Anda di halaman 1dari 23

BAB II

TINJAUAN TEORI

1. Konsep Medis
a. Definisi
Leukemia adalah kanker dari salah satu jenis sel darah putih di sumsum tulang
belakang, yang menyebabkan proliferasi salah satu jenis darah putih dengan
menyingkirkan jenis sel lain (Corwin, 2008)
Leukimia adalah suatu keganasan pada alat pembuat sel darah berupa proliferasio
patologis sel hemopoetik muda yang ditandai oleh adanya kegagalan sum-sum tulang
dalam membentuk sel darah normal dan adanya infiltrasi ke jaringan tubuh yang
lain (Mansjoer, 2002).
Leukemia tampak merupakan penyakit klonal, yang berarti satu sel kanker
abnormal berproliferasi tanpa terkendali, menghasilkan sekelompok sel anak yang
abnormal. Sel-sel ini menghambat sel darah lain di sumsum tulang untuk berkembang
secara normal, sehingga mereka tertimbun di sumsum tulang. Karena faktor-faktor ini,
leukemia disebut gangguan akumulasi sekaligus gangguan klonal. Pada akhirnya, sel-sel
leukemia mengambil alih sumsum tualng, sehingga menurunkan kadar sel-sel
nonleukemik di dalam darah yang merupakan penyebab berbagai gejala umum leukemia
(Corwin, 2008)
Leukemia sering di klasifikasikan sesuai jalur sel yang terlibat seperti limfositik
atau mielositik, dan sesuai maturitas sel ganas tersebut, seperti akut ( sel imatur ) atau
kronis ( sel terdeferensiasi ). Penyebab nya tidak di ketahui, tetapi cukup banyak bukti
adanya pengaruh genetik dan patogenesis virus. Kerusakkan sumsum tulang akibat
pajanan radiasi atau bahan kimia ( benzene ) dapat menyebab kan leukemia.
Klasifikasi Leukimia
Leukimia akut Leukemia Kronis
Leukemia limfositik akut ( ALL ) di Leukemia limfositik kronis ( CLL )
anggap sebagai suatu proliferasi ganas cenderung merupakan kelainan ringan
limfoblas. Paling sering terjadi pada yang terutama mengenai individu antara
anak-anak, dengan laki-laki lebih usia 50 sampai 70 tahun
banyak dibanding dengan perempuan,
dan puncak insideni pada usia 4 tahun.
Setelah usia 15 tahun, ALL jarang
terjadi
Leukemia mielogeneus akut ( AML ) Leukemia mielogeneus kronis ( CML )
mengenai stem sel hematopoetik yang juga di masukkan dalam keganasan sel
kelak berdiferensiasi ke semua sel stem myeloid. namun, lebih banyak
myeloid : monosit, granulosit ( basofil, terdapat sel normal di banding pada
neutrofil, eosinofil,), eritrosit dan bentuk akut, sehingga penyakit ini lebih
trombosit. Semua kelompok usia dapat ringan. Abnormalitas genetic yang
terkena : insideni meningkat sesuai dinamakan kromosom Philadelphia di
dengan bertambahnya usia. Merupakan temukan pada 90 sampai 95 % klien
leukemia nonlimfositik yang paling dengan CML. CML jarang menyerang
sering terjadi individu berusia di bawah 20 tahun,
namun insideni nya meningkat sesuai
pertambahan usia.

b. Anatomi Fisiologi darah


1) Anatomi darah
Sel darah putih, leukosit adalah sel yang membentuk komponen darah.Sel darah
putih ini berfungsi untuk membantu tubuh melawan berbagai penyakit infeksi sebagai
bagian dari sistem kekebalan tubuh.Sel darah putih tidak berwarna, memiliki inti,
dapat bergerak secara amoebeid, dan dapat menembus dinding kapiler / diapedesis.
Dalam keadaan normalnya terkandung 4x109 hingga 11x109 sel darah putih di
dalam seliter darah manusia dewasa yang sehat - sekitar 7000-25000 sel per
tetes. Dalam setiap milimeter kubik darah terdapat 6000 sampai 10000 (rata-rata 8000)
sel darah putih. Dalam kasus leukemia, jumlahnya dapat meningkat hingga 50000 sel
pertetes. Di dalam tubuh, leukosit tidak berasosiasi secara ketat
dengan organ atau jaringan tertentu, mereka bekerja secara independen
seperti organisme sel tunggal.Leukosit mampu bergerak secara bebas dan berinteraksi
dan menangkap serpihan seluler, partikel asing, atau mikroorganisme penyusup. Selain
itu, leukosit tidak bias membelah diri atau bereproduksi dengan cara mereka sendiri,
melainkan mereka adalah produk dari sel punca hematopoietic pluripotent yang ada
pada sumsum tulang. Leukosit turunan meliputi: sel NK, sel biang, eosinofil, basofil,
dan fagosit termasuk makrofaga, neutrofil, dan sel dendritik. Ada beberapa jenis sel
darah putih yang disebut granulosit atau sel polimorfonuklear yaitu

