Anda di halaman 1dari 19

TENDINITIS SUPRASPINATUS

Dalam praktek sehari-hari sering dijumpai penderita dengan keluhan tidak


bisa mengangkat tangannya keatas waktu menyisir rambut, menggosok punggung
atau mengambil sesuatu dari saku belakang celananya dan keluhan-keluhan lain yang
pada dasarnya adalah kesulitan dalam membentuk gerakan fleksi-ekstensi, abduksi-
adduksi dan gerakan internal-eksternal rotasi. Bahkan keluhan tersebut sering disertai
kekhawatiran akan menyebabkan kelumpuhan lengannya.
Bila kita tinjau kembali anatomi sendi bahu, akan diketahui bahwa gerakan-
gerakan tersebut melibatkan otot-otot supraspinatus, infraspinatus, teresminor dan
dibantu oleh otot-otot levator scapula dan seratus anterior. Gangguan miofasial yang
dialami oleh otot-otot tersebut dapat mengakibatkan keluhan seperti tersebut di atas
pada gerakan aktif. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa gangguan seperti adanya
tendinitis supraspinatus yang akan kami jelaskan baik anatomi, fisiologi, etiologi dll
yang berhubungan dengan gangguan ini.

1. Anatomi Fisiologis Shoulder Joint


Shoulder adalah sendi proksimal dari ekstremitas atas dan merupakan
sendi yang paling mobile dari semua sendi-sendi dalam tubuh manusia. Bergerak
dalam 3 bidang yaitu sagital (flexi-extensi), frontal (abd-add) dan transversal
(horizontal abd-add). Sendi shoulder terdiri dari 4 tulang yaitu os. humerus, os.
scapula, os. klavikula dan os. sternum. Dan sendi shoulder ini merupakan sendi
yang kompleks yang terdiri dari beberapa sendi yaitu sendi glenohumeral,
acromioclavicular, sternoclavicular , coracoclavicular dan scapulothoracic dimana
setiap gerakannya saling ketergantungan satu dengan yang lainnya.
Beberapa otot pada sendi shoulder adalah “Rotator Cuff” yang terdiri dari
m. supraspinatus, m. infraspinatus, m. teres minor, m. subscapularis (SITS). Pada
scapula terdiri dari m. rhomboids (major & minor), m. pectoralis minor, m.
trapezius, m. levator scapulae, m. serratus anterior. Dan pada humerus terdiri dari
m. latissimus dorsi, m. triceps, m. pectoralis major, m. biceps, m. deltoid, m.

1
coracobrachialis, m. teres major. Berikut mengenai origo, insersio, persyarafan
dan funsi dari “Rotator Cuff”:

Supraspinatus
Origo : fossa supraspinatus
Insersio : diatas tuberculum majus
Persyarafan : nervus suprascapularis (C5)
Fungsi : abduksi

Infraspinatus
Origo : fossa infraspinata
Insersio : tuberculum majus, agak dorsal dan distal dari insersio otot
Supraspinatus
Persyarafan : nervus suprascapularis (C5)
Fungsi : eksorotasi

Subscapularis
Origo : permukaan scapula ventral
Insersio : tuberculum minus
Persyarafan : nervus subscapularis superior dan inferior (C5-C6)
Fungsi : endorotasi

Teres minor
Origo : permukaan belakang lateral scapula
Insersio : distal dari tuberkulum majus humerus
Persyarafan : nervus axillaris (C5)
Fungsi : membantu gerakan abduksi horizontal

Otot supraspinatus merupakan sebuah otot yang terdapat pada fascia


supraspinatus dan fossa supraspinatus. Otot ini sebagian tertutup oleh m.

2
trapezium (pada daerah origo) dan sebagian oleh m. deltoideus (pada daerah
insertio). Berjalan diatas kapsul sendi sampai permukaan atas tuberkulum majus.
Melekat pada humerus tepat pada lekukan sendinya. Ligaments pada sendi ini
adalah ligament cromioclavicular, ligament coracoclavicular (trapezoid dan
conoid), ligament transverse, ligament sternoclavicular, ligament Corocoacromial
dan ligament Costoclavicular.

