TINJAUAN PUSTAKA
A. Teori Medis
1. Konsep dasar teori kehamilan
a. Pengertian kehamilan
Kehamilan didefinisikan sebagai fertilitasi atau penyatuan dari
spertmatozoa dan ovum serta dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi. Bila
dihitung dari saat fertilisasi hingga lahir bayi,kehamilan normal akan
berlangsung dalam waktu 40 minggu atau 10 bulan atau 9 bulan menurut
kalender internasional (Walyani, 2015).
Kehamilan adalah penyatuan antara sperma laki-laki dan ovum
wanita. Kehamilan adalah suatu kondisi seorang wanita memiliki janin yang
tengah tumbuh dalam tubuhnya. Umumnya janin tumbuh didalam rahim.
Waktu hamil pada manusia sekitar 40 minggu atau 9 bulan. Kurun waktu
tersebut, dihitung saat awal periode menstruasi yang terakhir hingga
melahirkan (Suryati, 2011). Kehamilan terbagi menjadi tiga trimester,
dimana trimester satu berlangsung dalam 12 minggu, trimester kedua 15
minggu-27 minggu, dan trimester ketiga 28 minggu hingga 40 minggu
(Walyani, 2015).
b. Perubahan fisik dan psikologi kehamilan trimester III
1) Perubahan Fisiologis
a) Uterus
Pada trimester III isthmus lebih nyata menjadi bagian korpus
uteri dan berkembang menjadi segmen bawah rahim (SBR). Pada
kehamilan tua karena kontraksi otot-otot bagian atas uterus, SBR
menjadi lebih lebar dan tipis. Batas itu dikenal dengan lingkaran
retraksi fisiologis dinding uterus, diatas lingkaran ini jauh lebih tebal
9
10
dari pada dinding Segmen Bawah Rahim (Ika pantiawati dan Saryono,
2012)
(1) 28 minggu : fundus uteri terletak kira-kira 3 jari diatas pusat atau
1/3 jarak antara pusat ke prosesus xifodeus (25 cm)
(2) 32 minggu : fundus uteri terletak kira-kira antara ½ jarak pusat dan
prosesus xifoideus (30 cm)
(3) 36 minggu : fundus uteri kira-kira 1 jari dibawah prosesus
xifoideus (33 cm)
(4) 40 minggu : fundus terletak kira-kira 3 jari dibawah prosesus
xifoideus (30 cm)
(5) Konsul ke dokter bila ada kelainan atau gangguan seperti asma,
dll.
b) Nutrisi
Saat kehamilan trimester III, ibu hamil butuh energi yang
memadai sebagai cadangan energi kelak saat proses persalinan.
Pertumbuhan otak janin terjadi cepat saat dua bulan terakhir
menjelang persalinan. Berikut adalah gizi yang sebaiknya lebih
diperhatikan pada kehamilan trimester III (Walyani, 2015):
(1) Kalori
Kebutuhan kalori selama kehamilan adalah sekitar 70.000-
80.000 kkal, dengan penambahan berat badan sekitar 12,5 kg.
pertambahan kalori ini diperlukan terutama pada 20 minggu
terakhir. Untuk itu kalori yang diperlukan setiap hari adalah 285-
300 kkal. Tambahan kalori diperlukan untuk pertumbuhan
jaringan dan menambah volume darah serta cairan amnion
(ketuban). Selain itu, kalori juga berguna sebagai cadangan ibu
untuk keperluan persalinan dan menyusui.
(2) Vitamin B6
Vitamin ini dibutuhkan untuk menjalankan lebih dari 100 reaksi
kimia dalam tubuh yang melibatkan enzim. Selain membantu
metabolisme asam amino, karbohidrat, lemak dan pembentukan
sel darah merah juga berperan dalam pembentukan
neurotransmitter. Angka kecukupan ibu trimester III kurang
lebih 2,2 mg sehari. Makanan hewani adalah sumber daya yang
kaya akan vitamin ini.
(3) Yodium
Yodium dibutuhkan sebagi pembentuk senyawa tiroksin yang
berperan mengontrol metabolisme sel yang baru masuk. Jika
tiroksin berkurang maka bayi akan tumbuh kerdil, sebaliknya
jika berlebihan maka janin tumbuh akan berlebihan dan
14
(1) Pakaian harus longgar, bersih, dan tidak ada ikatan yang ketat di
daerah perut.
(2) Bahan pakaian yang mudah menyerap keringat
(3) Pakailah bra yang menyokong payudara
(4) Memakai sepatu dengan hak yang rendah
(5) Pakaian dalam yang selalu bersih
e) Eliminasi
Keluhan yang sering muncul pada ibu hamil berkaitan dengan
eliminasi adalah sering buang air kecil dan konstipasi. Konstipasi
terjadi karena adanya pengaruh hormone progesterone yang
mempunyai efek rileks terhadap otot polos dalah satunya otot usus.
Selain itu desakan usus oleh pembesaran janin juga menyebabkan
bertambahnya konstipasi (Suryati, 2011).
Tindakan pencegahan yang dilakukan adalah dengan
mengkonsumsi makanan tinggi serat dan banyak minum air putih,
terutama ketika lambung kosong. Sering buang air kecil merupakan
keluhan utama yang dirasakan terutama pada trimester 1 dan 3. Ini
terjadi karena pembesaran uterus yang mendesak kandung kemih.
Tindakan mengurangi asupan cairan untuk mengurangi keluhan
sangat tidak dianjurkan, karena akan menyebabkan dehidrasi
(Suryati, 2011).
f) Seksual
Selama kehamilan normal koitus boleh sampai akhir
kehamilan, meskipun beberapa ahli berpendapat tidak lagi
berhubungan selama 14 hari menjelang kelahiran. Koitus tidak
dibenarkan bila terdapat perdarahan pervaginam, riwayat abortus
berulang, abortus, ketuban pecah sebelum waktunya (Suryati, 2011).
Pada saat orgasme, dapat dibuktikan adanya fetal
bradichardya karena kontraksi uterus dan para peneliti menunjukkan
bahwa wanita yang berhubungan seks dengan aktif menunjukkan
insidensi fetal distress yang lebih tinggi (Suryati, 2011).
16
g) Mobilisasi
Ibu hamil boleh melakukan aktifitas fisik biasa selama tidak
terlalu melelahkan. Ibu hamil dianjurkan untuk melakukan pekerjaan
rumah dengan dan secara berirama dengan menghindari gerakan
menyentak, sehingga mengurangi ketegangan tubuh dan kelelahan
(Suryati, 2011).
h) Body Mekanik
Secara anatomi, ligament sendi putar dapat meningkatkan
pelebaran uterus pada ruang abdomen, sehingga ibu akan merasakan
nyeri. Hal ini merupakan salah satu ketidaknyamanan yang dialami
ibu hamil. Sikap tubuh yang perlu diperhatikan adalah (Suryati,
2011):
(1) Duduk
Duduk adalah posisi yang paling sering dipilih, sehingga postur
yang baik dan kenyamanan penting. Ibu harus diingatkan duduk
bersandar dikursi dengan benar, pastikan bahwa tulang
belakangnya tersangga dengan baik (Suryati, 2011).
(2) Berdiri
Untuk mempertahankan keseimbangan yang baik, kaki harus
diregangkan dengan distribusi berat badan pada masing-masing
kaki. Berdiri diam terlalu lama dapat menyebabkan kelelahan
dan ketegangan. Oleh karena itu lebih baik berjalan tetapi tetap
memperhatikan semua aspek dan postur tubuh harus tetap tegak
(Suryati, 2011).
(3) Tidur
Resiko hipotensi akibat berbaring telentang harus dihindari oleh
ibu hamil setelah empat bulan kehamilan. Sejalan dengan tuanya
usia kehamilan, biasanya ibu merasa semakin sulit mengambil
posisi yang nyaman, karena peningkatan ukuran tubuh dan berat
badannya. Kebanyakan ibu menyukai posisi miring dengan
17
sanggaan dua bantal dibawah kepala dan satu dibawah lutut dan
abdomen.
Nyeri pada simpisis pubis dan sendi dapat dikurangi bila ibu
menekuk lututnya ke atas dan menambahnya bersama-sama
ketika berbalik ditempat tidur (Suryati, 2011).
i) Istrahat
Dengan semakin berkembangnya kehamilan, ibu hamil akan
sulit memiliki posisi tidur yang nyaman (Ika Pantiawati dan Saryono,
2012). Wanita hamil dianjurkan untuk merencanakan istrahat yang
teratur seiring dengan kemajuan kehamilannya. Jadwal istrahat dan
tidur perlu diperhatikan dengan baik, karena istrahat dan tidur dapat
meningkatkan kesehatan jasmani dan rohani untuk kepentingan
perkembangan dan pertumbuhan janin. Tidur pada malam hari
kurang lebih 8 jam dan istrahat dalam keadaan rileks pada siang hari
selama 1 jam (Suryati, 2011).
j) Persiapan laktasi
Payudara merupakan aset yang sangat penting sebagai
persiapan menyambut kelahiran sang bayi dalam proses menyusui.
