Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sampai saat ini telah di ketahui beberapa nyamuk sebagai vector dengue, walaupun
Ae.aegypti di perkirakan sebagai vector utama penyakit dengue hemorrahagic fever (DHF),
pengamatan epidemiologis dan percobaan penularan di laboratorium membuktikan bahwa
Ae.Scuttelaris dan Ae.Polinesiensis yang terdapat di kepulauan pasifik selatan dapat
menjadi vector demam dengue. Di kepulauan Rotuma di daerah Fiji pada waktu itu terjadi
wabah demam dengue pada tahun 1971 – 1972. Ae.retumae di laporkan satu-satunya vector
yang ditemukan. Di pulauponape, kepulauan caroline sebelah timur pada tahun 1974 terjadi
letupan wabah dengue; virus dengue tipe 1 telah berhasil diisolasi pada stadium akut dari
darah penderita dan ternyata Ae.hakansoni merupakan vektornya. Ae, cooki di duga
merupakan vector pada waktu terjadi pada wabah demam dengue di niue.
Di Indonesia, walaupun vector DHF belum di selidiki secara luas. Ae.Aegypti
diperkirakan sebagai vector terpenting di daerah perkotaan, sedangkan Ae.albopictus di
daerah pedesaan.
Di Indonesia Dengue Hemorrhagic Fever pertama kali di curigai di Surabaya pada
tahun 1968, tetapi konfirmasi virology baru di peroleh pada tahun 1970. Setelah itu
berturut-turut di laporkan kasus dari kota di Jawa maupun dari luar Jawa, dan pada tahun
1994 telah menyebar keseluruh propinsi yang ada. Pada saat ini Dengue Hemorrhagic
Fever sudah endemis di banyak kota besar, bahkan sejak 1975 penyakit ini telah berjangkit
di daerah pedesaan. Oleh karena itu sudah seharusnya semua tenaga medis yang bekerja di
Indonesia untuk mampu mengenali dan mendiagnosisnya, kemudian dapat melakukan
penatalaksanaan, sehingga angka kematian akibat Demam Berdarah Dengue dapat ditekan.
Infeksi virus dengue pada manusia terutama pada anak mengakibatkan suatu
spectrum manifestasi klinis yang bervariasi antara penyakit ringan (mild undifferentiated
febrile illness), dengue fever, dengue hemorrhagic fever (DHF) dan dengue shock
syindrome (DSS); yang terakhir dengan mortalitas tinggi di sebabkan renjatan dan
perdarahan hebat . gambaran manifestasi klinis yang bervariasi ini dapat di samakan
dengan sebuah gunung es. DHF dan DSS sebagai kasus - kasus yang dirawat di rumah sakit
merupakan puncak gunung es yang kelihatan di atas permukaan laut, sedangkan kasus -
kasus dengue ringan (demam dengue dan silent dengue infection) merupakan dasar gunung

1
es. Di perkirakan untuk setiap kasus renjatan yang dijumpai di Rumah sakit, telah terjadi
150 – 200 kasus silent dengue infection.
Demam dengue adalah demam virus akut yang di sertai sakit kepala, nyeri otot,
sendi dan tulang, penurunan jumlah sel darah putih dan ruam-ruam.
Demam berdarah dengue/dengue hemorrhagic fever (DHF) adalah demam dengue
yang di sertai pembesaran hati dan manifestasi perdarahan.
Pada keadaan yang parah bisa terjadi kegagalan sirkulasi darah dan pasien jatuh
dalam syok hipovolemik akibat kebocoran plasma. Keadaan ini di sebut dengue shock
syndrome (DSS).

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan umum
Di harapkan mahasiswa dapat memberikan pengobatan pada anak dengan penyakit
DHF (dengue hemorrhagic fever)
1.2.2 Tujuan khusus
a. Mahasiswa dapat menjelaskan Definisi penyakit DHF
b. Mahasiswa dapat menjelaskan etiologi DHF
c. Mahasiswa dapat menjelaskan manifestasi klinis DHF
d. Mahasiswa dapat menjelaskan patofisiologi DHF
e. Mahasiswa dapat menyebutkan pemeriksaan penunjang penyakit DHF
f. Mahasiswa dapat menjelaskan pencegahan penyakit DHF
g. Mahasiswa dapat menerapkan penatalaksanaan penyakit DHF

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi DHF (Dengue Hemorragic Fever )

Penyakit Demam Berdarah Dengue adalah penyakit infeksi virus akut yang
disebabkan oleh virus dengue,terutama menyerang anak-anak yang bertendensi
menimbulkan syok dan kematian. Menurut World Health Organization (WHO) demam
berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit yang disebabkan oleh gigitan nyamuk
Aedes yang terinfeksi salah satu dari empat tipe virus dengue dengan manifestasi klinis
demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai leukopenia,ruam, limfadenopati,
trombositopenia dan diathesis hemoragik. Pada demam berdarah dengue terjadi
perembesan plasma yang ditandai dengan hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit)
atau penumpukan cairan di rongga tubuh.