2. Biomekanik Shoulder

Gerakan yang terjadi pada shoulder joint adalah gerakan flexi-extensi,


abduksi-adduksi, external-internal rotasi, dan kombinasi gerakan (horizontal
abduksi-adduksi, circumduction). Setiap sendi memiliki tipe sendi dan pergerakan
yang berbeda baik ostheokinematika dan arthokinematika menurut bentuk
permukaan sendinya, berikut penjelasannya:

2.1 Glenohumeral Joint


Sendi glenohumeral memiliki tipe sendi ball and socket joint.
Dibentuk oleh cavitas glenoidalis (concave) dengan caput humeri (convex).
Dimana pemukaan sendi yang berbentuk convex bergerak pada concave

3
sehingga ostheokinematika dan arthokinematikanya berlawanan. Resting
posisinya adalah 70⁰ fleksi shoulder dan 30⁰ fleksi (horizontal adduksi). Dan
Close Pack Position (CPP) adalah 90⁰ abd shoulder dan full exorotasi. Sendi
glenohumeral memiliki beberapa gerakan, yaitu:
2.1.2 Flexi - extensi:
Fleksi dihambat oleh ligament glenohumeral inferior
Ekstensi dihambat oleh ligament glenohumeral superior dan middle
Arthokinematika:
Flexi : glide posterolateral
Extensi : glide anteromedial
2.1.3 Abduksi - adduksi:
Abduksi dihambat oleh ligament glenohumeral inferior
Adduksi dihambat oleh trunk
Arthrokinematika:
Abduksi : glide ke inferior
2.1.4 Eksorotasi - endorotasi
Eksorotasi dihambat oleh ligament coracohumeral (superior –
medial - inferior)
Endoroatasi dihambat oleh ligament coracohumeral inferior
Arthrokinematika:
Endorotasi : glide posterolateral
Exorotasi : glide anteromedial

2.2 Sternoclavicula Joint


Dibentuk oleh sternum (saddle-shaped manubrium sterni) dan
clavicula (saddle-shaped medial end of clavicula). Memiliki tipe sendi saddle
joint. Pada sendi ini ada beberapa gerakan diantaranya :
2.2.1 Elevasi – depresi
Elevasi dibatasi oleh ligament Costoclavicula, ligament
interclavicula dan oleh m. subclavius.

4
Depresi dibatasi oleh costa 1.
2.2.2 Protraksi – retraksi
Protraksi dibatasi oleh ligament sternoklavikula posterior dan
ligament costoclavicular.
Retraksi dibatasi oleh ligament sternoclavicula anterior.
2.2.3 Anterior - posterior rotasi, total ROM 3
Gerakan ini terjadi bila lengan elevasi.
Dibatasi oleh ligament acromioclavicular, ligament trapezoid dan
ligament conoidea.

2.3 Acromioclavikula Joint


Dibentuk oleh acromion (concave menghadap ke medial) dan
clavicula (convex). Memiliki tipe sendi yaitu plane atau gliding joint . Serta
diperkuat oleh kapsul sendi, ligament conoidea dan ligament trapezoid
(ligament coracoclavicular), ligament acromioclavicular cranial dan caudal.
Close Pack Position dalam protraksi penuh. Sendi ini juga memiliki gerakan,
antara lain:
2.3.1 Protraksi-retraksi (concave bergerak pada convex)
Protraksi dihambat oleh ligament conoidea
Retraksi dihambat oleh lig trapezoidea
Arthrokinematika
Protraksi : acromion rolling dan sliding ke ventral
Retraksi : acromion rolling dan sliding ke dorsal
2.3.2 Abduksi – adduksi (concave bergerak pada convex)
Abduksi dihambat oleh ligament trapezoidea
Adduksi dihambat oleh ligament conoidea
Arthrokinematika
Abduksi : acromion rolling dan sliding ke proksimal
Adduksi : acromion rolling dan sliding ke distal

5
2.3.3 Anterior-posterior rotasi (ROM ± 30⁰)
Rotasi ke anterior menyebabkan scapula sedikit terangkat ke depan
sehingga angulus inferior menjauhi thorax.
Rotasi ke posterior menyebabkan scapula sedikit terangkat ke
belakang sehingga angulus inferior menekan thorax.
Gerakan rotasi dihambat oleh ligamen conoidea dan trapezoidea.

