Anda di halaman 1dari 94

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Teori Medis
1. Konsep dasar teori kehamilan
a. Pengertian kehamilan
Kehamilan didefinisikan sebagai fertilitasi atau penyatuan dari
spertmatozoa dan ovum serta dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi. Bila
dihitung dari saat fertilisasi hingga lahir bayi,kehamilan normal akan
berlangsung dalam waktu 40 minggu atau 10 bulan atau 9 bulan menurut
kalender internasional (Walyani, 2015).
Kehamilan adalah penyatuan antara sperma laki-laki dan ovum
wanita. Kehamilan adalah suatu kondisi seorang wanita memiliki janin yang
tengah tumbuh dalam tubuhnya. Umumnya janin tumbuh didalam rahim.
Waktu hamil pada manusia sekitar 40 minggu atau 9 bulan. Kurun waktu
tersebut, dihitung saat awal periode menstruasi yang terakhir hingga
melahirkan (Suryati, 2011). Kehamilan terbagi menjadi tiga trimester,
dimana trimester satu berlangsung dalam 12 minggu, trimester kedua 15
minggu-27 minggu, dan trimester ketiga 28 minggu hingga 40 minggu
(Walyani, 2015).
b. Perubahan fisik dan psikologi kehamilan trimester III
1) Perubahan Fisiologis
a) Uterus
Pada trimester III isthmus lebih nyata menjadi bagian korpus
uteri dan berkembang menjadi segmen bawah rahim (SBR). Pada
kehamilan tua karena kontraksi otot-otot bagian atas uterus, SBR
menjadi lebih lebar dan tipis. Batas itu dikenal dengan lingkaran
retraksi fisiologis dinding uterus, diatas lingkaran ini jauh lebih tebal

9
10

dari pada dinding Segmen Bawah Rahim (Ika pantiawati dan Saryono,
2012)
(1) 28 minggu : fundus uteri terletak kira-kira 3 jari diatas pusat atau
1/3 jarak antara pusat ke prosesus xifodeus (25 cm)
(2) 32 minggu : fundus uteri terletak kira-kira antara ½ jarak pusat dan
prosesus xifoideus (30 cm)
(3) 36 minggu : fundus uteri kira-kira 1 jari dibawah prosesus
xifoideus (33 cm)
(4) 40 minggu : fundus terletak kira-kira 3 jari dibawah prosesus
xifoideus (30 cm)

Setelah minggu ke 28 kontraksi braxton hicks semakin jelas.


Umumnya akan menghilang saat melakukan latihan fisik atau berjalan.
Pada akhir-akhir kehamilan kontraksi semakin kuat sehingga sulit
membedakan dari kontraksi untuk memulai persalinan (Ika Pantiawati
dan Saryono, 2012)
b) Sistem traktus urinarius
Pada akhir kehamilan kepala janin akan turun ke pintu atas
pangggul keluhan sering kencing akan timbul lagi karena kandung
kemih tertekan kembali. Selain itu juga terjadi hemodilusi
menyebabkan metabolisme air menjadi lancar. Pada kehamilan tahap
lanjut, pelvis ginjal kanan dan ureter lebih berdilatasi dari pada pelvis
kiri akibat pergeseran uterus yang berat ke kanan akibat terdapat kolon
rektosigmoid disebelah kiri.
Perubahan perubahan ini membuat pelvis dan ureter mampu
menampung urin dalam volume lebih besar dan juga memperlambat
laju urine (Ika Pantiawati dan Saryono, 2012).
c) Sistem respirasi
Pada usia kehamilan 32 minggu keatas karena usus-usus tertekan
uterus yang membesar kearah diafragma sehingga diafragma kurang
leluasa untuk bergerak mengakibatkan banyak wanita hamil
11

mengalami derajat kesulitan bernapas (Ika Pantiawati dan Saryono,


2012).
d) Terjadi kenaikan berat badan sekitar 5,5 kg, penambahan berat badan
awal kehamilan sampai akhir kehamilan adalah 11-12 kg.
Kemungkinan penambahan BB hingga maksimal adalah 12,5 kg
(Walyani,2015):
.Jaringan dan Cairan BB (kg)
Janin 3-4
Plasenta 0,6
0,8
Cairan amnion 0,9
Peningkatanberat uterus 0,4
Peningkatan berat payudara 1,5
Peningkatan volume darah 1,4
Cairan ekstraseluler 3,5
Total 12,5
Tabel 2. Rincian Kenaikan Berat Badan
e) Sirkulasi darah
Aliran darah meningkat dengan cepat seiring pembesaran
uterus. Walaupun aliran darah uterus meningkat dua puluh kali lipat.
Akibatnya lebih banyak oksigen yang diambil dari darah ibu di uterus
selama kehamilan berlanjut (Ika Pantiawati dan Saryono, 2012).
f) Sistem muskuloskeletal
Otot dinding perut meregang dan akhirnya kehilangan sedikit
tonus otot. Selama trimester ketiga otot rektus abdominalis dapat
memisah, menyebabkan isi perut menonjol digaris tengah tubuh (Ika
Pantiawati dan Saryono, 2012)
Hormon progesteron dan hormon relaxing menyebabkan
relaksasi jaringan ikat dan otot. Hal ini terjadi maksimal pada satu
minggu terakhir kehamilan. Postur tubuh wanita secara bertahap
mengalami perubahan karena janin membesar dalam abdomen
sehingga untuk mengompensasi penambahan berat. Lordosis progresif
merupakan gambaran yang karakteristik pada kehamilan normal.
Selama trimester III akan merasa pegal, mati rasa dan dialami oleh
anggota badan atas yang meenyebabkan lordosis yang besar dan fleksi
12

anterior leher dan merosotnya lingkar bahu yang akan menimbulkan


traksi pada nervus (Ika Pantiawati dan Saryono, 2012).
2) Perubahan Psikologis
Trimester ketiga sering disebut dengan periode penantian.
Sekarang wanita menanti kelahiran bayinya sebagai bagian dari dirinya.
Perubahan psikologis yang terjadi pada ibu hamil Trimester III (Suryati,
2011) :
a) Rasa tidak nyaman timbul kembali, merasa dirinya jelek, aneh, dan
tidak menarik.
b) Merasa tidak menyenangkan ketika bayi tidak harir tepat waktu
c) Takut akan merasa sakit dan bahaya fisik yang timbul pada saat
melahirkan, khawatir akan keselamatannya
d) Khawatir bayi akan dilahirkan dalam keadaan tidak normal,
bermimpi yang mencerminkan perhatian dan kekhawatirannya.
e) Merasa sedih karena akan terpisah dari bayinya
f) Merasa kehilangan perhatian
g) Perasaan sudah terluka (sensitif)
h) Libido menurun
c. Kebutuhan dasar fisik dan psikologis ibu hamil trimester III
1) Kebutuhan fisik ibu hamil trimester III
a) Oksigen
Kebutuhan oksigen adalah yang utama pada manusia termasuk
ibu hamil. Berbagai gangguan pernafasan bisa terjadi saat hamil
sehingga akan mengganggu pemenuhan kebutuhan oksigen pada ibu
yang akan berpengaruh pada bayi yang dikandung (Walyani, 2015).
Untuk mencegah hal tersebut dan untuk memenuhi kebutuhan
oksigen maka ibu hamil perlu :
(1) Latihan nafas selama hamil
(2) Tidur dengan bantal yang lebih tinggi
(3) Makan tidak terlalu banyak
(4) Kurangi atau berhenti merokok
13

(5) Konsul ke dokter bila ada kelainan atau gangguan seperti asma,
dll.
b) Nutrisi
Saat kehamilan trimester III, ibu hamil butuh energi yang
memadai sebagai cadangan energi kelak saat proses persalinan.
Pertumbuhan otak janin terjadi cepat saat dua bulan terakhir
menjelang persalinan. Berikut adalah gizi yang sebaiknya lebih
diperhatikan pada kehamilan trimester III (Walyani, 2015):
(1) Kalori
Kebutuhan kalori selama kehamilan adalah sekitar 70.000-
80.000 kkal, dengan penambahan berat badan sekitar 12,5 kg.
pertambahan kalori ini diperlukan terutama pada 20 minggu
terakhir. Untuk itu kalori yang diperlukan setiap hari adalah 285-
300 kkal. Tambahan kalori diperlukan untuk pertumbuhan
jaringan dan menambah volume darah serta cairan amnion
(ketuban). Selain itu, kalori juga berguna sebagai cadangan ibu
untuk keperluan persalinan dan menyusui.
(2) Vitamin B6
Vitamin ini dibutuhkan untuk menjalankan lebih dari 100 reaksi
kimia dalam tubuh yang melibatkan enzim. Selain membantu
metabolisme asam amino, karbohidrat, lemak dan pembentukan
sel darah merah juga berperan dalam pembentukan
neurotransmitter. Angka kecukupan ibu trimester III kurang
lebih 2,2 mg sehari. Makanan hewani adalah sumber daya yang
kaya akan vitamin ini.
(3) Yodium
Yodium dibutuhkan sebagi pembentuk senyawa tiroksin yang
berperan mengontrol metabolisme sel yang baru masuk. Jika
tiroksin berkurang maka bayi akan tumbuh kerdil, sebaliknya
jika berlebihan maka janin tumbuh akan berlebihan dan
14

melampaui ukuran normal. Angka ideal untuk mengonsumsi


yodium adalah 175 mg/hari.
(4) Tiamin (vitamin B1), Ribovlavin (B2) dan Niasin (B3)
Deretan vitamin ini akan membantu enzim untuk mengatur
metabolisme sistem pernapasan dan energi. Ibu hamil dianjurkan
mengonsumsi tiamin 1,2 mg/hari, ribovlavin sekitar 1,2 mg/hari
dan niasin 11 mg/hari. Ketiga vitamin ini bisa ditemukan di keju,
susu, kacang-kacangan, hati dan telur.
(5) Air
Air sangat penting untuk pertumbuhan sel-sel baru, mengatur
suhu tubuh, melarutkan dan mengatur proses metabolisme zat
gizi serta mempertahankan volume darah yang meningkat selama
kehamilan. Jika cukup mengonsumsi cairan kira-kira 8 gelas
perhari maka akan terhindar dari resiko terkena infekasi saluran
kemih dan sembelit.
c) Personal hygiene
Kebersihan harus dijaga selama hamil. Mandi dianjurkan
sedikitnya dua kali sehari karena ibu hamil cenderung untuk
mengeluarkan keringat, menjaga kebersihan diri terutama lipatan
kulit, ketiak dengan cara membersihkan dengan air dan keringkan.
Kebersihan gigi dan mulut perlu mendapat perhatian karena sering
sekali mudah terjadi gigi berlubang, terutama dengan ibu yang
kekurangan kalsium. Rasa mual selama hamil dapat mengakibatkan
perburukan hygiene mulut dan dapat menimbulkan karies gigi
(Suryati, 2011).
d) Pakaian
Meskipun pakaian bukan hal yang berakibat langsung terhadap
kesejahteraan ibu dan janin, namun perlu kiranya jika tetap
dipertimbangkan beberapa aspek dari kenyaman ibu (Suryati , 2011).
Beberapa hal yang harus diperhatikan ibu hamil adalah memenuhi
kriteria berikut ini (Ika Pantiawati dan Saryono, 2012):
15

(1) Pakaian harus longgar, bersih, dan tidak ada ikatan yang ketat di
daerah perut.
(2) Bahan pakaian yang mudah menyerap keringat
(3) Pakailah bra yang menyokong payudara
(4) Memakai sepatu dengan hak yang rendah
(5) Pakaian dalam yang selalu bersih
e) Eliminasi
Keluhan yang sering muncul pada ibu hamil berkaitan dengan
eliminasi adalah sering buang air kecil dan konstipasi. Konstipasi
terjadi karena adanya pengaruh hormone progesterone yang
mempunyai efek rileks terhadap otot polos dalah satunya otot usus.
Selain itu desakan usus oleh pembesaran janin juga menyebabkan
bertambahnya konstipasi (Suryati, 2011).
Tindakan pencegahan yang dilakukan adalah dengan
mengkonsumsi makanan tinggi serat dan banyak minum air putih,
terutama ketika lambung kosong. Sering buang air kecil merupakan
keluhan utama yang dirasakan terutama pada trimester 1 dan 3. Ini
terjadi karena pembesaran uterus yang mendesak kandung kemih.
Tindakan mengurangi asupan cairan untuk mengurangi keluhan
sangat tidak dianjurkan, karena akan menyebabkan dehidrasi
(Suryati, 2011).
f) Seksual
Selama kehamilan normal koitus boleh sampai akhir
kehamilan, meskipun beberapa ahli berpendapat tidak lagi
berhubungan selama 14 hari menjelang kelahiran. Koitus tidak
dibenarkan bila terdapat perdarahan pervaginam, riwayat abortus
berulang, abortus, ketuban pecah sebelum waktunya (Suryati, 2011).
Pada saat orgasme, dapat dibuktikan adanya fetal
bradichardya karena kontraksi uterus dan para peneliti menunjukkan
bahwa wanita yang berhubungan seks dengan aktif menunjukkan
insidensi fetal distress yang lebih tinggi (Suryati, 2011).
16

g) Mobilisasi
Ibu hamil boleh melakukan aktifitas fisik biasa selama tidak
terlalu melelahkan. Ibu hamil dianjurkan untuk melakukan pekerjaan
rumah dengan dan secara berirama dengan menghindari gerakan
menyentak, sehingga mengurangi ketegangan tubuh dan kelelahan
(Suryati, 2011).
h) Body Mekanik
Secara anatomi, ligament sendi putar dapat meningkatkan
pelebaran uterus pada ruang abdomen, sehingga ibu akan merasakan
nyeri. Hal ini merupakan salah satu ketidaknyamanan yang dialami
ibu hamil. Sikap tubuh yang perlu diperhatikan adalah (Suryati,
2011):
(1) Duduk
Duduk adalah posisi yang paling sering dipilih, sehingga postur
yang baik dan kenyamanan penting. Ibu harus diingatkan duduk
bersandar dikursi dengan benar, pastikan bahwa tulang
belakangnya tersangga dengan baik (Suryati, 2011).
(2) Berdiri
Untuk mempertahankan keseimbangan yang baik, kaki harus
diregangkan dengan distribusi berat badan pada masing-masing
kaki. Berdiri diam terlalu lama dapat menyebabkan kelelahan
dan ketegangan. Oleh karena itu lebih baik berjalan tetapi tetap
memperhatikan semua aspek dan postur tubuh harus tetap tegak
(Suryati, 2011).
(3) Tidur
Resiko hipotensi akibat berbaring telentang harus dihindari oleh
ibu hamil setelah empat bulan kehamilan. Sejalan dengan tuanya
usia kehamilan, biasanya ibu merasa semakin sulit mengambil
posisi yang nyaman, karena peningkatan ukuran tubuh dan berat
badannya. Kebanyakan ibu menyukai posisi miring dengan
17

sanggaan dua bantal dibawah kepala dan satu dibawah lutut dan
abdomen.
Nyeri pada simpisis pubis dan sendi dapat dikurangi bila ibu
menekuk lututnya ke atas dan menambahnya bersama-sama
ketika berbalik ditempat tidur (Suryati, 2011).
i) Istrahat
Dengan semakin berkembangnya kehamilan, ibu hamil akan
sulit memiliki posisi tidur yang nyaman (Ika Pantiawati dan Saryono,
2012). Wanita hamil dianjurkan untuk merencanakan istrahat yang
teratur seiring dengan kemajuan kehamilannya. Jadwal istrahat dan
tidur perlu diperhatikan dengan baik, karena istrahat dan tidur dapat
meningkatkan kesehatan jasmani dan rohani untuk kepentingan
perkembangan dan pertumbuhan janin. Tidur pada malam hari
kurang lebih 8 jam dan istrahat dalam keadaan rileks pada siang hari
selama 1 jam (Suryati, 2011).
j) Persiapan laktasi
Payudara merupakan aset yang sangat penting sebagai
persiapan menyambut kelahiran sang bayi dalam proses menyusui.
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam perawatan payudara
adalah sebagai berikut (Suryati, 2011) :
(1) Hindari pemakaian bra dengan ukuran yang terlalu ketat dan
menggunakan busa, karena akan menyangga penyerapan
keringat payudara
(2) Gunakan bra dengan bentuk yang menyangga payudara
(3) Hindari membersihkan putting dengan sabun mandi karena akan
menyebabkan iritasi. Bersihkan putting dengan air hangat dan
minyak.
(4) Jika ditemukan pengeluaran cairan yang berwarna kekuningan
dari payudara berarti produksi asi sudah dimulai

k) Persiapan persalinan dan kelahiran bayi


18

Ada 5 komponen penting dalam perencanaan persalinan


antara lain (Suryati Romauli, 2010) :
(1) Membuat rencana persalinan
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam membuat rencana
persalinan antara lain :
(a) Memilih tempat persalinan
(b) Memilih tenaga terlatih
(c) Bagaimana menghubungi tenaga kesehatan tersebut
(d) Bagaimana transportasi ke tempat persalinan
(e) Siapa yang akan menemani pada saat persalinan
(f) Berapa banyak biaya yang dibutuhkan dan bagaimana cara
mengumpulkan biaya tersebut.
(g) Siapa yang akan mendampingi ibu
(2) Membuat rencana untuk pengambilan keputusan jika terjadi
kegawatdaruratan pada saat pengambil keputusan utama tidak
ada
(3) Mempersiapkan sistem transportasi jika terjadi kegawatdaruratan
(4) Membuat rencana atau pola menabung
Keluarga seharusnya dianjurkan untuk menabung sejumlah uang
sehingga dana akan tersedia untuk asuhan selama kehamilan
(5) Mempersiapkan peralatan yang diperlukan untuk persalinan
Seorang ibu dapat mempersiapkan segala sesuatunya utnuk
persalinan. Ibu dan keluarga dapat mengumpulkan barang-
barang seperti kain, pembalut, seprei, dan menyimpannya untuk
persiapan persalinan.
l) Memantau kesejahteraan janin
Untuk melakukan penilaian terhadap kesejahteraan janin dan
rahim bisa menggunakan stetoskop leanec untuk mendengarkan
denyut jantung secara manual (auskultasi). Pemantauan
kesejahteraan janin yang dapat dilakukan ibu hamil setiap merasakan
gerakan janin dengan kartu “fetalmovement”. Pemantauan gerakan
19

janin minimal dilakukan selama 12 jam dengan kartu tersebut


(Suryati Romauli, 2010).
m) Ketidaknyamanan dan cara mengatasinya
Dalam proses adaptasi tidak jarang ibu akan mengalami
ketidaknyamanan yang meskipun hal ini adalah fisiologis namun
tetap perlu pencegahan dan perawatan.
(1) Sering buang air kecil pada trimester III, cara mengatasinya
dengan mengurangi asupan karbohidrat murni dan makanan yang
mengandung gula serta membatasi minum kopi, teh, soda
(2) Striae gravidarum. Tampak jelas pada bulan keenam dan
ketujuh.
(3) Haemoroid pada trimester II dan III, makan makanan yang
berserat, buah dan sayuran serta banyak minum air putih dan sari
buah. Lakukan senam hamil untuk mengurangi haemoroid.
(4) Keputihan terjadi di trimester 1,2,3. Tingkatkan kebersihan
dengan mandi tiap hari, memakai pakaian dari bahan yang
mudah menyerap keringat, tingkatkan daya tahan tubuh dengan
memakan buah dan sayur.
(5) Sembelit biasanya terjadi pada trimester II dan III. Minum 3 liter
cairan tiap hari terutama air putih dan serat buah. Lakukan senam
hamil, membiaskan buang air besar secara teratur.
(6) Kram pada kaki setelah usia kehamilan 24 minggu . rendam kaki
dengan air yang telah diberi minyak esensial dan latihan
dorsofleksi pada kaki
(7) Sesak napas trimester II dan III. Jelaskan penyebab fisiologisnya,
merentangkan tangan diatas kepala serta menarik nafas panjang.
(8) Pusing atau sakit kepala pada trimester II dan III. Bangun secara
perlahan dari posisi istrahat, hindari berbaring dalam posisi
terlentang.
20

(9) Sakit punggung atas dan bawah trimester II dan III. Posisi sikap
tubuh yang baik selama aktifitas, hindari mengangkat barang
berat, gunakan bantal ketika tidur untuk meluruskan punggung
(10) Varises pada kaki biasanya pada trimester II dan III. Istrahat
dengan menaikkan kaki setinggi mungkin untuk membalikkan
efek gravitasi
2) Kebutuhan psikologis ibu hamil trimester III
a) Support keluarga
Ibu merupakan salah satu anggota keluarga yang sangat
berpengaruh, sehingga perubahan apapun yang terjadi pada ibu akan
memperngaruhi keluarga. Kehamilan dapat dikatakan sebagai
maturasi dan suatu kejadian yang luar biasa dalam tumbuh kembang
keluarga. Hubungan antara wanita dan ibunya terbukti signifikan
dalam adaptasi terhadap kehamilan dan menjadi ibu (Suryati
Romauli, 2010).
b) Support dari tenaga kesehatan
Peran bidan dalam perubahan adaptasi psikologis adalah
dengan memberi support atau dukungan moral bagi klien,
meyakinkan klien bahwa ia dapat menghadapi kehamilannnya dan
perubahan yang dirasakannya adalah sesuatu yang normal. Bidan
harus bekerja sama dan membangun hubungan yang baik dengan
klien agar terjalin hubungan yang terbuka antara bidan dan klien.
Keterbukaan ini akan mempermudah bidan dalam memberikan solusi
dan masalah yang dihadapi klien (Suryati Romauli, 2010).
c) Rasa aman dan nyaman selama kehamilan
Orang yang paling penting bagi wanita hamil biasanya adalah
ayah sang anak. Semakin banyak bukti menunjukkan bahwa wanita
yang diperhatikan dan dikasihi oleh pasangannya selama hamil akan
menunjukkan lebih sedikit gejala emosi fisik, lebih sedikit komplikasi
persalinan dan lebih mudah menyesuaikan diri selama masa nifas
(Suryati Romauli, 2010).
21

d) Persiapan menjadi orang tua


Ini sangat penting dipersiapkan karena setelah bayi lahir akan
banyak perubahan yang terjadi, mulai dari ibu, ayah dan keluarga.
Bagi pasangan yang baru pertama kali punya anak persiapan dapat
dilakukan dengan berkonsultasi dengan orang yang mampu membagi
pengalamannya dan memberikan nasehat mengenai persiapan
menjadi orang tua (Suryati Romauli, 2010).
e) Sibling
Sibling adalah rasa persaingan antara dua saudara kandung
akibat kelahiran anak berikutnya. Biasanya terjadi pada anak usia 2-
3 tahun. Sibling biasanya ditunjukkan dengan penolakan terhadap
kelahiran adiknya, menangis dan menarik diri dari lingkungannya.
d. Tanda bahaya kehamilan Trimester III
Menurut Saryono (2010) ada 7 tanda bahaya kehamilan trimester III
diantaranya:
1) Perdarahan pervaginam
Perdarahan pada kehamilan setelah 22 minggu sampai sebelum bayi
dilahirkan dinamakan perdarahan intrapartum sebelum kelahiran (Ummi
Hani, dkk, 2010) pada kehamilan lanjut perdarahan yang tidak normal
adalah merah banyak, dan kadang-kadang tapi tidak selalu disertai
dengan rasa nyeri. Jenis perdarahan antepartum diantaranya plasenta
previa dan absurpsio plasenta atau solusio plasenta (Ika Pantiawati dan
Soryono, 2012).
2) Sakit kepala yang hebat dan menetap
Sakit kepala yang menunjukan satu masalah yang serius adalah sakit
kepala yang hebat dan menetap serta tidak hilang apabila beristrahat.
Kadang-kadang dengan sakit kepala tersebut diikuti pandangan kabur
atau berbayang. Sakit kepala yang demikian adalah tanda dan gejala dari
preeklamsia (Ummi Hani,dkk, 2010).
3) Penglihatan kabur
22

