PENDAHULUAN
1
Tatalaksana demam tifoid pada anak dibagi atas dua bagian besar, yaitu
tatalaksana umum dan bersifat suportif dan tatalaksana khusus berupa pemberian
antibiotik sebagai pengobatan kausal. Tatalaksana demam tifoid juga bukan hanya
tatalaksana yang ditujukan kepada penderita penyakit tersebut, namun juga
ditujukan kepada penderita karier Salmonella typhi.[8]
Prognosis pasien demam tifoid tergantung pada umur anak, kondisi
kesehatan sebelum sakit, serotipe Salmonella dan komplikasi yang terjadi.
Komplikasi yang sering terjadi pada demam tifoid adalah perdarahan usus dan
perforasi, sekitar 5% penderita demam tifoid mengalami komplikasi ini.
Komplikasi lain yang jarang antara lain, miokarditis, pneumonia, pankreatitis,
infeksi ginjal atau kandung kemih, meningitis, serta timbulnya masalah psikiatri
seperti mengigau, halusinasi, dan paranoid psikosis. [6,9]
Berikut akan dibahas semua pada kasus, di mana seorang anak perempuan
masuk rumah sakit dengan keluhan demam. Keluhan tersebut dirasakan sejak 6
hari yang lalu dengan sifat demam berangsur naik, puncak demam terutama pada
malam hari dan berkurang kembali pada pagi dan siang hari namun masih diatas
angka suhu normal. Demam tersebut berkurang dengan pemberian obat
paracetamol namun beberapa jam demam anak tersebut naik kembali. Keluhan
tersebut disertai muntah 1 kali dan BAB 1 kali dengan konsistensi feses cair
berampas berwarna kuning. Dalam kehidupan sehari-hari pasien makan makanan
keluarga dan biasanya jajan diluar. Menurut ibunya anak makan dengan lahap,
akan tetapi makan pasien tidak terlalu terkontrol. Hal itu dapat menjadi penyebab
dari terjadinya infeksi Salmonella typhi. Prognosis pada pasien ini didapatkan
dubia ad bonam, karena diagnosis pada pasien cepat ditegakan dan pasien juga
sudah diberikan obat selama perawatan dirumah sakit dan menunjukan perbaikan
pada klinisnya
2
BAB II
LAPORAN KASUS
1. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. N
Jenis kelamin : Perempuan
Lahir pada tanggal/umur : 24-10-2013 , Usia: 4 tahun 11 bulan
Berat waktu lahir : 3.400 gram
Partus secara normal dibantu oleh Bidan
Agama : Islam
Kebangsaan : Indonesia
Nama ibu : Ny. D Umur : 30 tahun
Pekerjaan ibu : Perawat
Pendidikan ibu : D3 Keperawatan
Nama ayah : Tn. I Umur : 30 tahun
Pekerjaan ayah :Perawat
Pendidikan ayah : S1 Keperawatan
Alamat : Desa Duyu
No. Telp :-
Masuk dengan diagnosis : Demam Tifoid
Tanggal masuk rumah sakit : 31 08 2018
Tanggal keluar rumah sakit :Masih dirawat sampai sekarang
Masuk ke ruangan : Perkutut, AMC Lt.4
3
FAMILY TREE
Anamnesis
Keluhan utama : Demam
Anamnesis Terpimpin:
Seorang anak perempuan masuk rumah sakit dengan keluhan demam. Keluhan
tersebut dirasakan sejak 6 hari yang lalu sifat demam berangsur naik, puncak
demam terutama pada malam hari dan berkurang kembali pada pagi dan siang hari
namun masih diatas angka suhu normal. Demam tersebut berkurang dengan
pemberian obat paracetamol namun beberapa jam demam anak tersebut naik
kembali. Keluhan tersebut disertai muntah 1 kali dan BAB 1 kali dengan
konsistensi feses cair berampas berwarna kuning. Tidak ada nyeri sendi yang
dirasakan, tidak ada kejang saat demam.
4
Riwayat Kepandaian/Kemajuan Bayi:
- Membalik : Pada usia 3 bulan
- Tengkurap : Pada usia 4 bulan
- Duduk : Pada usia 6 bulan
- Merangkak : Pada usia 7 bulan
- Berdiri : Pada usia 12 bulan
- Berjalan : Pada usia 14 bulan
- Tertawa : Pada usia 4 bulan
- Berceloteh : Pada usia 4 bulan
- Memanggil papa mama : Pada usia 12 bulan
Anamnesis Keluarga
1. Ikhtisar Keturunan: Anak ke 1 dari 1 bersaudara
5
2. Riwayat keluarga: (tentang penyakit, masih hidup/meninggal, sebab
meninggal,dsb)
Tidak ada riwayat penyakit keluarga.