3. Etiologi Tendinitis Supraspinatus


Tendinitis supraspinatus adalah penyebab tersering keluhan nyeri bahu.
Permasalahan yang timbul pada tendinitis supraspinatus berupa keluhan nyeri
bahu yang disertai adanya keterbatasan gerakan sendi bahu. Daerah nyeri
biasanya dirasakan diseluruh daerah sendi bahu dan rasa nyeri bertambah saat
lengan diangkat.
Tendon mendapatkan suplai darah dari pembuluh darah yang mengalir
melalui tendon. Pembuluh darah tendon rentan terhadap penguluran, tekanan dan
trauma yang berulang–ulang. Adanya cidera atau trauma menyebabkan terjadinya
kerobekan serabut-serabut tendon, sehingga akan terjadi perubahan pada tendon.
Cairan yang keluar dari sistem sirkulasi akan mengambil tempat ke arah celah
tendon yang robek dan dapat menjalar ke sekitarnya kemudian cairan tersebut
mengendap dan membentuk hematom. Hematom ini akan menekan ujung–ujung
saraf sensoris di sekitarnya hingga akan menambah rasa nyeri. Apabila
penekanan yang mengakibatkan peradangan ini terjadi berulang–ulang maka
tendon semakin menebal. Hal ini mengakibatkan gerakan tendon terbatas atau
terhambat. Sehingga suplay darah terganggu yang akan mengakibatkan tendinitis.
Nyeri bahu pada pekerja yang dalam aktifitasnya harus mengangkat beban
berat, bukan disebabkan oleh proses degenerasi, melainkan terjadi bila lengan
harus diangkat sebatas atau melebihi tinggi akromion. Posisi yang sedemikian ini
bila berlangsung terus-menerus juga akan menyebabkan terjadinya ischemia. Jadi,
tendinitis supraspinatus disebabkan oleh kerusakan akibat gesekan atau

6
penekanan yang berulang-ulang dalam jangka waktu yang lama antara tendon
supraspinatus dengan tendon dari caput longus biseps. Hal ini terjadi karena
tendon kedua otot tersebut saling bertumpang tindih dalam melewati trowongan
yang dibentuk oleh caput humeri yang dibungkus oleh kapsul sendi glenohumeral
sebagai dasarnya dan ligament coracoacromial serta acromion sebagai penutup
atasnya. Terkadang neurovascular yang mendampingi tendon otot supraspinatus
ikut terjebak sehingga terjadi ischemia otot supraspinatus yang di ikuti atrofi dan
parese.

4. Patologi Tendinitis Supraspinatus


Tendinitis merupakan peradangan (kemerah-merahan, luka, bengkak)
pada tendon. Tendinitis pada bahu, rotator cuff dan tendon biceps bisa terjadi
radang biasanya sebagai akibat dari terjepitnya struktur-struktur yang ada di
sekitarnya.
Tanda dan gejala tendinitis supraspinatus berupa nyeri gerak dan nyeri
tekan pada tendon otot supraspinatus karena tendonnya mengalami peradangan.
Adapun tanda dan gejala yang umum dijumpai pada kondisi tendinitis
supraspinatus antara lain:

4.1 Nyeri

Nyeri bila di tekan pada tendon otot supraspinatus yaitu tepatnya pada
daerah tuberculum majus humeri sedikit proximal. Nyeri tekan juga terjadi
pada otot deltoid medial sebagai nyeri rujukan. Saat lengan digerakan, nyeri
yang paling dirasakan adalah saat lengan melakukan abduksi 60̊ - 70̊ secara
aktif. Rasa nyeri ini kumat-kumatan, yang timbul sewaktu mengangkat bahu.
Pada malam hari nyeri ini dirasakan terus-menerus, dan bertambahnya nyeri
bila lengan diangkat.