Wanita hamil mengeluh pandangan kabur. Karena pengaruh hormonal,


ketajaman penglihatan ibu dapat berubah dalam kehamilan. Perubahan
ringan adalah normal. Perubahan penglihatan disertai dengan sakit kepala
yang hebat diduga gejala preeklampsia. Deteksi dini dari pemeriksaan
data yaitu periksa tekanan darah, protein urine, reflex dan oedema (Ika
Pantiawati dan Saryono, 2012).
4) Bengkak diwajah dan jari-jari tangan
Bengkak/oedema bisa menunjukkan masalah yang serius jika muncul
pada wajah dan tangan, tidak hilang jika telah beristrahat dan disertai
dengan keluhan fisik yang lain. Hal ini merupakan pertanda anemia,
gagal jantung dan preeklamsia (Ika Pantiawati dan Saryono, 2012).
5) Keluar cairan pervaginam
Keluarnya cairan berupa air-air dari vagina pada trimester 3, ketuban
dinyatakan pecah dini jika terjadi sebelum proses persalinan berlangsung
(Ika Pantiawati dan Saryono, 2012).
6) Gerakan janin tidak terasa
Jika ibu tidak merasakan gerakan janin sesudah kehamilan trimester 3.
Jika bayi tidur gerakannya akan melemah. Bayi harus bergerak paling
sedikit 3 kali dalam 3 jam. Gerakan janin akan terasa jika berbaring atau
makan dan minum dengan baik (Ika Pantiawati dan Saryono, 2012).
7) Nyeri abdomen yang hebat
Nyeri abdomen yang menunjukkan masalah adalah yang hebat, menetap,
dan tidak hilang setelah beristrahat. Hal ini bisa berarti apendisitis,
kehamilan ektopik, penyakit radang pelvis, persalinan preterm, gastritis,
penyakit kantong empedu, iritasi uterus, absurpsi plasenta, infeksi
saluran kemih, dan lain-lain (Ummi Hani,dkk, 2010)

e. Menilai faktor resiko dengan skor poedji rochyati


1) Kehamilan Risiko Tinggi
23

Risiko adalah suatu ukuran statistik dari peluang atau kemungkinan


untuk terjadinya suatu keadaan gawat-darurat yang tidak diinginkan pada
masa mendatang, yaitu kemungkinan terjadi komplikasi obstetrik pada
saat persalinan yang dapat menyebabkan kematian, kesakitan, kecacatan,
atau ketidak puasan pada ibu atau bayi (Poedji Rochjati, 2003). Definisi
yang erat hubungannya dengan risiko tinggi (high risk):
a) Wanita risiko tinggi (High Risk Women) adalah wanita yang dalam
lingkaran hidupnya dapat terancam kesehatan dan jiwanya oleh karena
sesuatu penyakit atau oleh kehamilan, persalinan dan nifas.
b) Ibu risiko tinggi (High Risk Mother) adalah faktor ibu yang dapat
mempertinggi risiko kematian neonatal atau maternal.
c) Kehamilan risiko tinggi (High Risk Pregnancies) adalah keadaan yang
dapat mempengaruhi optimalisasi ibu maupun janin pada kehamilan
yang dihadapi (Manuaba, 2010).

Risiko tinggi atau komplikasi kebidanan pada kehamilan


merupakan keadaan penyimpangan dari normal, yang secara langsung
menyebabkan kesakitan dan kematian ibu maupun bayi. Untuk
menurunkan angka kematian ibu secara bermakna maka deteksi dini dan
penanganan ibu hamil berisiko atau komplikasi kebidanan perlu lebih
ditingkatkan baik fasilitas pelayanan kesehatan ibu dan anak maupun di
masyarakat (Niken Meilani, dkk, 2009).
Beberapa keadaan yang menambah risiko kehamilan, tetapi tidak
secara langsung meningkatkan risiko kematian ibu. Keadaan tersebut
dinamakan faktor risiko. Semakin banyak ditemukan faktor risiko pada ibu
hamil, semakin tinggi risiko kehamilannya (Syafrudin dan Hamidah,
2009). Salah satu peneliti menetapkan kehamilan dengan risiko tinggi
sebagai berikut :
a) Poedji Rochayati: primipara muda berusia <16 tahun, primipara tua
berusia > 35 tahun, primipara sekunder dangan usia anak terkecil diatas
5 tahun, tinggi badan <145 cm, riwayat kehamilan yang buruk (pernah
24

keguguran, pernah persalinan prematur, lahir mati, riwayat persalinan


dengan tindakan (ekstraksi vakum, ekstraksi forsep, operasi sesar),
preeklamsia, eklamsia, gravida serotinus, kehamilan dengan
perdarahan antepartum, kehamilan dengan kelainan letak, kehamilan
dengan penyakit ibu yang mempengaruhi kehamilan.
2) Skor poedji rochjati
Skor Poedji Rochjati adalah suatu cara untuk mendeteksi dini
kehamilan yang memiliki risiko lebih besar dari biasanya (baik bagi ibu
maupun bayinya), akan terjadinya penyakit atau kematian sebelum
maupun sesudah persalinan (Dian, 2007). Ukuran risiko dapat dituangkan
dalam bentuk angka disebut skor. Skor merupakan bobot prakiraan dari
berat atau ringannya risiko atau bahaya. Jumlah skor memberikan
pengertian tingkat risiko yang dihadapi oleh ibu hamil. Berdasarkan
jumlah skor kehamilan dibagi menjadi tiga kelompok:
a) Kehamilan Risiko Rendah (KRR) dengan jumlah skor 2
b) Kehamilan Risiko Tinggi (KRT) dengan jumlah skor 6-10
c) Kehamilan Risiko Sangat Tinggi (KRST) dengan jumlah skor ≥ 12
(Rochjati Poedji, 2003).
3) Tujuan sistem skor
Adapun tujuan sistem skor Poedji Rochjati adalah sebagai berikut :
a) Membuat pengelompokkan dari ibu hamil (KRR, KRT, KRST) agar
berkembang perilaku kebutuhan tempat dan penolong persalinan
sesuai dengan kondisi dari ibu hamil.
b) Melakukan pemberdayaan ibu hamil, suami, keluarga dan masyarakat
agar peduli dan memberikan dukungan dan bantuan untuk kesiapan
mental, biaya dan transportasi untuk melakukan rujukan terencana.

4) Fungsi skor
a) Sebagai alat komunikasi informasi dan edukasi/KIE – bagi klien/ibu
hamil, suami, keluarga dan masyarakat. Skor digunakan sebagai sarana
25

KIE yang mudah diterima, diingat, dimengerti sebagai ukuran


kegawatan kondisi ibu hamil dan menunjukkan adanya kebutuhan
pertolongan untuk rujukkan. Dengan demikian berkembang perilaku
untuk kesiapan mental, biaya dan transportasi ke rumah sakit untuk
mendapatkan penanganan yang adekuat.
b) Alat peringatan bagi petugas kesehatan agar lebih waspada. Lebih
tinggi jumlah skor dibutuhkan lebih kritis penilaian/pertimbangan
klinis pada ibu Risiko Tinggi dan lebih intensif penanganannya.
5) Cara pemberian skor
Tiap kondisi ibu hamil (umur dan paritas) dan faktor risiko diberi nilai 2,4
dan 8. Umur dan paritas pada semua ibu hamil diberi skor 2 sebagai skor
awal. Tiap faktor risiko skornya 4 kecuali bekas sesar, letak sungsang,
letak lintang, perdarahan antepartum dan preeklamsia berat/eklamsi diberi
skor 8. Tiap faktor risiko dapat dilihat pada gambar yang ada pada Kartu
Skor Poedji Rochjati (KSPR), yang telah disusun dengan format sederhana
agar mudah dicatat dan diisi (Poedji Rochjati, 2003).
II III IV

KEL. NO. Masalah / Faktor Resiko SKOR Tribulan


F.R.

I II III.1 III.2
Skor Awal Ibu Hamil 2

I 1 Terlalu muda, hamil ≤ 16 tahun 4


2 Terlalu tua, hamil ≥ 35 tahun 4
3 Terlalu lambat hamil I, kawin ≥ 4 tahun 4
Terlalu lama hamil lagi (≥ 10 tahun) 4
4 Terlalu cepat hamil lagi (< 2 tahun) 4
5 Terlalu banyak anak, 4 / lebih 4
6 Terlalu tua, umur ≥ 35 tahun 4
7 Terlalu pendek ≤ 145 cm 4
8 Pernah gagal kehamilan 4
9 Pernah melahirkan dengan : 4
a. Tarikan tang / vakum
26

b. Uri dirogoh 4
c. Diberi infuse / transfuse 4
10 Pernah Operasi Sesar 8
II 11 Penyakit pada Ibu Hamil : 4
a. Kurang darah b. Malaria
c. TBC paru d. Payah jantung 4
e. Kencing manis (Diabetes) 4
f. Penyakit menular seksual 4
12 Bengkak pada muka / tungkai dan 4
Tekanan darah tinggi
13 Hamil kembar 2 atau lebih 4
14 Hamil kembar air (Hydramnion) 4
15 Bayi mati dalam kandungan 4
16 Kehamilan lebih bulan 4
17 Letak sungsang 8
18 Letak lintang 8
III 19 Perdarahan dalam kehamilan ini 8
20 Preeklampsia berat / kejang – kejang 8
JUMLAH SKOR
Tabel 3. Skor Poedji Rochjati
Keterangan :

a) Ibu hamil dengan skor 6 atau lebih dianjurkan untuk bersalin ditolong oleh tenaga
kesehatan.
b) Bila skor 12 atau lebih dianjurkan bersalin di RS/DSOG

6) Pencegahan kehamilan risiko tinggi


a) Penyuluhan komunikasi, informasi, edukasi/KIE untuk kehamilan dan
persalinan aman.
(1) Kehamilan Risiko Rendah (KRR), tempat persalinan dapat
dilakukan di rumah maupun di polindes, tetapi penolong persalinan
harus bidan, dukun membantu perawatan nifas bagi ibu dan
bayinya.
(2) Kehamilan Risiko Tinggi (KRT), ibu PKK memberi penyuluhan
agar pertolongan persalinan oleh bidan atau dokter puskesmas, di
27

polindes atau puskesmas (PKM), atau langsung dirujuk ke Rumah


Sakit, misalnya pada letak lintang dan ibu hamil pertama (primi)
dengan tinggi badan rendah.
(3) Kehamilan Risiko Sangat Tinggi (KRST), diberi penyuluhan
dirujuk untuk melahirkan di Rumah Sakit dengan alat lengkap dan
dibawah pengawasan dokter spesialis (Rochjati Poedji, 2003).
b) Pengawasan antenatal, memberikan manfaat dengan ditemukannya
berbagai kelainan yang menyertai kehamilan secara dini, sehingga
dapat diperhitungkan dan dipersiapkan langkah-langkah dalam
pertolongan persalinannya.
(1) Mengenal dan menangani sedini mungkin penyulit yang terdapat
saat kehamilan, saat persalinan, dan nifas.
(2) Mengenal dan menangani penyakit yang menyertai hamil,
persalinan, dan kala nifas.
(3) Memberikan nasihat dan petunjuk yang berkaitan dengan
kehamilan, persalinan, kala nifas, laktasi, dan aspek keluarga
berencana.
(4) Menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu dan perinatal.
(Manuaba, 2010)

c) Pendidikan kesehatan
(1) Diet dan pengawasan berat badan, kekurangan atau kelebihan
nutrisi dapat menyebabkan kelainan yang tidak diinginkan pada
wanita hamil. Kekurangan nutrisi dapat menyebabkan (anemia,
partus prematur, abortus, dll), sedangkan kelebihan nutrisi dapat
menyebabkan (pre-eklamsia, bayi terlalu besar, dll) (Sarwono,
2007).
(2) Hubungan seksual, hamil bukan merupakan halangan untuk
melakukan hubungan seksual (Manuaba, 2010). Pada umumnya
hubungan seksual diperbolehkan pada masa kehamilan jika
dilakukan dengan hati-hati (Sarwono, 2007).
28

(3) Kebersihan dan pakaian, kebersihan harus selalu dijaga pada masa
hamil. Pakaian harus longgar, bersih, dan mudah dipakai, memakai
sepatu dengan tumit yang tidak terlalu tinggi, memakai kutang
yang menyokong payudara, pakaian dalam yang selalu bersih
(Sarwono, 2007).
(4) Perawatan gigi, pada triwulan pwrtama wanita hamil mengalami
mual dan muntah (morning sickness). Keadaan ini menyebabkan
perawatan gigi yang tidak diperhatikan dengan baik, sehingga
timbul karies gigi, gingivitis, dan sebagainya (Sarwono, 2007).
(5) Perawatan payudara, bertujuan memelihara hygiene payudara,
melenturkan/menguatkan puting susu, dan mengeluarkan puting
susu yang datar atau masuk ke dalam (Manuaba, 2010).
(6) Imunisasi Tetatnus Toxoid, untuk melindungi janin yang akan
dilahirkan terhadap tetanus neonatorum (Sarwono, 2007).
(7) Wanita pekerja, wanita hamil boleh bekerja tetapi jangan terlampau
berat. Lakukanlah istirahat sebanyak mungkin. Menurut undang-
undang perburuhan, wanita hamil berhak mendapat cuti hamil satu
setengah bulan sebelum bersalin atau satu setengah bulan setelah
bersalin (Sarwono, 2007).
(8) Merokok, minum alkohol dan kecanduan narkotik, ketiga
kebiasaan ini secara langsung dapat mempangaruhi pertumbuhan
dan perkembangan janin dan menimbulkan kelahirkan dangan
berat badan lebih rendah, atau mudah mengalami abortus dan
partus prematurus, dapat menimbulkan cacat bawaan atau kelainan
pertumbuhan dan perkembangan mental (Manuaba, 2010).
(9) Obat-obatan, pengobatan penyakit saat hamil harus
memperhatikan apakah obat tersebut tidak berpengaruh terhadap
tumbuh kembang janin (Manuaba, 2010).
f. Asuhan kehamilan (Antenatal Care)
1) Pengertian asuhan antenatal care
29

Asuhan antenatal care adalah suatu program yang terencana


berupa observasi, edukasi dan penanganan medik pada ibu hamil, untuk
memperoleh suatu proses kehamilan dan persiapan persalinan yang aman
dan memuaskan (Mufdillah, 2009).

2) Tujuan asuhan antenatal care


Tujuan utama Antenatal Care adalah menurunkan/mencegah kesakitan
dan kematian maternal dan perinatal. Adapun tujuan khususnya (Ika
Pantiawati dan Saryono, 2012) :
a) Memonitor secara dini penyimpangan dari normal dan memberikan
penatalaksanaan yang diperlukan
b) Membina hubungan saling percaya antara ibu dan bidan dalam rangka
mempersiapkan ibu dan keluarga secara fisik dan emosional, dan
logis untuk menghadapi kelahiran serta kemungkinan adanya
komplikasi
c) Mempersiapkan persalinan cukup bulan, melahirkan dengan selamat,
ibu maupun bayinya dengan trauma seminimal mungkin (Walyani,
2015)
d) Mempersiapkan ibu agar masa nifas berjalan normal dan pemberian
ASI eksklusif (Walyani, 2015)
3) Jadwal pemeriksaan antenatal
Jadwal pemeriksaan antenatal adalah sebagai berikut (Walyani, 2015) :
a) Pemeriksaan pertama. Pemeriksaan pertama dilakukan segera setelah
diketahui ibu terlambat haid.
b) Pemeriksaan ulangan. Adapun jadwal pemeriksaan ulang (Walyani,
2015) sebagai berikut :
(1) Setiap bulan sampai umur kehamilan 6 sampai 7 bulan
(2) Setiap 2 minggu sampai usia kehamilan berumur 8 bulan
(3) Setiap 1 minggu sejak umur kehamilan 8 bulan sampai terjadi
persalinan.
30

Frekuensi pelayanan menurut WHO ditetapkan 4 kali kunjungan ibu


hamil dalam pelayanan antenatal, dengan ketentuan sebagai berikut:
a) 1 kali pada trimester pertama (K1)
b) 1 kali pada trimester 2 dan dua kali pada trimester ketiga (K4)

4) Standar pelayanan ANC sesuai kebijakan program.


Pelayanan ANC minimal 5 T, meningkat menjadi 7 T dan sekarang
menjadi 12 T, sedangkan untuk daerah gondok dan endemik malaria
menjadi 14 T (Walyani, 2015). Adapun standar pelayanan ANC sesuai
kebijakan program adalah (Pedoman Pelayanan Antenatal Terpadu, 2013)
:
a) Timbang berat badan dan ukur tinggi badan
Penimbangan berat badan pada setiap kali kunjungan dilakukan
untuk mendeteksi adanya gangguan pertumbuhan janin. Penambahan
berat badan yang kurang dari 9 kg selama kehamilan atau kurang dari
1 kg setiap bulannya menunjukkan adanya gangguan pertumbuhan
janin.
Pengukuran tinggi badan pada pertama kali kunjungan
dilakukan untuk menapis adanya faktor risiko pada ibu hamil. tinggi
badan ibu hamil kurang dari 145 cm meningkatkan risiko untuk
terjadinya Cevalo Pelvik Disporportion (CPD).
b) Ukur tekanan darah
Pengukuran tekanan darah pada setiap kali kunjungan
dilakukan untuk mendeteksi adanya hipertensi (tekanan darah
≥140/90mmhg) pada kehamilan dan preeklamsia (hipertensi disertai
wajah dan tungkai bawah yang oedema dan atau proteinuria)
c) Ukur tinggi fundus uteri (TFU)
Uterus semakin lama semakin membesar seiring dengan
penambahan usia kehamilan, pemeriksaan fundus uteri dapat
dibandingkan dengan membandingkan Hari Pertama Haid Terakhir
31

(Ummi Hanni, dkk, 2011) berikut adalah uraian usia kehamilan


menurut tinggi fundus uteri :

No TFU Umur kehamilan dalam


minggu
1 24 cm 24
2 28 cm 28
3 32 cm 32
4 36 cm 36
5 40 cm 40
Tabel 4. Tinggi Fundus Uteri (Pantikawati, 2012)

d) Pemberian tablet tambah darah (fe)


Selama hamil ibu harus mendapatkan 90 tablet tambah darah,
karena sulit untuk mendapat zat besi dengan jumlah yang cukup dari
makanan. Untuk mencegah anemia wanita hamil sebaiknya
mengkonsumsi sedikitnya 60 mg zat besi yang mengandung FeSO4
320 mg dan 1 mg asam folat setiap hari. Cara pemberian tablet Fe
adalah satu tablet perhari, dikonsumsi sesudah makan, selama masa
kehamilan dan nifas. Anjurkan untuk mengonsumsi obat pada malam
hari saat akan tidur karena efek samping adalah perasaan mual (Ummi
Hani, dkk, 2011).
e) Pemberian imunisasi Tetanus Toxoid
Imunisasi diberikan kepada ibu hamil guna menambah
kekebalan pada janin terhadap infeksi tetanus (Tetanus neonatorum)
pada saat persalinan, maupun postnatal. Bila seorang wanita
mendapat imunisasi sebanyak lima kali maka ia akan mendapatkan
kekebalan seumur hidup. Menurut World Health Organization, jika
ibu tersebut belum pernah mendapatkan imunisasi TT sebelumnya
maka ibu tersebut minimal mendapatkan paling sedikit 2 kali injeksi
32

selama kehamilan (pertama saat kunjungan awal, dan 4 minggu


setelah injeksi pertama).
Imunisasi Interval Masa Perlindungan
TT pemberian perlindungan (%)
TT 1 Pada kunjungan - -
antenatal pertama
TT 2 4 minggu setelah 3 tahun 80
TT 1
TT 3 6 bulan setelah 5 tahun 95
TT 2
TT 4 1 tahun setelah 10 tahun 99
TT3
TT 5 1 tahun setelah 25 tahun/ 99
TT4 seumur hidup
Tabel 5. Pemberian Imunisasi Tetanus Toxoid (Pantikawati, 2012)
f) Pemeriksaan haemoglobin
Jenis pemeriksaan haemoglobin yang sederhana yakni dengan
cara talquis dan sahli. Pemeriksan Haemoglobin dilakukann pada
kunjungan ibu hamil yang pertama kali, lalu pemeriksaan menjelang
persalinan. Pemeriksaan Hb adalah salah satu upaya untuk
mendeteksi anemia pada ibu hamil.
g) Pemeriksaan protein urin
Pemeriksaan ini berguna untuk mengetahui adanya protein
dalam urin ibu hamil. Adapun pemeriksaannya dengan asam asetat
2-3% ditujukan pada ibu hamil dengan riwayat tekanan darah tinggi,
kaki oedema. Pemeriksaan urin protein ini untuk mendeteksi ibu
hamil kearah preeklamsia (Ika Pantiawati dan Saryono, 2012).
h) Pemeriksaan urin reduksi
Pemeriksaan urin reduksi hanya dilakukan kepada ibu yang memiliki
indikasi penyakit gula (diabetes mellitus) atau riwayat penyakit gula
pada keluarga ibu atau suami. Bila hasil pemeriksaan urin reduksi
postif perlu diikuti dengan pemeriksaan gula darah untuk memastikan
adanya Diabetes Melitus Gestasional yang dapat mengakibatkan
adanya penyakit berupa preeklamsia, polihidramnion, dan bayi besar
(Ika pantiawati dan Saryono, 2012).
33

i) Pengambilan darah untuk VDRL


Pemeriksaan Veneral Desease Research Laboratory adalah untuk
mengetahui adanya treponema pallidum/ penyakit menular seksual,
antara lain syphilis. Pemeriksaan kepada ibu hamil yang pertama kali
datang diambil spesimen darah vena ± 2 cc. apabila hasil test
dinyatakan positif, ibu hamil dilakukan pengobatan atau rujukan.
Akibat yang dapat terjadi adalah kematian janin < 16 minggu, pada
kehamilan lanjut dapat menyebabkan kelahiran prematur dan cacat
bawaan (Ika pantiawati dan Saryono, 2012).
j) Perawatan payudara
Perawatan payudara bertujuan untuk menjaga payudara tetap bersih,
dan persiapan untuk laktasi. Perawatan payudara dilakukan 2 kali
dalam sehari saat sebelum mandi dan dimulai pada usia kehamilan 6
bulan.
Adapun perawatan payudara (Ika Pantiawati dan Saryono, 2012),
meliputi :
(1) Menjaga kebersihan payudara termasuk putting susu.
(2) Mengencangkan serta memperbaiki bentuk putting (pada putting
yang terbenam)
(3) Merangsang kelenjar-kelenjar susu sehingga produksi ASI lancar
(4) Mempersiapkan ibu dalam laktasi.
k) Senam ibu hamil
Senam ibu hamil bermanfaat untuk membantu ibu hamil dalam
mempersiapkan persalinan dan mempercepat pemulihan serta
mencegah sembelit. Adapun tujuan senam hamil adalah memperkuat
dan mempertahankan elastisitas dinding-dinding otot perut,
ligamentum, otot dasar panggul, memperoleh relaksasi tubuh dengan
latihan kontraksi dan relaksasi. Senam hamil dapat dimulai pada usia
kehamilan 22 minggu, dilakukan teratur sesuai dengan kemampuan
ibu. (Ika Pantiawati dan Saryono, 2012).
l) Pemberian obat malaria
34