Keadaan Sosial, Ekonomi, Kebiasaan dan Lingkungan
Pasien memiliki keadaan sosial dengan berhubungan terutama ibu dan selalu
diberi perhatian dan dirawat dengan baik. Keadaan ekonomi pasien termasuk
kategori menengah kebawah. Kondisi lingkungan, pasien tinggal di Desa Duyu,
tinggal bersama kedua orang tua, lingkungan rumah merupakan lingkungan
perdesaan yang padat penduduk dengan keadaan lingkungan cukup bersih, wc di
rumah pasien ada dan layak pakai. Menurt ibu pasien, pasien tersebut sering
melakukan jajan diluar rumah dan pasien tersebut giat mencuci tangan sebelum
menyentuh suatu makanan.
Perjalanan Penyakit:
Seorang anak perempuan masuk rumah sakit dengan keluhan demam.
Keluhan tersebut dirasakan sejak 6 hari yang lalu dengan sifat demam berangsur
naik, puncak demam terutama pada malam hari dan berkurang kembali pada pagi
dan siang hari namun masih diatas angka suhu normal. Demam tersebut berkurang
dengan pemberian obat paracetamol namun beberapa jam demam anak tersebut
naik kembali. Keluhan tersebut disertai muntah 1 kali dan BAB 1 kali dengan
konsistensi feses cair berampas berwarna kuning. Tidak ada nyeri sendi yang
dirasakan, tidak ada kejang saat demam.
Demam anak tersebut sudah berlangsung sejak hari selasa malam. Demam
hari pertama, demam anak tersebut memuncak pada malam hari dan turun saat
pagi dan siang hari, anak tersebut sempat diberikan obat paracetamole namun
demamnya hanya turun beberapa saat saja. Demam hari ke dua juga memuncak
pada malam hari dan turun pada pagi dan siang hari, anak tersebut diberikan lagi
paracetamole namun demamnya masih naik setelah beberapa saat. Pada demam
hari ke tiga demam anak tersebut masih memuncak pada malam hari. Pada hari ke
empat demamnya yaitu pada hari sabtu sebelum masuk rumah sakit anak tersebut
mengalami muntah sebanyak 1 kali dengan isi muntah makanan bercampur air
6
beserta BAB 1 x dengan konsistensi feses cair berampas, hingga anak tersebut
dibawah ke rumah sakit anutapura oleh ibunya pada hari itu karena demamnya
yang tidak turun secara normal dengan pemberian paracetamole.
7
TB/U = 0 < Z-Score < 2 = Normal
8
Keadaan umum : Sakit Sedang
Sianosis : tidak ada
Anemia : tidak ada
Keadaan mental : Compos mentis
Ikterus : tidak ada
Tanda Vital
- Denyut nadi : 98 kali/menit, kuat angkat
- Suhu : 38,4 0C
- Respirasi : 28 kali/menit
Kejang
- Tipe : Tidak ada
- Lamanya : -
Kulit
- Warna: Sawo matang Turgor : kembali < 2 detik
- Efloresensi: Tidak ditemukan Tonus: ada
- Pigmentasi: Tidak ditemukan Oedema: tidak ada edema
- Jaringan parut: Tidak ditemukan
- Lapisan lemak: Tidak ditemukan
- Lain- lain: -
Kepala
- Bentuk : Normocephal
- Rambut : Rambut sedikit, berwarna hitam, sulit dicabut
Mata
- Exophtalmus/Enophtalmus : Tidak ada
- Konjungtiva : Anemis (-/-)
- Sklera : Tidak ikterus
- Pupil : Isokor, RCL+/+, RCTL+/+
- Lensa jernih : Jernih +/+
- Fundus : Tidak dilakukan pemeriksaan
- Visus : Tidak dilakukan pemeriksaan
9
- Gerakan : Tidak dilakukan pemeriksaan
Telinga : Otorrhea (-/-)
Hidung : Rinorrhea (-/-), pernafasan cuping hidung (-/-)
Mulut
- Bibir : tidak kering, tidak sianosis