7
4.2 Keterbatasan Gerak
Keterbatasan gerak pada sendi bahu terutama untuk gerakan abduksi
dan eksorotasi. Keluhan nyeri timbul bila lengan diabduksikan aktif dari 60̊ -
70̊. Keterbatasan ini disebabkan oleh karena adanya rasa nyeri yang dirasakan
di seluruh daerah bahu dan dapat mengganggu tidur.

5. Penatalaksanaan Fisioterapi
5.1 Anamnesis
Anamnesis merupakan cara pengumpulan data dengan jalan tanya
jawab antara terapis dengan sumber data. Dilihat dari segi pelaksanaannya
anamnesis dibedakan atas dua yaitu : Autoanamnesis, merupakan anamnesis
yang langsung ditujukan kepada pasien yang bersangkutan dan
Heteroanamnesis, merupakan anamnesis yang dilakukan terhadap orang lain
(keluarga, teman, ataupun orang terdekat dengan pasien yang mengetahui
keadaan pasien tersebut). Anamnesis yang akan dilakukan berupa:

5.1.1 Identitas Pasien


Berisi tentang nama, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan,
hobi dan agama. Data yang erat hubungannya dengan penderita
tendinitis supraspinatus berupa umur, menyerang umur setengah baya,
pekerjaan dan hobi yang berhubungan dengan aktivitas sendi bahu
yang dilakukan terus-menerus secara berulang-ulang sehingga
menimbulkan gesekan pada tendon otot dengan struktur-struktur yang
berada di sekitarnya.
5.1.2 Keluhan Utama
Berisi keluhan umum yang mendorong penderita tendinitis
supraspinatus datang ke fisisoterapi adalah rasa nyeri sehingga luas
gerak sendi terbatas dan terganggunya aktivitas yang melibatkan sendi
bahu. Keluhannya berupa kesulitan memakai baju, mengambil dompet
dari saku, menyisir rambut, memasang konde, mengambil bumbu

8
dapur dari rak gantung, mengambil buku di rak buku atau mengambil
suatu barang yang letaknya lebih tinggi dari pada bahu.
5.1.3 Riwayat Penyakit Sekarang
Riwayat penyakit sekarang merupakan rincian dari keluhan
utama, yang berisi riwayat perjalanan penyakit secara kronologis
dengan jelas dan lengkap serta keterangan tentang riwayat pengobatan
yang pernah dilakukan sebelumnya dan hasil yang diperoleh.
Biasanya terjadi dalam melakukan aktifitas dengan
mengangkat beban berat secara terus menerus. Nyeri memberat ketika
mengangkat tangan. Rasa nyeri ini kumat-kumatan, namun pada
malam hari nyeri ini dirasakan terus-menerus.
5.1.4 Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit dahulu merupakan riwayat penyakit fisik
maupun psikiatrik yang pernah diderita sebelumnya. Meliputi penyakit
sewaktu anak-anak, penyakit serius, trauma, pembedahan dan riwayat
hospitalisasi. Hal ini perlu diketahui karena ada beberapa penyakit
yang sekarang dialami ada hubungannya dengan penyakit yang pernah
dialami sebelumnya. Biasanya untuk penderita tendinitis supraspinatus
pernah mengalami trauma bahu.
5.1.5 Riwayat Keluarga
Dalam hal ini menanyakan tentang penyakit keturunan yang
diderita oleh keluarga pasien itu sendiri. Misalnya: Hipertensi,
diabetes mellitus dan penyakit jantung.
5.1.6 Riwayat Status Sosial
Riwayat sosial berisi tentang problem pasien yang akan
fisioterapi catat, misalnya: lingkungan kerja, tempat tinggal, aktifitas
rekreasi dan diwaktu senggang, aktifitas sosial. Untuk penderita
tendinitis supraspinatus sering mengangkat beban berat saat
melakukan pekerjaannya.