Malaria adalah sauatu penyakit yang menular disebabkan oleh satu


dari beberapa jenis plasmodium dan ditularkan oleh gigitan nyamuk
anopheles yang terinfeksi. Pemberian obat malaria diberikan khusus
kepada ibu hamil didaerah endemik malaria atau kepada ibu hamil
pendatang baru berasal dari daerah malaria, atau pada ibu hamil
dengan gejala khas malaria (Ika pantiawati dan Saryono,2012).
m) Pemberian kapsul minyak beryodium
Khusus diberikan pada kasus gangguan akibat kekurangan yodium
didaerah endemis. Kekurangan unsur yodium dipengaruhi oleh
factor-faktor lingkungan dimana tanah dan air tidak mengandung
unsur yodium (Ika Pantiawati dan Saryono, 2012).
n) Temu wicara atau konseling
Konseling adalah suatu bentuk wawancara (tatap muka) untuk
menolong orang lain memperoleh pengertian yang lebih baik
mengenai dirinya dalam usahanya untuk memahami dan mengatasi
permasalahan yang sedang dihadapinya (Depkes, 1993). Adapun
prinsip konseling berdasarkan pendekatan kemanusiaan adalah
keterbukaan, empati, dukungan, sikap dan respon positif, setingkat
atau sama derajat (Ika Pantiawati dan Saryono, 2012).
Konseling yang dilakukan setiap kunjungan antenatal yang meliputi
(Pedoman Pelayanan Antenatal terpadu, 2013) :
(1) Kesehatan ibu. Setiap ibu hamil dianjurkan untuk memeriksakan
kehamilannya secara rutin dan istrhat cukup (9-10 jam) serta tidak
bekerja berat
(2) Perilaku hidup bersih dan sehat. Setiap ibu hamil dianjurkan
untuk menjaga kebersihan badan selama kehamilan misalnya
mencuci tangan sebelum makan, mandi 2 kali sehari, gosok gigi,
serta melakukan olahraga ringan.
(3) Peran suami/keluarga dalam perencanaan persalinan.
(4) Tanda bahaya pada kehamilan, persalinan, nifas serta kesiapan
mengahadapi komplikasi
35

(5) Asupan gizi yang seimbang


(6) Inisisasi menyusu dini (IMD) dan pemberian ASI eksklusif
(7) KB pasca persalinan
(8) Imunisasi
(9) Peningkatan kesehatan intelegensia pada kehamilan
5) Teknis pemberian asuhan pelayanan antenatal
Menurut Mufdillah (2009) teknis pemberian pelayanan antenatal dapat
diuraikan sebagai berikut :
a) Kunjungan awal/pertama.
(1) Anamnesa
(a) Identitas : nama, umur, pekerjaan, agama, alamat
(b) Keluhan utama
(c) Riwayat kehamilan sekarang meliputi Hari Pertama Haid
Terakhir (HPHT) dan apakah normal gerak janin (kapan mulai
merasakan perubahan yang terjadi), masalah atau tanda-tanda
bahaya penggunaan obat - obatan dan keluhan lain yang
dirasakan ibu (Walyani, 2015).
(d) Riwayat kebidanan yang lalu meliputi jumlah anak, anak lahir
yang hidup, persalinan aterm, prematur, keguguran, operasi
section secarea dan masalah-masalah lain yang dialami ibu
(Walyani, 2015).
(e) Riwayat kesehatan meliputi penyakit-penyakit yang didapat
dahulu dan sekarang seperti masalah-masalah kardiovaskular,
hipertensi, diabetes, malaria, PMS, dan lain-lain (Walyani,
2015).
(f) Riwayat sosial dan ekonomi meliputi status perkawinan,
respon terhadap kehamilan, riwayat KB, dukungan keluarga,
pengambilan keputusan dalam keluarga, gizi yang dikonsumsi
dan kebiasaan makan, mengonsumsi obat-obatan terlarang, dan
lain-lain (Walyani, 2015).
(2) Pemeriksaan umum
36

Berikut adalah pemeriksaan umum saat asuhan pelayanan


antenatal menurut Elisabeth Siwi Walyani, 2015 :
(a) Keadaan umum dan kesadaran
Composmentis (kesadaran penuh/baik), gangguan kesadaran
(apatis, samnolen, sopor, koma)
(b) Tekanan darah
Tekanan darah normal adalah 110/80 mmHg sampai 140/90
mmhg. Bila > 140/90 mmHg hati-hati adanya hipertensi /
preeklampsi.
(c) Nadi
Nadi normal adalah 60-100 kali/menit. Bila abnormal
dicurigai adanya kelainan paru atau jantung.

(d) Suhu badan


Suhu badan normal adalah 36,5oC sampai 37,5oC. Bila suhu
lebih tinggi dari 37,5oC kemungkinan ada infeksi.
(e) Tinggi badan
Diukur dalam cm, tanpa menggunakan alas kaki apapun
(sepatu, sandal). Tinggi badan kurang dari 145 cm ada
kemungkinan terjadi Cevalo Pelvik Disporpotion (CPD).
(g) Berat Badan
Berat badan yang bertambah terlalu besar atau kurang, perlu
mendapatkan pengertian khusus karena kemungkinan terjadi
penyulit kehamilan. Kenaikan berat badan tidak boleh dari 0,5
kg perminggu.
(3) Pemeriksaan kebidanan
Pemeriksaan kebidanan menurut Walyani (2015) :
(1) Pemeriksaan luar
(a) Inpeksi : Muka (periksa konjungtiva, dan skelera. Periksa
palpebra untuk memperkirakan gejala oedema umum),
37

mulut ( periksa adanya karies, tonsillitis, atau faringitis),


jantung (infeksi bila tampak sesak, kemungkinan ada
kelainan yang dapat menyebabkan resiko bagi ibu
maupun bayi), payudara (Inspeksi bentuk, benjolan,
pigmentasi), abdomen (Inspeksi pembesaran perut,
pigmentasi linea, nampak kontraksi atau gerakan anak,
luka bekas operasi), tangan dan tungkai (inspeksi pada
tibia dan jari untuk melihat adanya oedema dan varices),
vulva (inspeksi untuk mengetahui adanya oedema,
varices, keputihan, perdarahan, luka, cairan yang keluar,
dan sebagainya).
(b) Palpasi
Palpasi yaitu pemeriksaan kebidanan pada abdomen
dengan menggunakan maneuver Leopold untuk
mengetahui keadaan janin didalam abdomen
(a) Leopold I
Untuk mengetahui tinggi fundus uteri dan bagian
yang terdapat difundus serta mengukur tinggi fundus
dari simpisis untuk menentukan usia
kehamilandengan menggunakan jari-jari kalau > 12
minggu, atau cara mc. Donald pada pita ukuran
(kalau > 22 minggu).
(b) Leopold II
Untuk mengetahui letak janin memanjang atau
melintang, dan bagian janin yang teraba disebelah
kiri atau kanan.
(c) Leopold III
Untuk menetukan bagian janin yang ada dibawah
(presentasi).
(d) Leopold IV
38

Untuk menetukan apakah bagian janin sudah masuk


kedalam panggul atau belum.
(c) Auskultasi
Auskultasi dengan stetoskop monoaural atau doppler
untuk menentukan Denyut jantung janin setelah umur
kehamilan 18 minggu, yang meliputi frekuensi,
keteraturan, dan kekuatan DJJ. Normal DJJ adalah 120-
160x/menit.
(d) Perkusi
Melakukan perkusi pada daerah patella untuk
memastikan adanya refleks pada ibu.
(4) Pemeriksaan dalam
Pemeriksaan dalam dilakukan oleh dokter atau bidan pada usia
kehamilan > 34 minggu untuk primigravida atau 40 minggu pada
multigravida dengan janin besar.
(5) Pemeriksaan penunjang
a) Pemeriksaan laboratorium
Melakukan pemeriksaan laboratorium diantaranya protein
urin, glukosa urin dan haemoglobin
b) Pemeriksaan ultrasonografi
(6) Analisa
Analisa merupakan kesimpulan yang didapat dari hasil anamnesa
pemeriksaan umum, pemeriksaan kebidanan, pemeriksaan dalam
dan pemeriksaan penunjang. Sehingga didapat diagnosa, masalah
dan kebutuhan.
(7) Perencanaan
Tujuan dari perencanaan pada wanita hamil untuk mencapai taraf
kesehatan yang setinggi-tingginya dalam kehamilan dan
menjelang persalinan. Menjelaskan kepada ibu hasil pemeriksaan,
memberikan imunisasi, suplemen zat besi dan menjelaskan cara
mengonsumsinya. Memberikan konseling mengenai gizi, istrahat,
39

kebersihan diri, KB pasca salin, tanda-tanda bahaya, obat-obatan,


persiapan kelahiran, komplikasi kegawatdaruratan, dan
menjadwalkan kunjungan ulang.
b) Kunjungan ulang
Kunjungan ulang merupakan kunjungan antenatal yang dilakukan
setelah kunjungan antenatal pertama sampai memasuki persalinan (Ika
Pantiawati dan Saryono , 2012).
(1) Anamnesa
Anamnesa mengenai riwayat kehamilan sekarang meliputi gerakan
janin dalam 24 jam terakhir, perasaan klien sejak kunjungan
pertamanya, masalah atau tanda bahaya yang mungkin dialami
oleh ibu dan kekhawatiran lainnya (Walyani, 2015).
(2) Pemeriksaan umum dan kebidanan
Pemeriksaan umum atau kebidanan meliputi berat badan, tekanan
darah, pengukuran Tinggi Fumdus Uteri, palpasi abdomen,
maneuver Leopold untuk mengetahui kondisi kelainan letak janin
dan DJJ (Walyani, 2015).
(3) Pemeriksaan penunjang
(a) Pemeriksaan laboratorium
Melakukan pemeriksaan laboratorium diantaranya protein
urine, glukosa urin dan haemoglobin (Walyani, 2015).
(b) Pemeriksaan ultrasonografi
(4) Analisa
Analisa merupakan kesimpulan yang didapat dari hasil anamnesa
pemeriksaan umum, pemeriksaan kebidanan, pemeriksaan dalam
dan pemeriksaan penunjang. Sehingga didapat diagnosa, masalah
dan kebutuhan (Walyani, 2015).
(5) Perencanaan
Menjelaskan dan memberikan nasihat kepada ibu mengenai
ketidaknyamanan yang dirasakan. Menjelaskan kepada ibu hasil
pemeriksaan, memberikan imunisasi, suplemen zat besi dan
40

menjelaskan cara mengonsumsinya. Memberikan konseling


mengenai gizi, istrahat, kebersihan diri, KB pasca salin, tanda-
tanda bahaya, obat-obatan, persiapan kelahiran, komplikasi
kegawatdaruratan, dan menjadwalkan kunjungan ulang.
2. Anemia dalam kehamilan
a. Pengertian
Anemia dalam kehamilan didefinisikan sebagai penurunan kadar
hemoglobin kurang dari 11gr/dl selama masa kehamilan trimester 1, 3 dan kurang
dari 10 gr/dl selama masa trimester 2 dan masa postpartum. (Proverawati, 2009).
Anemia dalam kehamilan dapat mengakibatkan dampak dan
membahayakan bagi ibu dan janin. Anemia pada ibu hamil dapat meningkatkan
resiko terjadinya perdarahan post partum. Bila terjadi saat awal kehamilan dapat
mengakibatkan kejadian prematur (Proverawati, 2009) .
b. Etiologi anemia
Menurut Proverawati (2009) dan Desi Purwitasari (2009) penyebab anemia pada
kehamilan adalah:
1) Kekurangan asupan zat besi
Kecukupan akan zat besi tidak hanya dilihat dari konsumsi makanan sumber
zat besi tetapi juga tergantung variasi penyerapannya. Yang membentuk 90%
Fe pada makanan non daging (seperti biji-bijian, sayur, telur, buah) tidak
mudah diserap tubuh.
2) Peningkatan kebutuhan fisiologis.
Kebutuhan akan zat besi meningkat selama kehamilan untuk memenuhi
kebutuhan ibu, janin, dan plasenta serta untuk menggatikan kehilangan darah
saat persalinan.
3) Kebutuhan yang berlebihan.
Bagi ibu yang sering mengalami kehamilan (multiparitas), kehamilan kembar,
riwayat anemia maupun perdarahan pada kehamilan sebelumnya
membutuhkan pemenuhan zat besi yang lebih banyak.
41

4) Malabsorbsi
Gangguan penyerapan zat besi pada usus dapat menyebabkan pemenuhan zat
besi pada ibu hamil terganggu.
5) Kehilangan darah yang banyak (persalinan yang lalu, operasi, perdarahan
akibat infeksi kronis misalnya cacingan).
c. Klasifikasi anemia dalam kehamilan
1) Anemia defisiensi besi
Anemia defisiensi zat besi adalah anemia yang terjadi akibat
kekurangan zat besi dalam darah. Konsentrasi hemoglobin dalam darah
berkurang karena terganggunya proses pembentukan sel darah merah akibat
kurangnya zat besi dalam darah (Proverawati,2009). Pada ibu hamil
konsentrasi hemoglobin <11,0 g/dl di trimester pertama, <10,5 g/dl di
trimester kedua, dan <11,0 g/dl di trimester ketiga. Anemia defisiensi zat besi
terjadi akibat peningkatan kebutuhan zat besi atau ketidakadekuatan absorbsi
zat besi.
Jumlah zat besi fungsional di dalam tubuh dan konsentrasi protein
Hemoglobin yang mengandung zat besi yang bersikulasi di dalam sel darah
merah diukur dengan dua uji darah sederhana yakni konsentrasi Hb dan
hematokrit, dan konsentrasi feritin serum (Robson, 2011). Pada pemeriksaan
darah seseorang pertama kali dicurigai menderita anemia defisiensi besi jika
pemeriksaan hitung darah lengkap rutin menunjukkan kadar Hb yang rendah.
Pada pemeriksaan apusan darah bisa menunjukkan sel darah merah lebih kecil
dan lebih pucat dari normal maupun sel darah merah yang bervariasi dalam
ukuran dan bentuk (Bothamley, 2011).
2) Anemia megaloblastik
Anemia megaloblastik disebabkan karena defisiensi asam folat dan juga
dapat terjadi karena defisiensi vitamin B12 (kobalamin) (Proverawati, 2009).

3) Anemia hipoplastik
42

Anemia hipoplastik terjadi karena sumsum tulang kurang mampu


membuat sel-sel darah merah baru. Penyebabnya belum diketahui, kecuali
yang disebabkan oleh infeksi berat (sepsis), keracunan, dan sinar rontgen atau
sinar radiasi.
4) Anemia hemolitik
Anemia hemolitik disebabkan penghancuran/ pemecahan sel darah merah
lebih cepat dari pembuatannya. Gejala utama adalah anemia dengan kelainan-
kelainan gambaran darah, kelelahan, kelemahan, serta gejala komplikasi pada
organ-organ vital .

d. Penilaian klinis anemia


Tanda-tanda klinis (Proverawati, 2009) :
1) Letih, sering mengantuk, malaise.
2) Pusing, lemah.
3) Nyeri kepala.
4) Luka pada lidah.
5) Kulit pucat.
6) Membran mukosa pucat (misal konjungtiva).
7) Bantalan kuku pucat.
8) Tidak ada nafsu makan, mual dan muntah (Varney, 2007).

e. Diagnosis
Diagnosis anemia dalam kehamilan dapat ditegakkan dengan
dilakukannya anamnesa. Pada anamnesa akan didapatkan keluhan cepat lelah,
sering pusing, mata berkunang-kunang, dan keluhan mual muntah hebat pada hamil
muda . Pemeriksaan yang perlu dilakukan untuk menegakkan diagnosa anemia :
1) Anamnesa
2) Riwayat nutrisi.
3) Latar belakang geografis.
4) Gejala dan keluhan pada penderita.
43

5) Pemeriksaan fisik, meliputi tanda-tanda anemia, serta yang mendasari


penyakit-penyakit tertentu penyebab anemia.
6) Pemeriksan hematologik dasar untuk pemeriksaan kadar Hb.

Derajat anemia ibu hamil menurut Manuaba dalam buku Proverawati (2009) :

1) Normal > 11 gr%


2) Anemia ringan 9-10 gr%
3) Anemia sedang 7-8 gr%
4) Anemia berat < 7 gr%

f. Bahaya anemia terhadap kehamilan :


Adapun bahaya anemia adalah dapat terjadi abortus, persalinan
prematuritas, hambatan tumbuh kembang janin dalam rahim, mudah terjadi infeksi,
ancaman dekompensasi kordis (Hb <6 g%), mola hidatidosa, hiperemesis
gravidarum, perdarahan antepartum, ketuban pecah dini (KPD). Anemia pada
trimester tiga meningkatkan resiko buruknya pemulihan akibat kehilangan darah
saat persalinan, begitu juga takikardi, napas pendek dan keletihan maternal
(Robson, 2011). Bahaya anemia terhadap janin antara lain anemia akan mengurangi
kemampuan metabolisme tubuh sehingga menganggu pertumbuhan dan
perkembangan janin dalam rahim. Akibat anemia dapat terjadi gangguan dalam
bentuk abortus, kematian intrauterin, persalinan prematuritas, berat badan lahir
rendah, kelahiran dengan anemia, dapat terjadi cacat bawaan, bayi mudah mendapat
infeksi sampai kematian perinatal, dan inteligensia rendah (Proverawati, 2009).
g. Patofisiologi
Menurut Saifuddin (2009), anemia dalam kehamilan dapat terjadi karena
peningkatan volume plasma darah yang menyebabkan konsentrasi sel darah
merah menurun dan darah menjadi encer, inilah yang menyebabkan kadar
hemoglobin dalam darah menurun. Pengenceran darah yang terjadi ini memiliki
manfaat yaitu meringankan kerja jantung dalam memompa darah dan mencegah
terjadinya kehilangan unsur besi yang berlebih saat persalinan.
44

Penurunan konsentrasi sel darah merah ini harus disertai pemenuhan gizi
yang cukup terutama kebutuhan akan zat besi. Hal ini untuk mencegah terjadinya
anemia yang lebih lanjut dimana kadar Hb dibawah 10,5 gr/dl.
h. Penanganan anemia dalam kehamilan
Penatalaksanaan dan asuhan kebidanan terhadap anemia yaitu :
1) Pada pemeriksaan ANC bidan mengkaji penyebab anemia dari riwayat diet
untuk mengetahui adakah kemungkinan pica, kebiasaan mengidam berlebihan
dan mengonsumsi makanan-makanan tertentu dan riwayat medis yang adekuat
dan uji yang tepat (Robson, 2011).
2) Memberikan sulfat ferosus 200 mg 2-3 kali sehari. Sulfat ferosus diberikan 1
tablet pada hari pertama kemudian dievaluasi apakah ada keluhan (misalnya
mual, muntah, feses berwarna hitam), apabila tidak ada keluhan maka
pemberian sulfat ferosus dapat dilanjutkan hingga anemia terkoreksi (Robson,
2011)
3) Apabila pemberian zat besi peroral tidak berhasil (misalnya pasien tidak
kooperatif) maka bisa diberikan dosis parenteral (per IM atau per IV) dihitung
sesuai berat badan dan defisit zat besi (Robson, 2011).
4) Transfusi darah diindikasikan bila terjadi hipovolemia akibat kehilangan darah
atau prosedur operasi darurat. Wanita hamil dengan anemia sedang yang secara
hemodinamis stabil, dapat beraktifitas tanpa menunjukan gejala menyimpang
dan tidak septik, transfusi darah tidak diindikasikan, tetapi diberi terapi besi
selama setidaknya 3 bulan (Cunningham, 2013)
5) Evaluasi pemberian terapi dengan cara pemantauan kadar Hb dapat dilakukan
3-7 hari setelah hari pertama pemberian dosis sulfat ferosus (retikulosit
meningkat mulai hari ketiga dan mencapai puncaknya pada hari ketujuh).
Sedangkan pemantauan kadar Hb pada pasien yang mendapat terapi transfusi
dilakukan minimal 6 jam setelah transfusi (Yan, 2011).
Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada tatalaksana anemia:
a) Pengobatan hendaknya berdasarakan diagnosis definitif.
b) Pemberian hematinik tanpa indikasi yang jelas tidak dianjurkan.
45

3. Konsep dasar persalinan


a. Pengertian persalinan
Persalinan adalah proses dimana bayi, plasenta dan selaput ketuban keluar
dari rahim ibu. Persalinan dianggap normal apabila prosesnya terjadi pada usia
kehamilan yang cukup bulan (setelah 37 minggu) tanpa disertai dengan penyulit
(APN, 2008).
Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup diluar
uterus melalui vagina kedunia luar. Persalinan normal atau persalinan spontan
adalah bila bayi lahir dengan letak belakang kepala tanpa melalui alat-alat atau
pertolongan istimewa serta tidak melukai ibu dan bayi umumnya berlangsung dalam
waktu kurang dari 24 jam (Winkjosastro, 2002).
b. Teori terjadinya persalinan
Berdasarkan buku obstetri fisiologi fakultas kedokteran UNPAD (1985) dan
Manuaba (1998), bagaimana terjadinya persalinan belum diketahui pasti, tapi ada
beberapa teori yang menyatakan proses persalinan, teori tersebut adalah
(Marmi,2012) :
1) Teori penurunan kadar hormone progesterone
Progesterone merupakan hormone penting untuk mempertahankan kehamilan.
Progesterone berfungsi menurunkan kontraktilitas dengan cara meningkatkan
potensi membrane istrahat pada sel miometrium sehingga menstabilkan Ca
Menbran dan kontraksi berkurang. Pada akhir kehamilan terjadi penurunan
kadar progesterone yang mengakibatkan menurunnya sensitivitas sehingga
menyebabkan his atau kontraksi.
2) Teori keregangan
Otot uterus mempunyai batas meregang dalam kapasitas tertentu. Setelah
melewati batas tersebut terjadi kontraksi sehingga persalinan dimulai
(Asrinah,dkk, 2010).
3) Teori oksitosin
Pada kahir kehamilan kadar oksitosin bertambah sehingga dapat mengakibatkan
his (Asrinah,dkk, 2010).
4) Teori plasenta menjadi tua
46

