampai 3 kali berturut-turut.5

Radiologis

Evaluasi radiologis juga diperlukan untuk melihat kemajuan terapi. Bila secara
bakteriologi ada perbaikan tetapi secara klinis dan radiologis tidak, harus dicurigai penyakit lain
di samping tuberkulosis paru. Bila secara klinis, bakteriologi dan radiologis tetap tidak ada
perbaikan padahal pasien sudah diobati dengan dosis adekuat serta teratur, perlu dipikirkan
adanya gangguan imunologis pada pasien tersebut, antara lain AIDS.5

20
Komplikasi
Penyakit tuberkulosis paru bila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan
komplikasi. Komplikasi dibagi atas komplikasi dini dan komplikasi lanjut. Komplikasi dini
contohnya pleuritis, efusi pleura, empiema, laringitis, usus, Poncet’sarthropathy. Komplikasi
lanjut contohnya obstruksi jalan napas – SOPT (Sindroma Obstruksi Pasca Tuberkulosis),
kerusakan parenkim berat menjadi fibrosis paru, kor pulmonal, amiloidosis, karsinoma paru,
sindrom gagal napas dewasa (ARDS), sering terjadi pada TB milier dan kavitas TB.

Pencegahan
Vaksinasi
Kini vaksin TB dalam bentuk BCG dikenal sebagai vaksin yang paling luas digunakan di
dunia, tapi cukup kontroversial dan banyak dibicarakan. Keterbatasan kemampuan vaksin BCG
merupakan salah satu mata rantai penting sulitnya upaya eradikasi TB. Selain efektivitasnya
yang terbatas, utamanya hanya untuk melindungi TB yang berat seperti TB milier dan meningitis
TB, juga berapa lama sebagai persistence of BCG-inducedimmuneresponses, juga masih belum
jelas. Vaksin BCG diberikan pada usia 0 – 2 bulan. Apabila BCG akan diberikan pada umur
lebih dari 3 bulan sebaiknya dilakukan uji tuberkulin terlebih dahulu dan BCG diberikan apabila
uji tuberkulin negatif. Kini telah dikembangkan kemungkinan vaksin baru untuk TB, antara lain
dalam bentuk1 :
 Recombinant fusion protein inadjuvant
 Vectoredvaccines, yaitu MVA recombinant, Adenovirus recombinant dan oral shigella
auxotrophds RNAexpressionsystem
 Heatshockassociated protein

Program penanggulangan
Program penanggulangan yang kini dianut luas adalah yang dikenal dengan program
DOTS (Directly Observed Treatment Short Course), yang mengandung lima komponen.6
 Komitmen pemerintah untuk mendukung pengawasan tuberkulosis.
 Penemuan kasus dengan pemeriksaan mikroskopik sputum, utamanya dilakukan pada
mereka yang datang ke fasilitas kesehatan karena keluhan paru dan pernapasan.

21
 Cara pengobatan standard selama 6 – 8 bulan untuk semua kasus dengan pemeriksaan
sputum positif, dengan pengawasan pengobatan secara langsung, untuk sekurang-
kurangnya dua bulan pertama.
 Penyediaan semua obat anti tuberkulosis secara teratur, menyeluruh dan tepat waktu.
 Pencatatan dan pelaporan yang baik sehingga memungkinkan penilaian terhadap hasil
pengobatan untuk tiap pasien dan penilaian terhadap program pelaksanaan pengawasan
tuberkulosis secara keseluruhan
Prognosis
Pada pasien dengan kepatuhan yang baik prognosis umumnya baik. Tetapi, ada banyak
juga faktor yang mempengaruhi seperti usia, daya tahan tubuh, gaya hidup, dan lain sebagainya.

Kesimpulan
Tuberkulosis sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan di dunia dan diperparah
dengan timbulnya masalah resisten obat.Kebanyakan terjadi karena kekurang patuhan dalam
pengobatan Tb.Resistensi yang terjadi dapat berupa resistensi primer dan resistensi
sekunder.Deteksi awal resitensi dan memulai terapi sedini mungkin merupakan faktor penting
untuk tercapainya keberhasilan terapi.

Daftar Pustaka
1. Aditama TY. Tuberkulosis, masalah, dan perkembangannya. Jakarta: Ethical Digest;
2008 Nov.h.61-72.
2. Gleadle J. At a glance: anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Penerbit Erlangga;
2008.h.63.
3. Amin Z, Bahar A. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ke-5. Jakarta: Interna Publishing;
2009.h.2230-47.

22
4. Kumar V, Abbas AK, Fausto N. Robbind. Dasar patologis penyakit. Edisi ke-7. Jakarta:
EGC; 2010.h.392-9.
5. Kaliat EN, Alwinsyah A. Penatalaksanaan tuberkulosis dengan resistensi obat anti
tuberkulosis. Pulmonologi Alergi Imunologi. Universitas Sumatra Utara;2006.h.43-4
6. Ami S. Pelaksanaan DOTS. Temu Ilmiah Respirologi. Surakarta;2006.

23

Anda mungkin juga menyukai