1) Basofil.
Sangat berkaitan dengan reaksi alergi, mengandung padatan granula sitoplasmik
degan heparin , histamine dan zat lain yang meningkatkan inflamasi
2) Eosinofil.
Granulosit yang berperan dalam system kekebalan dengan melawan parasit
multiseluler dan beberapa infeksi.
3) Neutrofil
Berfungsi terutama melindungi tubuh terhadap materi asing dan dua jenis yang lain
tanpa granula dalam sitoplasma:
4) Monosit.
Sel mononuclear berukuran besaryang dihasilkan sumsum merah tulang
5) Limfosit
Berukuran lebih kecil daripada monosit dan memiliki inti yang besar.
2) Fisiologi darah
Leukosit adalah sel darah berinti. Di dalam darah manusia, jumlah normal
leukosit rata-rata 5000-9000 sel/mm3, bila jumlahnya lebih dari 12000, keadaan ini
disebut leukositosis, bila kurang dari 5000 disebut leukopenia. Dilihat dalam mikroskop
cahaya maka sel darah putih mempunyai granula spesifik (granulosit), yang dalam
keadaan hidup berupa tetesan setengah cair, dalam sitoplasmanya dan mempunyai
bentuk inti yang bervariasi, yang tidak mempunyai granula, sitoplasmanya homogen
dengan inti bentuk bulat atau bentuk ginjal. Terdapat dua jenis leukosit agranuler :
limfosit sel kecil, sitoplasma sedikit, monosit sel agak besar mengandung sitoplasma
lebih banyak. Terdapat tiga jenis leukosir granuler: Neutrofil, Basofil, dan Asidofil
(eosinofil) yang dapat dibedakan dengan afinitas granula terhadap zat warna netral basa
dan asam. Granula dianggap spesifik bila ia secara tetap terdapat dalam jenis leukosit
tertentu dan pada sebagian besar precursor (pra zatnya). Meski masing-masing jenis sel
terdapat dalam sirkulasi darah, leukosit tidak secara acak terlihat dalam eksudat, tetapi
tampak sebagai akibat sinyal-sinyal kemotaktik khusus yang timbul dalam
berkembangnya proses peradangan. (Effendi, 2003)
Leukosit mempunyai peranan dalam pertahanan seluler dan humoral organisme
terhadap zat-zat asingan. Ketika viskositas darah meningkat dan aliran lambat, leukosit
mengalami marginasi, yakni bergerak ke arah perifer sepanjang pembuluh darah.
Kemudian melekat pada endotel dan melakukan gerakan amuboid. Melalui proses
diapedesis, yakni kemampuan leukosit untuk menyesuaikan dgn lubang kecillekosit,
dapat meninggalkan kapiler dengan menerobos antara sel-sel endotel dan menembus
kedalam jaringan penyambung. Pergerakan leukosit di daerah intertisial pada jaringan
meradang setelah leukosit beremigrasi, atau disebut kemotaktik terarah oleh sinyal
kimia. (Effendi, 2003).
Jumlah leukosit per mikroliter darah, pada orang dewasa normal adalah 4000-
11000, waktu lahir 15000-25000, dan menjelang hari ke empat turun sampai 12000,
pada usia 4 tahun sesuai jumlah normal. Variasi kuantitatif dalam sel-sel darah putih
tergantung pada usia. waktu lahir, 4 tahun dan pada usia 14 -15 tahun persentase khas
dewasa tercapai. (Effendi, 2003).
Granulosit dan Monosit mempunyai peranan penting dalam perlindungan badan
terhadap mikroorganisme.dengan kemampuannya sebagai fagosit (fago- memakan),
mereka memakan bakteria hidup yang masuk ke sistem peredaran darah. melalui
mikroskop adakalanya dapat dijumpai sebanyak 10-20 mikroorganisme tertelan oleh
sebutir granulosit. pada waktu menjalankan fungsi ini mereka disebut fagosit. dengan
kekuatan gerakan amuboidnya ia dapat bergerak bebas didalam dan dapat keluar
pembuluh darah dan berjalan mengitari seluruh bagian tubuh. dengan cara ini ia
dapat mengepung daerah yang terkena infeksi ataucidera, menangkap organisme hidup
dan menghancurkannya, menyingkirkan bahan lain seperti kotoran-kotoran, serpihan-
serpihan dan lainnya, dengan cara yang sama, dan sebagai granulosit memiliki enzim
yang dapat memecah protein, yang memungkinkan merusak jaringan hidup,
menghancurkan dan membuangnya.
Dengan cara ini jaringan yang sakit atau terluka dapat dibuang dan
penyembuhannya dimungkinkan. Sebagai hasil kerja fagositik dari sel darah putih,
peradangan dapat dihentikan sama sekali. Bila kegiatannya tidak berhasil dengan
sempurna, maka dapat terbentuk nanah.Nanah beisi "jenazah" dari kawan dan lawan -
fagosit yang terbunuh dalam kinerjanya disebut sel nanah.demikian juga terdapat
banyak kuman yang mati dalam nanah itu dan ditambah lagi dengan sejumlah besar
jaringan yang sudah mencair. dan sel nanah tersebut akan disingkirkan oleh granulosit
yang sehat yang bekerja sebagai fagosit.
c. Etiologi
Menurut Handayani (2008) ada beberapa faktor yang terbukti dapat menyebabkan
leukemia, faktor genentik, sinar radioaktof, dan virus.
a. Faktor genetic
Insidensi leukemia akut pada anak-anak penderita sindrom Down adalah 20 kali
lebih banyak daripada normal. Pada anak kembar identik yang akan berisiko tinggi bila
kembaran yang lain mengalami leukemia.
Insiden leukemia pada anak-anak penderita sindrom down adalah 20 kali lebih
banyak daripada normal. Kelainan pada kromosom 21 dapat menyebabkan leukemia
akut. Insiden leukemia akut juga meningkat pada penderita dengan kelainan kongenital
misalnya agranulositosis kongenital, sindrom Ellis Van Creveld, penyakit seliak,
sindrom Bloom, anemia Fanconi, sindrom Wiskott Aldrich, sindrom Kleinefelter dan
sindrom trisomi D.31 Pada sebagian penderita dengan leukemia, insiden leukemia
meningkat dalam keluarga. Kemungkinan untuk mendapat leukemia pada saudara
kandung penderita naik 2-4 kali. Selain itu, leukemia juga dapat terjadi pada kembar
identik. Berdasarkan penelitian Hadi, et al (2008) di Iran dengan desain case control
menunjukkan bahwa orang yang memiliki riwayat keluarga positif leukemia berisiko
untuk menderita LLA (OR=3,75 ; CI=1,32-10,99) artinya orang yang menderita
leukemia kemungkinan 3,75 kali memiliki riwayat keluarga positif leukemia
dibandingkan dengan orang yang tidak menderita leukemia
b. Radioaktif
Sinar radioaktif merupakan faktor eksternal yang paling jelas dapat menyebabkan
leukemia pada manusia. Akhir-akhir ini dibuktikan bahwa penderita yang diobati
dengan dinar radioaktif akan menderita leukemia pada 6 % klien,dan baru terjadi
sesudah 5 tahun.
c. Virus
Sampai saat ini belum dapat dibuktikan bahwa penyebab leukemia pada manusia
adalah virus.namun, ada beberapa hasil penelitian yang mendukung teori virus sebagai
penyebab leukemia, yaitu enzyme reverse transcriptase ditemukan dalam darah
manusia. Tetapi ada Beberapa virus tertentu sudah dibuktikan menyebabkan leukemia
pada binatang. Ada beberapa hasil penelitian yang mendukung teori virus sebagai salah
satu penyebab leukemia yaitu enzyme reserve transcriptase ditemukan dalam darah
penderita leukemia. Seperti diketahui enzim ini ditemukan di dalam virus onkogenik
seperti retrovirus tipe C yaitu jenis RNA yang menyebabkan leukemia pada binatang.31
Pada manusia, terdapat bukti kuat bahwa virus merupakan etiologi terjadinya leukemia.
HTLV (virus leukemia T manusia) dan retrovirus jenis cRNA, telah ditunjukkan oleh
mikroskop elektron dan kultur pada sel pasien dengan jenis khusus leukemia/limfoma
sel T yang umum pada propinsi tertentu di Jepang dan sporadis di tempat lain,
khususnya di antara Negro Karibia dan Amerika Serikat
d. Patofisiologi
Menurut Hidayat (2006) dan Handayani (2008), leukimia terjadi akibat dari
beberapa faktor antara lain faktor genetik, sinar radioaktif, dan virus. Menurut Corwin
(2009) dan Hidayat (2006), leukimia tampak merupakan penyakit klonal, yang berarti satu
sel kanker abnormal berpoliferasi tanpa terkendali, menghasilkan sekelompok sel anak
yang abnormal sehingga dapat menyebabkan terjadinya anemia trombositopenia.Kemudian
leukimia atau limfositik akut merupakan kanker jaringan yang menghasilkan leukosit yang
imatur dan berlebih sehingga jumlahnya yang menyusup ke berbagai organ seperti sum-
sum tulang dan mengganti unsur sel yang normal sehingga mengakibatkan jumlah eritrosit
kurang untuk mencukupi kebutuhan sel (Hidayat, 2006).Karena faktor-faktor ini leukimia
disebut gangguan akumulasi sekaligus gangguan klonal.Pada akhirnya, sel-sel leukemik
mengambil alih sum-sum tulang. Sehingga menurunkan kadar sel-sel nonleukemik di
dalam darah yang merupakan penyebab berbagai gejala umum leukimia. Trombosit pun
berkurang sehingga timbul pendarahan. Proses masuknya leukosit yang berlebihan dapat
menimbulkan hepatomegali apabila terjadi pada hati, splenomegali,
e. Pathway Keperawatan
Faktor Genetik
Sinar Radioaktif
Virus

