FADILLA PONCOWATI
Fadilla Poncowati
NIM D24120092
ABSTRAK
FADILLA PONCOWATI. Evaluasi Produksi NH3 dan H2S Feses dengan
Penambahan palatability enhancer (PE) dan Probiotik dalam Ransum Sapi Pedaging.
Dibimbing oleh SURYAHADI dan LUKI ABDULLAH.
ABSTRACT
FADILLA PONCOWATI. Evaluation of NH3 and H2S Production by Addition of
palatability enhancer (PE) and Probiotics in Beef Cattle Feed Ration. Supervised by
SURYAHADI and LUKI ABDULLAH.
FADILLA PONCOWATI
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Peternakan
pada
Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei 2016 ini ialah produksi
gas dalam feses, dengan judul Evaluasi produksi NH3 dan H2S Feses dengan
Penambahan palatability enhancer (PE) dan Probiotik dalam Ransum Sapi Pedaging.
Tema ini dipilih karena produksi gas dalam feses berkaitan erat dengan
penggunaan zat makanan oleh tubuh ternak dan keseimbangan mikroflora usus, serta
berdampak pada penurunan kualitas lingkungan, produktivitas ternak, bahkan kualitas
hidup peternak. Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi produksi gas NH3 dan
H2S feses pada sapi pedaging yang diberikan tambahan PE dan probiotik ke dalam
pakan.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan.Kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi
penyempurnaan skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan
informasi baru dalam dunia peternakan dan dapat bermanfaat bagi masyarakat,
pembaca, dan penulis.
Fadilla Poncowati
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL viii
DAFTAR LAMPIRAN viii
PENDAHULUAN 1
METODE 2
Bahan 2
Alat 4
Lokasi dan Waktu 4
Prosedur Percobaan 4
Pembuatan probiotik Saccharomyces cerevisiae 5
Pembuatan probiotik MR4 terenkapsulasi 5
Pengukuran produksi NH3 6
Pengukuran produksi hidrogen sulfida (H2S) 6
Perhitungan IOFC 6
Pemeliharaan 6
Rancangan Percobaan 6
Perlakuan 6
Rancangan Percobaan 7
Peubah yang Diamati 7
Analisis Data 7
HASIL DAN PEMBAHASAN 7
Kondisi Umum 7
Produksi Gas Amoniak (NH3) 8
Produksi Hidrogen Sulfida (H2S) 9
Pengaruh Perlakuan terhadap Efisiensi Pakan 9
Pengaruh Perlakuan terhadap IOFC 11
Hubungan dan Pengaruh antar Faktor – faktor Peubah 12
SIMPULAN DAN SARAN 14
Simpulan 14
Saran 14
DAFTAR PUSTAKA 14
LAMPIRAN 17
RIWAYAT HIDUP 21
UCAPAN TERIMA KASIH 21
DAFTAR TABEL
1 Komposisi dan kandungan nutrien ransum percobaan in vitro 3
2 Jadwal pemberian pakan di peternakan CV Anugrah Farm 6
3 Pengaruh penambahan PE dan probiotik pada ransum terhadap
rataan produksi NH3 feses 9
4 Pengaruh penambahan PE dan probiotik pada ransum terhadap
rataan produksi H2S pada feses 10
5 Pertambahan bobot badan dan efisiensi pakan sapi Bali yang
disuplementasi oleh probiotik dan PE 12
6 Penerimaan yang didapatkan terhadap penambahan PE dan probiotik
pada ransum 13
DAFTAR GAMBAR
1 Gambar 1 Skema ilustrasi analisis perhitungan produksi gas NH3 5
2 Gambar 2 Skema ilustrasi analisis perhitungan produksi gas H2S 5
3 Hubungan linier total fesesdengan kadar H2S feses 14
DAFTAR LAMPIRAN
1 Analisis ragam (ANOVA) pengaruh penambahan PE dan probiotik
pada ransumterhadap rataan produksi NH3 feses 17
2 Analisis ragam (ANOVA) pengaruh penambahan PE dan probiotik
pada ransum terhadap rataan produksi NH3 BK feses 17
3 Analisis ragam (ANOVA) pengaruh penambahan PE dan probiotik
4 pada ransumterhadap rataan produksi H2S feses 17
5 Analisis ragam (ANOVA) pengaruh penambahan PE dan probiotik
pada ransum terhadap rataan produksi H2S BK feses 17
6 Analisis ragam (ANOVA) pengaruh perlakuan terhadap konsumsi hi~fer 18
7 Analisis ragam (ANOVA) pengaruh perlakuan terhadap konsumsi konsentrat 18