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam perawatan payudara
adalah sebagai berikut (Suryati, 2011) :
(1) Hindari pemakaian bra dengan ukuran yang terlalu ketat dan
menggunakan busa, karena akan menyangga penyerapan
keringat payudara
(2) Gunakan bra dengan bentuk yang menyangga payudara
(3) Hindari membersihkan putting dengan sabun mandi karena akan
menyebabkan iritasi. Bersihkan putting dengan air hangat dan
minyak.
(4) Jika ditemukan pengeluaran cairan yang berwarna kekuningan
dari payudara berarti produksi asi sudah dimulai
(9) Sakit punggung atas dan bawah trimester II dan III. Posisi sikap
tubuh yang baik selama aktifitas, hindari mengangkat barang
berat, gunakan bantal ketika tidur untuk meluruskan punggung
(10) Varises pada kaki biasanya pada trimester II dan III. Istrahat
dengan menaikkan kaki setinggi mungkin untuk membalikkan
efek gravitasi
2) Kebutuhan psikologis ibu hamil trimester III
a) Support keluarga
Ibu merupakan salah satu anggota keluarga yang sangat
berpengaruh, sehingga perubahan apapun yang terjadi pada ibu akan
memperngaruhi keluarga. Kehamilan dapat dikatakan sebagai
maturasi dan suatu kejadian yang luar biasa dalam tumbuh kembang
keluarga. Hubungan antara wanita dan ibunya terbukti signifikan
dalam adaptasi terhadap kehamilan dan menjadi ibu (Suryati
Romauli, 2010).
b) Support dari tenaga kesehatan
Peran bidan dalam perubahan adaptasi psikologis adalah
dengan memberi support atau dukungan moral bagi klien,
meyakinkan klien bahwa ia dapat menghadapi kehamilannnya dan
perubahan yang dirasakannya adalah sesuatu yang normal. Bidan
harus bekerja sama dan membangun hubungan yang baik dengan
klien agar terjalin hubungan yang terbuka antara bidan dan klien.
Keterbukaan ini akan mempermudah bidan dalam memberikan solusi
dan masalah yang dihadapi klien (Suryati Romauli, 2010).
c) Rasa aman dan nyaman selama kehamilan
Orang yang paling penting bagi wanita hamil biasanya adalah
ayah sang anak. Semakin banyak bukti menunjukkan bahwa wanita
yang diperhatikan dan dikasihi oleh pasangannya selama hamil akan
menunjukkan lebih sedikit gejala emosi fisik, lebih sedikit komplikasi
persalinan dan lebih mudah menyesuaikan diri selama masa nifas
(Suryati Romauli, 2010).
21
4) Fungsi skor
a) Sebagai alat komunikasi informasi dan edukasi/KIE – bagi klien/ibu
hamil, suami, keluarga dan masyarakat. Skor digunakan sebagai sarana
25
I II III.1 III.2
Skor Awal Ibu Hamil 2
b. Uri dirogoh 4
c. Diberi infuse / transfuse 4
10 Pernah Operasi Sesar 8
II 11 Penyakit pada Ibu Hamil : 4
a. Kurang darah b. Malaria
c. TBC paru d. Payah jantung 4
e. Kencing manis (Diabetes) 4
f. Penyakit menular seksual 4
12 Bengkak pada muka / tungkai dan 4
Tekanan darah tinggi
13 Hamil kembar 2 atau lebih 4
14 Hamil kembar air (Hydramnion) 4
15 Bayi mati dalam kandungan 4
16 Kehamilan lebih bulan 4
17 Letak sungsang 8
18 Letak lintang 8
III 19 Perdarahan dalam kehamilan ini 8
20 Preeklampsia berat / kejang – kejang 8
JUMLAH SKOR
Tabel 3. Skor Poedji Rochjati
Keterangan :
a) Ibu hamil dengan skor 6 atau lebih dianjurkan untuk bersalin ditolong oleh tenaga
kesehatan.
b) Bila skor 12 atau lebih dianjurkan bersalin di RS/DSOG
c) Pendidikan kesehatan
(1) Diet dan pengawasan berat badan, kekurangan atau kelebihan
nutrisi dapat menyebabkan kelainan yang tidak diinginkan pada
wanita hamil. Kekurangan nutrisi dapat menyebabkan (anemia,
partus prematur, abortus, dll), sedangkan kelebihan nutrisi dapat
menyebabkan (pre-eklamsia, bayi terlalu besar, dll) (Sarwono,
2007).
(2) Hubungan seksual, hamil bukan merupakan halangan untuk
melakukan hubungan seksual (Manuaba, 2010). Pada umumnya
hubungan seksual diperbolehkan pada masa kehamilan jika
dilakukan dengan hati-hati (Sarwono, 2007).
28
(3) Kebersihan dan pakaian, kebersihan harus selalu dijaga pada masa
hamil. Pakaian harus longgar, bersih, dan mudah dipakai, memakai
sepatu dengan tumit yang tidak terlalu tinggi, memakai kutang
yang menyokong payudara, pakaian dalam yang selalu bersih
(Sarwono, 2007).
(4) Perawatan gigi, pada triwulan pwrtama wanita hamil mengalami
mual dan muntah (morning sickness). Keadaan ini menyebabkan
perawatan gigi yang tidak diperhatikan dengan baik, sehingga
timbul karies gigi, gingivitis, dan sebagainya (Sarwono, 2007).
(5) Perawatan payudara, bertujuan memelihara hygiene payudara,
melenturkan/menguatkan puting susu, dan mengeluarkan puting
susu yang datar atau masuk ke dalam (Manuaba, 2010).
(6) Imunisasi Tetatnus Toxoid, untuk melindungi janin yang akan
dilahirkan terhadap tetanus neonatorum (Sarwono, 2007).
(7) Wanita pekerja, wanita hamil boleh bekerja tetapi jangan terlampau
berat. Lakukanlah istirahat sebanyak mungkin. Menurut undang-
undang perburuhan, wanita hamil berhak mendapat cuti hamil satu
setengah bulan sebelum bersalin atau satu setengah bulan setelah
bersalin (Sarwono, 2007).
(8) Merokok, minum alkohol dan kecanduan narkotik, ketiga
kebiasaan ini secara langsung dapat mempangaruhi pertumbuhan
dan perkembangan janin dan menimbulkan kelahirkan dangan
berat badan lebih rendah, atau mudah mengalami abortus dan
partus prematurus, dapat menimbulkan cacat bawaan atau kelainan
pertumbuhan dan perkembangan mental (Manuaba, 2010).
(9) Obat-obatan, pengobatan penyakit saat hamil harus
memperhatikan apakah obat tersebut tidak berpengaruh terhadap
tumbuh kembang janin (Manuaba, 2010).
f. Asuhan kehamilan (Antenatal Care)
1) Pengertian asuhan antenatal care
29
4) Malabsorbsi
Gangguan penyerapan zat besi pada usus dapat menyebabkan pemenuhan zat
besi pada ibu hamil terganggu.
5) Kehilangan darah yang banyak (persalinan yang lalu, operasi, perdarahan
akibat infeksi kronis misalnya cacingan).
c. Klasifikasi anemia dalam kehamilan
1) Anemia defisiensi besi
Anemia defisiensi zat besi adalah anemia yang terjadi akibat
kekurangan zat besi dalam darah. Konsentrasi hemoglobin dalam darah
berkurang karena terganggunya proses pembentukan sel darah merah akibat
kurangnya zat besi dalam darah (Proverawati,2009). Pada ibu hamil
konsentrasi hemoglobin <11,0 g/dl di trimester pertama, <10,5 g/dl di
trimester kedua, dan <11,0 g/dl di trimester ketiga. Anemia defisiensi zat besi
terjadi akibat peningkatan kebutuhan zat besi atau ketidakadekuatan absorbsi
zat besi.
Jumlah zat besi fungsional di dalam tubuh dan konsentrasi protein
Hemoglobin yang mengandung zat besi yang bersikulasi di dalam sel darah
merah diukur dengan dua uji darah sederhana yakni konsentrasi Hb dan
hematokrit, dan konsentrasi feritin serum (Robson, 2011). Pada pemeriksaan
darah seseorang pertama kali dicurigai menderita anemia defisiensi besi jika
pemeriksaan hitung darah lengkap rutin menunjukkan kadar Hb yang rendah.
Pada pemeriksaan apusan darah bisa menunjukkan sel darah merah lebih kecil
dan lebih pucat dari normal maupun sel darah merah yang bervariasi dalam
ukuran dan bentuk (Bothamley, 2011).
2) Anemia megaloblastik
Anemia megaloblastik disebabkan karena defisiensi asam folat dan juga
dapat terjadi karena defisiensi vitamin B12 (kobalamin) (Proverawati, 2009).
3) Anemia hipoplastik
42
e. Diagnosis
Diagnosis anemia dalam kehamilan dapat ditegakkan dengan
dilakukannya anamnesa. Pada anamnesa akan didapatkan keluhan cepat lelah,
sering pusing, mata berkunang-kunang, dan keluhan mual muntah hebat pada hamil
muda . Pemeriksaan yang perlu dilakukan untuk menegakkan diagnosa anemia :
1) Anamnesa
2) Riwayat nutrisi.