Sel neoplasma berprolifersi


didalam sum-sum tulang

Kerusakan sum-sum tulang

Hematopoisis terhambat
Imunitas menurun Trombosit, Leokosit, Eritrosit Eritrosit menurun
Leokosit imatur
Resiko anemia
Resiko
Maligna sel leokosit
Infeksi
Lemas, Lelah, Capek dan pucat
Masuk pembuluh darah

Kelemahan

Sendi/ Tulang Lambung Usus Paru- paru

Peradangan Peradangan pada mukosa lambung Peradangan dinding usus Kerusakan


pembekuan
Kerusakan sendi Asam lambung meningkat Penyumbatan usus parsial kapiler paru
dan tulang menahan
Erosi dinding lambung Penyerapan nutrisi terganggu Exudasi cairan
Nyeri sendi dan tulang

Ketidakefektifan Gangguan
Nyeri Mual/ Muntah Perdarahan lambung nutrisi kurang dari pertukaran
Diare kebutuhan tubuh gas
Intake cairan berkurang
Napsu makan menurun
Kekurangan
Ketidakefektifan nutrisi volume cairan
kurang dari kebutuhan tubuh tubuh
leukemia

Masuk sumsum tulang belakang

Menghambat semua sel darah


lain di sumsum tulang belakang

Gagal atau terganggunya


produksi sel

Sel darah merah Trombosit Sel darah putih


menurun menurun normal
menurun

Anemia Terjadi
gangguan Kekebalan tubuh
pembekuan menurun
Pucat, lemah, lemas darah