DHF adalah infeksi arbovirus( arthropoda-borne virus) akut, ditularkan oleh


nyamuk spesies Aedes (IKA- FKUI, 2005: 607 )

B. Epidemiologi

Kementerian Kesehatan mengklaim penanganan kasus penyakit demam


berdarah dengue (DBD) di Indonesia sudah berada di bawah target Incident Rate (IR)
alias terkendali. Pada 2017, Indonesia sudah bisa melampaui target IR yang ditetapkan
dalam rangka pengendalian dengue, di bawah 49 per 100.000 penduduk," ungkap
Kepala Subdit Pengendalian Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit Kementerian
Kesehatan (Kemenkes) Suwito dalam acara Buyer Vector Control Expert Meeting ke-5,
di Hotel JS Luwansa, Jakarta, Selasa (17/7/2018).

Pada 2017, kasus DBD yang ditemukan rata-rata sebesar 26,8 per 100.000
penduduk. Namun, masih ada empat daerah yang jumlah kasusnya melebihi target IR
tersebut. Daerah yang IR nasionalnya di atas target 49 per 100.000 penduduk itu Aceh,
Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, dan Bali. Jadi, kembali kami sampaikan bahwa
secara nasional kita sudah memenuhi target IR di bawah 49 per 100.000 penduduk tapi
hanya ada empat provinsi yang IR-nya masih di atas 49 per 100.000 penduduk tersebut,
Suwito mengatakan fakta tersebut menunjukkan bahwa Indonesia sudah berhasil dalam

3
menurunkan jumlah kasus DBD. Apalagi, berdasarkan data Kemenkes, masih terjadi
202.314 kasus DBD dan 1.593 kasus kematian akibat penyakit yang sama pada 2016.

Kasus penyakit DBD telah meningkat secara dramatis di seluruh dunia dalam
beberapa dekade, dengan kenaikan hingga 30 kali lipat selama 50 tahun
terakhir. Menurut data WHO, di Asia Pasifik tercatat 15,2 juta kasus DBD terjadi pada
2016.

C. Etiologi

Virus dengue termasuk group B arthropod borne virus (arboviruses) dan


sekarang dikenal sebagai genus flavivirus, famili Flaviviridae, yang mempunyai 4 jenis
serotipe yaitu den-2, den-3, den-4. Infeksi dengan salah satu serotipe akan
menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe yang bersangkutan tetapi tidak
ada perlindungan terhadap serotipe yang lain. Seseorang yang tinggal didaerah endemis
dengue dapat terinfeksi dengan 3 atau bahkan 4 serotipe selama hidupnya.

D. Manifestasi Klinis

Demam Berdarah Dengue


Gejala klinis berikut harus ada, yaitu:
Demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus menerus selama
2-7 hari
Terdapat manifestasi perdarahan ditandai dengan:
uji bendung positif
petekie, ekimosis, purpura

perdarahan mukosa, epistaksis, perdarahan gusi

hematemesis dan atau melena

Pembesaran hati
Syok, ditandai nadi cepat dan lemah sampai tidak teraba, penyempitan tekanan nadi
( 20 mmHg), hipotensi sampai tidak terukur, kaki dan tangan dingin, kulit lembab,
capillary refill time memanjang (>2 detik) dan pasien tampak gelisah.

4
Klasifikasi dengue dan derajat keparahan
Sumber : WHO (2009)

Derajat Penyakit

Derajat penyakit DBD diklasifikasikan dalam 4 derajat (pada setiap derajat sudah ditemukan
trombositopenia dan hemokonsentrasi)

Derajat I

Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi perdarahan ialah uji bendung.

Derajat II

Seperti derajat I, disertai perdarahan spontan di kulit dan atau perdarahan lain.

Derajat III

Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lambat, tekanan nadi menurun (20mmHg
atau kurang) atau hipotensi, sianosis di sekitar mulut, kulit dingin dan lembap dan anak tampak
gelisah.

Derajat IV

Syok berat (profound shock), nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah tidak terukur.