3) Latar belakang geografis.
4) Gejala dan keluhan pada penderita.
43
Derajat anemia ibu hamil menurut Manuaba dalam buku Proverawati (2009) :
Penurunan konsentrasi sel darah merah ini harus disertai pemenuhan gizi
yang cukup terutama kebutuhan akan zat besi. Hal ini untuk mencegah terjadinya
anemia yang lebih lanjut dimana kadar Hb dibawah 10,5 gr/dl.
h. Penanganan anemia dalam kehamilan
Penatalaksanaan dan asuhan kebidanan terhadap anemia yaitu :
1) Pada pemeriksaan ANC bidan mengkaji penyebab anemia dari riwayat diet
untuk mengetahui adakah kemungkinan pica, kebiasaan mengidam berlebihan
dan mengonsumsi makanan-makanan tertentu dan riwayat medis yang adekuat
dan uji yang tepat (Robson, 2011).
2) Memberikan sulfat ferosus 200 mg 2-3 kali sehari. Sulfat ferosus diberikan 1
tablet pada hari pertama kemudian dievaluasi apakah ada keluhan (misalnya
mual, muntah, feses berwarna hitam), apabila tidak ada keluhan maka
pemberian sulfat ferosus dapat dilanjutkan hingga anemia terkoreksi (Robson,
2011)
3) Apabila pemberian zat besi peroral tidak berhasil (misalnya pasien tidak
kooperatif) maka bisa diberikan dosis parenteral (per IM atau per IV) dihitung
sesuai berat badan dan defisit zat besi (Robson, 2011).
4) Transfusi darah diindikasikan bila terjadi hipovolemia akibat kehilangan darah
atau prosedur operasi darurat. Wanita hamil dengan anemia sedang yang secara
hemodinamis stabil, dapat beraktifitas tanpa menunjukan gejala menyimpang
dan tidak septik, transfusi darah tidak diindikasikan, tetapi diberi terapi besi
selama setidaknya 3 bulan (Cunningham, 2013)
5) Evaluasi pemberian terapi dengan cara pemantauan kadar Hb dapat dilakukan
3-7 hari setelah hari pertama pemberian dosis sulfat ferosus (retikulosit
meningkat mulai hari ketiga dan mencapai puncaknya pada hari ketujuh).
Sedangkan pemantauan kadar Hb pada pasien yang mendapat terapi transfusi
dilakukan minimal 6 jam setelah transfusi (Yan, 2011).
Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada tatalaksana anemia:
a) Pengobatan hendaknya berdasarakan diagnosis definitif.
b) Pemberian hematinik tanpa indikasi yang jelas tidak dianjurkan.
45
a) Presentasi janin dan bagian janin yang terletak pada bagian depan jalan lahir,
seperti (Dewi asri dan Christin, 2010): :
(1) Presentasi kepala (vertex, muka, dahi)
(2) Presentasi bokong : bokong murni, bokong kai, letak lutut atau letak kaki.
(3) Presentasi bahu
b) Sikap janin
Sikap janin adalah hubungan bagian tubuh janin yang satu dengan
bagian tubuh yang lain, yang sebagian merupakan akibat pola pertumbuhan
jainin sebagai akibat penyesuaian janin terhadap bentuk rongga rahim
(Marmi, 2012).
Pada kondisi normal, punggung janin sangat fleksi, kepala fleksi
kedua arah dada dan paha fleksi ke arah sendi lutut. Tangan disilangkan
didepan thoraks dan tali pusat terletak diantara lengan dan tungkai.
Peyimpangan sikap normal dapat menimbulkan kesulitan saat anak
dilahirkan (Marmi, 2012).
c) Letak janin
Letak adalah bagaimana sumbu janin berada terhadap sumbu ibu
misalnya letak lintang dimana sumbu janin tegak lurus pada sumbu ibu.
Letak membujur dimana sumbu janin sejajar dengan sumbu ibu, ini bisa letak
kepala atau sungsang (Marmi, 2012).
4) Plasenta
Plasenta adalah bagian dari kehamilan yang penting. Dimana plasenta
memiliki peranan berupa transport zat dari ibu ke janin, penghasil hormon yang
berguna selama kehamilan, serta sebagai barieer. Kelainan pada plasenta dapat
berupa gangguan fungsi dari plasenta atau gangguan implantasi dari plasenta.
Kelainan letak implantasinya dalam hal ini sering disebut plasenta previa.
Sedangkan kelainan kedalaman dari implantasinya sering disebut plasenta akreta,
inkreta dan perkreta (Marmi, 2012).
5) Psikis
48
3) Fleksi
Pada umumnya terjadi fleksi penuh/sempurna sehingga sumbu panjang
kepala sejajar sumbu panggul sehingga dapat membantu penurunan kepala
selanjutnya (Dewi asri dan Chriten Clervo, 2010). Keuntungan dari
bertambahnya fleksi adalah ukuran kepala yang lebih kecil melewati jalan lahir,
yaitu diameter suboccipito bregmatika. Fleksi ini disebabkan karena anak
didorong maju dan sebaliknya mendapat tahanan dari pinggir atas panggul,
cerviks, dinding panggul, atau dasar panggul (Marmi, 2012).
4) Putar paksi dalam
Putar paksi dalam adalah pemutaran dari bagian depan memutar
kedepan, kebawah simpisis. Putar paksi dalam mutlak perlu untuk kelahiran
kepala karena putaran paksi merupakan suatu usaha untuk menyesuaikan posisi
50
kepala dengan bentuk jalan lahir khususnya bentuk bidang tengah dan pintu
bawah panggul. Sebab-sebab terjadinya putaran paksi dalam (Marmi,2012) :
a) Pada letak fleksi bagian belakang kepala merupakan bagian terendah dari
kepala
b) Bagian terendah dari kepala mencari tahanan yang paling sedikit terdapat
sebelah depan atas dimana terdapat meatus genitalis antara muskulus
levator ani kiri dan kanan.
c) Ukuran terbesar dari bidang tengah panggul adalah diameter antero
posterior.
5) Ekstensi
Setelah putaran paksi selesai dan kepala sampai didasar panggul,
terjadilah ekstensi dari kepala. Hal ini disebabkan karena sumbu jalan lahir pada
pintu bawah panggul mengarah kedepan dan atas sehingga kepala harus
mengadakan ekstensi untuk melaluinya (Marmi, 2012).
6) Putar paksi luar
Setelah kepala lahir, maka kepala anak memutar kembali kearah
punggung anak untuk menghilangkan torsi pada leher yang terjadi karena
putaran paksi dalam. Selanjutnya putaran diteruskan hingga belakang kepala
berhadapan dengan tuber ischiadicum sepihak. Gerakan yang terakhir ini adalah
putaran paksi luar yang sebenarnya dan disebabkan karena ukuran bahu
menempatkan diri dalam diameter antero posterior dari pintu bawah panggul
(Marmi, 2012).
7) Ekspulsi
Setelah putaran paksi luar bahu depan sampai dibawah simpisis dan
menjadi hypochlion untuk melahirkan bahu belakang. Kemudian bahu depan
menyusul dan selanjutnya selruh tubuh anak lahir searah dengan paksi jalan
lahir (Marmi, 2012).
e. Tujuan asuhan persalinan
Tujuan asuhan persalinan adalah mengupayakan kelangsungan hidup dan
mencapai derajat kesehatan yang tinggi bagi ibu dan bayinya, melalui berbagai
upaya yang terintegrasi dan lengkap serta intervensi minimal sehingga prinsip
51
keamanan dan kualitas pelayanan dapat terjaga pada tingkat yang optimal (Sumarah,
2009). Selain tujuan yang disebut diatas, tujuan lain dari asuhan persalinan adalah :
1) Meningkatkan sikap positif terhadap keramahan dan keamanan dalam
memberikan pelayanan persalinan normal dan penanganan awal penyulit beserta
rujukannya.
2) Memberikan pengetahuan dan keteampilan pelayanan persalinan normal dan
penanganan awal penyulit serta rujukan yang berkualitas sesuai dengan prosedur
standar.
3) Mengidentifikasi praktek-praktek terbaik bagi penatalaksanaan persalinan dan
kelahiran :
a) Penolong yang terampil
b) Kesiapan menghadapi persalinan, kelahiran dan kemungkinan
komplikasinya
c) Partograf
d) Episiotomi terbatas hanya atas indikasi
e) Mengidentifikasi tindakan-tindakan yang merugikan dengan maksud
menghilangkan tindakan tersebut
f. Tahapan persalinan
Tahapan persalinan dibagi menjadi 4 kala, yaitu (Marmi, 2012) :
1) Kala I
Kala I disebut juga dengan kala pembukaan yang berlangsung antara
pembukaan 0 sampai pembukaan lengkap 10 cm. proses pembukaan serviks
sebagai akibat his dibagi menjadi 2 fase yaitu :
a) Fase laten
Berlangsung selama 8 jam. Pembukaan terjadi sangat lambat sampai
mencapai ukuran diameter 3 cm.
b) Fase aktif dibagi dalam 3 fase :
(1) Fase akselerasi dalam waktu 2 jam pembuaan 3 cm enjadi 4 cm
(2) Fase dilatasi maksimal dalam waktu 2 jam pembukaan berlangsung
sangat cepat dari 4 cm menjadi 9 cm
52
(3) Fase deselerasi, pembukaan menjadi lambat sekali. Dalam waktu 2 jam
pembukaan 9 menjadi lengkap.