8 Analisis ragam (ANOVA) pada pengaruh perlakuan terhadap bobot awal 18
9 Analisis ragam (ANOVA) pengaruh perlakuan terhadap PBBH 18
10 Analisis ragam (ANOVA) pengaruh perlakuan terhadap laju pertumbuhan 19
11 Analisis ragam (ANOVA) perlakuan terhadap efisiensi pakan 19
12 Analisis korelasi peubah bobot feses dengan produksi gas H2S 19
13 Analisis regresi peubah bobot feses dengan produksi gas H2S 19
1
PENDAHULUAN
laktat dan asam sitrat dapat digunakan sebagai penambah rasa, selain itu minyak
esensial seperti minyak oregano dan esen pandan memiliki aroma yang khas
sehingga dapat digunakan sebagai PE. Minyak esensial selain berfungsi sebagai
PE juga berperan dalam meningkatkan kecernaan dan mengubah mikroflora
dalam saluran pencernaan. Selain itu minyak esensial memiliki kemampuan dalam
mengontrol populasi mikroba rumen, fermentasi di dalam rumen, performa ternak,
dan mengontrol patogen (Elgayyar et al. 2001).
Biaya pakan mencapai 60-80% dari biaya total produk (Astutik et al.2002).
Penambahan probiotik dan PE dalam ransum dapat menjadi terobosan untuk
menyasati biaya tersebut karena terjadi peningkatan efisiensi penggunaan ransum.
Penggunaan probiotik dapat meningkatkan daya cerna sehingga nutrien dalam
pakan lebih banyak diserap oleh tubuh untuk pertumbuhan maupun produksi
(Barrow 1992).
Penelitian ini bertujuan mengevaluasi produksi gas amoniak (NH3) dan
hidrogen sulfida (H2S) dalam feses dengan menggunakan probiotik yang
ditambahkan ke dalam ransum.
METODE
Bahan
Bahan kimia
Bahan-bahan enkapsulasi isolat MR4 diantaranya Na-alginat, minyak canola,
CaCl2, pati / starch, lecithin, gliserol 5%, dan larutan saline (NaCl). Bahan-bahan
lain diantaranya larutan McDougall, asam borat berindikator, H2SO4 0.005 N,
Na2CO3, triphan blue formaline saline (TBFS), carboxy methil cellulose (CMC),
gas CO2, larutan formaline 4%.
Bahan kimia yang digunakan untuk analisis NH3 adalah larutan Na2CO3
jenuh, larutan asam borat berindikator, dan larutan HCl 0.05 N. Bahan kimia yang
digunakan untuk analisis H2S adalah seng asetat 0.04 N, iodium 0.025 N dan
kalium iodida, asam klorida (HCl) 4 N, natrium thiosulfat (Na2S2O3) 0.025 N,
larutan kanji, dan aquadest.
Alat
Prosedur Percobaan
Pemeliharaan
Pemeliharaan dilakukan selama 47 hari yang terdiri dari tahap preliminary
atau adaptasi ransum penelitian selama 10 hari, tahap percobaan pemberian pakan
selama 30 hari dan tahap collecting feses selama 7 hari. Jadwal pembarian pakan
dan minum mengikuti jadwal peternakan CV Anugerah Farm. Tabel 2
menunjukkan jadwal pemberian pakan di CV Anugerah Farm.
Rancangan Percobaan
Perlakuan
Penelitian ini menggunakan 12 ekor sapi potong dengan rancangan acak
kelompok (RAK) yang dikelompokkan menjadi 3 kelompok dengan masing-
masing kelompok terdiri atas 4 ekor sapi. Masing-masing perlakuan terdiri atas :
P0 = ransum kontrol (hi~fer + konsentrat)
P1 = ransum kontrol + PE 3% dari bobot konsentrat
P2 = ransum kontrol + PE 3% dari bobot konsentrat +
Probiotik (dosis probiotik Sacharomyces cereviseae
sebesar 5 x 1010 cfu kg-1ransum dan dosis MR4 sebesar
5 x 107 cfu kg-1 ransum)
Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak kelompok
(RAK) dengan 3 perlakuan dan 3 kelompok berdasarkan bobot badan. Model
matematik yang digunakan adalah sebagai berikut :
Yij = µ + αі + βj + εij
Keterangan :
Yij = Nilai pengamatan pada satuan percobaan ke-i dan ulangan ke-j
µ = Rataan umum
αі = Efek perlakuan ke-i
βj = Efek ulangan ke-j
εij = Eror perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
Analisis Data
Data dianalisis menggunakan analisis sidik ragam (ANOVA). Pengolahan
data menggunakan software statistik SPSS 20.0.