5
E. Patofisiologi
Virus dengue ditransmisi melalui nyamuk Aedes aegypti atau Aedes albopictus.
Vector tersebut tersebar meluas didaerah tropis dan subtropis dibagian belahan dunia.
Virus dengue masuk kesirkulasi perifer manusia melalui gigItan nyamuk. Virus akan
berada didalam darah sejak fase akut/fase demam hingga klinis demam menghilang.
Secara klinis, perjalanan penyakit dengue dibagi menjadi 3, yaitu fase demam
(febrile), fase kritis dan fase penyembuhan. Fase demam berlangsung pada demam hari
ke-1 hingga hari ke 3, fase kritis terjadi pada demam hari ke-3 hingga ke-7, dan fase
penyembuhan terjadi setelah demam hari ke 6-7. Perjlana penyakit tersebut menentukan
dinamika perubahan dan tanda gejala klinispada pasien dengan infeksi demam berdarah
dengue (DBD).
Demam merupakan tanda utama infeksi dengue, terjadi mendadak tinggi,
selama 2-7 hari. Demam juga disertai gejala konstitusional lainnya seperti lesu, tidak
mau makan, dan muntah. Selain itu, pada anak lebih sering terjadi faciel flush, radang
faring, serta pilek.
Pada DBD, terjadi peningkatan permeabilitas vaskuler yang menyebabkan
kebocoran plasma ke jaringan, sedangkan pada demam dengue tidak terjadi hal ini.
Kondisi tersebut mgakibatkan syok hipovolemik. Peningkatan permeabilitas vaskular
akan terjadi pada fase kritis dan berlangsung maksimal 48 jam. Hal tersebut yang
menjadi alasan mengapa cairan diberikan maksimal 48 jam.
Kebocoran plasma terjadi akibat disfungsi endotel serta peran kompleks dari
sistem imun : monosit dan sel T, sistem komplemen, serta produksi mediator inflamasi
dan sitokin lainnya. Trombositopenia pun terjadi akibat beberapa mekanisme yang
kompleks, seperti gangguan megakariositopoiesis (akibat infeksi sel hematopoetik),
serta peningkatan destruksi dan konsumsi trombosit.

6
Pada kasus DBD tanda hepatomegali dan kelainan fungsi hati lebih sering
ditemukan. Manifestasi perdarahan yang paling dijumpai pada anak adalah perdarahan
kulit (petekie) dan mimisan (epistaksis). Tanda perdarahan lainnya yang patut
diwaspadai, antara lain melena, hematemesis, dan hematuria. Pada kasus tanpa
perdarahan spontan maka dapat dilakukan uji turniket.
Kebocoran plasma secara masif akan menyebabkan peasien mengalami syok
hipovolemik. Kondisi ini disebut sindrom suok dengue (SSD).

Sumber : Perjalanan penyakir dengue WHO (2009)

F. Diagnosis
1. Klinis
Gejala klinis berikut harus ada, yaitu:

 Demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus menerus selama 2-7
hari
 Terdapat manifestasi perdarahan ditandai dengan:
o uji bendung positif
o petekie, ekimosis, purpura
o perdarahan mukosa, epistaksis, perdarahan gusi
o hematemesis dan atau melena
 Pembesaran hati

7
 Syok, ditandai nadi cepat dan lemah sampai tidak teraba, penyempitan tekanan nadi (
20 mmHg), hipotensi sampai tidak terukur, kaki dan tangan dingin, kulit lembab,
capillary refill time memanjang (>2 detik) dan pasien tampak gelisah.

2. Laboratorium

 Trombositopenia (100 000/μl atau kurang)


 Adanya kebocoran plasma karena peningkatan permeabilitas kapiler, dengan
manifestasi sebagai berikut:
o Peningkatan hematokrit ≥ 20% dari nilai standar
o Penurunan hematokrit ≥ 20%, setelah mendapat terapi cairan
o Efusi pleura/perikardial, asites, hipoproteinemia.
 Dua kriteria klinis pertama ditambah satu dari kriteria laboratorium (atau hanya
peningkatan hematokrit) cukup untuk menegakkan Diagnosis Kerja DBD.

Demam Dengue

Demam tinggi mendadak Ditambah gejala penyerta 2 atau lebih:

- Nyeri kepala
- Nyeri retro orbita
- Nyeri otot dan tulang
- Ruam kulit Meski jarang dapat disertai manifestasi perdarahan
- LeukopeniaUji HI >1280 atau IgM/IgG positif
- Tidak ditemukan tanda kebocoran plasma (hemokonsentrasi, efusi pleura, asites,
hipoproteinemia)

G. Tatalaksana Demam Dengue

Sebagian besar anak dapat dirawat di rumah dengan memberikan nasihat perawatan pada
orang tua anak. Berikan anak banyak minum dengan air hangat atau larutan oralit untuk
mengganti cairan yang hilang akibat demam dan muntah. Berikan parasetamol untuk demam.
Jangan berikan asetosal atau ibuprofen karena obat-obatan ini dapat merangsang perdarahan.
Anak harus dibawa ke rumah sakit apabila demam tinggi, kejang, tidak bisa minum, muntah
terus-menerus.