2) Kala II
Kala II disebut juga dengan kala pengeluaran, kala ini dimulai dari pembukaan
lengkap hingga bayi lahir. Proses ini berlangsung 2 jam pada primigravida dan
1 jam pada multigravida (Sumarah, 2009). Gejala utama dari kala II adalah :
a) His semakin kuat dengan interval 2-3 menit dengan durasi 50-100 detik.
b) Menjelang akhir kala 1 ketuban pecah yang ditandai dengan pengeluran air
secara mendadak.
c) Ibu merasakan ingin meneran bersamaan dengan terjadinya kontaksi
d) Ibu merasakan adanya peningkatan tekanan pada rektum
e) Perineum menonjol
f) Vulva,vagina dan spingter ani membuka
g) Meningkatnya pengeluaan lendir darah
h) Pada primigravida lama kala II berlangsung rata-rata 1,5 jam sedangkan
pada multigravida rata-rata 0,5 jam.
3) Kala III
Kala III dimulai setelah bayi lahir sampai lahirnya plasenta, berlangsung
tidak lebih dar 30 menit, jika lebih maka harus diberi penangan atau dirujuk
(Sumarah, 2009). Lepasnya plasenta sudah dapat diperkirakan dengan
memperhatikan tanda-tanda :
a) Uterus menjadi bundar
b) Uterus terdorong keatas karena plasenta dilepas ke segmen bawah rahim
c) Tali pusat bertambah panjang
d) Terjadi perdarahan
Lepasnya plasenta secara schutzle yang biasanya tidak ada perdarahan
sebelum plasenta lahir dan banyak mengeluarkan darah setelah plasenta lahir.
53
Sedangkan pengeluaran plasenta cara duncan yaitu plasenta lepas dari pinggir,
biasanya darah mengalir keluar antara slaput ketuban (Mochtar, 1994).
4) Kala IV
Kala IV dimaksudkan untuk melakukan observasi karena perdarahan
postpartum paling sering terjadi pada 2 jam pertama. Observasi yang dilakukan
adalah :
a) Tingkat kesadaran penderita
b) Pemeriksaan tanda vital : tekanan darah, nadi, pernapasan dan suhu
c) Kontraksi uterus
d) Terjadi perdarahan (Marmi, 2012)
g. Asuhan persalinan kala I
1) Fisiologi kala I
Kontraksi uterus pada persalinan merupakan kontraksi otot fisiologis yang
menimbulkan nyeri pada tubuh. Kontraksi ini merupakan kontraksi yang
involunteer karena berada dibawah pengaruh saraf intrinsik. Perubahan-
perubahan fisiologi kala I adalah (Dewi Asri dan Christin Clervo, 2010) :
a) Perubahan hormon
b) Perubahan pada vagina dan dasar panggul:
(1) Kala I , ketuban meregang pada vagina bagian atas
(2) Setelah ketuban pecah terjadi perubahan vagina dan dasar panggul
karena bagian depan anak.
c) Perubahan serviks, terjadi pendataran dan pembukaan.
2) Keadaan psikologis ibu bersalin kala I
Pada kala I tidak jarang ibu mengalami perubahan psikologi seperti
muncul rasa takut, stress, ketidaknyamanan, cemas, marah-marah dan lain
sebagainya (Dewi Asri dan Christin Clervo, 2010).
c) Kebutuhan privasi
d) Kebutuhan dukungan emosional, social dan spiritual
4) Penyulit kala I
Menurut Dewi Asri dan Christin Clervo (2010) menyebutkan bahwa penyulit kala
I antara lain partus lama, gawat janin dan ruptur uteri.
5) Asuhan kebidanan pada ibu bersalin kala I
a) Pengkajian. Pengkajian dilakukan untuk mendapatkan data tentang kemajuan
persalinan, kondisi ibu dan kondisi janin serta komplikasi yang terjadi.
(1) Data subyektif dengan anamnesa
Sapa ibu dan beritahu apa yang akan dilakukan, serta menjelaskan tujuan
anamnesis.
(2) Data obyektif dengan pemeriksaan fisik (pemeriksaan abdomen dan
pemeriksaan dalam). Pemeriksaan fisik bertujuan untuk menilai kondisi
kesehatan ibu dan bayi serta tingkat kenyamanan fisik ibu bersalin serta
mendeteksi dini adanya komplikasi. Pemeriksaan dalam dilakukan untuk
menilai apakah ada bagian yang menyempit dari dinding vagina,
pembukaan dan penipisan serviks, kapasitas panggul, ada tidaknya
penghalang pada jalan lahir, keputihan dan infeksi lainnya.
b) Diagnosa untuk persalinan sesungguhnya
Agar dapat mendiagnosa persalinan bidan harus dapat mengkonfirmasikan
pembukaan serviks dan kontraksi yang cukup.
(1) Perubahan serviks persalinan dapat ditentukan jika serviks secara
progresif membuka > 3cm dan menipis (Marmi, 2012)
(2) Kontraksi yang cukup. Kontraksi dianggap cukup bila :
(a) Kontraksi terjadi teratur, minimal 2x dalam 10 menit setiap kontraksi
berlangsung minimal 40 detik.
(b) Uterus mengeras selama kontraksi, misalnya ibu hamil tidak dapat
menekuk uterus dengan menekan bagian tersebut menggunakan jari.
(3) Lendir darah dari vagina (show)
(3)Nyeri punggung
(4)Janin memiliki tekanan kontraksi sehingga terjadi fleksi maksimal
f) Sistem saraf
Janin mengalami kontraksi pengeluaran sehingga menyebabkan penekanan
pada kepala janin sehingga Denyut Jantung Janin bisa menurun.
2) Psikologis kala II
Ibu inpartu biasanya sering mengalami emotional distress. Nyeri yang mampu
menurunkan kemampuan mengendalikan emosi, lemah, takut.
3) Tanda gejala persalinan kala II
a) Ibu merasakan ingin meneran bersamaan dengan terjadinya kontraksi (dewi
asri dan clara clervo ,2010)
b) Ibu merasakan adanya peningkatan tekanan pada rectum
c) Perineum menonjol
d) Vulva,vagina dan spingter ani membuka
e) Meningkatnya pengeluaran lendir darah
4) Diagnosa persalinan kala II
Diagnosis kala II dapat ditegakkan atas dasar hasil pemeriksaan dalam yang
menunjukkan pembukaan serviks telah lengkap dan bagian kepala bayi pada
introitus vagina atau kepala janin sudah tampak divulva dengan diameter 5-6
cm.
5) Kebutuhan dasar selama persalinan
Peran petugas kesehatan adalah memantau dengan seksama memberikan
dukungan serta kenyamanan pada ibu, bagi segi perasaan maupun fisik, seperti
:
a) Memberikan dukungan terus menerus kepada ibu dengan mendampingi ibu
agar merasa nyaman, menawarkan pemenuhan kebutuhan nutrisi seperti
makan, minu dan memijat ibu.
b) Menjaga kebersihan diri, diantaranya ibu tetap dijaga kebersihannya agar
terhindar dari infeksi, jika ada darah atau lendir segera dibersihkan.
c) Kenyamanan bagi ibu :
58
(11) Memberitahu ibu bila pembukaan sudah lengkap dan keadaan janin
baik, minta ibu meneran saat ada his dan apabila ada dorongan untuk
meneran
(12) Meminta keluarga untuk mempersiapkan posisi ibu, bantu ibu dalam
posisi setengah duduk dan pastikan ia merasa nyaman.
(13) Menganjurkan ibu untuk berjalan, jongkok atau mengambil posisi
nyaman jika belum ada dorongan untuk meneran dalam 60 menit
(14) Meletakkan handuk bersih diperut ibu jika kepala bayi telah membuka
dengan diameter 5-6 cm.
(15) Meletakkan kain bersih 1/3 bagian bawah bokong ibu
(16) Membuka penutup partus set dan perhatikan kembali alat dan bahan
(17) Memakai sarung tangan DTT pada kedua tangan
(18) Memeriksa adanya lilitan tali pusat pada leher janin
(19) Menunggu kepala janin hingga melakukan putaran paksi luar secara
spontan
(20) Setelah kepala melakukan putaran paksi luar, pegang secara
bipariental. Menganjurkan kepada ibu untuk meneran saat kontraksi.