Resiko infeksi
Kelemahan Resiko
injury

1. Manifestasi klinis
a. Leukemia Limfositik Akut
Gejala klinis LLA sangat bervariasi. Umumnya menggambarkan kegagalan sumsum
tulang. Gejala klinis berhubungan dengan anemia (mudah lelah, letargi, pusing, sesak,
nyeri dada), infeksi dan perdarahan. Selain itu juga ditemukan anoreksi, nyeri tulang dan
sendi, hipermetabolisme.Nyeri tulang bisa dijumpai terutama pada sternum, tibia dan
femur.
b. Leukemia Mielositik Akut
Gejala utama LMA adalah rasa lelah, perdarahan dan infeksi yang disebabkan oleh
sindrom kegagalan sumsum tulang. perdarahan biasanya terjadi dalam bentuk purpura
atau petekia. Penderita LMA dengan leukosit yang sangat tinggi (lebih dari 100 ribu/mm)
biasanya mengalami gangguan kesadaran, sesak napas, nyeri dada dan priapismus. Selain
itu juga menimbulkan gangguan metabolisme yaitu hiperurisemia dan hipoglikemia.
c. Leukemia Limfositik Kronik
Sekitar 25% penderita LLK tidak menunjukkan gejala. Penderita LLK yang mengalami
gejala biasanya ditemukan limfadenopati generalisata, penurunan berat badan dan
kelelahan. Gejala lain yaitu hilangnya nafsu makan dan penurunan kemampuan latihan
atau olahraga. Demam, keringat malam dan infeksi semakin parah sejalan dengan
perjalanan penyakitnya.
d. Leukemia Granulositik/Mielositik Kronik
LGK memiliki 3 fase yaitu fase kronik, fase akselerasi dan fase krisis blas. Pada fase
kronik ditemukan hipermetabolisme, merasa cepat kenyang akibat desakan limpa dan
lambung. Penurunan berat badan terjadi setelah penyakit berlangsung lama. Pada fase
akselerasi ditemukan keluhan anemia yang bertambah berat, petekie, ekimosis dan
demam yang disertai infeksi.
2. Pemeriksaan Diagnostik
a. Hitung darah lengkap (FBC) biasanya menunjukkan gambaran anemia dan
trombositopenia. Jumlah sel darah putih yang normal biasanya berkurang dan jumlah sel
darah putih total dapat rendah, normal, atau meningkat. Apabila normal atau meningkat,
sebagian besar selnya adalah sel darah putih primitif (blas). (Patrick, 2005)
1) Leukemia limfoblastik akut
Pada kira-kira 50% pasien ditemukan jumlah leukosit melebihi 10.000/mm3 pada saat
didiagnosis, dan pada 20% pasien melebihi 50.000/mm3.Neutropenia (jumlah
neutrofil absolut kurang dari 500/mm3 [normalnya 1500/mm3] sering
dijumpai.Limfoblas dapat ditemukan di darah perifer, tetapi pemeriksa yang tidak
berpengalaman dapat melaporkan limfoblas tersebut sebagai limfosit atipik.
2) Leukemia nonlimfositik akut
Evaluasi laboratorium secara tipikal menunjukkan adanya neutropenia, anemia, da
trombositopenia.Jumlah leukosit bervariasi, walaupun pada saat didiagnosis kira-kira
25% anak memiliki jumlah leukosit melebihi 100.000/mm3.Pada darah perifer dapat
ditemukan sel blas.Diagnosis pasti ditegakkan dengan dilakukan pemeriksaan aspirat
sumsum tulang, yang menunjukkan adanya sel blas lebih dari 25%.Seperti pada
leukemia limfoblastik akut, cairan spinal juga harus diperiksa untuk menemukan
bukti adanya leukemia.Mencapai 15% pasien memiliki bukti sel blas pada cairan
spinal pada saat didiagnosis.
3) Leukemia mielositik kronis
Evaluasi laboratorium secara tipikal memperlihatkan leukositosis nyata,
trombositosis, dan anemia ringan.Sumsum tulang hiperselular tetapi disertai maturasi
mieloid yang normal.Sel blas tidak banyak dijumpai. Pada kira-kira 90% kasus, tanda
sitogenik yang khas pada leukemia mielositik kronis yang terlihat adalah: kromosom
Philadelphia.
b. Pemeriksaan biokimia dapat menunjukkan adanya disfungsi ginjal, hipokalemia, dan
peningkatan kadar bilirubin.
c. Profil koagulasi dapat menunjukkan waktu protombin dan waktu tromboplastin parsial
teraktivasi (APPT) yang memanjang karena sering terjadi DIC (disseminated
intravaskular coagulation).
d. Kultur darah karena adanya risiko terjadi infeksi.)
e. Foto toraks: pasien dengan ALL (acute tymphoblastic leukaemia) jalur sel T sering
memiliki massa mediastinum yang dapat dilihat pada foto toraks.
f. Golongan darah karena cepat atau lambat akan dibutuhkan transfusi darah dan trombosit.
g. Pemeriksaan penunjang diagnosis spesifik termasuk aspirasi sumsum tulang yang
memperlihatkan limfoblas lebih dari 25%, biopsi trephine, penanda sel, serta
pemeriksaan sitogenetik untuk membedakan ALL (akut limfoblastik leukemia) dengan
AML (akut mieloblastik leukemia) secara akurat. Auer rod di sitoplasma sel blas
merupakan tanda patognomonik pada AML, namun hanya ditemukan pada 30% kasus.
Pemeriksaan penanda sel dapat membantu membedakan ALL jalur sel B atau sel T dan
juga membedakan subtipe AML yang berbeda-beda. Ini berguna bagi hematolog untuk
merancang terapi dan memperkirakan prognosis. Analisis kromosom sel leukemia
berguna untuk membedakan ALL dan AML, dan yang penting adalah dapat memberikan
informasi prognosis.
h. Cairan spinal juga perlu diperiksa karena sistem saraf pusat merupakan tempat