Kondisi Umum
Seluruh protein yang berasal dari pakan, pertama kali dihidrolisis oleh
mikroba rumen (Arora 1989) menjadi peptida dan asam-asam amino (Ranjhan
1981). Asam amino kemudian difermentasi lebih lanjut melalui deaminasi
menjadi asam α-keto yang kemudian mengalami dekarboksilasi menjadi CO2,
amonia, dan asam lemak rantai pendek (McDonald et al., 1988). Beberapa asam
amino dapat langsung digunakan oleh bakteri untuk sintesis protein tubuhnya,
tetapi amoniak merupakan jumlah nitrogen larut yang utama dalam cairan rumen
yang dibutuhkan oleh bakteri rumen untuk sintesis protein tubuhnya sepanjang
kerangka karbon dari karbohidrat yang mudah dicerna seperti pati atau gula
tersedia (Ranjhan, 1981). Konsentrasi amoniak dalam cairan rumen tergantung
dari kelarutan dan jumlah protein pakan untuk ternak, serta laju degradasi protein
pakan (Nuswantara et al. 2006). Amoniak (NH3) merupakan komponen penting
untuk sintesa asam amino dan protein sel mikroba. Amonia berfungsi sebagai
pusat utama metabolisme nitrogen di rumen yang merupakan hasil akhir dari
fermentasi protein (Cheeke dan Dierenfeld 2010). Produksi NH3 berasal dari
protein yang didegradasi oleh enzim proteolitik. Produksi NH3 dalam rumen
dipengaruhi oleh kandungan protein dan asam amino. Tabel 3 menunjukan
pengaruh penambahan PE dan probiotik pada ransum terhadap rataan produksi
NH3 yang dihasilkan
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa penambahan probiotik dalam
ransum terhadap produksi amoniak (NH3) berpengaruh tidak nyata (P>0.05) yang
berarti perlakuan tidak memberikan pengaruh terhadap produksi NH3. Tabel 3
menunjukan bahwa perlakuan P2 memiliki produksi NH3 yang lebih tinggi, yaitu
0.0485 g segar hari-1 ekor-1 dibandingkan P1 sebanyak 0.0445 g segar hari-1 ekor-1
dan P0 0.0363 g segar hari-1 ekor-1. Produksi NH3 yang meningkat disebabkan
probiotik dalam ransum telah terdegradasi ke dalam rumen sehingga nilai NH3
meningkat. Produksi amoniak mencerminkan jumlah protein ransum yang banyak
di dalam rumen dan nilainya sangat dipengaruhi oleh kemampuan mikroba rumen
dalam mendegradasi protein ransum (Riswandi et al. 2015). Saputra et al. (2013)
menyatakan bahwa penambahan probiotik dalam ramsum berpengaruh terhadap
produksi NH3, yaitu pemberian probiotik dapat meningkatkan produksi NH3, serta
penambahan probiotik meningkatkan kecernaan in vitro. Hal ini dapat dimengerti
karena probiotik dapat meningkatkan populasi dan aktifitas mikroba khususnya
9
2001). MR4 merupakan bakteri rumen anaerob yang memiliki kemampuan dalam
mendegradasi aflatoksin (Sisrieni, 2013). Penelitian yang dilakukan Riyanti et al.
