Anda di halaman 1dari 10

Lovina Damayanthi

FAB 115 004

DK1P1
DLP (Dokter Layanan Primer) merupakan kelanjutan profesi dokter dan
program internsif yang setara dengan program dokter spesialis. Bertugas
melaksanakan pelayanan kesehatan primer, memiliki kompetensi dalam bidang ilmu
kedokteran keluarga, serta ilmu kedokteran komunitas dan ilmu kesehatan masyarakat
yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat Indonesia yang diperoleh melalui proses
pendidikan kedokteran lanjut yang terstruktur. Mampu menjadi ujung tombak dan
penapis rujukan (gatekeeper). Mampu melaksanakan pelayanan yang komprehensif
dan sinambung pelayanan primer di era sistem jaminan kesehatan nasional. Mampu
melaksanakan pelayanan tanpa memandang usia, jenis kelamin, dan penyakit,
melayani kliennya dalam konteks keluarga, komunitas, da budaya serta selalu
menghormati otonomi kliennya. Mencakup kompetensi manajemen pelayanan
kesehatan primer, kedokteran keluarga, kemampuan pemecahan masalah, pendekatan
holistik dan komprehensif, orientasi komunitas, kerja tim. Dokter layanan primer juga
bertujuan mencapai MDG. Tetapi saat ini terdapat pergantian MDGS ke SDGS
dikarenakan ;
 Perkembangan hasil pembangunan dibeberapa negara maka masih belum
sesuai dengan target maka Millenim Development Goals (MDGs), pun diganti
dengan nama SDGs. Dalam era SDGs atau tujuan pembangunan berkelanjutan
yang telah dimulai saat negara-negara anggota PBB termasuk Indonesia
menyepakati outcome Document SDGs pada tanggal 2 agustus 2015.
 Periode SDGs Tahun 2016-2030 merupakan program yang kegiatanya
meneruskan agenda-agenda sekaligus menindaklanjuti program yang belum
selesai. Menjadi bahan sorotan tertinggi adalah sektor kesehatan yaitu sebaran
balita kurang gizi di Indonesia, proporsi balita pendek, status gizi anak, tingkat
kematian ibu, pola konsumsi pangan pokok dan sebagainya.
Table 1. pencapaian MDGS dan target yang belum terselesaikan dari MDGS
Pencapaian MDGS Pekerjaan rumah MDGS
 Proporsi penduduk yang hidup di  Angka kematian ibu: 15.000-
bawah garis kemiskinan nasional 17.000 kematian per tahun
berkurang dari 15,10% (1990)  Prevalensi infeksi HIV:
menjadi 11,47% (2013) Meningkat 5 kali lipat dalam 5
 In 2013, Angka Partisipasi Murni
tahun terakhir
(APM) SD telah mencapai  Persentasi balita malnutrisi: 37.2
99,81% (2012) %
 tahun 2013 rasio Angka  Persentasi perempuan yang
Partisipasi Murni (APM) menyelesaikan sekolah menengah:
perempuan terhadap laki-laki di 33%
SD, SMP, dan SMA berturut-turut
adalah 99,81%, 105,69%, and
109,73%
 Angka kematian bayi turun dari
68/ 1000 kelahiran hidup (1991)
menjadi 32/ 1000 kelahiran hidup
(2012)
 Angka kejadian malaria per 10000
penduduk menurun dari 4,68
(1990) ke 1,85 (2009).
 Proporsi RT dengan akses sanitasi
layak meningkat dari 28.81 %
(1993) 51,19% (2009).

Gambar 1. Kelanjutan MDGS ke SDGS

1. Mengatasi kemiskinan
Salah satu yang paling penting adalah berkurangnya tingkat
kemiskinan. Artinya, anak-anak tumbuh berkembang di lingkungan yang lebih
sejahtera dan sehat. Semakin sejahtera anda, semakin mungkin anak-anak
anda bertahan hidup. Karena itu, tidak mengejutkan bahwa angka kematian
juga lebih tinggi di provinsi-provinsi termiskin. Dalam penanggulangan
kemiskinan ada program klaster PKH, Raskin, PNPM mandiri, KUR, dan
UKM serta program pemenuhan kebuutuhan fasilitas dasar.