8
9
H. Pemeriksaan Penunjang

Untuk mendiagnosis Dengue Haemoragic Fever (DHF) dapat dilakukan pemeriksaan


dan didapatkan gejala seperti yang telah dijelaskan sebelumnya juga dapat ditegakan
dengan pemeriksaan laboratorium yakni :
- Trombositopenia (< 100.000 / mm3) , Hb dan PCV meningkat (> 20%) leukopenia
(mungkin normal atau leukositosis), isolasi virus, serologis (UPF IKA, 1994).
- Pemeriksaan serologik yaitu titer CF (complement fixation) dan anti bodi HI
(Haemaglutination ingibition) (Who, 1998 ; 69), yang hasilnya adalah
 Pada infeksi pertama dalam fase akut titer antibodi HI adalah kurang dari 1/20
dan akan meningkat sampai < 1/1280 pada stadium rekovalensensi pada infeksi
kedua atau selanjutnya, titer antibodi HI dalam fase akut > 1/20 dan akan
meningkat dalam stadium rekovalensi sampai lebih dari pada 1/2560.
 Apabila titer HI pada fase akut > 1/1280 maka kadang titernya dalam stadium
rekonvalensi tidak naik lagi. (UPF IKA, 1994 ; 202)
- Pada renjatan yang berat maka diperiksa : Hb, PCV berulangkali (setiap jam atau 4-6
jam apabila sudah menunjukan tanda perbaikan) faal haemostasis x-foto dada, elektro
kardio gram, kreatinin serum.
- Laboratorium:
Trombositopenia (< 100.000/ uL) dan terjadi hemokonsentrasi lebih dari 20%.

Secara singkat, pemeriksaan penunjang yang menunjukkan DHF :


a. Darah
1) Trombosit menurun.
2) HB meningkat lebih 20 %
3) HT meningkat lebih 20 %
4) Leukosit menurun pada hari ke 2 dan ke 3
5) Protein darah rendah
6) Ureum PH bisa meningkat
7) NA dan CL rendah

b. Serology : HI (hemaglutination inhibition test).


c. Rontgen thorax : Efusi pleura.

10
d. Uji test tourniket (+)

I. Penatalaksaan DHF Pada Anak


Pada dasarnya pengobatan pasien Dengue Haemoragic Fever (DHF) bersifat simtomatis
dan suportif (Ngastiyah, 12995 ; 344)
Dengue Haemoragic Fever (DHF) ringan tidak perlu dirawat, Dengue Haemoragic Fever
(DHF) sedang kadang – kadang tidak memerlukan perawatan, apabila orang tua dapat
diikutsertakan dalam pengawasan penderita di rumah dengan kewaspadaan terjadinya syok
yaitu perburukan gejala klinik pada hari 3-7 sakit ( Purnawan dkk, 1995 ; 571)
Indikasi rawat tinggal pada dugaan infeksi virus dengue (UPF IKA, 1994 ; 203) yaitu:
- Panas 1-2 hari disertai dehidrasi (karena panas, muntah, masukan kurang) atau kejang–
kejang.
- Panas 3-5 hari disertai nyeri perut, pembesaran hati uji torniquet positif/negatif, kesan
sakit keras (tidak mau bermain), Hb dan Ht/PCV meningkat.
- Panas disertai perdarahan- perdarahan.
- Panas disertai renjatan.

 Tatalaksana Demam Berdarah Dengue tanpa syok

Anak dirawat di rumah sakit

 Berikan anak banyak minum larutan oralit atau jus buah, air tajin, air sirup, susu, untuk
mengganti cairan yang hilang akibat kebocoran plasma, demam, muntah/diare.
 Berikan parasetamol bila demam. Jangan berikan asetosal atau ibuprofen karena obat-
obatan ini dapat merangsang terjadinya perdarahan.
 Berikan infus sesuai dengan dehidrasi sedang:
o Berikan hanya larutan isotonik seperti Ringer laktat/asetat
o Kebutuhan cairan parenteral
 Berat badan < 15 kg : 7 ml/kgBB/jam
 Berat badan 15-40 kg : 5 ml/kgBB/jam
 Berat badan > 40 kg : 3 ml/kgBB/jam
o Pantau tanda vital dan diuresis setiap jam, serta periksa laboratorium
(hematokrit, trombosit, leukosit dan hemoglobin) tiap 6 jam
o Apabila terjadi penurunan hematokrit dan klinis membaik, turunkan jumlah
cairan secara bertahap sampai keadaan stabil. Cairan intravena biasanya hanya

11
memerlukan waktu 24–48 jam sejak kebocoran pembuluh kapiler spontan
setelah pemberian cairan.
 Apabila terjadi perburukan klinis berikan tatalaksana sesuai dengan tata laksana syok
terkompensasi (compensated shock). (WHO, 2011)

Tata Laksana Tersangka DBD

Pada awal perjalanan penyakit DBD tanda/gejalanya tidak spesifik, oleh karna itu
masyarakat atau orang tua diharapkan waspada jika melihat gejala yang merupakan gejala
awal DBD. Tanda dan gejala awal DBD adalah demam tinggi mendadak tanpa sebab yang
jelas, terus menerus, badan lemah, dan anak tampak lesu. Pertama-tama tentukan adalah
kegawatdaruratan yaitu tanda syok:

1. Kulit pucat, dingin dan lembab terutama pada ujung jari kaki, tangan dan hidung,
sedangkan kuku jai menjadi biru
2. Anak yang semula rewel, cengeng dan gelisah lambat laun kesadarannya
menjadi turun dan apatis, sopor dan koma. Hal ini disebabkan kegagalan
sirkulasi serebral.
3. Perubahan nadi baik frekuensi maupun ampliudonya. Nadi menjadi cepat dan
lembut sampai tidak bisa diraba karena kolaps sirkulasi.
4. Tekanan nadi menjadi 20 mmHG atau kurang.
5. Tekanan sistolik pada anak menurun menjadi 80 mmHg atau kurang.
6. Oliguria sampai anuria karena menurunnya perfusi darah yang meliputi arteri
renalis.