- Lidah : terdapat lidah kotor yakni ditengah lidah berwarna putih
dan kemerahan pada pinggir-pinggir lidah
- Gigi : lengkap
- Selaput mulut : tidak ada stomatitis angularis
- Gusi : tidak ada perdarahan
- Bau pernapasan: normal
Tenggorokan
- Tenggorokan : tidak ada kelainan
- Tonsil : Sulit di nilai
- Pharynx : Sulit di nilai
Leher
- Trachea : letak ditengah
- Kelenjar : tidak ada pembesaran kelenjar getah bening
- Kaku kuduk (-)
- Lain-lain : tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
Thorax
- Bentuk : normal Xiphosternum : Tidak ada
- Rachitic Rosary : Tidak ada Harrison’s groove : Tidak ada
- Ruang Intercostal : Tidak ada Pernapasan paradoxal : Tidak ada
- Precordial Bulging : Tidak ada Retraksi : Ada
- Lain-lain: :Tidak ada
Paru-paru
- Inspeksi : Simetris bilateral, retraksi (-), massa (-), sikatriks (-)
- Palpasi :Vokal fremitus (+) kesan menurun, massa (-),
nyeri tekan (-)
- Perkusi : Sonor (+) diseluruh lapang paru
10
- Auskultasi : Bronkovesikular (-/-), Ronkhi (-/-), Wheezing (-/-)
Jantung
- Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
- Palpasi : Ictus cordis teraba pada SIC V linea midclavicula sinistra
- Perkusi : Batas atas jantung SIC II, batas kanan jantung SIC V linea
parasternal dextra, batas kiri jantung SIC V linea axilla anterior
- Auskultasi : Bunyi jantung I/II murni regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
- Inspeksi : Bentuk kesan cembung, massa (-), distensi (-),sikatriks (-)
- Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal
- Perkusi : Timpani (+)
- Palpasi : Nyeri tekan regio abdomen (+), hepar: pembesaran (-),
lien: pembesaran (-)
Genitalia : Dalam batas normal
Kelenjar : Tidak ada pembesaran
Anggota gerak : Ekstremitas atas dan bawah akral hangat.
Tulang-tulang : Tidak ada deformitas
Otot-otot : Eutrofi (+)
Refleks : Refleks fisiologis (+) Refleks patologis (-)
11
Pemeriksaan Penunjang
- DARAH RUTIN (31/08/2018)
PARAMETER HASIL NILAI RUJUKAN
WBC 12,3 5,0-15,0 103/ µl
RBC 4,58 4,10 - 5,50 106/µl
HGB 12,8 12,0 - 14,0 g/dl
HCT 35,6 36,0 - 44,0 %
PLT 349 200 - 400 103/µl
MCV 78 73 - 89 Fl
MCH 28,0 24,0 – 30,0 pg
MCHC 36.0 32,0 -36,0 g/dl
RESUME
Seorang anak perempuan masuk rumah sakit dengan keluhan demam.
Keluhan tersebut dirasakan sejak 6 hari yang lalu dengan sifat demam berangsur
naik, puncak demam terutama pada malam hari dan berkurang kembali pada pagi
dan siang hari namun masih diatas angka suhu normal. Demam tersebut berkurang
dengan pemberian obat paracetamol namun beberapa jam demam anak tersebut
naik kembali. Keluhan tersebut disertai muntah 1 kali dan BAB 1 kali dengan
konsistensi feses cair berampas berwarna kuning. Tidak ada nyeri sendi yang
dirasakan, tidak ada kejang saat demam.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan HR: 98 x/menit, RR: 28 x/menit, T: 38,6
C, BB: 18 kg, TB: 110 cm. Konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-), rinorrhea
(-), otorrhea(-), pada mulut ditemukan lidah kotor (+), bibir kering (+). Pada
pemeriksaan abdomen ditemukan adanya nyeri tekan (+).
Pada Pemeriksaan penunjang didapatkan pada pemeriksaan darah lengkap,
WBC 12,3 , RBC 4,58 , HGB 12,8 , HCT 35,6 , PLT 349.