persembunyian penyakit ekstramedular.
3. Penatalaksanaan
a. Pencegahan
6) Lakukan pendeteksian dini dengan cara melihat berbagai gejala yang ditunjukan
7) Hindari makanan yang mengandung zat karsinogenik
8) Diet sehatuntuk mencegah terjadinya kanker
9) Menghindari racun : rokok dan alcohol baik secara produk aktif maupun secara pasif
10) Olhraga secara teratur untuk mengeluatkan racun-racun dalam tubuh melalui
keringat
b. Pengobatan
1) Kemoterapi
Terapi definitive leukemia akut adalah dengan kemoterapi sitotoksik menggunakan
kombinasi obat multiple.Obat sitotoksik bekerja dengan berbagai mekanisme namun
semuanya dapat menghancurkan sel leukemia.Tetapi dengan metode ini beberapa sel
normal juga ikut rusak dan ini menyebabkan efek samping seperti kerontokan rambut,
mual, muntah, nyeri pada mulut (akibat kerusakan pada mukosa mulut), dan
kegagalan sumsum tulang akibat matinya sel sumsum tulan.Salah satu konsekuensi
mayor dari neutropenia akibat kemoterapi adalah infeksi berat.Pasien harus diterapi
selama berbulan-bulan (AML) atau selama 2-3 tahun (ALL).
2) Penatalaksanaan medis dalam pemberian kemoterapi dan radioterapi:
a) Prednison untuk efek antiinflamasi
b) Vinkristin (oncovin) untuk antineoplastik yang menghambat pembelahan sel
selama metaphase
c) Asparaginase untuk menurunkan kadar asparagin (asam amino untuk
pertumbuhan tumor)
d) Metotreksat sebagai antimetabolik untuk menghalangi metabolism asam folat
sebagai zat untuk sintesis nucleoprotein yang diperlukan yang diperlukan sel-sel
yang cepat membelah
e) Sitarabin untuk menginduksi remisi pada pasien dengan leukemia granulositik
yang menekan sumsum tulang yang kuat.
f) Alopurinol sebagai penghambat produksi asam urat dengan menghambat reaksi
biokimia.
g) Siklofosfamid sebagai antitumor kuat.
h) Daurnorubisin sebagai penghambat pembelahan sel selama pengobatan leukemia
akut
3) Transplantasi sumsum tulang
Ini merupakan pilihan terapi lain setelah kemoterapi dosis tinggi dan radioterapi pada
beberapa pasien leukemia akut. Transplantasi dapat bersifat autolog, yaitu el sumsum
tulang diambil sebelum pasien meneraima terapi dosis tinggi, disimpan, dan
kemudian diinfusikan kembali.Selain itu, dapat jug bersifat alogenik, yaitu sumsum
tulang berasal dari donor yang cocok HLA-nya. Kemoterapi dengan dosis sangat
tinggi akan membunuh sumsum tulang penderita dan hal tersebut tidak dapat pulih
kembali. Sumsum tulang pasien yang diinfusikan kembali akan mengembalikan
fungsi sumsum tulang pasien tersebut. Pasien yang menerima transplantasi alogenik
memiliki risiko rekurensi yag lebih rendah dibandingkan dengan pasien yang
menerima transplantasi autolog, karena sel tumor yang terinfusi kembali dapat
menimbulkan relaps. Pada transplantasi alogenik memiliki risiko rekurensi yang lebih
rendah dibandingkan dengan pasien yang menerima transplantsi autolog, karena sel
tumor yang terinfusi kembali dapat menimbulkan relaps. Pada transplantasi alogenik,
terdapat bukti kuat yang menunjukan bahwa sumsum yang ditransplantasikan akan
berefek antitumor yang kuat karena limfosit T yang tertransplantasi. Penelitian-
penelitian baru menunjukan bahwa transplantasi alogenik menggunakan terapi dosis
rendah dapat dilakukan dan memiliki kemungkinan sembuh akibat mechanism
imunologis.
4) Resusitasi
Pasien yang baru didiagnosis leukemia akut biasanya berada dalam keadaan sakit
berat dan renta terhadap infeksi berat dan atau perdarahan. Prioritas utamanya adalah
resusitasi mengguakan antibiotic dosis tinggi intravena untuk melawan infeksi,
transfusi trombosit atau plasma beku segar (fresh frozen plasma) utuk mengatasi
anmia. Penggunaan antibiotic dalam situasi ini adalah tindakan yang tepat walaupun
demam yang terjadi ternyata merupakan akibat dari penyakit itu sendiri dan bukan
akibat infeksi.Lebih mudah menghentikan pemberian antibiotic daripada
menyelamatkan pasien dengan syok dan septicemia yang telah diberikan tanpa terapi
antibiotik. (Patrick. 2005)
a. Rehabilitasi
11) Jika merasa sangat lelah atau kekurangan energy cobalah untuk mengelola energy dan
menjadwalkan istirahat ekstra
12) Rambut rontok, gunakanlah sampo yang ringan bahan kimia dan sisir rambut dengan
cara yang lembut
13) Rasa sakit, perawatan dirumah sesama sangat membantu anda mengatasi rasa sakit
14) Penanganan stress karena kanker, pikiran yang berat untuk mengatasi tantangan
penyakituntuk mengatasi gejala stress dapat meningkatkan kualitas keseluruhan hidup
seperti melakukan hal-hal yang disenangi pasien dan menyarankan pasien untuk
berpikiran positif
15) Berbagi kisah dan perasaan, menemukan kelompok dukukngan untuk sesama
penyandang penyakit kanker dapat meringankan pikiran
16) Minum obat secara teratur
17) Mengkomsumsi menu sehat seperti Makan makanan yang seimbang
18) Cukup tidur
19) Rajin berolahraga
4. Komplikasi
Berikut ini dapat dicermati komplikasi yang timbul pada leukemia:
a. Anemia (kurang darah). Hal ini karena produksi sel darah merah kurang atau akibat
perdarahan.
b. Terinfeksi berbagai penyakit. Hal ini dikarenakan sel darh putih yang ada kurang
berfungsi dengan baik meskipun jumlahnya berlebihan tetapi sudah berubah menjadi
ganas sehingga tidak mampu melawan infeksi dan benda asing yang masuk ke dalam
tubuh.Disamping itu, pada leukemia, obat-obatan anti-leukemia menurunkan kekebalan.
c. Perdarahan. Hal ini terjadi sebagai akibat penekanan sel leukemia pada sumsum tulang
sehingga sel pembeku darah produksinya pun berkurang.
d. Gangguan metabolism:
1) Berat badan turun,
2) Demam tanpa infeksi yang jelas,
3) Kalium dan kalsium darah meningkat malahan ada yang rendah serta
4) Gejala asidosis sebagai akibat asam laktat meningkat.
e. Penyusupan sel-sel pada organ-organ:
1) Terlihat organ limpa membesar
2) Gejala gangguan saraf otak
3) Gangguan kesuburan, serta
4) Tanda-tanda bendungan pembuluh darah paru.
b. Berbagai komplikapada kehamilan apabila penderita hamil.
2. Konsep Dasar Keperawatan
1. Pengkajian
a. Anamnesis: sering terdapat pada usia sebelum usia 15 tahun ( 85% ), puncak nya
berada pada usia 2-4 tahun. Resiko lebih sering terjadi pada anak laki-laki di
bandingkan perempuan
b. Keluhan Utama
Nyeri tulang sering terjadi, lemah nafsu makan menurun, demam (jika disertai infeksi)
juga disertai dengan sakit kepala
c. Riwayat kesehatan dahulu
Pada penderita sering di temukan riwayat keluarga yang terpapar oleh bahan kimia (
benzene dan arsen ) ; infeksi virus ( Epstein barr, HTLV-1 ) ; kelainan kromosom dan
penggunaan obat-obatan seperti phenylbutazone dan chloromphenycol ; serta terapi
radiasi maupun kemoterapi.
d. Riwayat kelahiran anak :
1) Prenatal
2) Natal
3) Post natal
e. Riwayat Tumbuh Kembang
Bagaimana pemberian ASI, adakah ketidaknormalan pada masa pertumbuhan dan
kelainan lain ataupun sering sakit-sakitan.
f. Riwayat keluarga
Insiden LLA lebih tinggi berasal dari saudara kandung anak-anak yang terserang
terlebih pada kembar monozigot (identik).
g. Pemeriksaan Fisik :
1) Keadaan Umum tampak lemah
2) Kesadaran composmentis selama belum terjadi komplikasi.
3) Pemeriksaan Kepala Leher
Rongga mulut: apakah terdapat peradangan (infeksi oleh jamur atau bakteri),
perdarahan gusi
4) Konjungtiva: anemis atau tidak. Terjadi gangguan penglihatan akibat infiltrasi ke
SSP.
5) Pemeriksaan Integumen
Adakah ulserasi ptechie, ekimosis, tekanan turgor menurun jika terjadi dehidrasi
6) Pemeriksaan Dada dan Thorax
a) Inspeksi bentuk thorax, adanya retraksi intercostae.
b) Auskultasi suara nafas, adakah ronchi (terjadi penumpukan secret akibat infeksi
di paru), bunyi jantung I, II, dan III jika ada
c) Palpasi denyut apex (Ictus Cordis)
d) perkusi untuk menentukan batas jantung dan batas paru.
7) Pemeriksaan Abdomen
a) Inspeksi bentuk abdomen apakah terjadi pembesaran, terdapat bayangan vena
b) auskultasi peristaltic usus,
c) palpasi nyeri tekan bila ada pembesaran hepar dan limpa
h. Pemeriksaan persistem
1) B1 ( Breathing )
Anak lebih mudah mengalami kelelehan serta sesak saat beraktifitas ringan. Dapat
di temukan adanya dispnea, takipnea, batuk, ronki, dan penurunan suara napas
2) B2 ( Bleedeing )
Penderita mudah mengalami pendarahan spontan yang tidak terkontrol dengan
trauma minimal, gangguan visual akibat pendarahn retina, demam, lebam,
perdarahan gusi , dan epitaksis. Keluhan berdebar , takikardia, suara murmur
jantung kulit dan mukosa pucat
3) B3 ( Brain )
Keluhan nyeri abdominal , sakit kepala, nyeri persendian, dada terasa lemas, kram
pada otot, meringis, kelemahan dan hanya berpusat pada diri sendiri
4) B4 ( Bladder )
Pada inspeksi didapatkan adanya abses perianal serta hematuria
5) B5 ( Bowel )
Anak sering mengalami menurunan nafsu makan, anoreksia, muntah, perubahan
sensasi rasa, penurunan berat badan, dan gangguan menelan. Dari pemeriksaan fisik
di dapatkan adanya distensi abdomen, penurunan bising usus, pembesaran limpa,
pembesaran hepar akibat invasi sel-sel darah putih yang berproliferasi secara
abnormal, ikterus, stomatitis, ulserasi oral, dan adanya pembesaran gusi ( bisa
menjadi indikasi terhadap acute monolytic leukemia ).
6) B6 ( Bone )
Berikut ini akan di jelaskan mengenai dampak terhadap pola tidur, pola latihan, dan
aktivitas
a) Pola istirahat dan tidur
anak memperhatikan penurunan aktifitas dan lebih banyak waktu yang di
habiskan untuk tidur/istirahat karena mudah mengalami kelelahan.
b) Pola latihan
penderita sering di temukan mengalami penurunan koordinasi dalam
pergerakkan keluhan nyeri pada sendi atau tulang. Anak sering dalam keadaan
umum lemah, rewel, dan ketidakmampuan melaksanakan aktifitas sehari-hari
dari pemeriksaan fisik di dapatkan penurunan tonus otot, kesadaran samnolen,
kelainan jantung berdebar-debar ( palpitrasi ), adanya murmur kulit pucat,