9
5.2 Pemeriksaan Obyektif
5.2.1 Tanda Vital
Pemeriksaan ini sangat penting untuk mengetahui keadaan umum
penderita berupa : tekanan darah, denyut nadi, frekuensi pernafasan,
temperatur, tinggi badan dan berat badan.
5.2.2 Inspeksi
Inspeksi adalah pemeriksaan dengan cara melihat dan mengamati.
Pemeriksaan pada penderita tendinitis supraspinatus unilateral akan
terlihat perbedaan yang sangat mencolok antara bahu yang mengalami
gangguan dengan bahu yang tidak mengalami gangguan. Dijumpai
adanya pembengkaan dan kemerah-merahan di sekitar sendi bahu karena
adanya peradangan. Terkadang juga dijumpai adanya atrofi otot
supraspinatus.
5.2.3 Palpasi
Palpasi adalah cara pemeriksaan dengan jalan meraba, menekan,
dan memegang bagian tubuh pasien untuk mengetahui tentang adanya
spasme otot, nyeri tekan maksimum, suhu, oedema (pitting atau non-
pitting), kelembaban kulit dan tonus otot (hipertoni, normal dan
hipotoni). Pada kasus ini akan dijumpai spasme otot sekitar bahu, nyeri
tekan pada tendon m. supraspinatus yaitu pada tuberculum mayor
humeri, dan adanya peningkatan suhu lokal di daerah bahu.
5.2.4 Auskultasi
Auskultasi adalah merupakan pemeriksaan dengan menggunakan
indera pendengaran menggunakan alat bantu stetoskop. Pada kondisi
tendinitis supraspinatus tidak dilakukan.
5.2.5 Perkusi
Perkusi adalah pemeriksaan dengan jalan mengetuk untuk
mengetahui keadaan suatu rongga pada bagian tubuh tertentu. Pada
kondisi tendinitis supraspinatus tidak dilakukan.

10
5.2.6 Pemeriksaan Gerak Dasar
Dalam pemeriksaaan gerak dasar meliputi: gerak aktif, pasif, dan
isometric. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah kualitas gerak, lingkup
gerak sendi, sifat-sifat nyeri sepanjang LGS, hambatan yang terjadi
selama gerak serta pada akhir gerak (end feel) dan hal-hal lain yang
dapat mempengaruhi muscle spasme. Berikut penjelasannya:
5.2.6.1 Gerak Aktif
Gerakan ini dilakukan sendiri oleh pasien atas permintaan
fisioterapi. Sementara gerakan tersebut dilakukan pasien, kita
memperhatikan pola gerakan, koordinasi, dan jangkauan gerakan
serta pemeriksa menanyakan apakah pola gerakan tersebut
menimbulkan rasa nyeri. Pada kondisi tendinitis supraspinatus
gerakan abduksi akan terasa nyeri sehingga akan terjadi
keterbatasan gerak sendi bahu. Nyeri timbul sebagai proteksi
bagi tubuh karena tendon m. supraspinatus mengalami
pergesekan dengan sturuktur yang ada di sekitarnya.
5.2.6.2 Gerak Pasif
Gerakan dilakukan oleh terapis sementara penderita dalam
keadaan rileks, bertujuan untuk mengetahui luas garak sendi, end
feel, pola kapsuler, ada atau tidaknya rasa nyeri. Pada gerakan
abduksi pasif, penderita tendinitis supraspinatus tidak mengeluh
adanya rasa nyeri, karena ototnya dalam keadaan rileks.
5.2.6.3 Gerak Isometrik
Gerakan yang dilakukan oleh penderita secara aktif
sementara terapis memberikan tahanan yang berlawanan dengan
arah gerakan yang dilakukan oleh pasien tanpa adanya
pergerakan sendi. Pemeriksaan ini dilakukan untuk
memprovokasi nyeri pada muskulotendinogen. Pada kondisi