Seiring bertambahnya usia kehamilan, plasenta menjadi tua dan menyebabkan


vili chorealis mengalami perubahan sehingga kadar estrogen dan progesteron
menurun. Ini menimbulkan kekejangan pembuluh darah dan kontraksi otot
rahim (Asrinah,dkk, 2010).
5) Teori pengaruh prostaglandin
Konsentrasi prostaglandin meningkat pada usia kehamilan 15 minggu yang
dikeluarkan oleh desidua. Pemberian prostaglandin saat hamil dapat
menyebabkan kontraksi otot rahim sehingga hasil konsepsi dikeluarkan
(Asrinah, dkk, 2010). Hasil dari percobaan menunjukkan bahwa prostaglandin
yang diberikan secara intravena menimbulkan kontraksi miometrium pada
setiap umur kehamilan, hal ini disokong dengan adanya kadar prostaglandin
yang tinggi dalam air ketuban maupun darah perifer pada ibu hamil sebelum
melahirkan atau selama persalinan (Marmi,2012).
c. Faktor-faktor yang mempengaruhi persalinan
1) Power (tenaga yang mendorong janin)
Power (kekuatan) yang mendorong janin keluar adalah (Dewi asri dan Christin,
2010) :
a) His yang merupakan kontraksi otot-otot rahim saat persalinan. His persalinan
menyebabkan pendataran dan pembukaan serviks yang terdiri dari his
pembukaan, his pengeluaran, dan his pelepasan uri.
b) Tenaga mengejan yang berasal dari kontraksi otot-otot dinding perut, kepala
didasar panggul sehingga merangsang mengejan.
2) Passage (panggul)
Jalan lahir terdiri dari panggul ibu, yaitu bagian tulang padat, dasar panggul dan
vagina serta introitus (lubang luar vagina). Meskipun jaringan lunak, khususnya
lapisan-lapisan otot dasar panggul ikut menunjang keluarnya bayi, tetapi panggul
ibu lebih berperan dalam proses persalinan. Janin harus berhasil menyesuaikan
diri terhadap jalan lahir yang relatif kaku. Oleh karena itu ukuran dan bentuk
panggul harus ditentukan sebelum persalinan dimulai (Marmi, 2012).
3) Passenger (janin)
Hal yang menentukan kemampuan janin untuk melewati jalan lahir adalah
47

a) Presentasi janin dan bagian janin yang terletak pada bagian depan jalan lahir,
seperti (Dewi asri dan Christin, 2010): :
(1) Presentasi kepala (vertex, muka, dahi)
(2) Presentasi bokong : bokong murni, bokong kai, letak lutut atau letak kaki.
(3) Presentasi bahu
b) Sikap janin
Sikap janin adalah hubungan bagian tubuh janin yang satu dengan
bagian tubuh yang lain, yang sebagian merupakan akibat pola pertumbuhan
jainin sebagai akibat penyesuaian janin terhadap bentuk rongga rahim
(Marmi, 2012).
Pada kondisi normal, punggung janin sangat fleksi, kepala fleksi
kedua arah dada dan paha fleksi ke arah sendi lutut. Tangan disilangkan
didepan thoraks dan tali pusat terletak diantara lengan dan tungkai.
Peyimpangan sikap normal dapat menimbulkan kesulitan saat anak
dilahirkan (Marmi, 2012).

c) Letak janin
Letak adalah bagaimana sumbu janin berada terhadap sumbu ibu
misalnya letak lintang dimana sumbu janin tegak lurus pada sumbu ibu.
Letak membujur dimana sumbu janin sejajar dengan sumbu ibu, ini bisa letak
kepala atau sungsang (Marmi, 2012).
4) Plasenta
Plasenta adalah bagian dari kehamilan yang penting. Dimana plasenta
memiliki peranan berupa transport zat dari ibu ke janin, penghasil hormon yang
berguna selama kehamilan, serta sebagai barieer. Kelainan pada plasenta dapat
berupa gangguan fungsi dari plasenta atau gangguan implantasi dari plasenta.
Kelainan letak implantasinya dalam hal ini sering disebut plasenta previa.
Sedangkan kelainan kedalaman dari implantasinya sering disebut plasenta akreta,
inkreta dan perkreta (Marmi, 2012).
5) Psikis
48

Banyak wanita normal bisa merasakan kegairahan dan kegembiraan


disaat mereka merasa kesakitan awal menjelang kelahiran bayinya. Perasaan
positif ini berupa kelegaan hati, seolah-olah pada saat itulah benar-benar terjadi
realitas kewanitaan sejati (Marmi, 2012).
Tingkat kecemasan wanita bersalin akan meningkat apabila pada saat itu
ia tidak memahami apa yang terjadi pada dirinya, atau apa yang disampaikan
kepadanya (Marmi, 2012).
Membantu wanita berpartisipasi sejauh yang diinginkan dalam
melahirkan, memenuhi harapan wanita akan hasil akhir persalinannya. Membantu
wanita menghemat tenaga, mengendalikan rasa nyeri merupakan suatu upaya
dukungan dalam mengurangi proses kecemasan pasien (Marmi, 2012)
6) Posisi
Posisi ibu mempengaruhi adaptasi anatomi dan fisiologi persalinan.
Posisi tegak memberi sejumlah keuntungan. Mengubahnya memberi sedikit rasa
letih hilang, memberi rasa nyaman dan memperbaiki sirkulasi. Posisi tegak juga
menguntungkan curah jantung ibu yang dalam kondisi normal meningkat selama
persalinan seiring kontraksi uterus mengembalikan darah ke anyaman pembuluh
darah. Peningkatan curah jantung memperbaiki aliran darah ke unit utero plasenta
dan ginjal ibu. Pelepasan oksitosin menambah intensitas kontraksi uterus.
Apabila ibu mengedan dalam posisi jongkok atau setengah duduk, otot-otot
abdomen bekerja lebih sinkron (saling menguatkan dengan otot uterus) (Marmi,
2012).
d. Mekanisme persalinan
Mekanisme persalinan adalah putaran dan penyesuaian lain yang terjadi pada
proses kelahiran manusia. Tujuh gerakan kondisi presentasi puncak kepala pada
mekanisme persalinan adalah :
1) Engagement
Kepala dikatakan telah menancap (enganger) pada pintu atas panggul
apabila diameter biparietal kepala melewati pintu atas panggul. Pada nulipara
hal ini terjadi sebelum persalinan aktif dimulai karena otot abdomen masih
tegang sehingga bagian presentasi terdorong kedalam panggul. Pada multipara
49

otot-otot abdomennya lebih kendur kepala seringkali tetap dapat digerakkan


diatas permukaan panggul sampai persalinan dimulai (Marmi, 2012).
2) Descent (penurunan)
Masuknya kepala melewati pintu atas panggul, dapat dalam keadaan
sinklintismus yaitu bila sutura sagitalis terdapat ditengah-tengah jalan lahir tepat
diantara simpisis dan promontorium.
Pada sinklintismus, os parietal depan dan belakang sama tingginya. Jika
sutura sagitalis agak ke depan mendekati simpisis atau agak ke belakang
mendekati promontorium, maka kepala dikatakan dalam keadaan
asinklintismus, ada 2 jenis asinklintismus yaitu :
a) Asinklintismus posterior : bila sutura sagitalis mendekati simpisis dan
osparietal belakang lebih rendah dari os parietal depan
b) Asinklintismus anterior : bila sutura sagitalis mendekati promontorium
sehingga osparietal depan lebih rendah dari osparietal belakang.

Derajat sedang asinklintismus pasti terjadi pada persalinan normal,


tetapi kalau berat gerakan ini dapat mengindikasikan disporporsi sefalopelvik
dengan panggul yang berukuran normal sekalipun (Marmi, 2012).

3) Fleksi
Pada umumnya terjadi fleksi penuh/sempurna sehingga sumbu panjang
kepala sejajar sumbu panggul sehingga dapat membantu penurunan kepala
selanjutnya (Dewi asri dan Chriten Clervo, 2010). Keuntungan dari
bertambahnya fleksi adalah ukuran kepala yang lebih kecil melewati jalan lahir,
yaitu diameter suboccipito bregmatika. Fleksi ini disebabkan karena anak
didorong maju dan sebaliknya mendapat tahanan dari pinggir atas panggul,
cerviks, dinding panggul, atau dasar panggul (Marmi, 2012).
4) Putar paksi dalam
Putar paksi dalam adalah pemutaran dari bagian depan memutar
kedepan, kebawah simpisis. Putar paksi dalam mutlak perlu untuk kelahiran
kepala karena putaran paksi merupakan suatu usaha untuk menyesuaikan posisi
50

kepala dengan bentuk jalan lahir khususnya bentuk bidang tengah dan pintu
bawah panggul. Sebab-sebab terjadinya putaran paksi dalam (Marmi,2012) :
a) Pada letak fleksi bagian belakang kepala merupakan bagian terendah dari
kepala
b) Bagian terendah dari kepala mencari tahanan yang paling sedikit terdapat
sebelah depan atas dimana terdapat meatus genitalis antara muskulus
levator ani kiri dan kanan.
c) Ukuran terbesar dari bidang tengah panggul adalah diameter antero
posterior.
5) Ekstensi
Setelah putaran paksi selesai dan kepala sampai didasar panggul,
terjadilah ekstensi dari kepala. Hal ini disebabkan karena sumbu jalan lahir pada
pintu bawah panggul mengarah kedepan dan atas sehingga kepala harus
mengadakan ekstensi untuk melaluinya (Marmi, 2012).
6) Putar paksi luar
Setelah kepala lahir, maka kepala anak memutar kembali kearah
punggung anak untuk menghilangkan torsi pada leher yang terjadi karena
putaran paksi dalam. Selanjutnya putaran diteruskan hingga belakang kepala
berhadapan dengan tuber ischiadicum sepihak. Gerakan yang terakhir ini adalah
putaran paksi luar yang sebenarnya dan disebabkan karena ukuran bahu
menempatkan diri dalam diameter antero posterior dari pintu bawah panggul
(Marmi, 2012).
7) Ekspulsi
Setelah putaran paksi luar bahu depan sampai dibawah simpisis dan
menjadi hypochlion untuk melahirkan bahu belakang. Kemudian bahu depan
menyusul dan selanjutnya selruh tubuh anak lahir searah dengan paksi jalan
lahir (Marmi, 2012).
e. Tujuan asuhan persalinan
Tujuan asuhan persalinan adalah mengupayakan kelangsungan hidup dan
mencapai derajat kesehatan yang tinggi bagi ibu dan bayinya, melalui berbagai
upaya yang terintegrasi dan lengkap serta intervensi minimal sehingga prinsip
51

keamanan dan kualitas pelayanan dapat terjaga pada tingkat yang optimal (Sumarah,
2009). Selain tujuan yang disebut diatas, tujuan lain dari asuhan persalinan adalah :
1) Meningkatkan sikap positif terhadap keramahan dan keamanan dalam
memberikan pelayanan persalinan normal dan penanganan awal penyulit beserta
rujukannya.
2) Memberikan pengetahuan dan keteampilan pelayanan persalinan normal dan
penanganan awal penyulit serta rujukan yang berkualitas sesuai dengan prosedur
standar.
3) Mengidentifikasi praktek-praktek terbaik bagi penatalaksanaan persalinan dan
kelahiran :
a) Penolong yang terampil
b) Kesiapan menghadapi persalinan, kelahiran dan kemungkinan
komplikasinya
c) Partograf
d) Episiotomi terbatas hanya atas indikasi
e) Mengidentifikasi tindakan-tindakan yang merugikan dengan maksud
menghilangkan tindakan tersebut
f. Tahapan persalinan
Tahapan persalinan dibagi menjadi 4 kala, yaitu (Marmi, 2012) :
1) Kala I
Kala I disebut juga dengan kala pembukaan yang berlangsung antara
pembukaan 0 sampai pembukaan lengkap 10 cm. proses pembukaan serviks
sebagai akibat his dibagi menjadi 2 fase yaitu :
a) Fase laten
Berlangsung selama 8 jam. Pembukaan terjadi sangat lambat sampai
mencapai ukuran diameter 3 cm.
b) Fase aktif dibagi dalam 3 fase :
(1) Fase akselerasi dalam waktu 2 jam pembuaan 3 cm enjadi 4 cm
(2) Fase dilatasi maksimal dalam waktu 2 jam pembukaan berlangsung
sangat cepat dari 4 cm menjadi 9 cm
52

(3) Fase deselerasi, pembukaan menjadi lambat sekali. Dalam waktu 2 jam
pembukaan 9 menjadi lengkap.

Biasanya dari pembukaan 4 cm, hingga mencapai pembukaan lengkap atau


10 cm akan terjadi kecepatan rata-rata yaitu 1 cm perjam untuk
primigravida dan 2 cm perjam untuk multigravida (APN, 2008)

2) Kala II
Kala II disebut juga dengan kala pengeluaran, kala ini dimulai dari pembukaan
lengkap hingga bayi lahir. Proses ini berlangsung 2 jam pada primigravida dan
1 jam pada multigravida (Sumarah, 2009). Gejala utama dari kala II adalah :
a) His semakin kuat dengan interval 2-3 menit dengan durasi 50-100 detik.
b) Menjelang akhir kala 1 ketuban pecah yang ditandai dengan pengeluran air
secara mendadak.
c) Ibu merasakan ingin meneran bersamaan dengan terjadinya kontaksi
d) Ibu merasakan adanya peningkatan tekanan pada rektum
e) Perineum menonjol
f) Vulva,vagina dan spingter ani membuka
g) Meningkatnya pengeluaan lendir darah
h) Pada primigravida lama kala II berlangsung rata-rata 1,5 jam sedangkan
pada multigravida rata-rata 0,5 jam.
3) Kala III
Kala III dimulai setelah bayi lahir sampai lahirnya plasenta, berlangsung
tidak lebih dar 30 menit, jika lebih maka harus diberi penangan atau dirujuk
(Sumarah, 2009). Lepasnya plasenta sudah dapat diperkirakan dengan
memperhatikan tanda-tanda :
a) Uterus menjadi bundar
b) Uterus terdorong keatas karena plasenta dilepas ke segmen bawah rahim
c) Tali pusat bertambah panjang
d) Terjadi perdarahan
Lepasnya plasenta secara schutzle yang biasanya tidak ada perdarahan
sebelum plasenta lahir dan banyak mengeluarkan darah setelah plasenta lahir.
53

Sedangkan pengeluaran plasenta cara duncan yaitu plasenta lepas dari pinggir,
biasanya darah mengalir keluar antara slaput ketuban (Mochtar, 1994).
4) Kala IV
Kala IV dimaksudkan untuk melakukan observasi karena perdarahan
postpartum paling sering terjadi pada 2 jam pertama. Observasi yang dilakukan
adalah :
a) Tingkat kesadaran penderita
b) Pemeriksaan tanda vital : tekanan darah, nadi, pernapasan dan suhu
c) Kontraksi uterus
d) Terjadi perdarahan (Marmi, 2012)
g. Asuhan persalinan kala I
1) Fisiologi kala I
Kontraksi uterus pada persalinan merupakan kontraksi otot fisiologis yang
menimbulkan nyeri pada tubuh. Kontraksi ini merupakan kontraksi yang
involunteer karena berada dibawah pengaruh saraf intrinsik. Perubahan-
perubahan fisiologi kala I adalah (Dewi Asri dan Christin Clervo, 2010) :
a) Perubahan hormon
b) Perubahan pada vagina dan dasar panggul:
(1) Kala I , ketuban meregang pada vagina bagian atas
(2) Setelah ketuban pecah terjadi perubahan vagina dan dasar panggul
karena bagian depan anak.
c) Perubahan serviks, terjadi pendataran dan pembukaan.
2) Keadaan psikologis ibu bersalin kala I
Pada kala I tidak jarang ibu mengalami perubahan psikologi seperti
muncul rasa takut, stress, ketidaknyamanan, cemas, marah-marah dan lain
sebagainya (Dewi Asri dan Christin Clervo, 2010).

3) Kebutuhan dasar ibu bersalin kala I


Kebutuhan ibu bersalin kala I meliputi (Dewi Asri dan Christin Clervo, 2010) :
a) Kebutuhan akan rasa man dan nyaman
b) Nutrisi
54

c) Kebutuhan privasi
d) Kebutuhan dukungan emosional, social dan spiritual
4) Penyulit kala I
Menurut Dewi Asri dan Christin Clervo (2010) menyebutkan bahwa penyulit kala
I antara lain partus lama, gawat janin dan ruptur uteri.
5) Asuhan kebidanan pada ibu bersalin kala I
a) Pengkajian. Pengkajian dilakukan untuk mendapatkan data tentang kemajuan
persalinan, kondisi ibu dan kondisi janin serta komplikasi yang terjadi.
(1) Data subyektif dengan anamnesa
Sapa ibu dan beritahu apa yang akan dilakukan, serta menjelaskan tujuan
anamnesis.
(2) Data obyektif dengan pemeriksaan fisik (pemeriksaan abdomen dan
pemeriksaan dalam). Pemeriksaan fisik bertujuan untuk menilai kondisi
kesehatan ibu dan bayi serta tingkat kenyamanan fisik ibu bersalin serta
mendeteksi dini adanya komplikasi. Pemeriksaan dalam dilakukan untuk
menilai apakah ada bagian yang menyempit dari dinding vagina,
pembukaan dan penipisan serviks, kapasitas panggul, ada tidaknya
penghalang pada jalan lahir, keputihan dan infeksi lainnya.
b) Diagnosa untuk persalinan sesungguhnya
Agar dapat mendiagnosa persalinan bidan harus dapat mengkonfirmasikan
pembukaan serviks dan kontraksi yang cukup.
(1) Perubahan serviks persalinan dapat ditentukan jika serviks secara
progresif membuka > 3cm dan menipis (Marmi, 2012)
(2) Kontraksi yang cukup. Kontraksi dianggap cukup bila :
(a) Kontraksi terjadi teratur, minimal 2x dalam 10 menit setiap kontraksi
berlangsung minimal 40 detik.
(b) Uterus mengeras selama kontraksi, misalnya ibu hamil tidak dapat
menekuk uterus dengan menekan bagian tersebut menggunakan jari.
(3) Lendir darah dari vagina (show)

Dibawah merupakan tabel diagnosa kala dan fase persalinan :


55

Gejala dan tanda Kala Fase


Serviks belum berdilatasi Persalinan palsu/
belum inpartu
Serviks berdilatasi kurang dari 4 cm I Laten
Serviks berdilatasi 4-9 cm : Aktif
a. Kecepatan pembukaan 1
cm/lebih perjam
b. Penurunan kepala dimulai
Serviks membuka lengkap (10 cm) II Awal (non ekpulsi)
a. Penurunan kepala berlanjut
b. Belum ada keinginan untuk
meneran
Serviks membuka lengkap (10 cm) II Akhir (ekspulsif)
a. Bagian terbawah telah
mencapai dasar panggul
b. Ibu meneran
Table 6. Diagnosa kala dan fase persalinan
(c) Penatalaksanaan
Selama persalinan dan kelahiran, rencan seorang bisan harus meliputi
assessment dan intervensi agar dapat :
(1) Memantau perubahan tubuh ibu untuk menentukan jika persalinan dalam
proses yang normal
(2) Memeriksa respon ibu dan respon fisik terhadap persalinan
(3) Memeriksa bagaimana respon bayi dalam persalinan dan kelahiran
(4) Membantu ibu memahami apa yang sedang terjadi sehingga ia berperan
dalam menentukan asuhan
(5) Membantu keluarga dalam merawat ibu selama persalinan, kelahiran dan
asuhan pasca persalinan dini
(6) Mengenali masalah secepatnya dan mengambil tindakan yang sesuai dan
tepat waktu
(7) Pemantauan terus menerus kemajuan persalinan dengan menggunakan
partograf
(8) Pemantauan terus menerus tanda-tanda vital pada ibu
(9) Pemantauan terus menerus keadaan bayi
(10) Menganjurkan perubahan posisi dan ambulasi
(11) Menganjurkan dukungan keluarga (Marmi, 2012)
56

h. Asuhan persalinan kala II


1) Fisilogis kala II
Perubahan fisiologis yang sering terjadi pada persalinan kala II :
a) His menjadi lebih kuat dan sering
b) Timbul tenaga untuk meneran
c) Perubahan dalam dasar panggul
d) Lahirnya fetus
Respon fisiologis kala II antara lain:
a) Kontraksi uterus
Kontraksi ini bersifat nyeri yang disebabkan oleh anoxia dari sel-sel otot
tekanan pada ganglia dalam serviks dan Segmen Bawah Rahim (SBR),
regangan dari serviks, regangan dan tarikan pada peritoneum, itu semua
terjadi pada saat kontraksi (Marmi, 2012).
b) Sistem kardiovaskular
(1)Kontraksi menurunkan aliran darah menuju uterus,sehingga jumlah
darah dalam sirkulasi ibu meningkat.
(2)Resistensi perifer meningkat sehingga tekanan darah meningkat
(3)Tekanan darah diastolic meningkat rata-rata 15mmHg saat kontraksi
(4)Janin normalnya dapat beradaptasi tanpa masalah
(5)Oksigen yang menurun selama kontraksi menyebabkan hipoksia, tetapi
dengan kadar yang masih adekuat tidak menimbulkan masalah serius
c) Respirasi
(1) Respon terhadap perubhan system kardiovaskuler sehingga konsumsi
oksigen meningkat
(2) Percepatan pematangan surfaktan
d) Urinaria
Perubahan ginjal memekatkan urine, dan penekanan kepala janin
menyebabkan tonus vesica kandung kencing menurun.
e) Musculoskletal
(1)Hormon relaxin menyebabkan penurunan kartilago diantara tulang
(2)Fleksibilitas pubis meningkat
57

(3)Nyeri punggung
(4)Janin memiliki tekanan kontraksi sehingga terjadi fleksi maksimal
f) Sistem saraf
Janin mengalami kontraksi pengeluaran sehingga menyebabkan penekanan
pada kepala janin sehingga Denyut Jantung Janin bisa menurun.
2) Psikologis kala II
Ibu inpartu biasanya sering mengalami emotional distress. Nyeri yang mampu
menurunkan kemampuan mengendalikan emosi, lemah, takut.
3) Tanda gejala persalinan kala II
a) Ibu merasakan ingin meneran bersamaan dengan terjadinya kontraksi (dewi
asri dan clara clervo ,2010)
b) Ibu merasakan adanya peningkatan tekanan pada rectum
c) Perineum menonjol
d) Vulva,vagina dan spingter ani membuka
e) Meningkatnya pengeluaran lendir darah
4) Diagnosa persalinan kala II
Diagnosis kala II dapat ditegakkan atas dasar hasil pemeriksaan dalam yang
menunjukkan pembukaan serviks telah lengkap dan bagian kepala bayi pada
introitus vagina atau kepala janin sudah tampak divulva dengan diameter 5-6
cm.
5) Kebutuhan dasar selama persalinan
Peran petugas kesehatan adalah memantau dengan seksama memberikan
dukungan serta kenyamanan pada ibu, bagi segi perasaan maupun fisik, seperti
:
a) Memberikan dukungan terus menerus kepada ibu dengan mendampingi ibu
agar merasa nyaman, menawarkan pemenuhan kebutuhan nutrisi seperti
makan, minu dan memijat ibu.
b) Menjaga kebersihan diri, diantaranya ibu tetap dijaga kebersihannya agar
terhindar dari infeksi, jika ada darah atau lendir segera dibersihkan.
c) Kenyamanan bagi ibu :
58