(2016) menunjukan suplementasi probiotik Saccharomyces cerevisiae dan
probiotik MR4 tidak terdeteksi konsentrasi AFB1 (aflatoksin B1) dalam rumen,
yang diduga terjadi penurunan konsentrasi AFB1 akibat kombinasi suplementasi
Saccharomyces cerevisiae dan MR4. Probiotik Saccharomyces cerevisiae
berperan dalam mengurangi penyerapan AFB1 dalam rumen dengan terjadinya
penyerapan molekul toksin pada dinding sel Saccharomyces cerevisiae, sementara
MR4 dapat menekan perombakan AFB1 menjadi metabolit lainnya.
secara signifikan, hal ini dapat disebabkan kandungan protein dan asam amino
bersulfur yang relatif sama, sebagai akibat komposisi zat makanan pakan yang
diberikan pada setiap perlakuan sama. Gas H2S ini sangat dipengaruhi oleh
metabolisme asam amino yang bersulfur. Menurut Wang et al. (2009) dan Yan et
al. (2010), variasi pembentukan bau yang mengandung sulfur di feses dapat
disebabkan perbedaan kandungan sulfur di pakan dan metabolisme protein yang
mengandung sulfur seperti asam amino metionin dan sistein. Pembentukan H2S
oleh bakteri pereduksi sulfat yaitu Desulfotomaculum (Desulfotomaculum
nigtrificants, Desulfotomaculum orientis, Desulfotomaculum ruminis) bergantung
tersedianya unsur sulfur (Khanal 2002).
Hasil pada Tabel 4 menunjukan produksi H2S P0 sebesar 0.0088 g segar
hari-1 ekor-1, kemudian meningkat pada P1 menjadi 0.0092 g segar hari-1 ekor-1,
dan menurun pada P2 menjadi 0.0082 g segar hari-1 ekor-1. Penurunan produksi
H2S pada P2 dimungkinkan disebabkan penggunaan penambahan probiotik dalam
ramsum, sesuai dengan tujuan probiotik itu sendiri yaitu dapat memanipulasi
ekosistem rumen dan meningkatkan efisiensi fermentasi rumen dengan cara
memaksimalkan degradasi serat kasar dan sintesis protein mikrobial serta
meminimalkan produksi metan, degradasi protein dan fermentasi pati yang terjadi
di dalam rumen (Amin 1997). Selain itu, probiotik tidak hanya memperbaiki
mikroflora di rumen, tetapi menyediakan enzim yang biasa mencerna serat kasar,
protein, lemak, detoksifikasi zat racun dan metabolitnya (Xuan et al. 2001).
Menurut Amin (1997), penambahan probiotik dalam pakan dapat merangsang
pertumbuhan mikroba rumen seperti protozoa, bakteri amilolitik, selulolitik
maupun bakteri total.
Nilai efisiensi pakan dapat diketahui melalui konsumsi pakan dan PBBH
yang dihasilkan selama pemeliharaan. Hasil pada Tabel 6 menunjukan
pertambahan bobot badan dan efisiensi pakan sapi Bali yang disuplementasi
probiotik dan PE. Hasil pengukuran BB awal sapi Bali menunjukkan tidak
terdapat perbedaan nyata, artinya bobot badan awal tidak menjadi pembatas jika
diberikan perlakuan. Suplementasi probiotik tidak berpengaruh pada peningkatan
pertambahan bobot badan (PBB), bobot badan akhir, laju pertumbuhan dan
efisiensi pakan sapi. Sapi potong yang digunakan dalam penelitian ini adalah sapi
Bali, pertambahan bobot badan P0 adalah 325.00±234.72 g ekor-1 hari-1; P1
375.00±202.53 g ekor-1 hari-1; P2 216.67±265.27 g ekor-1 hari-1, beberapa hasil
penelitian melaporkan bahwa secara genetik, laju pertumbuhan sapi Bali lebih
lambat, namun dengan pemberian pakan berkualitas baik sapi Bali mampu
tumbuh dengan PBB 660 g hari-1, namun penelitian lain juga membuktikan bahwa
sapi Bali mampu menghasilkan PBB 700 hingga 800 g hari-1 (Talib dan Siregar
1991; Mastika 2002).
Efisiensi adalah pertambahan bobot badan harian yang dibagi dengan
jumlah komsumsi bahan kering, artinya semakin tinggi nilai efisiensi maka
semakin bagus ternak menghasilkan bobot badan dari pakan yang dikonsumsi.
Nilai efisiensi penggunaan pakan tergolong cukup baik yaitu P0 sebesar
7.82±5.65; P1 sebesar 9.00±4.84; dan P2 5.19±6.36, menurut Siregar (2001)
efisiensi penggunaan pakan untuk sapi potong berkisar di antara 7.52 dan 11.29%.