12
Diagnosis sementara: Observasi Febris
Diferensial Dignosis:
o DHF (Dengue Hemorhagic Fever)
o Demam Tyfoid
o Malaria
2. Malaria Mikroskopis
3. Anti Salmonella Typi Ig M <2/NEGATIF
4. NS I IU/ml
5. Anti Dengue Ig G
Ig M
13
BAB III
FOLLOW UP
Follow Up Hari ke 1
Tanggal : 01September 2018
Subjek (S) : Demam (+) hari ke 5, nyeri perut (+) mual (-), muntah (-),
sesak (-), batuk (-) BAK dan BAB Lancar
Objek (O) :
Kesadaran : Compos mentis
a. Tanda Vital
- Denyut Nadi : 98 kali/menit
- Respirasi : 28 kali/menit
- Suhu : 37,80C
b. Kepala :Bentuk normocephal
c. Rambut : Rambut sedikit, berwarna hitam, sulit dicabut
d. Mata : Sklera: ikterik (-/-), conjungtiva: anemis (-/-),
cekung (-/-), pupil: Isokor (+/+), Lensa: Jernih
(+/+)
e. Hidung : Rhinorrhea (-), nafas cuping hidung (-)
f. Telinga : Otorrhea (-/-)
g. Mulut : Bibir: sianosis (-), bibir: kering (-), Lidah: Kotor (+),
stomatitis (-), Selaput mulut: normal, Gusi: Perdarahan
(-)
h. Tonsil : Sulit dinilai
i. Leher
Kelenjar getah bening : pembesaran (-)
Kelenjar tiroid : pembesaran (-), struma (-)
Kaku kuduk (-)
Massa lain (-)
j. Thorax
Paru-paru
14
- Inspeksi : Simetris bilateral, retraksi (-), massa (-), sikatriks (-)
- Palpasi : Vokal fremitus (+) sama kiri dan kanan, massa (-), nyeri
tekan (-)
- Perkusi : Sonor (+) diseluruh lapang paru
- Auskultasi : Bronkovesikuler (+/+), Ronkhi (-/-), Wheezing (-/-)
Jantung
- Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
- Palpasi : Ictus Cordis teraba pada SIC V linea midclavicula sinistra
- Perkusi : Batas kiri atas jantung SIC II di linea parasternalis sinistra
dan batas kiri bawah SIC V linea midclavicularis sinistra, batas kanan
atas di SIC II linea parasternalis dextra dan batas kanan di SIC III-IV di
linea parasternalis dextra
- Auskultasi : Bunyi jantung I/II murni regular, murmur (-), gallop(-)
k. Abdomen
- Inspeksi : Bentuk kesan cembung, massa (-), distensi (-),sikatriks (-)
- Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal
- Perkusi : Timpani (+), asites (-)
- Palpasi : Nyeri tekan regio abdomen (+), hepar: pembesaran (-),
lien: pembesaran (-)
l. Anggota gerak : Ekstremitas atas dan bawah akral hangat, edema (-)
Assesment (A) :
Demam tifoid
Planning (P)
Medikamentosa
IUFD Kaen 3b 15 tpm
Inj. Santagesik 200 mg/6 jam /iv
15
Inj. Cefotaxim 500 mg/8 jam/iv
Inj. Ranitidin 20 mg/8jam/iv
Follow Up Hari ke 2
Tanggal : 02 September 2018
Subjek (S) : Demam (+) hari ke 6 , nyeri perut (+) mual (-), muntah (-),
sesak (-), batuk (+) BAK dan BAB Lancar
Objek (O) :
Kesadaran : Compos mentis
a. Tanda Vital
- Denyut Nadi : 95 kali/menit
- Respirasi : 28 kali/menit
- Suhu : 37,60C
b. Kepala : Bentuk normocephal
c. Rambut : Rambut sedikit, berwarna hitam, sulit dicabut
d. Mata :Sklera: ikterik (-/-), conjungtiva: anemis (-/-),
cekung (-/-), pupil: Isokor (+/+), Lensa: Jernih
(+/+)
e. Hidung : Rhinorrhea (-), nafas cuping hidung (-)
f. Telinga : Otorrhea (-/-)
g. Mulut : Bibir: sianosis (-), bibir: kering (-), Lidah Kotor (-),
stomatitis (-), Selaput mulut: normal, Gusi:
Perdarahan (-)
h. Tonsil : sulit dinilai
i. Leher
Kelenjar getah bening : pembesaran (-)
Kelenjar tiroid : pembesaran (-), struma (-)
Kaku kuduk (-)
massa lain (-)
Thorax
Paru-paru
16
- Inspeksi : Simetris bilateral, retraksi (-), massa (-), sikatriks (-)
- Palpasi : Vokal fremitus (+) sama kiri dan kanan, massa (-), nyeri
tekan (-)
- Perkusi : Sonor (+) diseluruh lapang paru
- Auskultasi : Bronkovesikuler (+/+), Ronkhi (-/-), Wheezing (-/-)
Jantung
- Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
- Palpasi : Ictus Cordis teraba pada SIC V linea midclavicula sinistra
- Perkusi : Batas kiri atas jantung SIC II di linea parasternalis sinistra
dan batas kiri bawah SIC V linea midclavicularis sinistra, batas kanan
atas di SIC II linea parasternalis dextra dan batas kanan di SIC III-IV di
linea parasternalis dextra