Apabila tidak di temukan tanda kegawatdaruratan, periksa uji tourniquet, apabila


pemeriksaan uji taurniquet positif, lanjutkan pemeriksaan trombosit, apabila trobmbosit
<100.000/ul pasien dirawat untuk observasi . apabila uji tourniquet positif dengan
trombosit > 100.000/ul atau normal atau uji tourniquet negatif, pasien boleh pulang
dengan pesan untuk datang setiap hari sampai demam hilang. Jika terjadi penurunan Hb
dan atau peningkatan Ht, segera rawat. Bila perlu berikan minum 50 ml/kgBB dalam 4-
6 jam pertama. Setelah keadaan dehidrasi teratasi berikan 80-100 ml/kgBB untuk
rumatan dalam 24 jam.hematokrit harus di periksa minimal satu kali sejak hari sakit
ketiga sampai suhu normal kembali.

Penggantian Volume Plasma

12
Dasar patogenesis DBD adalah perembesan Plasma, yang terjadi pada fase penurunan
suhu. Namun demikian penggantian cairan harus dilakukan dengan hati-hati.
Kebutuhan cairan awal dihitung untuk 2-3 jam pertama, sedangkan pada kasus syok
lebih sering (30-60 menit). Secara umum, volume yang di butuhkan adalah jumlah
cairan rumatan ditambah 5-8%.
Cairan intravena dibutuhkan apabila:
1. Anak terus-enerus muntah, tidak mau minum peroral, ditakutkan terjadi dehidrasi
dan mempermudah syok.
2. Nilai hematokrit cenderung menigkat pada pemeriksaan berkala
Jenis Cairan
Jenis cairan kristaloid yang di rekomendasikan olehh WHO adalah larutan Ringer
Laktat atau dextrosa 5% dalam larutan RL, Ringer Asetat atau dextrosa 5% dalam
larutan ringer Asetat, NaCl 0,9 % atau dextrosa 5% dalam larutan NaCl. Sedangkan
larutan koloid adalah dextran-40 dan plasma darah.

Sumber: IDAI 2012

13
Alur Tatalaksana Pemberian Cairan DHF Derajat I dan II

Pasien dengan keluhan demam 2-7 hari disertai uji tourniquet positif (DBD derajat 1)
atau disertai perdarahan spontan tanpa peningkatan hematokrit (DBD derajat II) dapat
di kelola seperti bagan di atas.
Sumber : IDAI (2012) Adapun kriteria memulangkan pasien adalah:

14
1. pasien dapat dipulangkan apabila tidak demam selama 24 jam tanpa
antipiretik, nafsu makan membaik, tampak perbaikan secara klinis, hematokrit
stabil.
2. Tiga hari setelah syok teratasi,jumlah trombosit > 50.000/ul dan cenderung
meningkat, serta tidak dijumpai distres pernafasan (disebabkan oleh efusi
pleura atau asidosis) (IDAI, 2012). Pemberian cairan intravena dapat
dihentikan apabila hematokrit telah turun, sekitar 40%. Jumlah urin
12ml/kgBB/jam atau lebih merupakan indikasi bahwa keadaan sirkulasi
membaik (IDAI, 2012). Sedatif dapat diberikan untuk menenangkan pasien
tapi keadaan gelisah akan hilang dengan sendiri nya apabila pemberian cairan
sudah adekuat dan perfusi jaringan membaik (IDAI, 2012).

Alur Tatalaksana DBD derajat II dengan peningkatan Ht 20%

Sumber : IDAI (2012) Pada pasien syok, pemberian oksigen 2 liter per menit
harus dilakukan dengan menggunakan masker. Pemberian transfusi darah
diberikan pada keadaan manifestasi perdarahsn yang nyata. Penurunan hematokrit
(dari 50% ke 40%) tanpa perbaikan klinis walau diberikan cairan menunjukkan
tanda adanya perdarahan. Pemberian darah dilakukan untuk menaikkan
konsentrasi sel darah merah sedangkan plasma segar dan atau suspensi trombosit

15
untuk pasien dengan DIC. DIC biasanya terjadi pada syok berat dan menyebabkan
perdarahan masif. DIC dipicu oleh hiponatremia dan asidosis metabolik sehingga
pada keadaan syok berat sebaiknya dilakukan perbaikan pada asidosis sebelum
berkembang menjadi DIC. Tatalaksana DBD derajat III & IV selanjutnya dapat
dilihat di gambar 2.9. (IDAI, 2012)

Monitoring

Tanda vital dan kadar hematokrit harus di monitor dan di evaluasi secara teratur
untuk menilai hasil pengobatan. Hal- hal yang harus di perhatikan pada
monitoring adalah nadi, tekanan darah, respirasi dan temperature harus di catat
setiap 15-30 menit atau lebih sering sampai syok teratasi.kadar hematokrit harus di
pantau tiap 4-6 jamsampai keadaan klinis pasien stabil.