12
Tabel 5 Pertambahan bobot badan dan efisiensi pakan sapi potong yang
disuplementasi oleh probiotik dan PE
Perlakuan
Parameter
P0 P1 P2
Konsumsi
Konsumsi hi~fer
4.61 ± 0.010 4.62 ± 0.005 4.63 ± 0.002
(kg)
Konsumsi konsentrat
3.70 ± 0.016 3.69 ± 0.031 3.72 ± 0.011
(kg)
Bobot badan awal
217.50 ± 6.56 208.13 ± 4.46 207.13 ± 16.55
(kg ekor-1 hari-1)
Bobot badan akhir
227.25 ± 13.20 219.38 ± 7.59 213.63 ± 12.36
(kg ekor-1 hari-1)
Pertambahan bobot badan
325.00 ± 234.72 375.00 ± 202.53 216.67 ± 265.27
(g ekor-1 hari-1)
Laju pertumbuhan
4.42 ± 3.13 5.41 ± 2.92 3.32 ± 4.25
(% hari-1)
Efisiensi pakan (%) 7.82 ± 5.65 9.00 ± 4.84 5.19 ± 6.36
Keterangan : P0 = ransum kontrol, P1 = ransum kontrol + PE 3% dari bobot konsetrat, P2 =
ransum kontrol + PE 3% dari bobot konsetrat + Probiotik (dosis probiotik Sacharomyces
cereviseae sebesar 5 x 1010 cfu kg-1 ransum dan dosis MR4 sebesar 5 x 107 cfu kg-1 ransum).
IOFC adalah konsep untuk mengetahui analisis usaha sebagai indikator awal
kegiatan penggemukan sapi potong dalam jangka pendek (Priyanti et al.2012).
Perhitungan IOFC dilakukan untuk mengetahui nilai ekonomis pakan terhadap
pendapatan petani ternak sapi potong. IOFC merupakan selisih antara penerimaan
dengan biaya pakan (Mayulu et al. 2009). Penerimaan merupakan perkalian antara
produksi peternakan atau bobot hidup dengan harga jual, sedangkan biaya pakan
adalah biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan pertambahan bobot badan
ternak (Prasetiyo 2013). Harga bakalan yang dibeli pada awal periode
pemeliharaan adalah Rp42 000 kg bobot hidup-1, sedangkan harga jual sapi setelah
periode pemeliharaan adalah Rp53 000 kg bobot hidup-1. Tabel 6 menunjukan
penerimaan yang lebih tinggi pada P0 sebesar Rp2 548 602 kg bobot hidup, jika
dibandingkan P1 sebesar Rp2 523 958 kg bobot hidup, dan P2 sebesar
Rp2 256 672 kg bobot hidup. Besar dan kecil pendapatan yang diperoleh
dipengaruhi oleh PBB, Nurdiati et al. (2012) mengatakan bahwa keuntungan yang
rendah disebabkan oleh nilai income yang berasal dari PBB sangat rendah
sehingga bobot akhir juga rendah pada periode yang sama. Nilai PBB mempunyai
pengaruh yang sangat besar dalam memperoleh income, sehingga hal-hal yang
mempengaruhi PBB perlu perhatian yang sangat besar agar mendapat PBB yang
maksimal dan dapat menghasilkan keuntungan semaksimal mungkin.
Mulyaningsih (2006) menambahkan faktor yang dapat berpengaruh penting dalam
perhitungan IOFC adalah bobot badan awal, bobot badan akhir, pertambahan
bobot badan selama pemeliharaan, konsumsi pakan, dan harga pakan.
Produksi gas NH3 tidak berkorelasi terhadap perlakuan yang diberikan, sedangkan
produksi gas H2S berkorelasi positif terhadap total feses yang dihasilkan
Korelasi (P<0.05) yang kuat terdapat antara konsumsi konsentrat dan
konsumsi hi~fer dimana kenaikan konsumsi konsentrat secara positif berkaitan
kenaikan konsumsi hi~fer, terdapat korelasi (P<0.01) yang sangat kuat antara
konsumsi hifer secara positif pada penambahan probiotik dalam konsentrat, serta
terdapat korelasi (P<0.01) yang sangat kuat antara PBB, efisiensi pakan, dan laju
pertumbuhan secara positif. Penggunaan molase yang berlebihan dalam penelitian
tidak berbeda nyata (P>0.05) pada faktor peubah lainnya, hasil pengamatan
lapang menunjukan bahwa sapi tersebut mengalami diare.