- Auskultasi : Bunyi jantung I/II murni regular, murmur (-), gallop(-)
Abdomen
- Inspeksi : Bentuk kesan cembung, massa (-), distensi (-), sikatriks (-)
- Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal
- Perkusi : Timpani (+), asites (-)
- Palpasi : Nyeri tekan regio abdomen (+), hepar: pembesaran (-),
lien: pembesaran (-)
Anggota gerak : Ekstremitas atas dan bawah akral hangat, edema (-)
Assesment (A) :
Demam tifoid
Planning (P)
Medikamentosa
IUFD Kaen 3b 15 tpm
Inj. Santagesik 200 mg/6 jam /iv
Inj. Cefotaxim 500 mg/8 jam/iv
Inj. Ranitidin 20 mg/8jam/iv
17
Follow Up Hari ke 3
Tanggal : 03 September 2018
Subjek (S) : Demam (-) bebas demam hari ke 1, nyeri perut (-)
mual (-), muntah (-), sesak (-), batuk (-) BAK dan BAB
Lancar
Objek (O) :
Kesadaran : Compos mentis
a. Tanda Vital
- Denyut Nadi : 90 kali/menit
- Respirasi : 28 kali/menit
- Suhu : 36,70C
b. Kepala : Bentuk normocephal
c. Rambut : Rambut sedikit, berwarna hitam, sulit dicabut
d. Mata : Sklera: ikterik (-/-), conjungtiva: anemis (-/-),
cekung (-/-), pupil: Isokor (+/+), Lensa: Jernih
(+/+)
e. Hidung : Rhinorrhea (-), nafas cuping hidung (-)
f. Telinga : Otorrhea (-/-)
g. Mulut : Bibir: sianosis (-), bibir: kering (-), Lidah Kotor (-),
stomatitis (-), Selaput mulut: normal, Gusi:
Perdarahan (-)
h. Tonsil : sulit dinilai
i. Leher
Kelenjar getah bening : pembesaran (-)
Kelenjar tiroid : pembesaran (-), struma (-)
Kaku kuduk (-)
massa lain (-)
Thorax
Paru-paru
- Inspeksi : Simetris bilateral, retraksi (-), massa (-), sikatriks (-)
18
- Palpasi : Vokal fremitus (+) sama kiri dan kanan, massa (-), nyeri
tekan (-)
- Perkusi : Sonor (+) diseluruh lapang paru
- Auskultasi : Bronkovesikular (+/+), Ronkhi (-/-), Wheezing (-/-)
Jantung
- Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
- Palpasi : Ictus Cordis teraba pada SIC V linea midclavicula sinistra
- Perkusi : Batas kiri atas jantung SIC II di linea parasternalis sinistra
dan batas kiri bawah SIC V linea midclavicularis sinistra, batas kanan
atas di SIC II linea parasternalis dextra dan batas kanan di SIC III-IV di
linea parasternalis dextra
- Auskultasi : Bunyi jantung I/II murni regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
- Inspeksi : Bentuk kesan cembung, massa (-), distensi (-),sikatriks (-)
- Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal
- Perkusi : Timpany (+), asites (-)
- Palpasi : Nyeri tekan regio abdomen (-), hepar: pembesaran (-),
lien: pembesaran (-)
Anggota gerak : Ekstremitas atas dan bawah akral hangat, edema (-)
Assesment (A) :
Demam tifoid
Planning (P)
Medikamentosa
IUFD Kaen 3b 15 tpm
Inj. Santagesik 180 mg/8 jam /iv
Inj. Cefotaxim 500 mg/8 jam/iv
Inj. Ranitidin 20 mg/8jam/iv
19
BAB IV
DISKUSI KASUS
20
Gambar 3.1 Salmonella enterica serovar typhi[11]
21
Gambar 3.2 Patofisiologi Demam Tifoid[3]
22
propria. Di lamina propria bakteri berkembang biak dan ditelan oleh sel-sel
fagosit terutama makrofag.[2,5]
Tahapan selanjutnya, bakteri akan menuju kelenjar getah bening
mesenterika. Melalui ductus torasikus, bakteri yang terdapat di dalam makrofag
masuk ke dalam sirkulasi darah mengakibatkan bakteremia pertama yang tidak
menimbulkan gejala.Dari sini bakteri akan masuk ke dalam sirkulasi darah,
sehingga terjadi bakteremia kedua yang simptomatis (menimbulkan gejala klinis).
Disamping itu bakteri yang ada didalam hepar akan masuk ke dalam kandung
empedu dan berkembang biak disana, lalu bakteri tersebut bersama dengan asam
empedu dikeluarkan dan masuk ke dalam usus halus. Sebagian bakteri ini akan
dikeluarkan melalui feses dan sebagian lagi bakteri akan menginvasi epitel usus
kembali dan menimbulkan tukak pada mukosa diatas plaque peyeri yang dapat
mengakibatkan terjadinya perdarahan dan perforasi usus yang menimbulkan
gejala peritonitis.[1]
Semua pasien demam tifoid selalu menderita demam pada awal penyakit.