Alur Tatalaksana DBD derajat III dan IV

Sumber: IDAI 2012

16
Tatalaksana syok perlu dilakukan secara agresif dan simultan mulai dari ABC
hingga resusitasi cairan untuk meningkatkan preload yang diberikan secara cepat dan
kurang dari sepuluh menit. Resusitasi cairan paling baik dilakukan pada tahap syok
hipovolemik kompensasi, sehingga mencegah terjadinya syok dekompensasi dan
ireversibel.

Cairan kristaloid diberikan 10-30ml/kgBB/6-10 menit kemudian lihat tekanan darah


apabila tekanan darah masih rendah (hipotensi) ulangi pemberian cairan kristaloid
apabila normotensi diberikan tetesan rumatan kemudian dilakukan pemeriksaan urin
apabila didapati >1ml/kgBB/jam maka diberikan tetesan rumatan, apabila
<1ml/kgBB/jam dan anuri, diulangi pemberian kristaloid kemudian dilakukan
pengecekan urin kembali. Pemasangan CVP dilakukan ketika volume yang diberikan
lebih dari 50-100ml/kgBB dalam 1-2 jam pertama untuk menilai fungsi miokard. Bila
CVP <10mmHg berarti fungsi miokard masih baik dan resusitasi cairan dapat
diteruskan. Bila CVP >10mmHg berarti terdapat disfungsi miokard atau penurunan
kontraktilitas ventrikel kanan, peningkatan resistensi vaskular paru (afterload
ventrikel kanan) atau syok kardiogenik sehingga diperlukan pemberian obat-obatan
resusitasi seperti epinefrin, sodium bikarbonat, dopamin, glukosa, kalsium klorida,
atropin, atau dobutamin (Darwis, 2003).

Sedangkan penatalaksanaan Dengue Haemoragic Fever (DHF) menurut UPF IKA, 1994 ; 203
– 206 adalah:
Hiperpireksia (suhu 400C atau lebih) diatasi dengan antipiretika dan “surface
cooling”. Antipiretik yang dapat diberikan ialah golongan asetaminofen,asetosal
tidak boleh diberikan
Umur 6 – 12 bulan : 60 mg / kali, 4 kali sehari
Umur 1 – 5 tahun : 50 – 100 mg, 4 sehari
Umur 5 – 10 tahun : 100 – 200 mg, 4 kali sehari
Umur 10 tahun keatas : 250 mg, 4 kali sehari.
a. Oral ad libitum atau
b.1 Infus cairan ringer laktat dengan dosis 75 ml / kg BB / hari untuk anak dengan
BB < 10 kg atau 50 ml / kg BB / hari untuk anak dengan BB < 10 10 kg
bersama – sama di berikan minuman oralit, air bauh susu secukupnya
b.2 Untuk kasus yang menunjukan gejala dehidrasi disarankan minum sebanyak –
banyaknya dan sesering mungkin.
b.3 Apabila anak tidak suka minum sama sekali sebaiknya jumlah cairan infus yang

17
harus diberikan sesuai dengan kebutuhan cairan penderita dalam kurun waktu 24
jam yang diestimasikan sebagai berikut :
 100 ml/Kg BB/24 jam, untuk anak dengan BB < 25 Kg
 75 ml/KgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 26-30 kg
 60 ml/KgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 31-40 kg
 50 ml/KgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 41-50 kg
Obat-obatan lain :
- antibiotika apabila ada infeksi sekunder lain
- antipiretik untuk anti panas
- darah 15 cc/kgBB/hari perdarahan hebat.

Tatalaksana Demam Berdarah Dengue dengan Syok

 Perlakukan hal ini sebagai gawat darurat. Berikan oksigen 2-4 L/menit secarra nasal.
 Berikan 20 ml/kg larutan kristaloid seperti Ringer laktat/asetat secepatnya.
 Jika tidak menunjukkan perbaikan klinis, ulangi pemberian kristaloid 20 ml/kgBB
secepatnya (maksimal 30 menit) atau pertimbangkan pemberian koloid 10-
20ml/kgBB/jam maksimal 30 ml/kgBB/24 jam.
 Jika tidak ada perbaikan klinis tetapi hematokrit dan hemoglobin menurun
pertimbangkan terjadinya perdarahan tersembunyi; berikan transfusi darah/komponen.
 Jika terdapat perbaikan klinis (pengisian kapiler dan perfusi perifer mulai membaik,
tekanan nadi melebar), jumlah cairan dikurangi hingga 10 ml/kgBB/jam dalam 2-4 jam
dan secara bertahap diturunkan tiap 4-6 jam sesuai kondisi klinis dan laboratorium.
 Dalam banyak kasus, cairan intravena dapat dihentikan setelah 36-48 jam. Ingatlah
banyak kematian terjadi karena pemberian cairan yang terlalu banyak daripada
pemberian yang terlalu sedikit.