Dengan lembut gerakkan kepala kearah bawah dan distal hingga bahu
depan muncul dibawah arkus pubis dan kemudian gerakan kearah atas
dan distal untuk melahirkan bahu belakang
(21) Setelah bahu lahir, geser tangan kearah perineum ibu utnuk
menyanggah kepala, lengan dan siku sebelah bawah. Gunakan tangan
atas utnuk menelusuri dan memegang tangan siku sebelah atas.
(22) Setelah badan dan lengan lahirtangan kiri menyusuri punggung kearah
bokong dan tungkai bawah janin untuk memegang tungkai bawah
(selipkan jari telunjuk tangan kiri diantara kedua lutut janin)
(23) Melakukan penilaian selintas:
(a) Apakah bayi menangis kuat dan atau bernapas tanpa kesulitan?
(b) Apakah bayi bergerak aktif?
62
(24) Mengeringkan tubuh bayi mulai dari muka dan bagian tubuh lainnya,
ganti handuk basah dengan handuk yang kering. Membiarkan bayi
diatas perut ibu
(25) Memeriksa kembali uterus untuk memastikan tidak ada kelahiran
kedua
(26) Memberitahu ibu bahwa ia akan disuntik oksitosin agar uterus
berkontraksi dengan baik
(27) Dalam waktu 1 menit setelah bayi lahir, suntikkan oksitosin 10 unit
intramuskuler di 1/3 paha atas bagian distal lateral. Lakukan aspirasi
sebelum menyuntikkan oksi.
(28) Setelah 2 menit persalinan jepit tali pusat dengan klem kira-kira 3 cm
dari pusat bayi. Mendorong isi tali pusat arah ibu dan jepit kembali tali
pusat pada 2 cm distal dari klem pertama.
(29) Dengan 1 tangan pegang tali pusat yang telah dijepit (lindungi perut
bayi) dan lakukan pengguntingan tali pusat
(30) Mengikat tali pusat dengan benag DTT pada satu sisi dan kemudian
melingkarkan kembali simpul kunci pada sisi lainnya.
(31) Menyelimuti ibu dan bayi dengan kain hangat dan memakaikan topi
pada bayi. Dengan dilahirkannya bayi maka kala II persalinan telah
selesai.
i. Asuhan persalinan kala III
1) Fisiologi kala III
Kala III merupakan periode waktu dimana penyusutan volume rongga
uterus setelah kelahiran bayi, penyusutan ukuran ini menyebabkan berkurangnya
ukuran tempat perlekatan palsenta. Oleh karena tempat perlekatan menjadi kecil,
sedangkan ukuran plasenta tidak berubah maka plasenta menjadi berlipat,
menebal dan kemudian melepas dari dinding uterus. Setelah lepas, plasenta akan
turun ke bagian bawah uterus atau vagina (Marmi, 2012)
2) Kebutuhan ibu bersalin kala III
Segera setelah bayi lahir, bayi diletakkan diperut ibu untuk dikeringkan
tubuhnya kecuali kedua telapak tangan, selanjutnya bayi akan diselimuti dan
63
diletakkan di dada ibu untuk selanjutnya berusaha mencari putting susu ibu.
Asuhan yang dapat dilakukan kepada ibu adalah :
a) Memberikan kesempatan kepada ibu untuk memluk bayinya dan menyusui
segera
b) Memberitahu setiap tindakan yang akan dilakukan
c) Pencegahan infeksi kala III
d) Memantau keadaan ibu (tanda vital, kontraksi dan perdarahan)
e) Melakukan kolaborasi atau rujukan bila terjadi kegawatdaruratan
f) Pemenuhan kebutuhan nutrisi dan rehidrasi
g) Memberikan motivasi dan pendampingan selama kala III
3) Manajemen aktif kala III
Tujuan manajemen aktif kala III adalah untuk menghasilkan kontraksi
uterus yang lebih efektif dan mengurangi kehilangan darah kala III persalinan jika
dibandingkan kala III fisiologis. Manajemen aktif kala III terdiri atas 3 langkah
utama yaitu :
a) Pemberian suntikkan oksitosin salam 1menit pertama setelah bayi lahir.
Pemberian oksitosin ditujukan untuk merangsang uterus berkontraksi yang
juga mempercepat pelepasan plasenta. Langkah –langkah memberikan
suntikkan oksitosin :
(1) Periksa uterus untuk memastikan tidak ada bayi kedua
(2) Beritahu ibu bahwa ia akan disuntik
(3) Suntikan oksitosin 10 unit IM bagian paha atas bagian luar
b) Melakukan penegangan tali pusat terkendali (PTT). PTT dilakukan hanya saat
uterus berkontraksi. Tangan pada uterus merasakan kontraksi, ibu dapat juga
memberitahu petugas bahwa ia meraskan kontraksi (Marmi, 2012). Ketika
uterus sedang tidak berkontraksi tangan tetap berada pada perut ibu tapi tidak
melakukan PTT. Langkah-langkah Penagangan tali pusat terkendali :
(2) Letakkan tangan lain pada abdomen iu tepat diatas simpisis pubis.
Gunakan tangan ini untuk meraba kontraksi uterus pada saat melakukan
PTT. Setelah terjadi kontraksi yang kuat, tegangkan tali pusat dengan satu
tangan dan tangan lain pada dinding abdomen dan melakukan dorso cranial
agar mencegah terjadinya inversion uteri
(3) Bila plasenta belum lepas tunggu 2-3 menit dan ulangi prosedur PTT
(4) Setelah uterus berkontraksi tegangkan tali pusat kebawah, lakukan tekanan
dorso cranial hingga pusat makin menjulur dan korpus uteri bergerak ke
atas yang menandakan plasenta telah lepas dan dapat dilahirkan
(5) Jika langkah diatas tidak berjalan sebagaman mestinya dan plasenta tidak
turun setelah 30-40 detik dimulainya PTT dan tidak ada tanda-tanda
terlepasnya plasenta, jangan terus-menerus melakukan PTT
(6) Setelah plasenta terpisah anjurkan ibu untuk meneran agar plasenta
terdorong keluar melalui introitus vagina, tetap tegangkan tali pusat
dengan arah sejajar lantai
(7) Pada saat plasenta terlihat pada introitus vagina lahirkan plaseta dengan
mengangkat tali pusat keatas dan menopang plasenta dengan tangan
lainnya untuk diletakkan kedalam wadah penampung karena selaput
ketuban mudah robek pegang plasenta dengan kedua tangan dan secara
lembut putar plasenta hingga selaput ketuban terpilin menjadi satu.
(8) Lakukan penarikan dengan lembut dan perlahan-lahan untuk melahirkan
selaput ketuban.
(9) Jika selaput ketuban robek dan tertinggal dijalan lahir saat melahirkan
plasenta, dengan hati-hati periksa vagina dan serviks dengan seksama.
Jika plasenta tidak lahir dalam waktu 15 menit maka berikan suntikan
oksitosin dosis kedua. Ulangi kembali PTT dan tekanan dorsokranial.
Nasehati keluarga bahwa rujukan mungkin diperlukan jika plasenta belum
lahir dalam 30 menit. Jika dalam 30 menit dilakukan PTT dan dorso
cranial plasenta belum juga lahir, rujuk segera.
c) Masase fundus uteri
(1)Letakkan tangan pada fundus uteri
65
(2)Jelaskan tindakan pada ibu bahwa ibu mungkin merasa agak tidak nyaman
karena tindakan yang diberikan. Anjurkan ibu untuk menarik nafas dalam
dan perlahan serta rileks.
(3)Dengan lembut dan mntap gerakkan tangan dengan arah memutar pada
fundus uteri supaya uteru berkontraksi. Jika uterus tudak berkontraksi
dalam waktu 15 detik, lakukan penatalaksanaan atonia uteri.
(4)Periksa plasenta dan selaputnya untuk memastikan keduanya lengkap dan
utuh
(5)Periksa kembali uterus setalah satu hingga dua menit untuk memastikan
uterus berkontraksi. Jika kontraksi uterus masih belum baik, ulangi masase
untuk segera mengetahui jika uterus berkontraksi baik atau tidak.
(6)Periksa kontraksi setiap 15 menit selama 1 jam pertama dan 30 menit
selama 1 jam kedua pasca persalinan
4) Pendokumentasian kala III
Semua asuhan dan tindakan harus didokumetasikan dengan baik dan
benar. Pada pendokumentasian kala III pencatatan dilakukan pada lembar
belakang partograf. Hal – hal yang dicatat adalah sebagai berikut (Marmi, 2012)
:
a) Lama kala III
b) Pemberian Oksitosin berapa kali
c) Bagaimana penatalakasanaan PTT
d) Perdarahan
e) Kontraksi uterus
f) Adakah laserelasi jalan lahir
g) Vital sign ibu
h) Keadaan bayi baru lahir
d) Sistem renal
Kandung kemih yang hipotonik disertai dengan retensi urin dan
pembesaran umum terjadi. Tekanan dan kompresi pada kandung kemih selama
persalinan dan perlahiran adalah penyebabnya. Mempertahankan kandung
kemih wanita agar tetap kosong selama persalinan dapat menurunkan trauma.