11
tendinitis supraspinatus, rasa nyeri akan bertambah saat pasien
diminta melakukan gerakan abduksi yang ditahan.
5.2.7 Kognitif, Intra dan Interpersonal
Kognitif adalah segala proses yang menentukan manusia untuk
mengetahui dan menyadari. Pada penderita tendinitis supraspinatus
biasanya kognitif baik, pasien mampu menjawab pertanyaan dan mampu
merespon perintah terapis. Intrapersonal adalah keadaan yang
berhubungan didalam diri pasien itu sendiri. Interpersonal adalah
hubungan interaksi pasien dengan orang yang ada di sekitarnya.

5.3 Pemeriksaan Spesifik


Pemeriksaan spesifik yang dilakukan untuk memeriksa hal-hal yang
diperlukan untuk menegakkan diagnosa ataupun menyusun tujuan dan
tindakan fisioterapi. Pemeriksaan yang dilakukan antara lain:
5.3.1 Tes Pengukuran Nyeri
Untuk mengetahui derajat atau tingkatan rasa nyeri pada kondisi
tendinitis supraspinatus dapat diukur dengan menggunakan VAS
(Verbal Analogue Scale). VAS merupakan cara pengukuran derajat
nyeri dengan menujukkan satu titik pada garis skala nyeri dari nol
sampai dengan sepuluh (0-10) setiap nomor memiliki jarak yang sama.
Salah satu ujung garis menujukkan tidak nyeri dan ujung lain
menunjukkan nyeri yang hebat kemudian titik tengah dari garis tersebut
menunjukkan rasa nyeri sedang.

12
Gambar VAS

5.3.2 Pemeriksaan Lingkup Gerak Sendi


Pengukuran luas lingkup gerak sendi menggunakan goniometer,
dilakukan untuk mengetahui adanya keterbatasan gerak pada sendi bahu,
dengan arah gerakan abduksi baik aktif maupun pasif. Pengukuran LGS
pada kondisi tendinitis supraspinatus dengan arah gerakan abduksi-
adduksi goniometer diletakkan pada axis antero-posterior dari sendi
bahu. LGS normal pada sendi bahu untuk gerakan abduksi-adduksi
adalah F 180º – 0º – 45º.

13
Gambar Goniometer

5.3.3 Pemeriksaan Kemampuan Fungsional


Untuk mengetahui nilai dari kemampuan fungsional pasien
tendinitis supraspinatus dapat digunakan indeks Barthel yang
dimodifikasi. Penilaian ini berdasarkan pada tingkat bantuan orang lain
dalam melakukan aktivitas fungsional.
5.3.4 Tes Khusus
Tes khusus yang dapat dilakukan pada kondisi tendinitis
supraspinatus antara lain:
5.3.4.1 Tes Supraspinatus (Supraspinatus Challenge Test)
Lengan penderita diposisikan abduksi 90° dengan rotasi
netral dan terapis memberikan tahanan untuk gerakan abduksi
kemudian lengan diposisikan medial rotasi dan menyudut ke
depan 30° sehingga ibu jari menghadap ke lantai. Pemeriksa
memberi tahanan lagi sambil mencari gambaran yang muncul,
bila gambaran yang muncul adalah rasa nyeri atau kelemahan
kontraksi menunjukkan adanya kelainan pada otot supraspinatus.