2. Nol kelaparan
Menangani permasalahan gizi pada anak yang difokuskan untuk
menurunkan prevalensi stunting meliputi; peningkatan pemberian ASI
eksklusif, pemberian makanan tambahan, memantau tumbuh kembang anak,
memperkenalkan komunikasi untuk perubahan perilaku dan intervensi gizi
mikro. Memberikan lebih banyak makanan dan minuman, termasuk ASI,
kepada anak-anak sakit dan perawatan yang tepat di rumah kepada anak yang
menderita infeksi.

3. kesehatan yang baik : Menjamin kehidupan yang sehat dan mendorong


kesejahteraan bagi semua orang di segala usia. berbagai upaya berdasarkan
pelayanan kesehatan (promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif), continuum
of care pathway sejak anak di rumah, di masyarakat (pelayanan posyandu dan
poskesdes), di fasilitas pelayanan kesehatan dasar, dan di fasilitas pelayanan
kesehatan rujukan.
a. Penurunan AKI

Angka kematian ibu: 15.000-17.000 kematian per tahun, merupakan


angka kematian yang masih tinggi. Kematian ibu biasanya, akibat kondisi
darurat. Sebagian besar kelahiran berlangsung normal, namun bisa saja tidak,
seperti akibat pendarahan dan kelahiran yang sulit. Masalahnya, persalinan
merupakan peristiwa (kesehatan) besar, sehingga komplikasinya dapat
menimbulkan konsekuensi sangat serius. Sejumlah komplikasi sewaktu
melahirkan bisa dicegah, misalnya komplikasi akibat aborsi yang tidak aman.
Komplikasi seperti ini menyumbang 6% dari angka kematian. Sebagian besar
sebenarnya bisa dicegah kalau saja perempuan memiliki akses terhadap
kontrasepsi yang efektif. Saat ini hanya sekitar separuh perempuan usia 15
hingga 24 yang menggunakan metode kontrasepsi modern.

Mengurangi Angka Kematian Anak

Salah satu yang paling penting adalah berkurangnya tingkat


kemiskinan. Artinya, anak-anak tumbuh berkembang di lingkungan yang lebih
sejahtera dan sehat. Semakin sejahtera anda, semakin mungkin anak-anak
bertahan hidup. Karena itu, tidak mengejutkan bahwa angka kematian juga
lebih tinggi di provinsi-provinsi termiskin. Program imunisasi juga belum
berjalan seluruhnya. Pada 2007, anak-anak yang menerima imunisasi difteri,
batuk rejan dan tipus adalah 84.4%, meskipun hanya separuh dari mereka
yang menerima imunisasi lengkap. Selain itu 82% anak-anak menerima
imunisasi Tubercolosis (TBC), dan 80% imunisasi hepatitis. Namun ini harus
menjadi satu proses berkesinambungan. Hal yang mencemaskan adalah
turunnya angka imunisasi terhadap polio dan campak Jerman (rubella), yaitu
dari sekitar 74% beberapa tahun lalu menjadi 70%. Campak juga menjadi
kekhawatiran karena angka imunisasihanya 72% untuk bayi dan 82% untuk
anak hingga 23 bulan, sementara target pemerintah adalah 90%. Diperkirakan
30.000 anak meninggal setiap tahun karena komplikasi campak13 dan baru-
baru ini ada beberapa KLB (kejadian luar biasa) polio dimana 303 anak
menjadi lumpuh.
Imunisasi tidak hanya tergantung pada para orang tua untuk
memastikan bahwa anak-anak mereka memperoleh vaksinasi, tapi diperlukan
sistem kesehatan yang terkelola dengan baik. Telah banyak yang dibelanjakan
untuk kesehatan, namun diperlukan lebih banyak anggaran karena saat ini
belanja negara untuk kesehatan hanya sekitar 5% dari APBN. Penduduk
miskin, khususnya yang tergantung pada layanan publik, akan menderita jika
investasi untuk puskesmas berikut staf kurang memadai. Sebuah survei
misalnya menemukan bahwa tingkat ketidakhadiran staf puskesmas mencapai
40%. Seringkali, karena mereka sedang berada di tempat praktek pribadi. Kini,
cukup tinggi ketergantungan pada pemerintah kapubaten yang mengalokasikan
4-11% anggaran untuk kesehatan. Sekitar 80% dari anggaran tersebut
digunakan untuk membayar gaji pekerja medis. Padahal Organisasi Kesehatan
Dunia (WHO) merekomendasikan bahwa proporsi gaji seharusnya hanya
15%.
Untuk menurunkan kematian anak pusat pelayanan primer menerapkan
strategi kesehatan anak pada tingkat keluarga, meliputi melindungi anak-anak
di daerah endemis malaria dengan kelambu berinsektisida, memberikan
imunisasi lengkap sebelum berusia satu tahun, mengenali anak sakit secara
dini dan mencari perawatan pada fasilitas/tenaga kesehatan yang tepat dan
cepat,