Hasil uji t menunjukan bahwa nilai t hitung lebih besar dari pada t tabel
(3.010>2.2009) sehingga H0 diterima yang artinya terdapat pengaruh antara bobot
feses dan H2S, hal ini didukung oleh nilai signifikasi dari koefisien regresi bobot
feses sebesar 0.013<0.05. Berdasarkan Hartono (2008) koefisien a pada fungsi
linear y= a + bx menyatakan perubahan rata-rata variable y untuk setiap
perubahan variable x sebesar satu unit. Gambar grafik di atas didapat fungsi linear
untuk mengetahui pengaruh kenaikan produksi gas hidrogen sulfida oleh jumlah
kotoran sapi memiliki persamaan linear Y= 0.0013 + 0.000000988x dimana
kenaikan y atau produksi hidrogen sulfida untuk 1 g feses segar adalah
0.000000988 g H2S 24 jam-1. Kenaikan produksi H2S terhadap bobot feses dapat
dikatakan sangat kecil, hal ini didukung oleh koefisien determinasi (r2) sebesar
0.475 yang artinya bobot feses hanya dapat menjelaskan produksi H2S sebesar
47.5% sedangkan sisanya 52.5% dijelaskan oleh variabel lain diluar bobot feses.
0.012
Produksi H2S (g H2S 24 jam-1)
0.01
0.008
0.006
0.004
0.002
0
0.00 2000.00 4000.00 6000.00 8000.00 10000.00
Bobot feses (g segar 24 jam-1)
Simpulan
Saran
Perlu dilakukan uji penambahan dosis probiotik dan PE secara tepat pada
percobaan in vivo pada ternak sapi serta perlu perbaikan mutu konsentrat yang
diproduksi CV Anugrah Farm. Waktu aerasi saat analisis perhitungan gas dan
larutan pereaksi perlu ditambahkan sehingga hasil yang didapatkan lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Priyanti A, Mahendri IGAP, Cahyadi F, Cramb RA. 2012. Income over feed cost
for small-to medium-scale beef cattle fattening operation in East Java
[terhubung berkala] tersedia pada : http://www. jppt.undip.ac.id.
Prasetyo AB. 2013. Partisipasi pelaksanaan program sarjana membangun
desadalam pengembangan sapi potong di Kabupaten Bantul Daerah
IstimewaYogyakarta [Tesis]. Yogyakarta (ID) : Universitas Gadjah Mada.
Rachmawati S. 2000. Upaya pengelolaan lingkungan usaha peternakan ayam.
Wartazoa. 9(2) : 73–79.
Ranjhan SK. 1981. Animal Nutrition in Tropics2nd Revised Edition. Vikas
Publishing House PVT LTD, New Delhi (IN): India
Riswandi, Muhakka, Lehan. 2015. Evaluasi nilai kecernaan secara in vitro ransum
ternak sapi bali yang disuplementasi dengan probiotik bioplus. Jurnal
Peternakan Sriwijaya Vol. 4(1) : 35-46
Riyanti, Suryahadi, Evvyernie. 2016. In vitro fermentation characteristic and
rumen microbial population of diet suplemented with saccharomyces
cerevisiae and rumen microbe probiotics. Media peternakan 39(1) : 40-45.
Saputra, Chuzaemian, Marjuki. 2013. Pengaruh penambahan probiotik pada pakan
ternak ruminansia terhadap kecernaan, produksi NH3, dan VFA secara in
vitro [terhubung berkala] tersedia pada : http://fapet.ub.ac.id/wp-
content/uploads/2013/04/Pengaruh-Penambahan-Probiotik-Pada-Pakan-
Ternak-Ruminansia-Terhadap-Kecernaan-Produksi-Nh3-Dan-Vfa-Secara-
In-Vitro.pdf.
Sagala W. 2011. Analisis biaya pakan dan performa sapi potong lokal pada
ransum hijauan tinggi yang disuplementasi ekstrak lerak apindus rarak
[Skripsi] Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.