(1)Memberikan dukungan mental kepada ibu untuk mengurangi ketakutan


dan kecemasan ibu dengan cara menjaga privasi ibu, penjelasan tentang
proses kemajuan persalinan, penjelasan tentang prosedur yang akan
dilakukan keterlibatan ibu.
(2)Mengatur posisi ibu
(3)Menjaga kandung kemih agar tetap kosong.
6) Tanda bahaya kala II
Tanda bahaya bagi janin antara lain takikardia, bradikardia, deselerasi,
hiperaktif dan asidosis. Sedangkan tanda bahaya bagi ibu antara lain perubahan
tekanan darah, abnormalitas nadi, abnormalitas kontraksi, cincin retraksi
patologis, abnormalitas kontur perut bawah, gelisah atau kesakitan (Dewi Asri
H dan Christin Clervo, 2010).
7) Menolong persalinan
Kala II persalinan merupakan pekerjaan yang sulit bagi ibu. Suhu tubuh ibu akan
meninggi, ia mengedan selama kontraksi dan ia kelelahan. Sebagai petugas
kesehatan harus mendukung ibu atas usaha untuk melahirkan bayinya (Dewi
Asri dan Christin Clervo,2010).
a) Persiapan persalinan
(1)Persiapan ruangan: ruangan hangat dan bersih, sumber air bersih dan
mengalair, air dtt, air bersih dengan jumlah yang tersedia, kamar mandi
yyang bersih, penerangan yang cukup baik, tempat yang bersih dan meja
yang bersih.
(2)Persiapan penolong : cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan, pakai
sarung tangan, perlengkapan pelindung pribadi.
(3)Persiapan perlengkapan persalinan diantaranya partus set, hecting set,
tempat sampah, tempat pakaian kotor, alat pemeriksaan vital sign, obat-
obatan, alat suntik, bahan habis pakai, dan pakaian bayi.
b) Mendiagnosa persalinan kala II dan membimbing meneran
Berikut tindakan dalam mendiagnosa kala II persalinan dan membimbing
meneran :
(1)Cuci tangan
59

(2)Pakai sarung tangan DTT/Steril


(3)Lakukan pemeriksaan dalam untuk memastikan pembukaan sudah
lengkap, jika pembukaan belum lengkap maka tentramkan ibu, bantu
mencari posisi yang nyaman. Pantau kondisi ibu dan janin. Jika ibu
merasa ingin meneran, beri semangat, ajarkan cara bernapas cepat
selama kontraksi, bantu ibu memperoleh posisi yang nyaman.
Jika pembukaan lengkap, ibu ingin meneran maka :
(a) Beritahu ibu bahwa hanya dorongan alamiah yang mengisyaratkan
ia untuk meneran dan beristrahat diantara kontraksi
(b) Ibu dapat memilih posisi yang nyaman
(c) Beri keleluasaan mengeluarkan suara selama persalinan
(d) Ibu memegang kendali dan mengatur selama meneran. Penolong
member bimbiingan tentang cara meneran yang benar dan efektif.
(e) Membimbing ibu untuk meneran
(f) Beri cukup minum
(g) Pantau DJJ setiap 5-10 menit
(h) Pastikan ibu dapat beristrahat diantara kontraksi.
c) Pemantauan selama penatalaksanaan kala II
Pemantauan selama penatalaksanaan kala II adalah memeriksa dan
mencatat hal-hal berikut:
(1)Nadi ibu setiap 30 menit
(2)Frekuensi dan lama kontraksi setiap 30 menit
(3)DJJ setiap selesai meneran
(4)Penurunan kepala bayi perabdomen tiap 30 menit, periksa salam tiap 60
menit / kalau ada indikasi
(5)Bila ketuban sudah pecah, lihat keadaannya
(6)Adakah presentasi majemuk
(7)Putar paksi segera setelah kepala bayi lahir
d) Mencegah laselerasi
(1) Kerjasama yang baik antara ibu dan penolong terutama saat kepala
crowning (diameter kepala 5-6 cm depan vulva)
60

(2) Kelahiran kepala yang terkendali dan perlahan memberikan waktu


pada vagina dan perineum untuk mengadakan penyesuaikan agar
mengurangi robekan
(3) Saat kepala crowning anjurkan ibu untuk bernapas cepat
(4) Episiotomi tidak boleh dilakukan rutin. Indikasi episiotomi adalah :
(a) Gawat janin
(b) Adanya penyulit persalinan
(c) Jaringan parut pada vagina atau perineum yang dapat
memperlambat persalinan
e) Menolong persalinan sesuai APN
Melahirkan janin sesuai asuhan persalinan normal (APN) sebagai berikut
(Marmi, 2012) :
(1) Melihat dan mendengar adanya tanda persalinan kala II
(2) Memastikan kelengkapan alat pertolongan persalinan termasuk
mematahkan ampul oksitosin dan memasukkan alat suntik steril sekali
pakai kedalam wadah partus set
(3) Memakai Alat pelindung diri
(4) Mencuci tangan dengan air mengalir dan pastikan tidak ada perhiasan
di tangan
(5) Menggunakan sarung tangan DTT pada tangan yang akan digunakan
untuk pemeriksaan dalam
(6) Mengambil alat suntik dengan tangan yang memakai sarung tangan, isi
dengan oksitosin dan letakkan kembali kedalam wadah partus set
(7) Membersihkan vulva dan vagina dengan kapas basah
(8) Melakukan pemerikksaan dalam pastikan pembukaan sudah lengkap
dan ketuban sudah pecah
(9) Mencelupkan tangan kanan yang bersarung tangan kedalam larutan
klorin 0,5%, membuka sarung tangan dalam keadaan terbalik dan
terendam
(10) Memeriksa Denyut Jantung Janin setelah kontraksi uterus selesai
pastikan DJJ dalam batas normal
61

(11) Memberitahu ibu bila pembukaan sudah lengkap dan keadaan janin
baik, minta ibu meneran saat ada his dan apabila ada dorongan untuk
meneran
(12) Meminta keluarga untuk mempersiapkan posisi ibu, bantu ibu dalam
posisi setengah duduk dan pastikan ia merasa nyaman.
(13) Menganjurkan ibu untuk berjalan, jongkok atau mengambil posisi
nyaman jika belum ada dorongan untuk meneran dalam 60 menit
(14) Meletakkan handuk bersih diperut ibu jika kepala bayi telah membuka
dengan diameter 5-6 cm.
(15) Meletakkan kain bersih 1/3 bagian bawah bokong ibu
(16) Membuka penutup partus set dan perhatikan kembali alat dan bahan
(17) Memakai sarung tangan DTT pada kedua tangan
(18) Memeriksa adanya lilitan tali pusat pada leher janin
(19) Menunggu kepala janin hingga melakukan putaran paksi luar secara
spontan
(20) Setelah kepala melakukan putaran paksi luar, pegang secara
bipariental. Menganjurkan kepada ibu untuk meneran saat kontraksi.
Dengan lembut gerakkan kepala kearah bawah dan distal hingga bahu
depan muncul dibawah arkus pubis dan kemudian gerakan kearah atas
dan distal untuk melahirkan bahu belakang
(21) Setelah bahu lahir, geser tangan kearah perineum ibu utnuk
menyanggah kepala, lengan dan siku sebelah bawah. Gunakan tangan
atas utnuk menelusuri dan memegang tangan siku sebelah atas.
(22) Setelah badan dan lengan lahirtangan kiri menyusuri punggung kearah
bokong dan tungkai bawah janin untuk memegang tungkai bawah
(selipkan jari telunjuk tangan kiri diantara kedua lutut janin)
(23) Melakukan penilaian selintas:
(a) Apakah bayi menangis kuat dan atau bernapas tanpa kesulitan?
(b) Apakah bayi bergerak aktif?
62

(24) Mengeringkan tubuh bayi mulai dari muka dan bagian tubuh lainnya,
ganti handuk basah dengan handuk yang kering. Membiarkan bayi
diatas perut ibu
(25) Memeriksa kembali uterus untuk memastikan tidak ada kelahiran
kedua
(26) Memberitahu ibu bahwa ia akan disuntik oksitosin agar uterus
berkontraksi dengan baik
(27) Dalam waktu 1 menit setelah bayi lahir, suntikkan oksitosin 10 unit
intramuskuler di 1/3 paha atas bagian distal lateral. Lakukan aspirasi
sebelum menyuntikkan oksi.
(28) Setelah 2 menit persalinan jepit tali pusat dengan klem kira-kira 3 cm
dari pusat bayi. Mendorong isi tali pusat arah ibu dan jepit kembali tali
pusat pada 2 cm distal dari klem pertama.
(29) Dengan 1 tangan pegang tali pusat yang telah dijepit (lindungi perut
bayi) dan lakukan pengguntingan tali pusat
(30) Mengikat tali pusat dengan benag DTT pada satu sisi dan kemudian
melingkarkan kembali simpul kunci pada sisi lainnya.
(31) Menyelimuti ibu dan bayi dengan kain hangat dan memakaikan topi
pada bayi. Dengan dilahirkannya bayi maka kala II persalinan telah
selesai.
i. Asuhan persalinan kala III
1) Fisiologi kala III
Kala III merupakan periode waktu dimana penyusutan volume rongga
uterus setelah kelahiran bayi, penyusutan ukuran ini menyebabkan berkurangnya
ukuran tempat perlekatan palsenta. Oleh karena tempat perlekatan menjadi kecil,
sedangkan ukuran plasenta tidak berubah maka plasenta menjadi berlipat,
menebal dan kemudian melepas dari dinding uterus. Setelah lepas, plasenta akan
turun ke bagian bawah uterus atau vagina (Marmi, 2012)
2) Kebutuhan ibu bersalin kala III
Segera setelah bayi lahir, bayi diletakkan diperut ibu untuk dikeringkan
tubuhnya kecuali kedua telapak tangan, selanjutnya bayi akan diselimuti dan
63

diletakkan di dada ibu untuk selanjutnya berusaha mencari putting susu ibu.
Asuhan yang dapat dilakukan kepada ibu adalah :
a) Memberikan kesempatan kepada ibu untuk memluk bayinya dan menyusui
segera
b) Memberitahu setiap tindakan yang akan dilakukan
c) Pencegahan infeksi kala III
d) Memantau keadaan ibu (tanda vital, kontraksi dan perdarahan)
e) Melakukan kolaborasi atau rujukan bila terjadi kegawatdaruratan
f) Pemenuhan kebutuhan nutrisi dan rehidrasi
g) Memberikan motivasi dan pendampingan selama kala III
3) Manajemen aktif kala III
Tujuan manajemen aktif kala III adalah untuk menghasilkan kontraksi
uterus yang lebih efektif dan mengurangi kehilangan darah kala III persalinan jika
dibandingkan kala III fisiologis. Manajemen aktif kala III terdiri atas 3 langkah
utama yaitu :
a) Pemberian suntikkan oksitosin salam 1menit pertama setelah bayi lahir.
Pemberian oksitosin ditujukan untuk merangsang uterus berkontraksi yang
juga mempercepat pelepasan plasenta. Langkah –langkah memberikan
suntikkan oksitosin :
(1) Periksa uterus untuk memastikan tidak ada bayi kedua
(2) Beritahu ibu bahwa ia akan disuntik
(3) Suntikan oksitosin 10 unit IM bagian paha atas bagian luar
b) Melakukan penegangan tali pusat terkendali (PTT). PTT dilakukan hanya saat
uterus berkontraksi. Tangan pada uterus merasakan kontraksi, ibu dapat juga
memberitahu petugas bahwa ia meraskan kontraksi (Marmi, 2012). Ketika
uterus sedang tidak berkontraksi tangan tetap berada pada perut ibu tapi tidak
melakukan PTT. Langkah-langkah Penagangan tali pusat terkendali :

(1) Pindahkan klem tali pusat 5-10 cm dari vulva


64

(2) Letakkan tangan lain pada abdomen iu tepat diatas simpisis pubis.
Gunakan tangan ini untuk meraba kontraksi uterus pada saat melakukan
PTT. Setelah terjadi kontraksi yang kuat, tegangkan tali pusat dengan satu
tangan dan tangan lain pada dinding abdomen dan melakukan dorso cranial
agar mencegah terjadinya inversion uteri
(3) Bila plasenta belum lepas tunggu 2-3 menit dan ulangi prosedur PTT
(4) Setelah uterus berkontraksi tegangkan tali pusat kebawah, lakukan tekanan
dorso cranial hingga pusat makin menjulur dan korpus uteri bergerak ke
atas yang menandakan plasenta telah lepas dan dapat dilahirkan
(5) Jika langkah diatas tidak berjalan sebagaman mestinya dan plasenta tidak
turun setelah 30-40 detik dimulainya PTT dan tidak ada tanda-tanda
terlepasnya plasenta, jangan terus-menerus melakukan PTT
(6) Setelah plasenta terpisah anjurkan ibu untuk meneran agar plasenta
terdorong keluar melalui introitus vagina, tetap tegangkan tali pusat
dengan arah sejajar lantai
(7) Pada saat plasenta terlihat pada introitus vagina lahirkan plaseta dengan
mengangkat tali pusat keatas dan menopang plasenta dengan tangan
lainnya untuk diletakkan kedalam wadah penampung karena selaput
ketuban mudah robek pegang plasenta dengan kedua tangan dan secara
lembut putar plasenta hingga selaput ketuban terpilin menjadi satu.
(8) Lakukan penarikan dengan lembut dan perlahan-lahan untuk melahirkan
selaput ketuban.
(9) Jika selaput ketuban robek dan tertinggal dijalan lahir saat melahirkan
plasenta, dengan hati-hati periksa vagina dan serviks dengan seksama.
Jika plasenta tidak lahir dalam waktu 15 menit maka berikan suntikan
oksitosin dosis kedua. Ulangi kembali PTT dan tekanan dorsokranial.
Nasehati keluarga bahwa rujukan mungkin diperlukan jika plasenta belum
lahir dalam 30 menit. Jika dalam 30 menit dilakukan PTT dan dorso
cranial plasenta belum juga lahir, rujuk segera.
c) Masase fundus uteri
(1)Letakkan tangan pada fundus uteri
65

(2)Jelaskan tindakan pada ibu bahwa ibu mungkin merasa agak tidak nyaman
karena tindakan yang diberikan. Anjurkan ibu untuk menarik nafas dalam
dan perlahan serta rileks.
(3)Dengan lembut dan mntap gerakkan tangan dengan arah memutar pada
fundus uteri supaya uteru berkontraksi. Jika uterus tudak berkontraksi
dalam waktu 15 detik, lakukan penatalaksanaan atonia uteri.
(4)Periksa plasenta dan selaputnya untuk memastikan keduanya lengkap dan
utuh
(5)Periksa kembali uterus setalah satu hingga dua menit untuk memastikan
uterus berkontraksi. Jika kontraksi uterus masih belum baik, ulangi masase
untuk segera mengetahui jika uterus berkontraksi baik atau tidak.
(6)Periksa kontraksi setiap 15 menit selama 1 jam pertama dan 30 menit
selama 1 jam kedua pasca persalinan
4) Pendokumentasian kala III
Semua asuhan dan tindakan harus didokumetasikan dengan baik dan
benar. Pada pendokumentasian kala III pencatatan dilakukan pada lembar
belakang partograf. Hal – hal yang dicatat adalah sebagai berikut (Marmi, 2012)
:
a) Lama kala III
b) Pemberian Oksitosin berapa kali
c) Bagaimana penatalakasanaan PTT
d) Perdarahan
e) Kontraksi uterus
f) Adakah laserelasi jalan lahir
g) Vital sign ibu
h) Keadaan bayi baru lahir

j. Asuhan persalinan kala IV


1) Fisiologi kala IV
66

Banyak perubahan fisiologi yang terjadi selama persalinan dan kelahiran


kembali ke level pra-persalinan dan menjadi stabil selama satu jam pertama pasca
persalinan.
a) Uterus
Setelah kelahiran plasenta, uterus dapat ditemukan ditengah – tengah
abdomen kurang ebih dua pertiga sampai tiga perempat anatara simpisis pubis
dan umbilikus. Jika uterus ditemukan ditengah, diatas simpisis maka hal ini
menandakan adanya darah di kavum uteri dan butuh untuk ditekan dan
dikelurkan. Uterus yang berada diatas umbilikus dan bergeser paling umum
kekanan menandakan adanya kandung kemih penuh. Kandung kemih penuh
menyebabkan uterus bergeser sedikit kekanan, mengganggu kontraksi uterus
dan memungkinkan peningkatan perdarahan. Jika pada saat ini ibu tidak dapat
berkemih secara spontan, maka sebaiknya dilakukan kateterisasi untuk
mencegah terjadinya perdarahan (Marmi, 2012). Uterus yang berkontraksi
normal akan mengeras apabila disentuh atau diraba. Uterus yang teraba lunak
dan longgar tidak berkontraksi dapat didiagnosa terjadi atonia uteri (Marmi,
2012).
b) Serviks, vagina dan perineum
Segera setelah kelahiran serviks bersifat patolous, terkulai dan tebal.
Perineum yang menjadi kendur dan tonus vagina juga nampak jaringan yang
dipengaruhi oleh peregangan yang terjadi selama kala II persalinan. Edema
atau memar pada introitus atau daerah perineum sebaiknya dicatat (Marmi,
2012).
c) Tanda vital
Tekanan darah, nadi dan pernapasan harus kembali stabil pada
prapersalinan selama jam pertama masa pacapatum. Pemantauan tekanan darah
dan nadi yang rutin selam interval ini adalah satu sarana mendeteksi syok
akibat kekurangan darah yang berlebihan. Sedangkan suhu tubuh ibu berlanjut
meningkat tetapi biasanya dibawah 38 derajat celcius. Namun jika intake cairan
baik, suhu tubuh ibu dapat kembali normal dalam 2 jam pacapartum (Marmi,
2012).
67

d) Sistem renal
Kandung kemih yang hipotonik disertai dengan retensi urin dan
pembesaran umum terjadi. Tekanan dan kompresi pada kandung kemih selama
persalinan dan perlahiran adalah penyebabnya. Mempertahankan kandung
kemih wanita agar tetap kosong selama persalinan dapat menurunkan trauma.
Setelah persalinan kandung kemih harus dijaga tetap kosong guna mencegah
uterus berubah posisi dan terjadi atonia uteri (Marmi, 2012).
2) Asuhan persalinan kala IV berdasarkan APN
a) Segera setelah plasenta lahir, lakukan masase pada fundus uteri dengan
menggosok fundus uteri secara sirkuler menggunakan bagian palmar 4 jari
tangan kiri hingga kontraksi uterus baik (fundus teraba keras)
b) Periksa bagian maternal dan bagian fetal plasenta dengan tangan kanan untuk
memastikan seluruh kotiledon dalam keadaan utuh dan selaput ketuban sudah
lahir lengkap.
c) Evaluasi kemungkinan laserasi pada vagina dan perineum. Melakukan
penjahitan bila laserasi menyebabkan perdarahan
d) Memastikan uterus berkontraksi dengan baik dan tidak terjadi perdarahan
pervaginam
e) Membiarkan bayi tetap melakukan kontak kulit dengan ibu sedikitnya 1 jam
f) Setelah 1 jam lakukan pengukuran antropometri pada bayi , beri tetes mata
antiprofilaksis dan vitamin k 1 mg intra muskuler pada paha kiri antero lateral
g) Setelah satu jam pemberian vitamin K berikan suntikan untuk vaksin Hb0 di
paha kanan anterolateral
h) Melanjutkan pemantauan kontraksi dan mencegah perdarahan pervaginam
i) Mengajarkan ibu atau keluarga cara masase uterus dan menilai kontraksi
j) Evaluasi dan estimasi jumah kehilangan darah
k) Memeriksa nadi ibu dan keadaan kandung kemih setiap 5 menit pada satu jam
pertama dan setiap 30 menit pada satu jam kedua pasca persalinan
l) Memeriksa kembali bayi bahwa bayi bernapas dengan baik
m) Menempatkan semua peralatan bekas pakai dalam larutan klorin 0,5% untuk
dekontaminasi (10 menit). Cuci dan bilas peralatan setelah didekontaminasi
68

n) Membersihkan ibu dengan menggunakan air DTT. Membersihkan cairan


ketuban , lendir , dan darah. Bantu ibu memakai pakaian yang bersih dan kering
o) Memastikan ibu merasa nyaman dan pastikan keluarga untuk membantu ibu
apabila ibu ingin minum
p) Dekontaminasi tempat persalinan dengan larutan klorin 0,5%
q) Membersihkan sarung tangan didalam larutan klorin, melepaskan sarung
tangan dalam keadaan terbalik dan merendamnya dalam larutan klorin.
r) Mencuci tangan menggunakan sabun dan air mengalir
s) Melengkapi partograf
3) Pemantauan dan evaluasi lanjut
Hal yang harus diperhatikan dalam pemantauan lanjut selama kala IV adalah
(Marmi, 2012) :
a) Vital sign, meliputi tekanan darah,suhu, nadi dan pernapasan. Tekanan darah
normal < 140/90 mmHg. Bila tekanan darah < 90/60 dan nadi < 100x / menit
maka kemungkinan terjadi masalah. Masalah yang sering timbul dengan
kondisi ini adalah demam atau perdarahan. Suhu apabila > 380C maka
kemungkinan terjadi dehidrasi atau infeksi.
b) Tonus otot dan tinggi fundus. Jika kontraksi baik, maka akan teraba keras.
Tinggi fundus uteri normal sejajar dengan pusat atau dibawah pusat.
c) Perdarahan
d) Kandung kemih
e) Perineum
Evaluasi berkelajutan untuk oedema, memar dan pembentukan hematoma yang
mungkin dilakukan pada setiap pengecekan lokhea. Hal ini termasuk pengamatan
area perineum untuk mendeteksi haemoroid.
k. Pemantauan persalinan menggunakan partograf
1) Pengertian partograf
Partograf adalah alat bantu untuk memantau kemajuan kala I persalinan
dan informasi untuk membuat keputusan klinik (Asrinah, dkk, 2010). Partograf
dimulai pada saat pembukaan 4 cm (Buku panduan pelayanan maternal neonatal,
2010). Tujuan penggunaan dari partograf adalah :
69

a) Mencatat hasil observasi dan kemajuan persalinan dengan menilai pembukaan


serviks melalui pemeriksaan dalam.
b) Mendeteksi apakah proses persalinan berjalan secara normal. Dengan demikian
juga dapat mendeteksi secara dini kemungkinan terjadinya partus lama
c) Data pelengkap yang terkait dengan pemantauan kondisi ibu, kondisi bayi,
grafik kemajuan proses persalinan bahan dan medikamentosa yang diberikan,
pemeriksaan laboratorium, asuhan atau tindakan yang diberikan di mana semua
dicatatkan secara rinci pada status atau rekam medic ibu bersalin dan bayi baru
lahir.
2) Mencatat temuan pada partograf
a) Mencatat informasi tentang ibu
Melengkapi data awal (bagian atas) partograf secara teliti pada saat memulai
asuhan persalinan. Waktu kedatangan dan perhatikan kemungkinan
pencatatan dalam fase persalinan. Catat waktu terjadinya pecah ketuban
(Asrinah, dkk, 2010).
b) Kondisi janin
Bagian atas grafik pada partograf adalah untuk pencatatan denyut jantung
janin, air ketuban dan penyusupan kepala janin (Asrinah, dkk, 2010).
(1)Denyut jantung janin (DJJ)
Nilai dan catat setiap 30 menit (lebih sering jika ada tanda-tanda
gawat janin). Setiap kotak pada partograf menggambarkan waktu 30
menit. Catat DJJ dengan memberikan tanda titik pada garis yang sesuai
dengan angka yang menunjukkan DJJ. Kemudian hubungan garis tegas
antara titik yang satu denganyang lainnya (Asrinah, dkk, 2010).
(2)Warna dan adanya air ketuban
Nilai kondisi ketuban setiap kali melkukan pemeriksaan dalam dan
nilai warna ketuban jika selaput ketuban pecah. Catat temuan dan gunakan
lambang ini (Asrinah, dkk, 2010) :
(a) U : Ketuban utuh
(b)J : ketuban sudah pecah dan jernih
(c) M : ketuban sudah pecah dan terdapat mekonium
70