Penampilan demam pada kasus demam tifoid mempunyai istilah khusus yaitu
step-ladder temperature chart yang ditandai dengan demam timbul insidious,
kemudian naik secara bertahap tiap harinya dan mencapai titik tertinggi pada akhir
minggu pertama, setelah itu demam akan bertahan tinggi dan pada minggu ke-4
demam terus turun secara lisis, kecuali apabila terjadi fokus infeksi seperti
kolesistitis, abses jaringan lunak, maka demam akan menetap. Pada kasus demam
sudah tinggi, demam tifoid dapat disertai gejala sistem saraf pusat, seperti
kesadaran berkabut atau delirum atau obtundasi, atau penurunan kesadaran mulai
apatis sampai koma.[2]
Gejala-gejala klinis yang biasa ditemukan pada demam tifoid, yaitu :[5]
1. Demam
Pada kasus-kasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu. Bersifat
febris remittent dan tidak terlalu tinggi. Pada minggu I, suhu tubuh
cenderung meningkat setiap hari, biasanya menurun pada pagi hari dan
meningkat pada sore hari dan malam hari. Dalam minggu II, penderita terus
23
berada dalam keadaan demam. Dalam minggu III suhu berangsur-angsur
turun dan normal kembali pada akhir minggu III.[5]
2. Gangguan saluran cerna
Pada mulut; nafas berbau tidak sedap, bibir kering, dan pecah-pecah
(rhagaden), lidah ditutupi oleh selaput putih kotor (coated tongue), ujung
dan tepinya kemerahan. Pada abdomen dapat dijumpai adanya kembung
(meteorismus). Hepar dan lien yang membesar disertai nyeri pada perabaan.
Biasanya terdapat juga konstipasi pada anak yang lebih tua dan remaja, akan
tetapi dapat juga normal bahkan terjadi diare pada anak yang lebih muda.[5]
3. Gangguan kesadaran
Umumnya kesadaran penderita menurun walau tidak berapa dalam,
dapat berupa apatis sampai somnolen.[5]
Gejala sistemik lain yang menyertai timbulnya demam adalah nyeri kepala,
malaise, anoreksia, nausea, myalgia, nyeri perut dan radang tenggorokan, gejala
gastrointestinal bervariasi, pasien dapat mengeluhkan diare, obstipasi, atau
obstipasi kemudian disusul episode diare. Pada sebagian pasien, lidah tampak
kotor dengan putih ditengah sedangkan tepi dan ujungnya tampak kemerahan.
Adapun, bradikardi relatif jarang dijumpai pada anak.[2]
Berikut skema patofisiologi demam tyfoid :
Kuman Salmonella typhy, Salmonella Paratypi ke saluran cerna
24
Diagnosis demam tifoid pada kasus ini ditegakkan berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Berdasarkan
hasil anamnesis, ditemukan febris, dirasakan 4 hari sebelum MRS dan
selama di RS pasien demam selama 2 hari, hari ke 3 perawatan pasien bebas
demam 1 hari. febris continuou/remittent, memberat pada malam hari,
turun dengan antipiretik. Disertai nyeri epigstrik, penurunan nafsu makan,
mual dan muntah. Pada pemeriksaan fisik didapatkan, kesadaran compos
mentis, denyut nadi 98×/menit kuat angkat, respirasi 28×/menit, suhu axilla
38,40C, bibir kering, lidah kotor, thorax: dbn, abdomen: nyeri tekan
epigastrium (+). Temuan-temuan ini telah sesuai dengan teori menyangkut
gambaran klinis demam tifoid yang telah diuraikan sebelumnya.
Pada Pemeriksaan penunjang didapatkan pada pemeriksaan darah
lengkap, WBC 12,3 , RBC 4,58 , HGB 12,8 , HCT 35,6 , PLT 349. Pada
pemeriksaan Widal S. typhi O didapatkan Samlmonella Typi O 1/320.
Teorinya, pada penderita demam tifoid dapat dijumpai anemia, jumlah
leukosit normal, bisa menurun atau meningkat, mungkin didapatkan
trombositopenia. Penelitian oleh beberapa ilmuwan mendapatkan bahwa hitung
jumlah dan jenis leukosit serta laju endap darah tidak mempunyai nilai
sensitivitas, spesifisitas dan nilai ramal yang cukup tinggi untuk dipakai dalam
membedakan antara penderita demam tifoid atau bukan, akan tetapi adanya
leukopenia dan limfositosis relatif menjadi dugaan kuat diagnosis demam
tifoid.[11]
Diagnosis pasti demam tifoid dapat ditegakkan bila ditemukan bakteri S.