Sedangkan penatalaksanaan Dengue Haemoragic Fever (DHF) menurut UPF IKA,


1994 ; 203 – 206 adalah.
a. Berikan infus Ringer Laktat 20 mL/KgBB/1 jam
Apabila menunjukkan perbaikan (tensi terukur lebih dari 80 mmHg dan nadi
teraba dengan frekuensi kurang dari 120/mnt dan akral hangat) lanjutkan dengan
Ringer Laktat 10 mL/KgBB/1jam. Jika nadi dan tensi stabil lanjutkan infus
tersebut dengan jumlah cairan dihitung berdasarkan kebutuhan cairan dalam
kurun waktu 24 jam dikurangi cairan yang sudah masuk dibagi dengan sisa waktu
( 24 jam dikurangi waktu yang dipakai untuk mengatasi renjatan ). Perhitungan

18
kebutuhan cairan dalam 24 jm diperhitungkan sebagai berikut :
 100 mL/Kg BB/24 jam untuk anak dengan BB < 25 Kg
 75 mL/Kg BB/24 jam untuk anak dng berat badan 26-30 Kg.
 60 mL/Kg BB/24 jam untuk anak dengan BB 31-40 Kg.
 50 mL/Kg BB/24 jam untuk anak dengan BB 41-50 Kg.

b. Apabila satu jam setelah pemakaian cairan RL 20 mL/Kg BB/1 jam keadaan tensi
masih terukur kurang dari 80 mmHg dan nadi cepat lemah, akral dingin maka
penderita tersebut memperoleh plasma atau plasma ekspander (dextran L atau
yang lainnya) sebanyak 10 mL/ Kg BB/ 1 jam dan dapat diulang maksimal 30
mL/Kg BB dalam kurun waktu 24 jam. Jika keadaan umum membai dilanjutkan
cairan RL sebanyk kebutuhan cairan selama 24 jam dikurangi cairan yang sudah
masuk dibagi sisa waktu setelah dapat mengatasi renjatan.
c. Apabila satu jam setelah pemberian cairan Ringer Laktat 10 ml/Kg BB/ 1 jam
keadaan tensi menurun lagi, tetapi masih terukur kurang 80 mmHg dan nadi cepat
lemah, akral dingin maka penderita tersebut harus memperoleh plasma atau
plasma ekspander (dextran L atau lainnya) sebanyak 10 ml/Kg BB/ 1 jam. Dan
dapat diulang maksimal 30 mg/Kg BB dalam kurun waktu 24 jam. Jika keadaan
umum membaik dilanjutkan dengan cairan RL dengan perhitungan sebagai
berikut : kebutuhan cairan selama 24 jam dikurangi cairan yang sudah masuk
dibagi sisa waktu setelah dapat mengatasi renjatan.
Sedangkan penatalaksanaan Dengue Haemoragic Fever (DHF) menurut UPF
IKA, 1994 ; 203 – 206 adalah.
a. Berikan cairan RL sebanyak 30 ml/Kg BB/1 jam, bila keadaan baik (T > 80
mmHg dan nadi < 120 x/menit, akral hangat lanjutkan dengan RL sebanyak 10
ml/Kg BB/1 jam. Jika keadaan umum tidak stabil infus RL dilanjutkan sampai
perhitungan sebagai berikut :
Kebutuhan cairan selama 24 jam dikurangi cairan yang sudah masuk dibagi
sisa waktu setelah dapat mengatasi renjatan.
Perhitungan kebutuhan cairan seperti yang tertera pada 2.a.
b. Apabila setelah pemberian Rl 30 ml/Kg BB/ 1 jam keadaan umum masih
buruk. Tensi tak terukur dan nadi tak teraba maka klien harus dipasang infus 2
tempat dengan maksud satu tempat untuk RL 10ml/Kg BB/1 jam dan tempat
lain untuk pemberian plasma atau plasma ekspander (dextran L atau lainnya)
sebanyak 20 ml/Kg BB/1 jam selama 1 jam. Jika keadaan umum membaik