Meningkatkan Kesehatan Ibu


Meningkatkan pelayanan kesehatan neonatal dan ibu, meliputi
penerapan strategi kelangsungan hidup untuk bayi baru lahir dan anak-anak,
pelayanan emergensi obstetrik dan neonatal, pelatihan bagi petugas kesehatan
untuk mempromosikan praktik persalinan yang aman dan vaksinasi dan
pemberian suplemen zat besi. Memperkuat dan meningkatkan kualitas layanan
kesehatan, melalui mempromosikan pelayanan kesehatan dasar dan revitalisasi
Posyandu, peningkatan fasilitas kesehatan hingga menjadi PONED dan
PONEK dan menjamin tersedianya biaya operasional kesehatan untuk rumah
sakit dan puskesmas. Meningkatkan mobilisasi partisipasi masyarakat melalui
kegiatan posyandu yang meliputi pemantauan status gizi bayi dan balita
melalui penimbangan bulanan, pemberian imunisasi lengkap dan layanan
kesehatan lainnya. Meningkatkan advokasi kebijakan bagi daerah dengan
tingkat pencapaian target kesehatan anak yang masih rendah, melalui
pengalokasian sumber daya yang memadai, peningkatan penyediaan anggaran
publik untuk kesehatan khususnya bagi masyarakat miskin pengembangan
instrumen monitoring, peningkatan kemampuan tenaga kesehatan dan
pengembangan strategi dalam penyediaan tenaga kesehatan strategis di daerah
terpencil, tertinggal, perbatasan dan kepulauan. Memadukan strategi lintas
sektor untuk mempercepat pencapaian target penurunan angka kematian balita,
bayi maupun neonatal.
Untuk Jaminan Persalinan evalusinya terimpementasi dalam kegiatan
pencatatan dan pelaporan pelaksanaan program secara rutin setiap bulan.
Fasilitas kesehatan wajib melaporkan rekapitulasi pelaksanaan program
kepada Dinkes Kabupaten/Kota selaku Tim Pengelola pada tanggal 5 (lima)
setiap bulannya. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota selaku Tim Pengelola
Kabupaten/Kota wajib melakukan rekapitulasi laporan dari seluruh laporan
hasil pelaksanaan program di wilayah Kabupaten/Kota setempat dan
melaporkannya kepada Dinas Kesehatan Provinsi setiap tanggal 10 (sepuluh)
setiap bulannya. Dinas Kesehatan Provinsi selaku Tim Pengelola Provinsi
wajib melakukan rekapitulasi laporan hasil kegiatan dari setiap Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota dan melaporkannya kepada Pusat setiap tanggal 15
(lima belas) setiap bulannya. Kementerian Kesehatan/Tim Pengelola Pusat
wajib melakukan rekapitulasi laporan dari setiap provinsi untuk menjadi
laporan nasional setiap bulan/trimester/semester/tahun. Laporan umpan balik
mengenai hasil laporan pelaksanaan program dilaksanakan secara berjenjang,
yaitu Kementerian Kesehatan/Tim Pengelola Pusat akan melakukan analisis
dan memberikan umpan balik kepada Dinas Kesehatan Provinsi/Tim
Pengelola Provinsi dan Kabupaten/Kota. Dinas Kesehatan Provinsi/Tim
Pengelola Provinsi memberikan umpan balik ke Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota dan seterusnya.