membran mukosa pucat.serta penurunan fungsi saraf cranial, dengan atau di
sertai tanda tanda pendarahan serebral.
i. Aktivitas
Gejala : kelelahan, malaise, kelemahan, ketidakmampuan untuk melakukan
aktivitas biasanya
Tanda: kelelahan otot, Peningkatan kebutuhan tidur, somnolen.
j. Sirkulasi
Gejala : palpitasi
Tanda : takikardia, murmur jantung, Kulit, membrane mukosa pucat, Deficit saraf
cranial dan tanda perdarahan serebral
k. Eliminasi
Gejala : diare, nyeri tekan perianal, nyeri Darah merah terang pada tisu, feses hitam,
Darah pada urine, penurunan haluaran urine
l. Integritas ego
Gejala : perasaan tak berdaya/tak ada harapan
Tanda : Depresi, menarik diri, ansietas, takut, marah, mudah tersinggung,
Perubahan alam perasaan, kacau
j. Makanan/ cairan
Gejala : kehilangan napsu makan, anoreksia, muntah, Perubahan
rasa/penyimpangan rasa, Penurunan berat badan, Faringitis, disfagia
k. Pola kognitif dan persepsi
Anak penderita sering di temukan mengalami penurunan kesadaran ( samnolen ),
iritabilitas otot dan sering kejang, ada nya keluhan sakit kepala, serta disorientasi
kerena sel darah putih yang abnormal berinfiltrasi ke susunan saraf pusat.
l. Pola mekanisme koping dan stress
Anak berada dalam kondisi yang lemah dengan pertahanan tubuh yang sangat
rendah.Dalam pengkajian dapat ditemukan adanya depresi, penarikan diri, cemas,
takut, marah, dan iritabilitas. Juga ditemukan perubahan suasana hati dan bingung
2. Diagnose Keperawatan
a. Nyeri (akut) berhubungan dengan agen fisikal
b. Keletihan berhubungan dengan factor fisiologis (status penyakit)
c. Resiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuat pertahanan sekunder
d. Resiko injuri berhubungan dengan factor Profil darah yang abnormal
3. Intervensi Keperawatan
No Diagnose keperawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional
hasil
1. Nyeri (akut) berhubungan NOC NIC
dengan agen fisikal - Pain level 1. Kaji tingkat nyeri, lokasi dan 1. Untuk mengetahui sejauh mana
- Pain control karasteristik nyeri. tingkat nyeri dan merupakan
- Comfort level indiaktor secara dini untuk
Criteria hasil : dapat memberikan tindakan
- Mampu mengontrol nyeri selanjutnya
(tahu penyebab nyeri, 2. Jelaskan pada pasien tentang 2. Informasi yang tepat dapat
mampu menggunakan penyebab nyeri menurunkan tingkat kecemasan
teknik untuk mengurangi pasien dan menambah
nyeri, mencari bantuan) pengetahuan pasien tentang
- Melaporkan bahwa nyeri nyeri
berkurang dengan 3. Ajarkan tehnik untuk 3. Napas dalam dapat menghirup
menggunakan management pernafasan diafragmatik lambat O2 secara adequate sehingga
nyeri / napas otot-otot menjadi relaksasi
- Mampu mengenali nyeri sehingga dapat mengurangi
(skala, intensitas, frekuensi rasa nyeri.
dan tanda nyeri) 4. Berikan aktivitas hiburan 4. Meningkatkan relaksasi dan
- Menyatakan rasa nyaman (ngobrol dengan anggota dapat meningkatkan
setelah nyeri berkurang. keluarga) kemampuan kooping.
5. Observasi tanda-tanda vital 5. deteksi dini terhadap
perkembangan kesehatan
pasien.
6. Kolaborasi dengan tim medis 6. sebagai profilaksis untuk dapat
dalam pemberian analgetik menghilangkan rasa nyeri
2 Keletihan berhubungan NOC NIC 1. Kelelahan dapat membatasi
dengan factor fisiologis - endurance 1. Kaji kemampuan pasien untuk kemampuan pasien untuk
(status penyakit) - concentration melakukan ADL berpartisipasi dalam perawatan
- energy conservation diri dan melakukan tanggung
- nutritional status : energy jawab perannya dalam
Kriteria Hasil keluarga dan masyarakat,
- Pasien berbagi seperti bekerja di luar rumah.
perasaannya mengenai 2. Kaji konsumsi nutrisi pasien 2. Kelelahan mungkin merupakan
efek kelelahan dalam untuk sumber energi dan gejala kekurangan gizi protein,
hidup. kebutuhan metabolik yang defisiensi vitamin, atau
- Pasien membahas apa memadai kekurangan zat besi
yang menurutnya 3. Tentukan kemungkinan 3. Mengidentifikasi faktor-faktor
membuat kelelahan penyebab kelelahan terkait dengan kelelahan dapat
menjadi lebih buruk. bermanfaat dalam mengenali
- Pasien menunjukkan penyebab potensial dan
empat teknik hemat energi membangun rencana perawatan
untuk membantu kolaboratif
mengurangi kelelahan 4. Bantu pasien dengan 4. Rencana yang
- Pasien menjelaskan mengembangkan jadwal untuk menyeimbangkan periode
rencana konservasi energi aktivitas sehari-hari dan aktivitas dengan periode
untuk mengimbangi istirahat istirahat dapat membantu
kelelahan. pasien menyelesaikan aktivitas
 Pasien verbalisasi tugas pilihan tanpa berkontribusi
penting apa selama pada tingkat kelelahan
periode kelelahan 5. konsultasi dengan ahli gizi 5. Pasien akan memerlukan
memiliki prioritas lebih untuk meningkatkan asupan asupan lemak, karbohidrat,
tinggi daripada aktivitas makanan yang benergi tinggi protein, vitamin, dan mineral
yang tidak penting. yang seimbang untuk memberi
sumber energi.