Sisriyeni D. 2013. Isolasi bakteri yang mampu mendegradasi aflatoksin di rumen
[Thesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Siregar S. 2001. Ransum Ternak Ruminansia. Jakarta (ID) : Penebar Swadaya.
Suijah. 1990. Penambahan zeolit dalam ransum komersial untuk meningkatkan
produksi broiler dan mengurangi kadar amonia dan air feses [skripsi]. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor.
Suryahadi, KG Wiryawan, D Evvyernie, D Pantaya, D Sisriyeni. 2012.
Penggunaan probiotik sebagai agen detoksifikasi mikotoksin pada
ruminansia. Makalah Seminar Hasil-Hasil Penelitian Institut Pertanian
Bogor. Bogor (ID): LPPM IPB.
Suryahadi, Tjakradidjaja AS. 2012. Pengujian mutu dan efikasi probiotik BAL
Biofeed dan Turrimavita. Laporan penelitian kerjasama Centras LPPM IPB
dengan CV Sinar Aras.
Suryahadi, Tjakradidjaja AS. 2013. Pengembangan teknologi probiotik untuk
detoksifikasi aflatoksin dan peningkatan produktivitas sapi perah. Laporan
Akhir Penelitian Unggulan sesuai Mandat Pusat.
Usri RS. 1988. Alteration of the morphology and neurochemistry of the
developing nervous system by hydrogen sulfide. J. Pharmacol Physiol 22 :
379-380.
Talib C dan AR Siregar. 1991 Productivity of Bali cattle in Timor’s savanna.
Seminar Nasional Proc. Improving Productivity of Animal Husbandry and
Fisheries. Semarang (ID) : Universitas Diponegoro.
Wahyuni HE. 2002. Penggunaan Klinofeed (Klinoptilolit) sebagai adsorban gas
18
amonia dan hydrogen sulfide manur ayam broiler [skripsi]. Bogor (ID) :
Institut Pertanian Bogor.
Wang Y, Cho JH, Chen YJ, Yoo JS, Huang Y, Kim HJ, Kim IH. 2009. The effect
of probiotic bioPlus 2B® on growth performance, dry matter and nitrogen
digestibility and slurry noxious gas emission in growing pigs. Livestock Sci.
120 : 35-42.
Xuan ZN, Kim JD, Neo KN, Jung JH, Lee JH, Han YK, Kim YY,Han IK. 2001.
Study on development of a probiotics complexfor weaned pigs. Asian - Aust.
J Anim. Sci. 14(10): 1425-1428.
Yan L, Meng QW, Wang JP, Kim IH. 2010. Effects of dietary soybean hulls and
Lactobacillus reuteri on growth performance, nutrient digestibility and
noxious gas emission from feces and slurry in finishing pigs. Wayamba J
Anim Sci. 1(129239813) : 53-56.
19
LAMPIRAN
Lampiran 11 Analisis korelasi dengan SPSS pada peubah bobot feses dengan
produksi gas H2S
Produksi gas H2S
Bobot feses segar Pearson 0.689*
Correlation
Sig. (2-tailed) 0.013
N 12
Lampiran 12 Analisis regresi dengan SPSS pada peubah bobot feses dengan
produksi gas H2S
Linear (ANOVA)
JK dB KT F Sig.
Regression 0.000 1 0.000 9.057 0.013
Residual 0.000 10 0.000
Total 0.000 11
Kuadratik (ANOVA)
JK dB KT F Sig.
Regression 0.000 2 0.000 7.840 0.011
Residual 0.000 9 0.000
Total 0.000 11
22
Kubik (ANOVA)
JK dB KT F Sig.
Regression 0.000 2 0.000 7.840 0.011
Residual 0.000 9 0.000
Total 0.000 11
23
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Sragen pada tanggal 22 Juni
1994. Penulis merupakan anak keempat dari enam
bersaudara dari pasangan Bapak Hari Basunando dan Ibu
Irma Setyawati. Tahun 2012 penulis lulus dari SMA Negeri
3 Depok dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi
masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Ujian
Talenta Mandiri (UTM) serta diterima di Departemen Ilmu
Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis bergabung
dalam Leadership and Entrepreneurship School IPB VIII, Leadership training
ESQ Character Building , UKM Century IPB, Staff of fundraising dies natalis
ISMAPETI ke-31, dan volunteer sekolah peternakan rakyat (SPR) IPB goes to
field (IGTF).