14
Gambar

5.3.4.2 Tes Lengan Jatuh (mosley)


Penderita mengabduksikan secara penuh lengannya dalam
posisi lurus kemudian penderita disuruh untuk menurunkan
lengannya secara perlahan-lahan. Bila pada posisi abduksi 90°
penderita tiba-tiba menjatuhkan lengannya, berarti penderita
tidak dapat mempertahankan penurunan lengan secara bertahap
karena merasakan nyeri di persendian bahu bagian atas akibat
gangguan pada musculus supraspinatus.
Gambar

5.3.4.3 Tes Appley


Penderita disuruh menggaruk-garuk di daerah sekitar
angulus medialis scapula dengan tangan sisi contralateral
melewati belakang kepala. Dalam pola gerakan itu otot-otot
abductor, rotator external dari bahu bekerja. Pada tendinitis

15
supraspinatus tes appley tidak dapat dilaksanakan oleh penderita
karena adanya nyeri di sekitar persendian bahu.
Gambar

6. Diagnosa Fisioterapi
6.1 Impairment

Dibagi menjadi direct atau primary impairment (pengaruh langsung dari


patologi) dan indirect atau secondary impairment. Permasalahan dalam bidang
fisioterapi yang berkaitan dengan impairment “ Tendinitis Supraspinatus “
misalnya : Adanya nyeri pada bahu, adanya kelemahan pada otot rotator cuff
terutama otot supraspinatus, adanya keterbatasan gerak abduksi karena nyeri dan
adanya spasme pada otot supraspinatus

6.2 Functional Limitation

Aktifitas ini meliputi aktifitas dasar keseharian seperti kesulitan memakai


baju, mengambil dompet dari saku, menyisir rambut, memasang konde,
mengambil bumbu dapur dari rak gantung, mengambil buku di rak buku atau
mengambil suatu barang yang letaknya lebih tinggi dari pada bahu. Selain itu
tidak mampu melakukan aktifitas yang melebihi tinggi kepala disebabkan
keterbatasan gerak sendi.

6.3 Disability/ Partipation Restriction

16
Merupakan ketidak mampuan untuk melakukan atau berpartisipasi dalam
aktifitas dan tugas yang berhubungan dengan dirinya, aktifitas rumah, kerja,
rekreasi dan bermasyarakat. Contohnya pada pasien tendinitis supraspinatus
yaitu: tidak dapat melakukan pekerjaanya berhubungan dengan mengangkat
beban yang berat.

7. Rencana Penatalaksanaan Terapi


Berdasarkan tujuan yang telah ditetapkan dapat dilanjutkan pelaksanaan
program terapi pada penderita tendinitis supraspinatus dengan menggunakan
beberapa modalitas sesuai dengan kondisi pasien, antara lain:
7.1 Kompres Hangat
Kompres hangat untuk mengurangi spasme pada otot supraspinatus.
Alat yang diperlukan adalah handuk yang direndam air panas dengan suhu ±
55° C. Bila handuk tidak terasa hangat perlu direndam lagi agar handuk tetap
hangat. Lamanya terapi ini 20-30 menit. Bagian yang di terapi harus bebas
dari pakaian.

7.2 Massage pada Tendon Supraspinatus


Menggunakan tekhnik transver friction. Bertujuan untuk mengurangi
nyeri, relaksasi otot dan peningkatan vaskularisasi.

7.3 Penggunaan Ultrasound dengan Metode Kontak Langsung


7.3.1 Persiapan Alat
Sebelum alat digunakan periksa keadaan mesin US, kabel,
tranduser dan tombol dalam keadaan baik atau rusak, serta sediakan
handuk dan gel. Untuk mengetahui mesin berfungsi dengan baik
lakukan tes dengan cara meneteskan air di tranduser yang menghadap ke
atas. Kemudian mesin dihidupkan maka air tadi akan bergetar, ini
menandakan mesin dalam keadaan baik. Selanjutnya pilih jenis