Setelah persalinan kandung kemih harus dijaga tetap kosong guna mencegah
uterus berubah posisi dan terjadi atonia uteri (Marmi, 2012).
2) Asuhan persalinan kala IV berdasarkan APN
a) Segera setelah plasenta lahir, lakukan masase pada fundus uteri dengan
menggosok fundus uteri secara sirkuler menggunakan bagian palmar 4 jari
tangan kiri hingga kontraksi uterus baik (fundus teraba keras)
b) Periksa bagian maternal dan bagian fetal plasenta dengan tangan kanan untuk
memastikan seluruh kotiledon dalam keadaan utuh dan selaput ketuban sudah
lahir lengkap.
c) Evaluasi kemungkinan laserasi pada vagina dan perineum. Melakukan
penjahitan bila laserasi menyebabkan perdarahan
d) Memastikan uterus berkontraksi dengan baik dan tidak terjadi perdarahan
pervaginam
e) Membiarkan bayi tetap melakukan kontak kulit dengan ibu sedikitnya 1 jam
f) Setelah 1 jam lakukan pengukuran antropometri pada bayi , beri tetes mata
antiprofilaksis dan vitamin k 1 mg intra muskuler pada paha kiri antero lateral
g) Setelah satu jam pemberian vitamin K berikan suntikan untuk vaksin Hb0 di
paha kanan anterolateral
h) Melanjutkan pemantauan kontraksi dan mencegah perdarahan pervaginam
i) Mengajarkan ibu atau keluarga cara masase uterus dan menilai kontraksi
j) Evaluasi dan estimasi jumah kehilangan darah
k) Memeriksa nadi ibu dan keadaan kandung kemih setiap 5 menit pada satu jam
pertama dan setiap 30 menit pada satu jam kedua pasca persalinan
l) Memeriksa kembali bayi bahwa bayi bernapas dengan baik
m) Menempatkan semua peralatan bekas pakai dalam larutan klorin 0,5% untuk
dekontaminasi (10 menit). Cuci dan bilas peralatan setelah didekontaminasi
68
serviks telah melampaui dan berada disebelah kanan garis bertindak, ini
menunjukkan bahwa perlu dilakukan tindakan untuk menyelesaikan
persalinan (Asrinah, dkk, 2010)
d) Jam dan waktu
(1)Waktu mulainya fase aktif persalinan
Bagian bawah partograf (Pembukaan dan penurunan) tertera kotak-
kotak yang setiap kotaknya bernilai 1 jam sejak dimulainya fase aktif
persalinan(Asrinah,dkk, 2010).
(2)Waktu aktual saat pemeriksaaan atau penilaian
Dibawah lajur kotak untuk waktu mulainya fase aktif, tertera kotak-
kotak untuk mencatat waktu actual saat pemeriksaan dilakukan. Setiap
kotak menyatakan 1 jam penuh berkaitan dengan dua kotak waktu 30
menit yang berhubungan dengan laur pembukaan serviks, denyut jantung
janin, lajur kontaksi dan nadi ibu di bagian bawah (Asrinah,dkk, 2010).
e) Kontraksi uterus
Dibawah lajur waktu partograf terdapat 5 kotak dengan tulisan
“kontraksi/10 menit” disebelah luar kolom paling kiri. Setiap kotak
menyatakan satu kontraksi. Setiap 30 menit, raba dan catat jumlah kontraksi
dalam 10 menit dan lamanya kontraksi dalam satuan detik (Asrinah, dkk,
2010).
f) Obat-obatan dan cairan
Dibawah lajur kotak observasi kontraksi uterus, tertera lajur kotak
untuk mencatat oksitosin, obat-obat lainnya dan cairan intravena
(Asrinah,dkk, 2010).
(1) Oksitosin. Jika tetesan drip oksitosin sudah dimulai, dokumentasikan
setiap 30 menit jumlah unitoksitosin yang diberikan per volume cairan
IV dan dalam satuan tetesan menit.
(2) Obat lain dan cairan IV. Catat semua pemberian obat-obatan tambahan
dan atau cairan IV dalam kotak yang sesuai dengan kolom waktunya.
g) Kondisi ibu
72
Pada bagian bawah lajur dan kolom halaman depan partograf, terdapat
kotak atau ruang untuk mencatat kondisi kesehatan dan kenyamanan ibu
selama persalinan (Asrinah,dkk, 2010).
(1) Nadi, tekanan darah, dan suhu tubuh ibu
Angka disebelah kiri bagian partograf berkaitan dengan nadi dan
tekanan darah ibu. Nadi dicatat setiap 30 menit selama fase aktif
persalinan. Beri tanda (.) pada kolom waktu yang sesuai. Sedangkan
tekanan darah ibu setiap 4 jam selama fase aktif persalinan (beri tanda
panah dalam partograf pada kolom yang sesuai. Nilai dan catat
temperature tubuh ibu setiap 2 jam.
(2) Volume urin, protein dan aseton
Ukur dan catat jumlah prosduksi urin ibu sedikitnya setiap 2 jam.
Jika memungkinkan maka setiap kali ibu berkemih, lakukan pemeriksaan
aseton dan protein urin.
h) Pencatatan lembar belakang partograf
Halaman belakang partograf merupakan bagian untuk mencatat hal-
hal yang terjadi selama proses persalinan dan kelahiran bayi, serta tindakan
yang dilakukan sejak kala I hingga IV dan bayi baru lahir. Dokumentasi ini
sangat penting, terutama untuk membuat keputusan klinik. Selain itu catatan
persalinan dapat digunakan untuk menilai sejauh mana pelaksanaan asuhan
persalinan yang aman dan bersih telah dilakukan (Asrinah, dkk, 2010).
4. Asuhan bayi baru lahir normal
a. Pengertian bayi baru lahir normal
Menurut Departemen Kesehatan RI (2005) bayi baru lahir normal adalah bayi
yang lahir dengan umur kehamilan 37-42 minggu dan berat lahir 2500-4000 gram.
Menurut M sholeh Kusim (2007) bayi baru lahir adalah bayi yang berat
lahirnya 2500-4000 gram, cukup bulan, lahir langsung menangis, dan tidak ada
kelainan congenital yang berat.
b. Ciri-ciri bayi baru lahir normal
Ciri-ciri bayi baru lahir normal (Jitowiyono dan Kristiyanasari, 2011) :
1) Berat badan 2500-4000 gram
73
(denyut jantung)
Interpretasi :
Dibawah ini merupakan adaptasi fungsi dan proses vital pada neonatus
(Marmi, 2012) :
75
2) Sistem pernapasan
Pada umur kehamilan 34-36 minggu struktur paru-paru sudah matang,
artinya paru-paru sudah bisa mengembangkan sistem alveoli. Selama dalam
uterus, janin mendapat oksigen dari pertukaran gas melalui plasenta. Setelah
lahir, pertukaran gas terjadi melalui paru-paru bayi, pertukaran gas terjadi dalam
waktu 30 menit pertama sesudah lahir (Marmi, 2012)
Keadaan yang dapat mempercepat maturitas paru-paru adalah toksemia,
hipertensi, diabetes yang berat, infeksi ibu, ketuban pecah dini. Keadaan tersebut
dapat mengakibatkan stress pada janin, hal ini dapat menimbulkan rangsangan
untuk pematangan paru-paru. Sedangkan keadaan yang dapat memperlambat
maturitas paru-paru adalah diabetes ringan, inkompebilitas rhesus, gemeli satu
ovum dengan berat yang berbeda dan biasanya berat badan yang lebih kecil paru-
parunya belum matur (Marmi, 2012).
Rangsangan untuk gerakan pernapasan pertama kali pada neonatus
disebabkan karena : saat kepala melewati jalan lahir, ia akan mengalami
penekanan pada toraksnya dan tekanan ini akan hilang dengan tiba-tiba setelah
bayi lahir. Proses mekanis ini menyebabkan cairan yang ada dalam paru-paru
hilang karena terdorong pada bagian perifer paru untuk kemudian diabsorpsi,
karena terstimulus oleh sensor kimia, suhu, serta mekanis akhirnya bayi
memulai aktifitas bernapas untuk pertama kali (Marmi, 2012).
Fungsi alveolus dapat maksimal jika dalam paru-paru bayi terdapat
surfaktan yang adekuat. Surfaktan membantu menstabilkan dinding alveolus
sehingga alveolus tidak kolaps saat akhir napas. Surfaktan ini mengurangi
tekanan paru dan membantu untuk menstabilkan dinding alveolus sehingga tidak
kolaps pada akhir pernapasan (Asrinah, dkk, 2010).