b. Memerangi HIV dan AIDS, Malaria serta penyakit lainnya


Menangani berbagai penyakit menular paling berbahaya. Pada urutan teratas
adalah Human Immunodeficiency Virus (HIV), yaitu virus penyebab Acquired
Immuno Deficiency Syndrome (AIDS) – terutama karena penyakit ini dapat
membawa dampak yang menghancurkan, bukan hanya terhadap kesehatan
masyarakat namun juga terhadap negara secara keseluruhan. Indonesia beruntung
bahwa HIV belum mencapai kondisi seperti yang terjadi di Afrika dan beberapa
negara Asia Tenggara. Jumlah penduduk Indonesia yang hidup dengan virus HIV
diperkirakan antara 172.000 dan 219.000, sebagian besar adalah laki-laki. Jumlah
itu merupakan 0,1% dari jumlah penduduk. Menurut Komisi Penanggulangan
AIDS Nasional (KPA), sejak 1987 sampai Juni 2008, tercatat 12.686 kasus AIDS
– 2.479 di antaranya telah meninggal. Sebuah survei terhadap para remaja yang
beranjak dewasa yang dilakukan selama 2002-2003, misalnya, menunjukkan
bahwa 40% tidak mengetahui bagaimana menghindari infeksi HIV. Selain itu,
kesadaran saja tidak cukup. Seseorang yang telah memiliki informasi dasar
(sekitar 66%; 61% wanita dan 71% pria - dari mereka dalam usia reproduktif,
SDKI 2007) mungkin tidak akan mengubah perilaku mereka. Banyak orang
mungkin terlalu malu untuk membeli atau membawa-bawa kondom. Atau, lebih
memilih berhubungan seks tanpa kondom karena alasan tidak nyaman. Masih
cukup banyak laki-laki yang telah berhubungan seks dengan PSK tanpa kondom,
kemudian dengan tanpa rasa bersalah ataupun khawatir, melakukan hubungan
seks, juga tanpa kondom, dengan istrinya di rumah. Dalam mengurangi HIV dan
Aids, malaria dan dan penyakit menular lainnya telah dilakukan berbagai upaya
pencegahan. Salah satu upaya tersebut yakni penggunaan kondom pada hubungan
seksual yang beresiko tinggi menularkan HIV dan AIDS.
5. Menjamin kesetaraan gender serta memberdayakan seluruh wanita dan
perempuan
1. Sunat Perempuan (Female Genital Mutilation) 2. Akses kepada pelayanan
kesehatan reproduksi, termasuk KB 3. Pendidikan dan informasi kesehatan seksual
dan reproduksi pada wanita dan remaja. Peran pelayanan primer adalah menyediakan
pelayanan KB, yakni metode yang paling umum dipakai adalah suntik, diikuti oleh
pil. Proporsi perempuan (usia 15-49) yang menggunakan alat kontrasepsi mengalami
peningkatan dan presentasenya pada tahun 2006 adalah 61% (SDKI, 2007).

6. Menjamin ketersediaan dan pengelolaan air serta sanitasi yang berkelanjutan bagi
semua orang. Perilaku hidup bersih dan sehat terkait: 1. Akses kepada air bersih 2.
Akses sanitasi dasar layak, dengan mendukung dan memperkuat partisipasi
masyarakat lokal dalam perbaikan pengelolaan air dan sanitasi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Kemenkes. Kesehatan dalam kerangka SDGS; jakarta: 2015 Cited 16
Desember 2016 in
http://www.pusat2.litbang.depkes.go.id/pusat2_v1/wp-
content/uploads/2015/12/SDGs-Ditjen-BGKIA.pdf
2. Kepala badan pengembangan dan pemberdayaan SDM kesehatan.
Pembangunan layanan kesehatan melalui penguatan layanan primer:
jakarta;2015 cited 16 desember 2016 in :
http://www.pusat2.litbang.depkes.go.id/
3. MENKES . Profesionalisme layanan primer menuju era SDGS;
Jakarta 2016. Cited 16 Desember 2016 in : http://www.pdui-
pusat.com/

Anda mungkin juga menyukai