17
tranduser yang sesuai dengan luas daerah yang akan diterapi. Pastikan
sebelum terapi dilaksanakan semua kontrol tombol diposisikan nol.
7.3.2 Persiapan Penderita
Pasien diposisikan senyaman mungkin, daerah yang akan diterapi
harus terbebas dari pakaian. Kemudian lakukan tes sensasi pada kulit
yang akan diterapi. Setelah itu kontak medium gel dioleskan di kulit
yang akan diterapi. Sebelum mesin US dihidupkan tranduser sudah
menempel di daerah yang akan diterapi. Dan terapis memberitahukan
kepada pasien rasa yang akan timbul saat diterapi adalah hangat dan
apabila selama terapi berlangsung ada perasaan tidak enak, pasien
diminta untuk memberitahukannya.
7.3.3 Pelaksanaan
Terapis mengatur parameter pada mesin US, tentukan frekuensi
yang akan dipakai (1 MHz atau 3 MHz), tentukan jenis energi yang
diberikan (kontinue atau intermitten), berapa intensitas yang diberikan.
Sebelum mesin dihidupkan tranduser harus sudah menempel pada
daerah yang akan diterapi. Selama terpi berlangsung tranduser harus
selalu digerakkan dengan irama yang teratur dengan pelan-pelan
termasuk juga pada metode semi statis. Selama terapi berlangsung,
terapis harus selalu menanyakan kepada pasien tentang apa yang
dirasakan.Setelah terapi selesai, mesin dimatikan dan tranduser
diangkat. Bersihkan daerah yang diterapi dengan tissue atau handuk.
Begitu juga dengan trandusernya.

7.4 Terapi Latihan


6.2.1 Latihan Pasif
Latihan pasif merupakan suatu gerakan yang dilakukan oleh
bantuan dari luar tanpa adanya kontraksi otot dari dalam. Luas gerak
sendi pada latihan pasif ini disesuaikan dengan toleransi penderita
sampai batas nyeri yang tertahan oleh penderita. Arah gerakan

18
kesemua arah gerak sendi bahu dan terutama pada arah gerak yang
terhambat, dan rasa nyeri yang timbul perlu diperhatikan terutama
untuk gerakan abduksi dan internal rotasi. Karena pada arah tersebut
kemungkinan terjadi penekanan, pada bursa, tendon diantara caput
humeri dan ligament coracoacromialis. Gerakan kuat, kejut dan cepat
merupakan kontra indikasi, karena dapat merusak kapsul.
6.2.2 Latihan Aktif Assisted
Latihan aktif merupakan gerakan yang dilakukan secara sadar
dan terjadi kontraksi otot dari dalam tanpa melawan tenaga dari luar
(gaya gravitasi). Latihan ini biasanya lebih mengungtungkan karena
adanya kontraksi secara sadar yang berarti penderita dapat ikut
mengontrol gerakan yang terjadi sampai batas toleransinya sehingga
penderita merasa lebih aman dan kemungkinan timbulnya ketegangan
otot karena takut dapat dieliminir dan gerakan lebih mudah dilakukan.
Arah gerakan dan luas jarak sendi sama dengan pada saat latihan pasif.
6.2.3 Latihan Isometrik
Merupakan latihan dimana penderita melakukan suatu gerakan,
terapis memberikan tahanan yang berlawan arah dan gerakan yang
dilakukan penderita tanpa adanya pergerakan pada sendi. Diberikan
pada otot sekitar sendi bahu yang terkena terutama otot-otot yang bila
dikontraksikan tidak menimbulkan nyeri. Intensitas kontraksi
disesuaikan dengan toleransi penderita. Latihan dapat dikerjakan kira-
kira 3 – 5 menit tiap jam disesuaikan keadaan penderita.

8. Evaluasi Terapi
Di dalam evaluasi terapi, fisioterapis akan melakukan evaluasi pada pasien
setelah dilakukan intervensi. Hal ini ditujukan untuk mengetahui bagaimana
pengaruh dari intervensi, mengalami perkembangan atau tidak ada
perkembangan. Evaluasi ini meliputi: Evaluasi nyeri dengan VAS, evaluasi LGS
dengan goniometer dan evaluasi aktivitas fungsional dengan indek Barthel.

19

Anda mungkin juga menyukai