19
lanjutkan pemberian RL dengan perhitungan sebagai berikut :
Kebutuhan cairan selama 24 jam dikurangi cairan yang sudah masuk dibagi
sisa waktu setelah dapat mengatasi renjatan.
Perhitungan kebutuhan cairan seperti yang tertera pada 2.a.
c. Apabila setelah pemberian Rl 30 ml/Kg BB/ 1 jam keadaan umum masih
buruk. Tensi tak terukur secara palpasi dan nadi teraba cepat lemah, akral
dingin maka klien ini sebaiknya diberikan plasma atau plasma ekspander
(dextran L atau lainnya) sebanyak 20 ml/Kg BB/1 jam. Jika keadaan umum
membaik lanjutkan pemberian RL dengan perhitungan sebagai berikut :
Kebutuhan cairan selama 24 jam dikurangi cairan yang sudah masuk dibagi
sisa waktu setelah dapat mengatasi renjatan.
Perhitungan kebutuhan cairan seperti yang tertera pada 2.a.
d. Apabila setelah pemberian Rl 30 ml/Kg BB/ 1 jam keadaan umum membaik
tetapi tensi terukur kurang dari 80 mmHg dan nadi > 120 x/menit akral hangat
atau akral dingin maka klien ini sebaiknya diberikan plasma atau plasma
ekspander (dextran L atau lainnya) sebanyak 10 ml/Kg BB/1 jam dan dapat
diulangi maksimal sampai 30 ml/Kg BB/24 jam. Jika keadaan umum membaik
lanjutkan pemberian RL dengan perhitungan sebagai berikut :
Kebutuhan cairan selama 24 jam dikurangi cairan yang sudah masuk dibagi
sisa waktu setelah dapat mengatasi renjatan.
Perhitungan kebutuhan cairan seperti yang tertera pada 2.a.
e. Jika tata laksana grade IV setelah 2 jam sesudah plasma atau plasma ekspander
(dextran L atau lainnya) sebanyak 20 ml/Kg BB/1 jam dan RL 10 ml/Kg BB/1
jam tidak menunjukkan perbaikan T = 0, N = 0 maka klien ini perlu
dikonsultasikan ke bagian anestesi untuk dievaluasi kebenaran cairan yang
dibutuhkan apabila sudah sesuai dengan yang masuk. Dalam hal ini perlu
monitor dengan pemasangan CVP, gunakan obat Dopamin, Kortikosteroid dan
perbaiki kelainan yang lain.
f. Jika tata laksana grade IV setelah 2 jam sesudah plasma atau plasma ekspander
(dextran L atau lainnya) sebanyak 20 ml/Kg BB/1 jam dan RL 30 ml/Kg BB/1
jam belum menunjukkan perbaikan yang optimal (T < 80, N > 120 x/menit),
maka klien ini perlu diberikan lagi plasma atau plasma ekspander (dextran L
atau lainnya) sebanyak 10 ml/Kg BB/1 jam. Jika reaksi perbaikan tidak
tampak, maka klien ini perlu dikonsultasikan ke bagian anestesi.

20
g. Jika tata laksana grade IV sesudah memperoleh plasma atau plasma ekspander
(dextran L atau lainnya) sebanyak 10 ml/Kg BB/1 jam dan RL 30 ml/Kg BB/1
jam belum menunjukkan perbaikan yang optimal (T > 80, N < 120 x/menit),
akral dingin maka klien ini perlu diberikan lagi plasma atau plasma ekspander
(dextran L atau lainnya) sebanyak 10 ml/Kg BB/1 jam dan dapat diulangi
maksimal sampai 30 ml/Kg BB/24 jam. Jika reaksi perbaikan tidak tampak,
maka klien ini perlu dikonsultasikan ke bagian anestesi.
Untuk kasus – kasus yang sudah memperoleh cairan 60 mg/Kg BB/2 jam
pikirkan bahaya overload dan kemampuan kontraksi yang kurang. Dalam hal
ini klien perlu diberikan Lasix 1 mg/Kg BB/kali dan Dopamin.

Tatalaksana komplikasi perdarahan

Jika terjadi perdarahan berat segera beri darah bila mungkin. Bila tidak, beri koloid dan
segera rujuk.

Penanganan kelebihan cairan

Kelebihan cairan merupakan komplikasi penting dalam penanganan syok. Hal ini dapat
terjadi karena:

 kelebihan dan/atau pemberian cairan yang terlalu cepat


 penggunaan jenis cairan yang hipotonik
 pemberian cairan intravena yang terlalu lama
 pemberian cairan intravena yang jumlahnya terlalu banyak dengan kebocoran
yang hebat.
 Tanda Awal:
o Napas cepat
o Tarikan dinding dada kedalam
o Efusi pleura luas
o Asites
o Edema periorbita atau jaringan lunak

21
J. Prognosis

Prognosis demam dengue berhubungan dengan antibodi yang didapat atau infeksi awal
dengan virus yang menyebabkan terjadinya DBD (Halstead, 2011). Keparahan terlihat dari
usia, dan infeksi awal terhadap serotipe dengue virus yang lain sehingga dapat mengakibatkan
komplikasi hemorhagik yang parah (Levin & Weinberg, 2009). Prognosis di tentukan juga
oleh lamanya penanganan terhadap terjadinya syok pada sindroma syok dengue (SSD).
Prognosis baik jika diatasi maksimal 90 menit. Prognosis akan terlihat buruk jika melebihi 90
menit(Citra.resmi.et.al.,2007)

22
23

Anda mungkin juga menyukai