3) Jantung dan sirkulasi darah
Setelah lahir, darah bayi baru lahir harus melewati paru untuk mengambil
oksigen dan mengadakan sirkulasi melalui tubuh guna mengantarkan oksigen ke
jaringan. Untuk membuat sirkulasi yang baik guna mendukung kehidupan diluar
rahim, harus terjadi dua perubahan besar (Asrinah,dkk, 2010) :
a) Penutupan foramen ovale pada atrium jantung
76
3) Saluran Pencernaan
Bila dibandingkan dengan dengan ukuran tubuh, saluran pencernaan
pada neonatus relatif lebih berat dan panjang dibandingkan orang dewasa. Pada
neonatus, traktus digestivus mengandung zat-zat yang berwarna hitam kehijauan
yang terdiri dari mukopolosakarida dan disebut mekonium. Pada masa neonatus
saluran pencernaan mengeluarkan tinja pertama biasanya dalam 24 jam pertama
berupa mekonium. Dengan adanya pemberian susu, mekonium mulai digantikan
dengan tinja yang berwarna coklat kehijauan pada hari ketiga sampai keempat
(Marmi, 2012).
Frekuensi pengeluaran tinja pada neonatus sangat erat hubungannya
dengan frekuensi pemberian makan atau minum. Enzim dalam saluran
pencernaan bayi sudah terdapat pada neonatus kecuali amylase, pancreas,
aktifitas lipase telah ditemukan pada janin tujuh sampai 8 bulan kehamilannya.
77
Pada saat lahir, aktifitas mulut sudah berfungsi yaitu menghisap dan
menelan, saat menghisap lidah berposisi dengan pallatum sehingga bayi hanya
bisa bernapas melalui hidung, rasa kecap dan penciuman sudah ada sejak lahir,
saliva tidak mengandung enzim tepung dalam tiga bulan pertama dan lahir
volume lambung 25-50 ml (Marmi,2012).
Adapun adaptasi pada saluran pencernaan adalah (Marmi, 2012):
a) Pada hari ke 10 kapasitas lambung menjadi 100 cc
b) Enzim tersedia untuk mengkatalisis protein dan karbohidrat sederhana yaitu
monosakarida dan disakarida
c) Difesiensi lifase pada pancreas menyebabkan terbatasnya absorpsi lemak
sehingga kemampuan bayi untuk mencerna lemak belum matang, maka susu
formula sebaiknya tidak diberikan pada bayi baru lahir.
d) Kelenjar ludah berfungsi saat lahir tetapi kebanyakan tidak mengeluarkan
ludah sampai usia bayi ±2-3 bulan.
4) Sistem metabolisme
Pada jam-jam pertama energi didapatkan dari pembakaran karbohidrat
dan pada hari kedua energi berasal dari pembakaran lemak. Setelah
mendapatkan susu kurang lebih pada hari keenam, pemenuhan kebutuhan energi
bayi 60% didapatkan dari lemak dan 40% dari karbohidrat (Marmi, 2012).
Energi tambahan yang diperlukan neonatus pada jam-jam pertama
sesudah lahir, diambil dari hasil metabolisme asam lemak sehingga kadar gula
darah mencapai 120 mg/100ml (Marmi, 2012).
Seorang bayi yang mengalami hipotermia pada saat lahir akan
mengalami hipoksia, maka ia akan menggunakan persediaan glukogen dalam
dua jam pertama kelahiran. Inilah mengapa sangat penting menjaga kehangatan
bayi baru lahir. Perhatikan bahwa keseimbangan glukosa tidak sepenuhnya
tercapai hingga 3-4 jam pertama pada bayi cukup bulan yang sehat. Jika semua
persediaan digunakan pada jam pertama maka otak bayi dalam keadaan berisiko
(Marmi, 2012).
5) Produksi panas (Suhu Tubuh)
78
jenis urin (1,004) dan osmolalitas urin yang rendah. Semua keterbatasan ginjal
ini lebih buruk pada bayi kurang bulan (Marmi, 2012).
Bayi baru lahir mengekskresikan sedikit urin pada 48 jam pertama
kehidupan, yaitu hanya 30-60 ml. Normalnya dalam urine tidak terdapat protein
atau darah, debris sel yang dapat banyak mengindikasikan adanya cedera atau
iritasi dalam sistem ginjal. Adanya massa abdomen yang ditemukan pada
pemeriksaan fisik adalah ginjal dan mencerminkan adanya tumor, pembesaran,
atau penyimpangan dalam ginjal (Marmi, 2012).
7) Susunan syaraf
Sistem neurologis bayi secara anatomi atau fisiologis belum berkembang
sempurna. Bayi baru lahir menunjukkan gerakan-gerakan tidak terkoordinasi,
pengaturan suhu yang labil, kontrol otot yang buruk, mudah terkejut, dan tremor
pada ektremitas. Perkembangan neonatus terjadi cepat; sewaktu bayi tumbuh,
perilaku yang lebih kompleks (misalnya, kontrol kepala, tersenyu, meraih
dengan tujuan) akan berkembang (Marmi, 2012).
8) Imunologi
Sistem imunitas bayi baru lahir masih belum matang, menyebabkan
BBL rentan terhadap berbagai infeksi dan alergi. Sistem imunitas yang matang
akan memberikan kekebalan alami maupun yang didapat. Kekebalan alami
terdiri dari struktur pertahanan tubuh yang berfungsi mencegah atau
meminimalkan infeksi (Marmi, 2012).
Berikut beberapa contoh kekebalan alami :
a) Perlindungan dari membran mukosa.
b) Fungsi saring saluran pernafasan.
c) Pembentukan koloni mikroba di kulit dan usus.
d) Perlindungan kimia oleh lingkungan asam lambung.
Kekebalan alami disediakan pada sel darah yang membantu BBL
membunuh mikroorganisme asing, tetapi sel darah ini belum matang artinya
BBL belum mampu melokalisasi infeksi secara efisien. Bayi yang baru lahir
80
dengan kekebalan pasif mengandung banyak virus dalam tubuh ibunya. Reaksi
antibodi terhadap, antigen asing masih belum bisa dilakukan di sampai awal
kehidupan. Tugas utama selama masa bayi dan balita adalah pembentukan
sistem kekebalan tubuh, BBL sangat rentan terhadap infeksi. Reaksi BBL
terhadap infeksi masih lemah dan tidak memadai, pencegahan terhadap mikroba
(seperti pada praktek persalinan yang aman dan menyusui ASI dini terutama
kolostrum) dan deteksi dini infeksi menjadi penting (Marmi, 2012).
baru lahir. Perawatan mata harus segera dilaksanakan, tindakan ini dapat
dikerjakan setelah bayi selesai dengan perawatan tali pusat (Marmi,2012)
9) Pemberian imunisasi BBL
Setelah pemberian injeksi vitamin K bayi juga diberikan imunisasi
hepatitis B yang bermanfaat untuk mencegah infeksi hepatitis B terhadap bayi
terutama jalur penularan ibu. Imunisasi hepatitis B diberikan 1 jam setelah
pemberian vitamin K (Marmi, 2012).
f. Asuhan bayi baru lahir 1-24 jam pertama kelahiran
Sebelum penolong meninggalkan ibu, harus melakukan pemeriksaan dan
penilaian ada tidaknya masalah kesehatan terutama pada; Bayi kecil masa
kehamilan, gangguan pernafasan, hipotermi, infeksi, dan cacat bawaan atau trauma
lahir. Jika hasil pemeriksaan tidak ada masalah, tindakan yang harus dilakukan
adalah :
1) Lanjutkan pengamatan pernapasan, warna dan aktivitasnya
2) Pertahankan suhu tubuh bayi
3) Lakukan pemeriksaan fisik
4) Pemberian vitamin K1
5) Identifikasi BBL
6) Ajarkan kepada orang tua cara merawat bayi : pemberian nutrisi,
mempertahankan kehangatan tubuh bayi, mencegah infeksi, ajarkan tanda-tanda
bahaya pada orang tua
7) Berikan imunisasi BCG, Polio, Hepatitis B
g. Deteksi dini untuk komplikasi bayi baru lahir dan neonatus
Dibawah ini merupakan deteksi dini komplikasi BBL (Syarifudin, 2010) :
1) Tidak mau minum atau menyusu atau memuntahkan semua
2) Riwayat kejang
3) Bergerak hanya jika dirangsang(letargis)
4) Frekuensi nafas <30 kali per menit atau >60 kali per menit
5) Suhu tubuh <36,5ºC atau >37ºC
6) Tarikan dinding dada ke dalam yang sangat kuat
7) Merintih
85
bayi dilahirkan tangan pemeriksa masih dapat dimasukkan 2-3 jari. Setelah 1
minggu 1 jari saja yang dapat masuk (Damai Yanti dan Dian Sundawati, 2011).
c) Lochia
Akibat involusi uteri, lapisan desidua yang mengelilingi situs plasenta
akan menjadi nekrotik. Desidua yang mati akan keluar bersama dengan sisa
cairan. Percampuran antara darah dan desidua ini yang disebut lochia.
Pengeluaran lochia dapat menjadi lochia rubra, sanguilenta, serosa dan alba.