3 Resiko infeksi NOC NIC


berhubungan dngan ketidak - endurance 1. tempatkan pada ruangan 1. Melindungi dari sumber
adekuatan pertahanan - concentration khusus. Batasi pengunjung potensial pathogen/infeksi.
tubuh - energy conservation sesuai indikasi, hindarkan Kemotherapi menempatkan
- nutritional status : energy menggunakan tanamam pasien pada resiko besar untuk
Criteria hasil: hidup/bunga potong. Batasi infeksi.
1. Mengidentifikasi tindakan buah segar dan sayuran
untuk mencegah / 2. berikan protocol untuk 2. mencegah kontaminasi silang
menurunkan resiko infeksi mencuci tangan yang baik /menurunkan resiko infeksi
2. Menunjukan teknik, untuk semua petugas dan
perubahan pola hidup pengunjung.
untuk meningkatkan 3. awasi suhu. Perhatikan 3. hipertermia lanjut terjadi pada
keamanan lingkungan, hubungan antara peningkatan beberapa tipe infeksi, dan
meningkatkan suhu dan pengobatan demam (tak berhubungan
penyembuhan kemoterapi. Observasi demem dengan obat atau darah )
sehubungan dengan takikardia, Terjadi pada kebanyakan
hipotensi, perubahan mental pasien leukemia.
samar.
4. Awasi saat pemeriksaan 4. penurunan SDP normal/matur
laboratorium dapat diakibatkan oleh proses
penyakit atau kemotrapi,
melibatkan respons imun dan
peningkatan resiko infeksi.
5. hindari antipiretik yang 5. aspirin dapat menyebabkan
mengandung aspirin perdarahan gaster dan
penurunan jumlah trombosit
lanjut.
4. Resiko injuri berhubungan NOC: NIC
dengan factor Profil darah - Risk Control 1. Ciptakan lingkungan yang 1. Mencegah terjadinya risiko
yang abnormal Criteria hasil aman untuk pasien cidera
- Klien terbebas dari cidera 2. Identifikasi kebutuhan 2. Menentukan kebutuhan pasien
- Klien mampu menjelaskan keamanan pasien, berdasarkan terhadapm keamanan dan
cara/metode untuk tingkat fisik, fungsi kognitif menentukan intervensi yang
mencegah injury/cedera dan sejarah tingkah laku tepat
- Klien mampu menjelaskan 3. Identifikasi kebiasaan dan 3. Membantu petugas kesehatan
factor resiko dari factor risiko yang mengurangi risiko cidera untuk
lingkungan/perilaku mempengaruhi untuk cedera. pasien dari kebiasaan yang
personal dilakukan dan faktor-faktor
- Mempunyai gaya hidup penyebabnya
untuk mencegah injury 4. Batasi pengunjung 4. Mengurangi keletihan pada
- Menggunakan fasilitas pasien yang dapat
kesehatan yang ada menyebabkan risiko cidera
- Mampu mengamati 5. Sediakan tempat tidur yang 5. Membantu pasien
perubahan status kesehatan rendah jika diperlukan memudahkan menjangkau
tempat tidur dan mengurangi
risiko cidera
6. Ajari pasien bagaimana cara 6. Melatih pasien untuk
duduk, berdiri dan berjalan meminimalisir faktor penyebab
yang aman untuk risiko cidera
meminimalkan cedera bila
diperlukan
DAFTAR PUSTAKA

Andriyani M. gizi dan kesehatan balita. Jakarta: Prenadamedia Group; 2013

Cecily lynn Betz,Linda A.sowden, 2009. Buku Saku Keperawatan Pediatri edisi .Jakarta : EGC

Muttaqin, arif, 2009.Buku ajar asuhan keperawatan klien dengan gangguan system
kardiovaskuler dan hematologi. Jakarta : Salemba Medika

Nursalam. Asuhan keperawatan bayi dan anak (untuk perawatdan bidan). Jakarta: Salemba
Medika; 2008

Soetjiningsih, tumbuh kembang anak. Jakarta: EGC; 2013

Anda mungkin juga menyukai