(d)D : Ketuban sudah pecah dan terdapat darah


(e) K : ketuban sudah pecah dan kering
(3)Penyusupan tulang (molase)
Penyusupan adalah indikator penting tentang seberapa jauh kepala
bayi menyesuaikan diri terhadap bagian keras tulang panggul ibu. Semakin
besar derajat penyusupan atau tumpang tindih antar tulang kepala, semakin
menunjukkan resiko disporporsi kepala panggul (CPD) (Asrinah, dkk,
2010). Catat temuan yang ada di kotak yang sesuai dibawah lajur air
ketuban. Gunakan lambang-lambang berikut (Asrinah,dkk, 2010) :
(a) 0 : tulang kepala janin terpisah, sutura dengan mudah dapat dipalpasi
(b)1 : tulang tulang kepala janin hanya saling bersentuhan
(c) 2 : tulang-tulang kepala janin saling tumpang tindih tetapi dapat
dipisahkan
(d)3 : tulang-tulang janin saling tumpang tindih dan tidak dapat
dipisahkan.
c) Kemajuan persalinan
Kolom dan lajur kedua dari partograf adalah untuk pencatatan
kemajuan persalinan. Angka 0-10yang tertera di kolom paling kiri adalah
besarnya dilatasi serviks. Nilai setiap angka sesuai besarnya dilatasi serviks
dalam satuan cm dan menempati lajur atau kotak sendiri (Asrinah,dkk, 2010).
Pada lajur dan kotak yang mencatat penurunan bagian terbawah
janin, tercantum angka 1 sampai 5 yang sesuai dengan metode perlimaan.
Setiap kotak segi empat bernilai 30 menit. Penilaian pmbukaan serviks setiap
4 jam dan diberi tanda “X” yang dicantumkan digaris waktu yang sesuai
dengan lajurnya. Sedangkan untuk penurunan bagian terbawah janin berikan
tanda “O” yang ditulis pada garis waktu yang sesuai (Asrinah, dkk, 2010).
Garis waspada dimulai pada pembukaan 4cm dan berakhir pada titik
di mana pembukaan lengkap diharapkan terjadi jika laju pembukaan adalah 1
cm per jam. Jika pembukaan serviks mengarah kesebelah kanan garis
waspada harus dipertimbangkan adanya penyulit. Garis bertindak tertera
sejajar dan disebelah kanan (berjarak 4 jam) garis waspada. Jika pembukaan
71

serviks telah melampaui dan berada disebelah kanan garis bertindak, ini
menunjukkan bahwa perlu dilakukan tindakan untuk menyelesaikan
persalinan (Asrinah, dkk, 2010)
d) Jam dan waktu
(1)Waktu mulainya fase aktif persalinan
Bagian bawah partograf (Pembukaan dan penurunan) tertera kotak-
kotak yang setiap kotaknya bernilai 1 jam sejak dimulainya fase aktif
persalinan(Asrinah,dkk, 2010).
(2)Waktu aktual saat pemeriksaaan atau penilaian
Dibawah lajur kotak untuk waktu mulainya fase aktif, tertera kotak-
kotak untuk mencatat waktu actual saat pemeriksaan dilakukan. Setiap
kotak menyatakan 1 jam penuh berkaitan dengan dua kotak waktu 30
menit yang berhubungan dengan laur pembukaan serviks, denyut jantung
janin, lajur kontaksi dan nadi ibu di bagian bawah (Asrinah,dkk, 2010).
e) Kontraksi uterus
Dibawah lajur waktu partograf terdapat 5 kotak dengan tulisan
“kontraksi/10 menit” disebelah luar kolom paling kiri. Setiap kotak
menyatakan satu kontraksi. Setiap 30 menit, raba dan catat jumlah kontraksi
dalam 10 menit dan lamanya kontraksi dalam satuan detik (Asrinah, dkk,
2010).
f) Obat-obatan dan cairan
Dibawah lajur kotak observasi kontraksi uterus, tertera lajur kotak
untuk mencatat oksitosin, obat-obat lainnya dan cairan intravena
(Asrinah,dkk, 2010).
(1) Oksitosin. Jika tetesan drip oksitosin sudah dimulai, dokumentasikan
setiap 30 menit jumlah unitoksitosin yang diberikan per volume cairan
IV dan dalam satuan tetesan menit.
(2) Obat lain dan cairan IV. Catat semua pemberian obat-obatan tambahan
dan atau cairan IV dalam kotak yang sesuai dengan kolom waktunya.

g) Kondisi ibu
72

Pada bagian bawah lajur dan kolom halaman depan partograf, terdapat
kotak atau ruang untuk mencatat kondisi kesehatan dan kenyamanan ibu
selama persalinan (Asrinah,dkk, 2010).
(1) Nadi, tekanan darah, dan suhu tubuh ibu
Angka disebelah kiri bagian partograf berkaitan dengan nadi dan
tekanan darah ibu. Nadi dicatat setiap 30 menit selama fase aktif
persalinan. Beri tanda (.) pada kolom waktu yang sesuai. Sedangkan
tekanan darah ibu setiap 4 jam selama fase aktif persalinan (beri tanda
panah dalam partograf pada kolom yang sesuai. Nilai dan catat
temperature tubuh ibu setiap 2 jam.
(2) Volume urin, protein dan aseton
Ukur dan catat jumlah prosduksi urin ibu sedikitnya setiap 2 jam.
Jika memungkinkan maka setiap kali ibu berkemih, lakukan pemeriksaan
aseton dan protein urin.
h) Pencatatan lembar belakang partograf
Halaman belakang partograf merupakan bagian untuk mencatat hal-
hal yang terjadi selama proses persalinan dan kelahiran bayi, serta tindakan
yang dilakukan sejak kala I hingga IV dan bayi baru lahir. Dokumentasi ini
sangat penting, terutama untuk membuat keputusan klinik. Selain itu catatan
persalinan dapat digunakan untuk menilai sejauh mana pelaksanaan asuhan
persalinan yang aman dan bersih telah dilakukan (Asrinah, dkk, 2010).
4. Asuhan bayi baru lahir normal
a. Pengertian bayi baru lahir normal
Menurut Departemen Kesehatan RI (2005) bayi baru lahir normal adalah bayi
yang lahir dengan umur kehamilan 37-42 minggu dan berat lahir 2500-4000 gram.
Menurut M sholeh Kusim (2007) bayi baru lahir adalah bayi yang berat
lahirnya 2500-4000 gram, cukup bulan, lahir langsung menangis, dan tidak ada
kelainan congenital yang berat.
b. Ciri-ciri bayi baru lahir normal
Ciri-ciri bayi baru lahir normal (Jitowiyono dan Kristiyanasari, 2011) :
1) Berat badan 2500-4000 gram
73

2) Panjang badan 48-52 cm


3) Lingkar dada 30-38 cm
4) Lingkar kepala 33-35 cm
5) Frekuensi jantung 120-160x/menit
6) Pernafasan ± 40-60x/menit
7) Kulit kemerah-merahan dan licin karena jaringan sub kutan cukup
8) Rambut lanugo tidak terlihat, rambut kepala biasanya telah sempurna
9) Kuku agak panjang dan lemas
10) Genetalia : perempuan labia mayora sudah menutupi labia minora, laki-laki
testis sudah turun, skrotum sudah ada.
11) Refleks hisap dan menelan sudah terbentuk dengan baik
12) Refleks moro atau gerak memeluk bila dikagetkan sudah baik
13) Refleks graps dan menggenggam sudah baik
14) Refleks rooting mencari putting susu dengan rangsangan taktil pada pipi dan
daerah mulut terbentuk dengan baik
15) Eliminasi baik, mekonium akan keluar dalam waktu 24 jam pertama,
mekonium berwarna hitam kecoklatan.
c. Tahapan bayi baru lahir
1) Tahapan I terjadi segera setelah lahir, selama menit-menit pertama kelahiran. Pada
tahap ini digunakan system scoring APGAR untuk fisik dan scoring gray untuk
interaksi bayi dan ibu (Dwienda, dkk, 2014).
2) Tahapan II disebut tahap transisional reaktivitas. Pada tahap dua dilakukan
pengkajian selama 24 jam pertama terhadap adanya perubahan perilaku (Dwienda,
dkk, 2014).
3) Tahapan III disebut tahap periodik, pengkajian terus dilakukan setelah 24 jam
pertama yang meliputi pemeriksaan seluruh tubuh (Dwienda, dkk, 2014).

Tanda Nilai : 0 Nilai : 1 Nilai : 2


Appreance Pucat/biru seluruh Tubuh merah, Seluruh tubuh
(Warna kulit) tubuh ekstermitas biru kemerahan

Pulse Tidak ada <100 >100


74

(denyut jantung)

Grimace Tidak ada Ekstermitas sedikit Gerakan aktif


(tonus otot) fleksi

Activity Tidak ada Sedikit gerak Langsung


(aktivitas) menangis

Respiration Tidak ada Lemah/tidak Menangis


(pernapasan) teratur

Tabel 7. Apgar Score

Interpretasi :

a) Nilai 1-3 askfiksia berat


b) Nilai 4-6 askfiksia sedang
c) Nilai 7-10 askfiksia ringan (normal)
d. Adaptasi bayi baru lahir terhadap kehidupan di luar uterus
Adaptasi neonatal (bayi baru lahir) adalah proses penyesuaian fungsional
neonatus dari kehidupan didalam uterus. Kemampuan adapatasi fungsional neonatus
dari kehidupan didalam uterus kehidupan di luar uterus. Kemampuan adaptasi
fisiologis ini disebut juga homeostatis. Bila terdapat gangguan adaptasi, maka bayi
akan sakit (Marmi, 2012). Faktor-faktor yang mempengaruhi adaptasi bayi baru lahir
:
1) Pengalaman ibu antepartum ibu dan bayi baru lahir (misalnya terpajan zat toksik
dan sikap orang tua terhadap kehamilan dan pengasuhan anak)
2) Pengalaman intrapartum ibu dan bayi baru lahir (misalnya lama persalinan, tipe
analgesic atau anestesi intrapartum)
3) Kapasitas fisiologis bayi baru lahir untuk melakukan transisi ke kehidupan
ekstrauterin
4) Kemampuan petugas kesehatan untuk mengkaji dan merespons masalah dengan
cepat tepat pada saat terjadi

Dibawah ini merupakan adaptasi fungsi dan proses vital pada neonatus
(Marmi, 2012) :
75

2) Sistem pernapasan
Pada umur kehamilan 34-36 minggu struktur paru-paru sudah matang,
artinya paru-paru sudah bisa mengembangkan sistem alveoli. Selama dalam
uterus, janin mendapat oksigen dari pertukaran gas melalui plasenta. Setelah
lahir, pertukaran gas terjadi melalui paru-paru bayi, pertukaran gas terjadi dalam
waktu 30 menit pertama sesudah lahir (Marmi, 2012)
Keadaan yang dapat mempercepat maturitas paru-paru adalah toksemia,
hipertensi, diabetes yang berat, infeksi ibu, ketuban pecah dini. Keadaan tersebut
dapat mengakibatkan stress pada janin, hal ini dapat menimbulkan rangsangan
untuk pematangan paru-paru. Sedangkan keadaan yang dapat memperlambat
maturitas paru-paru adalah diabetes ringan, inkompebilitas rhesus, gemeli satu
ovum dengan berat yang berbeda dan biasanya berat badan yang lebih kecil paru-
parunya belum matur (Marmi, 2012).
Rangsangan untuk gerakan pernapasan pertama kali pada neonatus
disebabkan karena : saat kepala melewati jalan lahir, ia akan mengalami
penekanan pada toraksnya dan tekanan ini akan hilang dengan tiba-tiba setelah
bayi lahir. Proses mekanis ini menyebabkan cairan yang ada dalam paru-paru
hilang karena terdorong pada bagian perifer paru untuk kemudian diabsorpsi,
karena terstimulus oleh sensor kimia, suhu, serta mekanis akhirnya bayi
memulai aktifitas bernapas untuk pertama kali (Marmi, 2012).
Fungsi alveolus dapat maksimal jika dalam paru-paru bayi terdapat
surfaktan yang adekuat. Surfaktan membantu menstabilkan dinding alveolus
sehingga alveolus tidak kolaps saat akhir napas. Surfaktan ini mengurangi
tekanan paru dan membantu untuk menstabilkan dinding alveolus sehingga tidak
kolaps pada akhir pernapasan (Asrinah, dkk, 2010).
3) Jantung dan sirkulasi darah
Setelah lahir, darah bayi baru lahir harus melewati paru untuk mengambil
oksigen dan mengadakan sirkulasi melalui tubuh guna mengantarkan oksigen ke
jaringan. Untuk membuat sirkulasi yang baik guna mendukung kehidupan diluar
rahim, harus terjadi dua perubahan besar (Asrinah,dkk, 2010) :
a) Penutupan foramen ovale pada atrium jantung
76

b) Penutupan duktus arteriosus antara arteri dan paru-paru serta aorta


Oksigen menyebabkan system pembuluh darah mengubah tekanan dengan
cara mengurangi atau meningkatkan resistensinya, sehingga mengubah aliran
darah. Dua peristiwa yang mengubah tekanan dalam sistem pembuluh darah :
a) Pada saat tali pusat dipotong, resestensi pembuluh sistemik meningkat dan
tekanan atrium kanan menurun. Tekanan atrium kanan menurun karena
berkurangnya aliran darah ke atrium kanan tersebut. Ini menyebabkan
penurunan volume dan tekanan atrium kanan. Kedua kejadian ini membantu
darah, dengan sedikit kandungan oksigen mengalir ke paru-paru dan
menjalani proses oksigenasi ulang (Asrinah, dkk, 2010).
b) Pernapasan pertama menurunkan resistensi pembuluh darah paru-paru dan
meningkatkan tekanan atrium kanan. Oksigen pada saat pernapasan pertama
ini menimbulkan relaksasi dan terbukanya sistem pembuluh darah paru-paru.
Peningkatan sirkulasi ke paru-paru mengakibatkan peningkatan volume darah
dan tekanan pada atrium kanan. Dengan peningkatan volume darah dan
tekanan pada atrium kiri, foramen ovale secara fungsional akan menutup
(Asrrinah, dkk, 2010).

3) Saluran Pencernaan
Bila dibandingkan dengan dengan ukuran tubuh, saluran pencernaan
pada neonatus relatif lebih berat dan panjang dibandingkan orang dewasa. Pada
neonatus, traktus digestivus mengandung zat-zat yang berwarna hitam kehijauan
yang terdiri dari mukopolosakarida dan disebut mekonium. Pada masa neonatus
saluran pencernaan mengeluarkan tinja pertama biasanya dalam 24 jam pertama
berupa mekonium. Dengan adanya pemberian susu, mekonium mulai digantikan
dengan tinja yang berwarna coklat kehijauan pada hari ketiga sampai keempat
(Marmi, 2012).
Frekuensi pengeluaran tinja pada neonatus sangat erat hubungannya
dengan frekuensi pemberian makan atau minum. Enzim dalam saluran
pencernaan bayi sudah terdapat pada neonatus kecuali amylase, pancreas,
aktifitas lipase telah ditemukan pada janin tujuh sampai 8 bulan kehamilannya.
77

Pada saat lahir, aktifitas mulut sudah berfungsi yaitu menghisap dan
menelan, saat menghisap lidah berposisi dengan pallatum sehingga bayi hanya
bisa bernapas melalui hidung, rasa kecap dan penciuman sudah ada sejak lahir,
saliva tidak mengandung enzim tepung dalam tiga bulan pertama dan lahir
volume lambung 25-50 ml (Marmi,2012).
Adapun adaptasi pada saluran pencernaan adalah (Marmi, 2012):
a) Pada hari ke 10 kapasitas lambung menjadi 100 cc
b) Enzim tersedia untuk mengkatalisis protein dan karbohidrat sederhana yaitu
monosakarida dan disakarida
c) Difesiensi lifase pada pancreas menyebabkan terbatasnya absorpsi lemak
sehingga kemampuan bayi untuk mencerna lemak belum matang, maka susu
formula sebaiknya tidak diberikan pada bayi baru lahir.
d) Kelenjar ludah berfungsi saat lahir tetapi kebanyakan tidak mengeluarkan
ludah sampai usia bayi ±2-3 bulan.
4) Sistem metabolisme
Pada jam-jam pertama energi didapatkan dari pembakaran karbohidrat
dan pada hari kedua energi berasal dari pembakaran lemak. Setelah
mendapatkan susu kurang lebih pada hari keenam, pemenuhan kebutuhan energi
bayi 60% didapatkan dari lemak dan 40% dari karbohidrat (Marmi, 2012).
Energi tambahan yang diperlukan neonatus pada jam-jam pertama
sesudah lahir, diambil dari hasil metabolisme asam lemak sehingga kadar gula
darah mencapai 120 mg/100ml (Marmi, 2012).
Seorang bayi yang mengalami hipotermia pada saat lahir akan
mengalami hipoksia, maka ia akan menggunakan persediaan glukogen dalam
dua jam pertama kelahiran. Inilah mengapa sangat penting menjaga kehangatan
bayi baru lahir. Perhatikan bahwa keseimbangan glukosa tidak sepenuhnya
tercapai hingga 3-4 jam pertama pada bayi cukup bulan yang sehat. Jika semua
persediaan digunakan pada jam pertama maka otak bayi dalam keadaan berisiko
(Marmi, 2012).
5) Produksi panas (Suhu Tubuh)
78

Bayi baru lahir mempunyai kecendrungan untuk mengalami stress fisik


akibat perubahan suhu di luar uterus. Fluktuasi (naik turunnya) suhu dalam
uterus minimal, rentang maksimal hanya 0,6 0C sangat berbeda dengan kondisi
diluar uterus. Tiga faktor yang berperan dalam kehilangan panas tubuh bayi :
luasnya permukaan tubuh bayi, pusat pengaturan suhu tubuh bayi yang belum
berfungsi secara sempurna, dan tubuh bayi yang terlalu kecil untuk
memproduksi dan menyimpan panas (Marmi, 2012).
Adapun mekanisme kehilangan panas pada bayi (Asrinah, dkk, 2010) :
a) Konduksi
Panas dihantarkan dari tubuh bayi ke tubuh benda sekitarnya yang kontak
langsung dengan tubuh bayi. (pemindahan panas dari tubuh bayi ke obyek
lain melalui kontak langsung)
b) Konveksi
Panas hilang dari bayi ke udara sekitarnya yang sedang bergerak (jumlah
panas yang hilang tergantung pada kecepatan dan suhu udara).
c) Radiasi
Panas dipancarkan dari bayi baru lahir, keluar tubuhnya ke lingkungan yang
lebih dingin (pemindahan panas antar dua objek yang mempunyai suhu
berbeda).
d) Evaporasi
Panas hilang melalui proses penguapan tergantung kepada kecepatan dan
kelembaban udara (perpindahan panas dengan cara mengubah cairan menjadi
uap).
6) Keseimbangan cairan dan fungsi ginjal
Ginjal bayi baru lahir menunjukkan penurunan aliran darah ginjal dan
penurunan kecepatan filtrasi glomerulus, kondisi ini mudah menyebabkan
retensi cairan dan intoksiksi air. Fungsi tubules tidak matur sehingaa dapat
menyebabkan kehilangan natrium dalam jumlah besar dan ketidakseimbangan
elektrolit lain. Bayi baru lahir tidak dapat mengonsentrasikan elektrolit lain. Bayi
baru lahir tidak dapat mengonsentrasikan urin dengan baik tercemin dari berat
79

jenis urin (1,004) dan osmolalitas urin yang rendah. Semua keterbatasan ginjal
ini lebih buruk pada bayi kurang bulan (Marmi, 2012).
Bayi baru lahir mengekskresikan sedikit urin pada 48 jam pertama
kehidupan, yaitu hanya 30-60 ml. Normalnya dalam urine tidak terdapat protein
atau darah, debris sel yang dapat banyak mengindikasikan adanya cedera atau
iritasi dalam sistem ginjal. Adanya massa abdomen yang ditemukan pada
pemeriksaan fisik adalah ginjal dan mencerminkan adanya tumor, pembesaran,
atau penyimpangan dalam ginjal (Marmi, 2012).