typhi dalam biakan dari darah, urine, feses, sumsum tulang, cairan duodenum atau
dari rose spots. Berkaitan dengan patogenesis penyakit, maka bakteri akan lebih
mudah ditemukan dalam darah dan sumsum tulang pada awal penyakit,
sedangkan pada stadium berikutnya di dalam urine dan feses. [11]
Uji serologis digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis demam
tifoid dengan mendeteksi antibodi spesifik terhadap komponen antigen S. typhi
maupun mendeteksi antigen itu sendiri. Beberapa uji serologis yang dapat
digunakan pada demam tifoid ini meliputi : (1) uji Widal; (2) tes TUBEX®; (3)
25
metode enzyme immunoassay (EIA); (4) metode enzyme-linked immunosorbent
assay (ELISA); dan (5) pemeriksaan dipstik.[8]
Pemeriksaan yang dilakukan pada kasus ini adalah pemeriksaan darah
lengkap dan Uji serologi widal Salmonella typi dengan hasil titer Salmonella
typi O positif 1/320.
Uji Widal merupakan suatu metode serologi baku dan rutin digunakan sejak
tahun 1896. Prinsip uji Widal adalah memeriksa reaksi antara antibodi aglutinin
dalam serum penderita yang telah mengalami pengenceran berbeda-beda terhadap
antigen somatik (O) dan flagela (H) yang ditambahkan dalam jumlah yang sama
sehingga terjadi aglutinasi. Pengenceran tertinggi yang masih menimbulkan
aglutinasi menunjukkan titer antibodi dalam serum. Beberapa penelitian pada
kasus demam tifoid anak dengan hasil biakan positif, ternyata hanya didapatkan
sensitivitas uji Widal sebesar 64-74% dan spesifisitas sebesar 76-83%.Interpretasi
dari uji Widal ini harus memperhatikan beberapa faktor antara lain sensitivitas,
spesifisitas, stadium penyakit; faktor penderita seperti status imunitas dan status
gizi yang dapat mempengaruhi pembentukan antibodi; gambaran imunologis dari
masyarakat setempat (daerah endemis atau non-endemis); faktor antigen; teknik
serta reagen yang digunakan.[13]
Penatalaksaan penderita dengan demam tifoid yang secara garis besar ada 3
bagian yaitu:[5]
a) Perawatan
b) Diet
c) Medikamentosa
Penderita demam tifoid perlu dirawat di rumah sakit untuk isolasi,
observasi serta pengobatan. Penderita harus istirahat 5-7 hari bebas panas, tetapi
tidak harus tirah baring sempurna. Mobilisasi dilakukan sewajarnya, sesuai
dengan situasi dan kondisi penderita. Pada penderita dengan kesadaran yang
menurun harus diobservasi agar tidak terjadi aspirasi serta tanda-tanda komplikasi
demam tifoid yang lain termasuk buang air kecil dan buang air besar perlu
mendapat perhatian.[1,4]
26
Dahulu penderita diberi makan diet yang terdiri dari bubur saring,
kemudian bubur kasar dan akhirnya nasi sesuai dengan tingkat kekambuhan
penderita. Banyak penderita tidak senang diet demikian, karena tidak sesuai
dengan selera dan ini mengakibatkan keadaan umum dan gizi penderita semakin
mundur dan masa penyembuhan ini menjadi makin lama.[1,5]
Obat-obat antimikroba yang sering digunakan antara lain, Kloramfenikol,
Tiamfenikol, Cotrimoxazol, Ampisilin, Amoksisilin, Seftriakson, Sefiksim.
Berikut pilihan terapi antibiotic yang diberikan untuk demam tifoid: [1,8]
- Kloramfenikol (drug of choice) 50-100 mg/kgBB/hari, oral atau IV,
dibagi dalam 4 dosis selama 10-14 hari
- Amoksisilin 100 mg/kgBB/hari, oral atau intravena, selama 10 hari
- Kotrimoksasol 6 mg/kgBB/hari, oral, selama 10 hari
- Seftriakson 80 mg/kgBB/hari, intravena atau intramuscular, sekali
sehari, selama 5 hari
- Sefiksim 10 mg/kgBB/hari, oral, dibagi dalam 2 dosis, selama 10 hari
Pada kasus ini pada penanganan/terapy pertama yang diberikan adalah
IVFD Ring As 12 tpm, Paracetamol 4 dd 1 cth, Kloramfenikol 250 mg 3 dd 1.
Namun pada perawatan hari selanjutnya terapi Kloramfenikol digantikan
dengan Cefotaxim 500mg/8 jam IV karena pada kloramfenikol memiliki efek
samping yaitu dapat menimbulkan terjadinya depresi sumsung tulang yang
akan menyebabkan anemia yakni anemia hemolitik.