7) Susunan syaraf
Sistem neurologis bayi secara anatomi atau fisiologis belum berkembang
sempurna. Bayi baru lahir menunjukkan gerakan-gerakan tidak terkoordinasi,
pengaturan suhu yang labil, kontrol otot yang buruk, mudah terkejut, dan tremor
pada ektremitas. Perkembangan neonatus terjadi cepat; sewaktu bayi tumbuh,
perilaku yang lebih kompleks (misalnya, kontrol kepala, tersenyu, meraih
dengan tujuan) akan berkembang (Marmi, 2012).
8) Imunologi
Sistem imunitas bayi baru lahir masih belum matang, menyebabkan
BBL rentan terhadap berbagai infeksi dan alergi. Sistem imunitas yang matang
akan memberikan kekebalan alami maupun yang didapat. Kekebalan alami
terdiri dari struktur pertahanan tubuh yang berfungsi mencegah atau
meminimalkan infeksi (Marmi, 2012).
Berikut beberapa contoh kekebalan alami :
a) Perlindungan dari membran mukosa.
b) Fungsi saring saluran pernafasan.
c) Pembentukan koloni mikroba di kulit dan usus.
d) Perlindungan kimia oleh lingkungan asam lambung.
Kekebalan alami disediakan pada sel darah yang membantu BBL
membunuh mikroorganisme asing, tetapi sel darah ini belum matang artinya
BBL belum mampu melokalisasi infeksi secara efisien. Bayi yang baru lahir
80

dengan kekebalan pasif mengandung banyak virus dalam tubuh ibunya. Reaksi
antibodi terhadap, antigen asing masih belum bisa dilakukan di sampai awal
kehidupan. Tugas utama selama masa bayi dan balita adalah pembentukan
sistem kekebalan tubuh, BBL sangat rentan terhadap infeksi. Reaksi BBL
terhadap infeksi masih lemah dan tidak memadai, pencegahan terhadap mikroba
(seperti pada praktek persalinan yang aman dan menyusui ASI dini terutama
kolostrum) dan deteksi dini infeksi menjadi penting (Marmi, 2012).

e. Penatalaksanaan awal bayi segera setelah lahir


Menurut APN (2008), asuhan segera untuk BBL meliputi ; pencegahan
infeksi, penilaian segera setelah lahir, pencegahan kehilangan panas, memotong dan
merawat tali pusat, inisisasi menyusu dini, manajemen laktasi, pencegahan infeksi
mata, pemberian vitamin K1, pemberian imunisasi dan pemeriksaan BBL.
1) Pencegahan infeksi
Pencegahan infeksi merupakan penatalaksanaan awal yang harus
dialkukan pada bayi baru lahir karena BBL sangat rentan terhadap infeksi.
Pencegahan infeksi adalah sebagai berikut (Marmi, 2012) :
a) Mencuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan bayi
b) Menggunakan sarung tangan bersih sebelum menangani bayi yang belum
dimandikan
c) Memastikan semua peralatan, termasuk klem guntingdan benang tali pusat
telah di disinfeksi tingkat tinggi atau steril.
d) Memastikan bahwa semua pakaian,handuk,selimut serta kain yang
digunakan untuk bayi dalam keadaan bersih
e) Memastikan bahwa timbangan dan pita pengukur, thermometer, stetoskop
dan benda-benda lainnya akan bersentuhan dengan bayi dalam keadaan
bersih
f) Menganjurkan ibu menjaga kebersihan diri, terutaa payudara dan mandi
setiap hari
g) Membersihkan muka, pantat dan tali pusat bayi baru lahir dengan air bersih,
hangat dan sabun setiap hari
81

h) Menjaga bayi dari orang-orang yang menderita infeksi dan memastikan


orang yang memegang bayi sudah cuci tangan sebelumnya
2) Penilaian segera setelah lahir
Setelah lahir, letakkan bayi diatas kain bersih dan kering di atas perut ibu.
Segera lakukan penilaian awal untuk menjawab pertanyaan berikut :
a) Apakah bayi cukup bulan?
b) Apakah air ketuban jernih?
c) Apakah bayi menangis kuat dan atau bernafas spontan tanpa kesulitan?
d) Apakah kulit bayi berwarna kemerahan?
e) Apakah tonus dan kekuatan otot cukup, apakah bayi bergerak dengan aktif?
Jika bayi tidak cukup bulan, dan atau air ketuban keruh bercampur
mekonium, dan atau tidak menangis, atau jika bayi tidak bernapas atau bernapas
megap-megap, dan atau lemah maka segera lakukan tindakan resusitasi bayi baru
lahir.
3) Upaya untuk mencegah kehilangan panas bayi
Kehilangan panas bayi dapat dihindarkan melalui (Marmi, 2012):
a) Keringkan bayi secara seksama
b) Selimuti bayi dengan kain atau selimut yang bersih, kering dan hangat
c) Tutup kepala bayi setiap saat dengan topi atau kain yang bersih. Bagian
kepala memiliki luas permukaan yang relative luas an bayi akan cepat
kehilangan panas jika bagian tubuh tersebut tidak ditutup.
d) Anjurkan ibu agar memeluk bayinya untuk dapat menyusui dini
e) Jangan segera menimbang atau memandikan BBL karena BBL cepat mudah
kehilngan panas dari tubuhnya terutama jika tidak berpakaian, sebelum
melakukan penimbangn terlebih dahulu selimuti bayi dengan kain atau
selimut yang bersih dan kering.
f) Bayi sebaiknya dimandikan sedikitnya 6 jam setelah lahir
g) Tempatkan bayi dilingkungan yang hangat
h) Rangsangan taktil
4) Membebaskan jalan nafas
82

Apabila BBL lahir tidak langsung menangis, penolong segera bersihkan


jalan nafas dengan cara sebagai berikut (Marmi, 2012):
a) Letakkan bayi terlentang ditempat yang datar dan keras serta hangat
b) Gulung sepotong kain dan letakkan dibawah bahu sehingga leher bayi lebih
lurus
c) Bersihkan mulut, rongga hidung, dan tenggorokan bayi dengan tangan yang
dibungkus kassa steril
d) Tepuk kedua telapak kai bayi sebanyak 2-3x atau gosok kulit bayi dengan
kain kering dan kasar
e) Alat penghisap lendir mulut dee lee atau alat penghisap lainnya yang steril,
tabung oksigen yang selangnya sudah ditempat
f) Segera lakukan usaha menhisap dari mulut dan hidung
g) Memantau dan mencatat usaha napas yang pertama (APGAR SCORE)
h) Perhatikan warna kulit, adanya cairan atau mekonium dalam hidung atau
mulut
5) Merawat tali pusat
Cara perawatan tali pusat adalah sebagai berikut (JNPK-KR/POGI, APN 2008)
:
a) Hindari pembungkusan tali pusat
b) Jangan oleskan zat apapun atau salep apapun ke tali pusat
c) Member nasehat kepada ibu dan keluarga sebelum meninggalkan bayi :
d) Lipat popok dibawah tali pusat
e) Jika putung tali pusat kotor cuci secara hati-hati dengan air matang
f) Jelaskan pada ibu bahwa ia harus mencari bantuan perawatan jika pusar
merah atau mengeluarkan nanah atau darah
g) Jika pusar menjadi merah atau mengeluarkan nanah atau darah, segera rujuk
bayi kefasilitas kesehatan yang memadai

6) Inisiasi menyusu dini


83

Langkah inisiasi menyusu dini (Marmi, 2012):


a) Program ini dilakukan dengan cara langsung meletakkan bayi yang baru lahir
didada ibunya dengan membiarkan bayi tetap merayap untuk menemukan
putting ibu. IMD harus dilakukan langsung saat lahir, tanpa boleh ditunda
dengan kegiatan menimbang atau mengukur bayi.
b) Tahapannya adalah setelah bayi diletakkan dia akan menyesuaikan diri
dengan lingkungan barunya, maka kemungkinan saat itu bayi belum bereaksi.
Kemudian berdasarkan bau yang ada ditangannya ini membantu dia
menemukan putting susu ibu. Bayi akan menjilati kulit ibunya yang
mempunyai bakteri baik sehingga kekebalan tubuh dapat bertambah.
c) Menunda semua prosedur lainnya yang harus dilakukan kepada BBL setelah
IMD selesai dilakukan. Prosedur tersebut misalnya menimbang, pemberian
vitamin K, imunisasi dan lain-lain.
7) Memberikan vitamin K
Bayi baru lahir membutuhkan vitamin K karena bayi baru lahir sangat
rentan mengalami defisiensi vitamin K. ketika bayi baru lahir, proses pembekuan
darah (koagulan) menurun dengan cepat dan mencapai titik terendah pada usia
48-72 jam. Salah satu penyebabnya adalah karena dalam uterus plasenta tidak
siap menghantarkan lemak dengan bai. Selain itu saluran cerna bayi baru lahir
masih steril, sehingga tidak dapat menghasilkan vitamin K yang berasal dari
flora di usus. Asupan vitamin K dalam susu atau ASI pun biasanya rendah. Itu
sebabnya bayi baru lahir perlu doberi vitamin K injeksi 1 mg intramuskulaer.
Manfaatnya adalah untuk mencegah pendarahan bayi baru lahir akibat defisiensi
vitamin K yang dapat dialami oleh sebagian bayi baru lahir (Marmi, 2012).

8) Memberikan obat tetes atau salep mata


Untuk pencegahan penyakit mata karena klamida perlu diberikan obat
mata pada jam pertama persalinan yaitu pemberian obat mata eritromisin 0,5%
atau tetrasiklin 1% sedangkan salep mata biasanya diberikan 5 jam setelah bayi
84

baru lahir. Perawatan mata harus segera dilaksanakan, tindakan ini dapat
dikerjakan setelah bayi selesai dengan perawatan tali pusat (Marmi,2012)
9) Pemberian imunisasi BBL
Setelah pemberian injeksi vitamin K bayi juga diberikan imunisasi
hepatitis B yang bermanfaat untuk mencegah infeksi hepatitis B terhadap bayi
terutama jalur penularan ibu. Imunisasi hepatitis B diberikan 1 jam setelah
pemberian vitamin K (Marmi, 2012).
f. Asuhan bayi baru lahir 1-24 jam pertama kelahiran
Sebelum penolong meninggalkan ibu, harus melakukan pemeriksaan dan
penilaian ada tidaknya masalah kesehatan terutama pada; Bayi kecil masa
kehamilan, gangguan pernafasan, hipotermi, infeksi, dan cacat bawaan atau trauma
lahir. Jika hasil pemeriksaan tidak ada masalah, tindakan yang harus dilakukan
adalah :
1) Lanjutkan pengamatan pernapasan, warna dan aktivitasnya
2) Pertahankan suhu tubuh bayi
3) Lakukan pemeriksaan fisik
4) Pemberian vitamin K1
5) Identifikasi BBL
6) Ajarkan kepada orang tua cara merawat bayi : pemberian nutrisi,
mempertahankan kehangatan tubuh bayi, mencegah infeksi, ajarkan tanda-tanda
bahaya pada orang tua
7) Berikan imunisasi BCG, Polio, Hepatitis B
g. Deteksi dini untuk komplikasi bayi baru lahir dan neonatus
Dibawah ini merupakan deteksi dini komplikasi BBL (Syarifudin, 2010) :
1) Tidak mau minum atau menyusu atau memuntahkan semua
2) Riwayat kejang
3) Bergerak hanya jika dirangsang(letargis)
4) Frekuensi nafas <30 kali per menit atau >60 kali per menit
5) Suhu tubuh <36,5ºC atau >37ºC
6) Tarikan dinding dada ke dalam yang sangat kuat
7) Merintih
85

8) Ada pustul pada kulit


9) Nanah banyak di mata dan mata cekung
10) Pusar kemerahan meluas ke dinding perut
11) Turgor kulit kembali <1 detik
12) Timbul kuning atau tinja berwarna pucat
13) Berat badan menurut umur rendah dan atau masalah dalam pemberian ASI
14) Berat bayi lahir rendah <2500 gram atau >4000 gram
15) Kelainan kongenital seperti ada celah di bibir atau langit-langit.
h. Kunjungan neonatus
1) Kunjungan neonatal hari ke 1(KN 1)
a) Untuk bayi yang lahir di fasilitas kesehatan pelayanaan dapat dilakukan
sebelum bayi pulang dari fasilitas kesehatan (>24 jam )
b) Untuk bayi yang lahir di rumah,bila bidan meninggalkan bayi sebelum 24
jam maka pelayanan dilaksanankan pada 6-24 jam setelah lahir
Hal –hal yang dilaksanakan adalah :
(1) Jaga kehangatan bayi
(2) Berikan ASI Ekslusif
(3) Cegah infeksi
(4) Rawat tali pusat
2) Kunjungan neonatal 2 (3-7 hari)
a) Jaga kehangatan bayi
b) Berikan ASI Ekslusif
c) Cegah infeksi
d) Rawat tali pusat
3) Kunjungan neonatal 3 (8-28 hari)
a) Periksa ada/tidaknya tanda bahaya dan atau gejala sakit
b) Jaga kehangatan bayi
c) Berikan ASI Ekslusif
d) Cegah infeksi
e) Rawat tali pusat
5. Asuhan pada ibu nifas
86

a. Pengertian masa nifas


Nifas merupakan sebuah fase setelah ibu melahirkan dengan rentang waktu
kira-kira selama 6 minggu. Masa nifas dimulai setelah plasenta lahir sampai alat-alat
kandungan kembali normal seperti sebelum hamil. Selama masa pemulihan tersebut
berlangsung, ibu akan mengalami banyak perubahan, baik secara fisik maupun
psikologis. Perubahan tersebut sebenarnya sebagian besar bersifat fisiologis, namun
jika tidak dilakukan pendampingan melalui asuhan kebidanan, tidak menutup
kemungkinan akan terjadi keadaan patologis (Ambarwati, 2010).
Masa nifas (puerperium) adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan
selesai sampai alat-alat kandungan kembali seperti pra hamil. lama masa nifas ini 6-
8 minggu (Ambarwati dan Wulandari, 2010).
b. Tahapan masa nifas
Masa nifas dibagi menjadi 3 tahap:
1) Puerperium dini
Puerperium dini merupakan masa kepulihan. Pada saat ini ibu sudah
diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan (Ambarwati, 2010).
2) Puerperium Intermedial
Puerperium intermedial merupakan masa kepulihan ala-alat genetalia secara
menyuluruh yang lamanya sekitar 6-8 minggu (Ambarwati, 2010).
3) Remote puerpartum
Remote puerpartum merupakan masa yang diperlukan untuk pulih dan sehat
sempurna, terutama bila selama hamil atau waktu persalinan mempunyai
komplikasi. Waktu untuk sehat sempurna dapat berlangsung selama berminggu-
minggu, bulanan, bahkan tahunan (Ambarwati, 2010).
c. Perubahan fisiologis pada ibu masa nifas
1) Tanda-tanda Vital
a) Suhu
Selama 24 jam pertama suhu mungkin meningkat menjadi 38oC,
sebagai akibat meningkatnya kerja otot/penegangan otot panggul, dehidrasi
dan perubahan hormonal, jika terjadi peningkatan suhu 38 derajat celcius
yang menetap 2 hari setelah 24 jam melahirkan maka perlu di perkirakan
87

adanya infeksi, seperti sepsis puerperalis (infeksi selama pasca partum),


infeksi saluran urinaria, endometritis (peradangan endometrium), mastitis
(pembengkakan payudara), infeksi saluran kencing atau infeksi lainnya
(Anggraini, 2010).
b) Nadi
Periode waktu 6-7 jam sesudah melahirkan, sering adanya bradikardi
(normal kurang dari 80-100x/menit) karena pengosongan rongga panggul dan
kelelahan serta pengeluaran darah saat melahirkan. dengan kata lain nadi
biasanya meningkat 24 jam pertama. Nadi akan kembali normal dalam waktu
kurang lebih 2 bulan. bila terdapat takikardi (denyut nadi > 100x/menit
sedangkan badan tidak panas, mungkin ada perdarahan lebih. Denyut nadi
antara 50-70 kali/menit (Anggraini, 2010).
c) Pernafasan
Pernafasan ibu pasca partum akan mendekati ukuran normal seperti
sebelum melahirkan (Anggraini, 2010).
d) Tekanan darah
Tekanan darah adalah tekanan yang dialami darah pada pembuluh
arteri ketika darah dipompa oleh jantung keseluruh anggota tubuh manusia.
Tekanan darah normal manusia adalah sistolik antara 90-120 mmhg dan
diastolic 60-80 mmhg. Pasca melahirkan pada kasus normal, tekanan darah
biasanya tidak berubah. Perubahan tekanan darah menjadi lebih rendah pasca
melahirkan dapt diakibatkan oleh perdarahan. Sedangkan tekanan darah
tinggi pada post partum merupakan tanda terjadinya pre eklamsia post partum
(Damai Yanti dan Dian Sundawati, 2011).
2) Perubahan system reproduksi
a) Involusi uterus
Involusi uterus merupakan suatu proses uterus kembali ke kondisi
seperti sebelum hamil dengan berat sekitar 60 gram.. proses ini dimulai segera
setelah plasenta lahir akibat kontraksi otot-otot polos (Ambarwati dan Diah
Wulandari, 2010).
88

Proses involusi uterus menurut Damai Yanti dan Dian Sundawati


(2010) adalah sebagai berikut :
(1) Iskemia miometrium. Hal ini disebabkan oleh kontraksi dan retraksi yang
terus menerus dari uterus setelah pengeluaran plasenta sehingga membuat
uterus menjadi relative anemi dan menyebabkan serat otot atrofi
(2) Atrofi jaringan. Atrofi jaringan terjadi akibat reaksi pengehntian hormone
estrogen dan pelepasan plasenta
(3) Autolysis. Merupakan proses penghancuran diri sendiri yang terjadi dalam
otot uterus. Enzim proteolitik dan memendekkan jaringan otot yang
mengendur hingga panjangnya 10 kali lipat panjang sebelum hamil. Hal
ini disebabkan karena penurunan hormone estrogen dan progesterone.
(4) Efek oksitosin. Oksitosin menyebabkan terjadinya kontraksi dan retraksi
otot uterus sehingga akan menekan pembuluh darah yang mengakibatkan
berkurangnya suplai darah ke uterus. Proses ini membantu untuk
mengurangi situs atau tempat implantasi plasenta serta mengurangi
perdarahan.
Ukuran uterus pada masa nifas akan mengecil seperti sebelum hamil.
perubahan normal uterus pasca partum adalah :
Involusi Uteri Tinggi Fundus Berat uterus Diameter uterus
Uteri (gram) (cm)
Plasenta Lahir Sepusat 1000 12,5
7 hari Pertengahan 500 7,5
(1 minggu) simpisis pusat
14 hari Tidak teraba 350 5
(2 minggu)
6 minggu Normal 60 2,5
Tabel 8. Perubahan normal uterus
b) Perubahan pada serviks
Segera setelah melahirkan, serviks menjadi lembek, kendor, terkulai
dan berbentuk seperti corong yang disebabkan korpus uterus berkontraksi
sehingga perbatasan antara korpus dan serviks uteri berbentuk cincin. Warna
serviks berubah merah kehitaman karena penuh pembuluh darah. Segera stelah
89

bayi dilahirkan tangan pemeriksa masih dapat dimasukkan 2-3 jari. Setelah 1
minggu 1 jari saja yang dapat masuk (Damai Yanti dan Dian Sundawati, 2011).
c) Lochia
Akibat involusi uteri, lapisan desidua yang mengelilingi situs plasenta
akan menjadi nekrotik. Desidua yang mati akan keluar bersama dengan sisa
cairan. Percampuran antara darah dan desidua ini yang disebut lochia.
Pengeluaran lochia dapat menjadi lochia rubra, sanguilenta, serosa dan alba.
Perbedaan lochia dapat dilihat pada tabel sebagai berikut (Damai Yanti dan
Dian Sundawati, 2011).:
Lochia waktu Warna Ciri-ciri
Rubra 1-3 hari Merah Terdiri dari sel desidua, verniks caseosa,
kehitaman rambut lanugo, sisa mekonium dan sisa
darah
Sanguilenta 3-7 hari Putih Sisa darah bercampur lendir
bercampur
merah
Serosa 7-14 hari Kekuningan/ Lebih sedikit darah, dan lebih banyak
kecoklatan serum, juga terdiri dari leukosit dan
robekan laserasi plasenta
Alba >14 hari Putih Mengandung leukosit, selaput lendir
serviks dan serabut jaringan yang mati
Tabel 9. Perbedaan lokhia
Umumnya jumlah lochia pada wanita saat berbaring akan lebih sedikit
jika dibandingkan berdiri. Hal ini terjadi karena saat berbaring lochia bersatu
di vagina bagian atas dan mengalir keluar saat berdiri. Total rata-rata
pengeluaran lochea adalah 240-270 ml (Damai Yanti dan Dian Sundawati,
2011).
d) Vulva,vagina dan perineum
Selama proses persalinan vulva, vagina dan perineum mengalami
penekanan dan peregangan, setelah beberapa hari persalinan kedua organ ini
akan kembali dalam keadaan kendor. Rugae timbul kembali pada minggu
ketiga. Ukuran vagina akan selalu lebih besar dibandingkan keadaan saat
sebelum persalinan pertama. (Damai yanti dan Dian Sundawati, 2011)
Perubahan pada perineum terjadi pada saat perineum mengalami
robekan. Robekan secara spontan ataupun mengalami episiotomy dengan
90

indikasi tertendu. Meski demikian, latihan otot perineum dapat mengembalikan


tonus tersebut dan dapat mengencangkan vagina hingga tingkat tertentu
(Damai yanti dan Dian Sundawati, 2011).
3) Penyesuaian sistem kardiovaskular
Kehilangan darah pada persalinan pervaginam sekitar 300-400 cc,
sedangkan kehilangan darah dengan persalinan seksio sesar menjadi dua kali lipat.
Perubahan yang terjadi terdiri dari volume darah dan heokonsentrasi. Pada
persalinan pervaginam, hemokonsentrasi cenderung naik dan pada persalinan
seksio sesaria, hemokonsentrasi cenderung stabil dan kembali normal setelah 4-6
minggu (Damai yanti dan Dian Sundawati, 2011).
4) Penyesuaian sistem endokrin
Selama proses kehamilan dan persalinan terdapat perubahan pada system
endokrin. Hormone-hormon yang berperan tersebut antara lain :

a) Hormon plasenta
Pengeluaran plasenta menyebabkan penurunan hormon yang
diproduksi oleh plasenta. Hormon plasenta menurun dengan cepat pasca
persalinan. Penurunan hormon ini menyebabkan kadar gula darah menurun
pada masa nifas. HCG menurun dengan cepat dan menetap sampai 10%
dalam 3 jam hingga hari ke 7 post portum dan sebagai onset pemenuhan
mamae pada hari ke 3 post partum (Damai yanti dan Dian Sundawati, 2011).
b) Hormon pituitary
Hormone pituitary antara lain: hormone prolaktin, FSH dan LH.
Hormon prolaktin darah meningkat dengan cepat, pada wanita tidak
menyusui akan menurun dalam waktu 2 minggu. Hormon prolaktin berperan
dalam pembesaran payudara untuk merangsang produksi susu (Damai yanti
dan Dian Sundawati, 2011).
c) Hormon oksitosin
Hormon oksitosin disekresikan dari kelenjar otak bagian belakang,
bekerja terhadap otot uterus dan jaringan payudara. Selama tahap ketiga
91

persalinan, hormon oksitosin berperan dalam pelepasan plasenta dan


mempertahankan kontraksi sehingga mencegah perdarahan. Isapan bayi
dapat merangsang produksi ASI dan sekresi oksitosin sehingga dapat
membantu proses involusi uteri (Damai yanti dan Dian Sundawati, 2011)
d) Hormon estrogen dan progesteron
Hormon estrogen yang tinggi memperbesar hormon anti diuretic yang
dapat meningkatkan volume darah. Sedangkan hormon progesterone
mempengaruhi otot halus yang mengurangi perangsangan dan peningkatan
pembuluh darah. Hal ini mempengaruhi saluran kemih, ginjal, usus, dinding
vena, dasar panggul, perineum, dan vulva serta vagina (Damai yanti dan Dian
Sundawati, 2011).

5) Penyesuaian gastrointestinal
Biasanya ibu mengalami obstipasi setelah melahirkan. Hal ini disebabkan
karena pada waktu melahirkan alat pencernaan mendapat tekanan yang
menyebabkan kolon menjadi kosong, pengeluaran yang berlebihan pada waktu
persalinan (dehidrasi), kurang makan, haemoroid, laserelasi jalan lahir. Supaya
buang air besar kembali teratur, dapat diberikan diit atau makanan yang tinggi
serat dan pemberian cairan yang cukup. Bila usaha ini tidak berhasil dalam waktu
2 atau 3 hari dapat ditolong dengan pemberian huknah atau gliserin spuit atau
diberikan obat laksan yang lain (Ambarwati dan Wulandari, 2010).
6) Penyesuaian musculoskeletal
Otot-otot abdomen secara bertahap melebar atau melonggar selama
kehamilan, menyebabkan pengurangan tonus otot yang akan jelas terlihat pada
periode pasca partum, abdomen sering menjadi sangat lunak dan lemah Selama
kehamilan,muskulus rektus abdominalis memisah, secara bertahap akan kembali
pada akhir periode pasca partum. Senam nifas di anjurkan untuk memulihkan
keadaan ini (Anggraini, 2010).
7) Penyesuaian sistem urinaria
Hendaknya buang air kecil dapat dilakukan sendiri secepatnya. Kadang-
kadang puerperium mengalami buang air kecil, karena sfingter uretra ditekan oleh
92

kepala janin dan spasme oleh iritasi muskulus spingter ani selama persalinan juga
oleh karena adanya edema kandung kemih yang terjadi selama persalinan.
Kandung kemih dalam puerperium sangat kurang sensitif dan kapasitasnya
bertambah, sehingga kandung kemih penuh atau sesudah buang air kecil masih
tertinggal urine residual (normal 15 cc).
d. Perubahan psikologis masa nifas
Secara psikologis, setelah melahirkan seorang ibu akan merasakan gejala-
gejala psikiatrik, demikian juga masa menyusui. Meskipun demikian adapula ibu
yang tidak mengalami ini. Wanita banyak mengalami perubahan emosi selama masa
nifas sementara ia menyesuaikan diri menjadi seorang ibu. Adapun tahapan adaptasi
psikologis ibu nifas menurut Ambarwati dan Dian Wulandari (2010) sebagai berikut
:
1) Fase taking in
Fase ini merupakan periode ketergantungan dari hari pertama sampai hari
kedua setelah melahirkan. Pada saat itu fokus perhatiannya pada diri sendiri.
Pengalaman selama proses persalinan sering berulang diceritakannya. Kelelahan
membuat ibu cukup istrahat untuk mencegah gejala kurang tidur, seperti mudah
tersinggung. Hal ini membuat ibu cenderung menjadi pasif dengan
lingkungannya. Oleh karena itu perlu di pahami dan menjaga komunikasi
dengan baik.
2) Fase taking hold
Fase ini berlangsung 3-10 hari setelah melahirkan. Pada fase taking hold
ibu merasa khawatir akan ketidakmampuannya dalam merawat bayi. Karena itu
ibu membutuhkan dukungan karena saat ini merupakan kesempatan yang baik
untuk menerima berbagai penyuluhan dalam merawat diri dan bayinya sehingga
tumbuh rasa percaya diri.
3) Fase letting go
Fase ini merupakan fase menerima tanggung jawab akan peran barunya
dan berlangsung 10 hari setelah melahirkan. Ibu sudah mulai menyesuaikan diri
dengan bayinya. Keinginan untuk merawat diri akan meningkat pada fase ini.
e. Kebutuhan dasar masa nifas
93

1) Nutrisi dan cairan


Kebutuhan nutrisi pada masa menyusui 25 persen yaitu untuk produksi
ASI dan memenuhi kebutuhan cairan yang meningkat tiga kali dari biasanya.
Penambahan kalori pada ibu menyusui sebanyak 500 kkal tiap hari. Makanan yang
dikonsumsi ibu berguna untuk melakukan aktifitas, metabolism, cadangan dalam
tubuh,proses produksi ASI serta sebagai ASI itu sendiri yang akan dikonsumsi
bayi untuk pertumbuhan dan perkembangannya (Saleha, 2011).
2) Ambulasi
Masa nifas, perempuan sebaiknya melakukan ambulasi dini. Yang
dimaksud ambulasi dini adalah beberapa jam setelah melahirkan, segera bangun
dari tempat tidur dan bergerak, agar lebih kuat dan lebih baik. Gangguan berkemih
dan buang air besar juga dapat teratasi. Mobilisasi sangat bervariasi, tergantung
pada komplikasi persalinan, nifas, atau sembuhnya luka jika ada jahitan, jika tidak
ada kelainan, lakukan mobilisasi sedini mungkin, yaitu dua jam setelah persalinan
normal. Ini berguna untuk memperlancar sirkulasi darah dan mengeluarkan cairan
vagina (Saleha, 2011).
3) Eliminasi
Rasa nyeri kadang kala menyebabkan ibu memiliki keengganan untuk
berkemih, tetapi usahakanlah untuk berkemih secara teratur, karena kandung
kemih yang penuh dapat menyebabkan gangguan kontraksi rahim, yang dapat
menyebabkan timbulnya perdarahan dari rahim. Seperti halnya dengan berkemih,
perempuan pasca melahirkan sering tidak merasakan sensasi ingin buang air
besar, yang dapat disebabkan pengosongan usus besar (klisma) sebelum
melahirkan atau ketakutan menimbulkan robekan pada jahitan dikemaluan.
Sebenarnya kotoran yang dalam beberapa hari tidak dikeluarkan akan mengeras
dan dapat menyulitkan dikemudian hari (Saleha, 2011). Berikut adalah beberapa
eliminasi menurut Saleha (2011) :
a) Miksi
Pengeluran air seni atau urin akan meningkat pada 24 sampai 48 jam
pertama sampai sekitar hari ke lima setelah melahirkan.Ini terjadi karena
volume darah ekstra yang dibutuhkan waktu hamil tidak diperlukan lagi
94

setelah persalinan. Hendaknya kencing dapat dilakukan sendiri secepatnya,


kadang-kadang wanita mengalami sulit kencing (Saleha, 2011).

b) Defekasi
Sulit buang air besar (konstipasi) dapat terjadi karena ketakutan akan
rasa sakit, takut jahitan terbuka,atau karena adanya haemoroid, buang air
besar harus dilakukan 3 sampai 4 hari pasca persalinan.Bila masih sulit buang
air besar dan terjadi obstipasi apalagi berak keras dapat diberikan obat laksans
per oral dan per rektal (Saleha, 2011).
4) Menjaga kebersihan diri
Kebersihan diri secara keseluruhan untuk menghindari infeksi baik pada
luka jahitan maupun kulit (Saleha, 2011). Kebersihan diri diantaranya :
a) Kebersihan alat genetalia
Setelah melahirkan biasanya perineum menjadi agak bengkak, memar, dan
mungkin ada luka jahitan, bekas robekan atau episiotomi (Saleha, 2011).
b) Pakaian
Sebaiknya pakaian terbuat dari bahan yang mudah menyerap keringat menjadi
banyak, demikian juga dengan pakaian dalam, agar tidak terjadi iritasi atau
lecet pada daerah sekitarnya akibat lochea, pakaian yang digunakan harus
longgar, dalam keadaan kering dan juga terbuat dari bahan yang mudah
menyerap keringat karena produksi keringat menjadi banyak (Saleha, 2011).
5) Istrahat
Wanita pasca persalinan harus cukup istrahat,delapan jam pasca
persalinan, ibu harus tidur terlentang untuk mencegah perdarahan sesudah delapan
jam, ibu harus boleh miring kiri dan miring kanan untuk mencegah thrombosis.
Ibu dan bayi ditempatkan pada satu kamar.Pada hari kedua, bila perlu dilakukan
latihan senam, pada hari ketiga umumnya sudah dapat duduk, hari keempat
berjalan dan hari kelima dapat dipulangkan. Makanan yang diberikan harus
bermutu tinggi dan cukup kalori, cukup protein dan banyak buah (Saleha, 2011).
6) Seksual
95

Setelah persalinan pada masa ini menghadapi peran baru sebagai orang
tua sehingga sering melupakan perannya sebagai pasangan. Namun segera setelah
ibu merasa percaya diri dengan peran barunya dia akan menemukan dan melihat
sekelilingnya serta menyadari bahwa ia sudah kehilangan aspek lain dalam
kehidupannya yang juga penting. Oleh karena itu perlu memahami perubahan
yang terjadi dalam diri istri sehingga tidak punya perasaan diabaikan (Saleha,
2011).
7) Rencana KB
Pemilihan kontrasepsi harus sudah dipertimbangkan pada masa nifas.
Apabila hendak memakai kontrasepsi yang mengandung hormon,harus
menggunakan obat yang tidak mengganggu produksi air susu ibu. Hubungan
suami istri pada masa nifas tidak dianjurkan (Saleha, 2011).
f. Tujuan asuhan masa nifas
Asuhan yang diberikan kepada ibu nifas bertujuan untuk:
1) Meningkatkan kesejahteraan fisik dan psikologis ibu dan bayi.
Pemberian asuhan, pertama bertujuan untuk memberi fasilitas dan dukungan
bagi ibu yang baru saja melahirkan anak pertama untuk dapat menyesuaikan diri
dengan kondisi dan peran barunya sebagai seorang ibu.Kedua, member
pendampingan dan dukungan bagi ibu yang melahirkan anak kedua dan
seterusnya untuk membentuk pola baru dalam keluarga sehingga perannya
sebagai ibu tetap terlaksana dengan baik. Jika ibu dapat melewati masa ini maka
kesejahteraan fisik dan psikologis bayi pun akan meningkat (Ambarwati, 2010).
2) Pencegahan, diagnosa dini,dan pengobatan komplikasi
Pemberian asuhan pada ibu nifas diharapkan permasalahan dan komplikasi yang
terjadi akan lebih cepat terdeteksi sehingga penanganannya pun dapat lebih
maksimal (Ambarwati, 2010).

3) Dapat segera merujuk ibu ke asuhan tenaga bilamana perlu


96

Pendampingan pada ibu pada masa nifas bertujuan agar keputusan tepat dapat
segera diambil sesuai dengan kondisi pasien sehingga kejadian mortalitas dapat
dicegah (Ambarwati, 2010).
4) Mendukung dan mendampingi ibu dalam menjalankan peran barunya
Hal ini sangat penting untuk diperhatikan karena banyak pihak yang
beranggapan bahwa jika bayi lahir dengan selamat,maka tidak perlu lagi
dilakukan pendampingan bagi ibu, beradaptasi dengan peran barunya sangatlah
berat dan membutuhkan suatu kondisi mental yang maksimal (Ambarwati,
2010).
5) Mencegah ibu terkena tetanus
Pemberian asuhan yang maksimal pada ibu nifas, diharapkan tetanus pada ibu
melahirkan dapat dihindari (Ambarwati, 2010).
6) Memberi bimbingan dan dorongan tentang pemberian makan anak secara sehat
serta peningkatan pengembangan hubungan yang baik antara ibu dan anak
Pemberian asuhan, kesempatan untuk berkonsultasi tentang kesehatan, termasuk
kesehatan anak dan keluarga akan sangat terbuka.Bidan akan membuka
wawasan ibu dan keluarga untuk peningkatan kesehatan keluarga dan hubungan
psikologis yang baik antara ibu, anak, dan keluarga (Ambarwati, 2010).
i. Peran dan tanggung jawab bidan dalam masa nifas
Peran dan tanggung jawab bidan dalam masa nifas ini,antara lain:
1) Teman dekat
Awal masa nifas kadang merupakan masa sulit bagi ibu. Oleh karenanya
ia sangat membutuhkan teman dekat yang dapat diandalkan dalam mengatasi
kesulitan yang dihadapinya. Pola hubungan yang terbentuk antara ibu dan bidan
akan sangat ditentukan oleh ketrampilan bidan dalam menempatkan diri sebagai
teman dan pendamping bagi ibu.Jika pada tahap ini hubungan yang terbentuk
sudah baik maka tujuan dari asuhan akan lebih mudah tercapai (Ambarwati,
2010).
2) Pendidik
Masa nifas merupakan masa yang paling efektif bagi bidan untuk
menjalankan perannya sebagai pendidik.Tidak hanya ibu sebagai ibu,tetapi
97

seluruh anggota keluarga.Melibatkan keluarga dalam setiap kegiatan perawatan


ibu dan bayi serta dalam pengambilan keputusan yang berhubungan dengan
kesehatan merupakan salah satu teknik yang baik untuk memberikan pendidikan
kesehatan (Ambarwati, 2010).
3) Pelaksana asuhan
Dalam menjalankan peran dan tanggung jawabnya, bidan sangat dituntut
untuk mengikuti perkembangan ilmu dan pengetahuan yang paling terbaru agar
dapat memberikan pelayanan yang berkualitas kepada pasien. Penguasaan bidan
dalam hal pengambilan keputusan yang tepat mengenai kondisi pasien sangatlah
penting, terutama menyangkut penentuan kasus rujukan dan deteksi dini pasien
agar komplikasi dapat dicegah (Ambarwati, 2010).
B. Standar Asuhan Kebidanan
Standar asuhan kebidanan adalah acuan proses pengambilan keputusan dan
tindakan yang dilakukan oleh bidan sesuai dengan wewenang dan ruang lingkup praktiknya
berdasarkan ilmu dan kiat kebidanan, perumusan diagnosa dan atau masalah kebidanan,
perencanaan, implementasi, evaluasi, dan pencatatan asuhan kebidanan (Permenkes 938,
2007)
1. Standar I : Pengkajian
Pernyataan Standar : Bidan mengumpulkan semua informasi yang akurat, relevan,
dan lengkap dari semua sumber yang berkaitan dengan kondisi klien.

Kriteria pengakajian :

a. Data tepat, akurat dan lengkap


b. Terdiri dari data subyektif (hasil anamnesa; biodata,keluhan utama, riwayat
obstetric, riwayat kesehatan dan latar belakang social budaya).
c. Data obyektif (hasil pemeriksaan fisik, psikologi dan pemeriksaan penunjang).
2. Standar II : perumusan diagnosa dan atau masalah kebidanan
Pernyataan standar : Bidan menganalisa data yang diperoleh pada pengkajian,
menginterpretasikan secara akurat dan logis untuk menegakkan diagnose dan masalah
kebidanan yang tepat.
Kriteria perumusan diagnose dan atau masalah kebidanan:
98

a. Diagnosa sesuai dengan nomenklatur kebidanan


b. Masalah dirumuskan sesuai dengan kondisi klien.
c. Dapat diselesaikan dengan asuhan kebidanan secara mandiri, kolaborasi dan
rujukan.
3. Standar III : perencanaan
Pernyataan standar : Bidan merencanakan asuhan kebidanan berdasarkan diagnosa dan
masalah yang ditegakan.
Kriteria perencanaan :
a. Rencana tindakan disusun berdasarkan prioritas masalah dan kondisi klien,
tindakan segera, tindakan antisipasi dan asuhan secara komperehensif.
b. Melibatkan klien/pasien dan atau keluarga
c. Mempertimbangan kondisi psikologi social budaya klien/keluarga
d. Memilih tindakan yang aman sesuai kondisi dan kebutuhan klien berdasarkan
evidence based dan memastikan bahwa asuhan yang diberikan bermanfaat untuk
klien.
e. Mempertimbangkan kebijakan dan peraturan yang berlaku, sumber daya serta
fasilitas yang ada.
4. Standar IV : implementasi
Pernyataan standar : Bidan melaksanakan rencana asuhan kebidanan secara
komperehensif, efektif, efisien dan aman berdasarkan evidence based kepada
klien/pasien, dalam bentuk upaya promotif, preventif kuratif dan rehabilitataif.
Dilaksanakan secara mandiri, kolaborasi dan rujukan.

Kriteria Implementasi :
a. Memperhatikan klien sebagai makhluh bio-psiko-sosio-kultural
b. Setiap tindakan atau asuhan harus mendapatkan persetujuan klien atau
keluarganya (informed consent)
c. Melaksanakan tindakan asuhan berdasarkan evidence based
d. Melibatkan klien/pasien dalam setiap tindakan
e. Menjaga privasi klien/pasien
f. Melaksanakan prinsip pencegahan infeksi
99

g. Mengikuti perkembangan kondisi klien secara berkesinambungan


h. Menggunakan sumber daya, sarana, dan fasilitas yag ada dan sesuai
i. Melakukan tindakan sesuai standar
j. Mencatat semua tindakan yang dilakukan
5. Standar V : Evaluasi
Pernyataan standar : bidan melakukan evaluasi secara sistematis dan
berkesinambungan untuk melihat kefektifan dari asuhan yang sudah diberikan, sesuai
perkembangan kondisi klien.
Kriteria evaluasi :
a. Penilaian dilakukan segera setelah melaksanakan asuhan sesuai kondisi klien.
b. Hasil evaluasi segera di catat dan dikomunikasikan kepada klien/ keluarga
c. Evaluasi dilakukan sesuai dengan standar.
d. Hasil evaluasi ditindak lanjuti sesuai dengan kondisi klien/pasien.
6. Standar VI : Pencatatan asuhan kebidanan
Pernyataan standar : Bidan melakukan pencatatan secara lengkap, akurat singkat dan
jelas mengenai keadaa/kejadian yang ditemukan dan dilakukan dalam memberikan
asuhan kebidanan.
Kriteria :
a. Pencatatan dilakukan segera setelah melaksanakan asuhan pada formuilir yang
tersedia (rekam medis/KMS/status pasien/buku KIA).
b. Ditulis dalam bentuk catatan pengembangan SOAP
c. S adalah data subjektif, mencatat hasil anamnesa
d. O adalah data Obyektif, mencatat hasil pemeriksaan
e. A adalah hasil analisa, mencatat diagnose dan masalah kebidanan.
f. P adalah penatalaksanaan, mencatat seluruh perencanaan dan pelaksanaan yang
sudah dilawkukan seperti tindakan antisipatif , tindakan segera, tindakan secara
komperehensif, penyuluhan, dukungan, kolaborasi, evaluasi, follow up dan
rujukan.
C. Kriteria Pencatatan laporan Kasus
Berdasarkan kasus diatas,di dalam memberikan asuhandilakukan berdasarkan
SOAP dalam pendokumentasian.
100

1. Pencatatan dilakukan segera setelah melaksanakan asuhan pada formuli yang tersedia
(rekam medis/KMS/Status Pasien/Buku KIA)
2. Ditulis dalam bentuk catatan perkembangan SOAP.
3. S (Subyektif):
Menggambarkan dan mendokumentasikan hasil pengumpulan data klien melalui
anamnesa sebagai langkah satu Varney.
4. O (Obyektif):
Menggambarkan dan mendokumentasian hasil pemeriksaan fisik klien, hasil
laboratorium dan tes diagnostik lain yang dirumuskan dalam data fokus untuk
mendukung asuhan langkah satu Varney.
5. A (Assesment):
Menggambarkan pendokumentasian hasil analisa dan intepretasi data subyektif dan
obyektif suatu identifikasi.
6. P (Penatalaksanaan):
Mengambarkan pendokumentasian dari tindakan dan evaluasi, perencanaan
berdasarkan assessment sebagai langkah V, VI, VII Varney
D. Kewenangan Bidan
Kewenangan bidan menurut Permenkes No 1464/Menkes/per/X/2010 :
1. Pasal 9
Bidan dalam menjalankan praktik, berwenang untuk memberikan pelayanan meliputi :
a. Pelayanan kesehatan ibu
b. Pelayanan kesehatan anak, dan
c. Pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana
2. Pasal 10
a. Pelayanan kesehatan ibu sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 9 huruf a
diberikan pada masa pra hamil, hamil, masa persalinan, masa nifas, masa menyusui
dan masa diantara dua kehamilan
b. Pelayanan kesehatan ibu sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) meliputi :
1) Pelayanan konseling pada masa pra hamil
2) Pelayanan antenatal pada kehamilan normal
3) Pelayanan persalinan normal
101

4) Pelayanan ibu nifas normal


5) Pelayanan ibu menyusui, dan
6) Pelayanan konseling pada masa antara dua kehamilan
c. Bidan dalam pelayanan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (2) berwenang
untuk :
1) Pemberian tablet Fe pada ibu hamil,
2) Pemberian vitamin A dosis tinggi pada ibu nifas,
3) Fasilitasi/bimbingan IMD dan promosi air susu ibu eksklusif
4) Pemberian uteronika pada manajemen aktif kala III dan postpartum
5) Penyuluhan dan konseling
3. Pasal 11
a. Pelayanan kesehatan anak sebagaimana dimaksud pada pasal 9 huruf b diberikan
pada bayi baru lahir, anak balita dan anak pra sekolah
b. Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan anak sebagaimana dimaksud pada
ayat 1 berwenang untuk :
1) Melakukan asuhan bayi baru lahir normal, termasuk resusitasi, pencegahan
hipotermi, inisisasi menyusui dini, injeksi vitamin k 1, perawatan bayi baru
lahir pada masa neonatal (0-28 hari) dan perawatan tali pusat.
2) Penanganan hipotermi pada bayi baru lahir dan segera merujuk
3) Pemberian imunisasi rutin sesuai program pemerintah
4) Pemantauan tumbuh kembang bayi
5) Pemberian konseling dan penyuluhan
E. Kerangka Pemikiran

Asuhan Kebidanan Komprehensif

Makan makanan yang


Fisiologis tinggi kandungan zat besi
Patologis
(seperti sayuran daun
Penerapan asuhan kebidanan pada hijau, daging merah,
kehamilan fisiologis Anemia Sedang sereal, telur dan kacang
tanah), mengonsumsi
Trimester III 2x kali kunjungan ( tablet sf teratur.
UK 28-36 minggu),Kunjungan
1x/minggu (UK 37,38,39,40
Minggu) Bersalin
Patologis

Rujuk
102

Fisiologis

Pemantauan persalinan kala I-IV


menggunakan partograf

Bayi Baru
Patologis Nifas
Lahir
Patologis
ahir Rujuk
Fisiologis Fisiologis
Rujuk

Penerapan asuhan Penerapan asuhan


kebidanan pada kebidanan pada ibu nifas
neonatus-BBL fisiologis fisiologis

Kunjungan I (0-2 hari) Kunjungan I (6-8 jsm Post


Partum)
Kunjungan II ( 3-7 hari)
Kunjungan II ( 6 hari post
Kunjungan III (8-28 hari) partum)

Kunjungan III (2 minggu


post partum)

Gambar 1. Kerangka Pemikiran


Kunjungan Iv (6 minggu
post partum)

Anda mungkin juga menyukai