Komplikasi demam tifoid dikelompokkan adalah komplikasi
neuropsikiatrik; gastrointestinal (perdarahan dan perforasi usus); sepsis dan syok
sepsis; kelainan hematologik seperti anemia hemolitik dan koagulopati
intravaskular diseminata (KID); kelainan jantung seperti miokarditis dan
endokarditis; serta infeksi lain seperti meningitis, pneumonia, hepatitis, nefritis,
kolesistitis, artritis septik dan sebagainya. Komplikasi yang secara nyata
ditimbulkan oleh sebab lain seperti alergi obat dan akibat prosedur tindakan yang
diberikan tidak dicatat sebagai komplikasi demam tifoid.[9]
Penyulit pada demam tifoid, dapat dibagi menjadi:[9]
27
- Intraintestinal: perforasi usus atau perdarahan saluran cerna: suhu menurun,
nyeri abdomen, muntah, nyeri tekan pada palpasi, bising usus menurun
sampai menghilang, defance musculaire positif, dan pekak hati menghilang.
- Ekstraintestinal: tifoid ensefalopati, hepatitis tifosa, meningitis, pneumonia,
syok septik, pielonefritis, endocarditis, osteomyelitis, dll.
Pemantauan terapi dapat dilakukan dengan mengevaluasi demam melalui
monitor suhu, apabila pada hari ke 4-5 setelah pengobatan demam tidak reda,
maka harus segera kembali dievaluasi adakah komplikasi, sumber infeksi lain,
resistensi S. typhi terhadap antibiotik, atau kemungkinan salah menegakkan
diagnosis. Pasien dapat dipulangkan apabila tidak demam selama 24 jam tanpa
antipiretik, nafsu makan membaik, klinis perbaikan, dan tidak dijumpai
komplikasi. Pengobatan dapat dilanjutkan di rumah.[11]
Komplikasi yang mungkin terjadi pada pasien ini adalah perforasi usus
dan anemia hemolitik akibat pemberian kloramfenikol.
Prognosis pasien demam tifoid tergantung ketepatan terapi, usia, keadaan
kesehatan sebelumnya, dan ada atau tidaknya komplikasi. Di negara maju, dengan
terapi antibiotik yang adekuat, angka mortalitas <1%. Di negara berkembang,
angka mortalitasnya >10%, mortalitas pada penderita yang dirawat 6%, biasanya
karena keterlambatan diagnosis, perawatan, dan pengobatan yang meningkatkan
kemungkinan komplikasi dan waktu pemulihan.[1,5]
Berdasarkan kasus prognosis pada pasien ini didapatkan dubia ad
bonam, karena diagnosis pada pasien cepat ditegakan dan pasien juga sudah
diberikan obat selama perawatan dirumah sakit dan menunjukan perbaikan
pada klinisnya
28
DAFTAR PUSTAKA
1. Sidabutar S, Satari HI. Pilihan Terapi Empiris Demam Tifoid pada Anak:
Kloramfenikol atau Seftriakson?. Sari Pediatri. 2012; 11 (6): 434-439.
2. Soedarmo SSP, Garna H, Hadinegoro SRS. Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Anak Infeksi Dan Penyakit Tropis. Edisi 1. Jakarta: Ikatan Dokter Anak
Indonesia. Hal 367-75.
3. Rampengan TH. Penyakit Infeksi Tropik Pada Anak. Edisi 2. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2013. Hal 46-62.
4. Pusponegoro HD, dkk. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Edisi 1.
Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2016. Hal91-4.
5. Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF. Nelson Textbook of
Pediatrics. 18th ed. Philadelphia: 2017. Hal. 1186-1190.
6. Bambang WT. Kajian Faktor Pengaruh Terhadap Penyakit Demam Tifoid
pada Balita Indonesia. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan. 2009; 12 (4).
7. Syamsul A. Hubungan Tingkat Demam dengan Hasil Pemeriksaan
Hematologi pada Penderita Demam Tifoid. Lecturer of Histology
Departement Medical Faculty Lambung MangkuratUniversity.
8. Hadinegoro SR, Kadim M, Devaera Y, Idris NS, Ambarsari CG. Update
Management of Infectious Dis eases and Gastrointestinal Disorders. Jakarta:
Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM; 2012.
9. Widagdo. Masalah dan Tatalaksana Penyakit Anak dengan Demam. Jakarta:
Sagung Seto; 2011.
10. Lubis R. Faktor Resiko Kejadian Penyakit Demam Tifoid Penderita yang
Dirawat di RSUD dr. Soetomo Surabaya. Tesis; 2013.
11. Tumbelaka AR. Typhoid Fever in Children. Division of Infectious Diseases
& Tropical Pediatrics, Department of Child HealthFMUI – Cipto
Mangunkusumo General Hospital. Jakarta: 2014
29