Perbedaan lochia dapat dilihat pada tabel sebagai berikut (Damai Yanti dan
Dian Sundawati, 2011).:
Lochia waktu Warna Ciri-ciri
Rubra 1-3 hari Merah Terdiri dari sel desidua, verniks caseosa,
kehitaman rambut lanugo, sisa mekonium dan sisa
darah
Sanguilenta 3-7 hari Putih Sisa darah bercampur lendir
bercampur
merah
Serosa 7-14 hari Kekuningan/ Lebih sedikit darah, dan lebih banyak
kecoklatan serum, juga terdiri dari leukosit dan
robekan laserasi plasenta
Alba >14 hari Putih Mengandung leukosit, selaput lendir
serviks dan serabut jaringan yang mati
Tabel 9. Perbedaan lokhia
Umumnya jumlah lochia pada wanita saat berbaring akan lebih sedikit
jika dibandingkan berdiri. Hal ini terjadi karena saat berbaring lochia bersatu
di vagina bagian atas dan mengalir keluar saat berdiri. Total rata-rata
pengeluaran lochea adalah 240-270 ml (Damai Yanti dan Dian Sundawati,
2011).
d) Vulva,vagina dan perineum
Selama proses persalinan vulva, vagina dan perineum mengalami
penekanan dan peregangan, setelah beberapa hari persalinan kedua organ ini
akan kembali dalam keadaan kendor. Rugae timbul kembali pada minggu
ketiga. Ukuran vagina akan selalu lebih besar dibandingkan keadaan saat
sebelum persalinan pertama. (Damai yanti dan Dian Sundawati, 2011)
Perubahan pada perineum terjadi pada saat perineum mengalami
robekan. Robekan secara spontan ataupun mengalami episiotomy dengan
90
a) Hormon plasenta
Pengeluaran plasenta menyebabkan penurunan hormon yang
diproduksi oleh plasenta. Hormon plasenta menurun dengan cepat pasca
persalinan. Penurunan hormon ini menyebabkan kadar gula darah menurun
pada masa nifas. HCG menurun dengan cepat dan menetap sampai 10%
dalam 3 jam hingga hari ke 7 post portum dan sebagai onset pemenuhan
mamae pada hari ke 3 post partum (Damai yanti dan Dian Sundawati, 2011).
b) Hormon pituitary
Hormone pituitary antara lain: hormone prolaktin, FSH dan LH.
Hormon prolaktin darah meningkat dengan cepat, pada wanita tidak
menyusui akan menurun dalam waktu 2 minggu. Hormon prolaktin berperan
dalam pembesaran payudara untuk merangsang produksi susu (Damai yanti
dan Dian Sundawati, 2011).
c) Hormon oksitosin
Hormon oksitosin disekresikan dari kelenjar otak bagian belakang,
bekerja terhadap otot uterus dan jaringan payudara. Selama tahap ketiga
91
5) Penyesuaian gastrointestinal
Biasanya ibu mengalami obstipasi setelah melahirkan. Hal ini disebabkan
karena pada waktu melahirkan alat pencernaan mendapat tekanan yang
menyebabkan kolon menjadi kosong, pengeluaran yang berlebihan pada waktu
persalinan (dehidrasi), kurang makan, haemoroid, laserelasi jalan lahir. Supaya
buang air besar kembali teratur, dapat diberikan diit atau makanan yang tinggi
serat dan pemberian cairan yang cukup. Bila usaha ini tidak berhasil dalam waktu
2 atau 3 hari dapat ditolong dengan pemberian huknah atau gliserin spuit atau
diberikan obat laksan yang lain (Ambarwati dan Wulandari, 2010).
6) Penyesuaian musculoskeletal
Otot-otot abdomen secara bertahap melebar atau melonggar selama
kehamilan, menyebabkan pengurangan tonus otot yang akan jelas terlihat pada
periode pasca partum, abdomen sering menjadi sangat lunak dan lemah Selama
kehamilan,muskulus rektus abdominalis memisah, secara bertahap akan kembali
pada akhir periode pasca partum. Senam nifas di anjurkan untuk memulihkan
keadaan ini (Anggraini, 2010).
7) Penyesuaian sistem urinaria
Hendaknya buang air kecil dapat dilakukan sendiri secepatnya. Kadang-
kadang puerperium mengalami buang air kecil, karena sfingter uretra ditekan oleh
92
kepala janin dan spasme oleh iritasi muskulus spingter ani selama persalinan juga
oleh karena adanya edema kandung kemih yang terjadi selama persalinan.
Kandung kemih dalam puerperium sangat kurang sensitif dan kapasitasnya
bertambah, sehingga kandung kemih penuh atau sesudah buang air kecil masih
tertinggal urine residual (normal 15 cc).
d. Perubahan psikologis masa nifas
Secara psikologis, setelah melahirkan seorang ibu akan merasakan gejala-
gejala psikiatrik, demikian juga masa menyusui. Meskipun demikian adapula ibu
yang tidak mengalami ini. Wanita banyak mengalami perubahan emosi selama masa
nifas sementara ia menyesuaikan diri menjadi seorang ibu. Adapun tahapan adaptasi
psikologis ibu nifas menurut Ambarwati dan Dian Wulandari (2010) sebagai berikut
:
1) Fase taking in
Fase ini merupakan periode ketergantungan dari hari pertama sampai hari
kedua setelah melahirkan. Pada saat itu fokus perhatiannya pada diri sendiri.
Pengalaman selama proses persalinan sering berulang diceritakannya. Kelelahan
membuat ibu cukup istrahat untuk mencegah gejala kurang tidur, seperti mudah
tersinggung. Hal ini membuat ibu cenderung menjadi pasif dengan
lingkungannya. Oleh karena itu perlu di pahami dan menjaga komunikasi
dengan baik.
2) Fase taking hold
Fase ini berlangsung 3-10 hari setelah melahirkan. Pada fase taking hold
ibu merasa khawatir akan ketidakmampuannya dalam merawat bayi. Karena itu
ibu membutuhkan dukungan karena saat ini merupakan kesempatan yang baik
untuk menerima berbagai penyuluhan dalam merawat diri dan bayinya sehingga
tumbuh rasa percaya diri.
3) Fase letting go
Fase ini merupakan fase menerima tanggung jawab akan peran barunya
dan berlangsung 10 hari setelah melahirkan. Ibu sudah mulai menyesuaikan diri
dengan bayinya. Keinginan untuk merawat diri akan meningkat pada fase ini.
e. Kebutuhan dasar masa nifas
93
b) Defekasi
Sulit buang air besar (konstipasi) dapat terjadi karena ketakutan akan
rasa sakit, takut jahitan terbuka,atau karena adanya haemoroid, buang air
besar harus dilakukan 3 sampai 4 hari pasca persalinan.Bila masih sulit buang
air besar dan terjadi obstipasi apalagi berak keras dapat diberikan obat laksans
per oral dan per rektal (Saleha, 2011).
4) Menjaga kebersihan diri
Kebersihan diri secara keseluruhan untuk menghindari infeksi baik pada
luka jahitan maupun kulit (Saleha, 2011). Kebersihan diri diantaranya :
a) Kebersihan alat genetalia
Setelah melahirkan biasanya perineum menjadi agak bengkak, memar, dan
mungkin ada luka jahitan, bekas robekan atau episiotomi (Saleha, 2011).
b) Pakaian
Sebaiknya pakaian terbuat dari bahan yang mudah menyerap keringat menjadi
banyak, demikian juga dengan pakaian dalam, agar tidak terjadi iritasi atau
lecet pada daerah sekitarnya akibat lochea, pakaian yang digunakan harus
longgar, dalam keadaan kering dan juga terbuat dari bahan yang mudah
menyerap keringat karena produksi keringat menjadi banyak (Saleha, 2011).
5) Istrahat
Wanita pasca persalinan harus cukup istrahat,delapan jam pasca
persalinan, ibu harus tidur terlentang untuk mencegah perdarahan sesudah delapan
jam, ibu harus boleh miring kiri dan miring kanan untuk mencegah thrombosis.
Ibu dan bayi ditempatkan pada satu kamar.Pada hari kedua, bila perlu dilakukan
latihan senam, pada hari ketiga umumnya sudah dapat duduk, hari keempat
berjalan dan hari kelima dapat dipulangkan. Makanan yang diberikan harus
bermutu tinggi dan cukup kalori, cukup protein dan banyak buah (Saleha, 2011).
6) Seksual
95
Setelah persalinan pada masa ini menghadapi peran baru sebagai orang
tua sehingga sering melupakan perannya sebagai pasangan. Namun segera setelah
ibu merasa percaya diri dengan peran barunya dia akan menemukan dan melihat
sekelilingnya serta menyadari bahwa ia sudah kehilangan aspek lain dalam
kehidupannya yang juga penting. Oleh karena itu perlu memahami perubahan
yang terjadi dalam diri istri sehingga tidak punya perasaan diabaikan (Saleha,
2011).
7) Rencana KB
Pemilihan kontrasepsi harus sudah dipertimbangkan pada masa nifas.
Apabila hendak memakai kontrasepsi yang mengandung hormon,harus
menggunakan obat yang tidak mengganggu produksi air susu ibu. Hubungan
suami istri pada masa nifas tidak dianjurkan (Saleha, 2011).
f. Tujuan asuhan masa nifas
Asuhan yang diberikan kepada ibu nifas bertujuan untuk:
1) Meningkatkan kesejahteraan fisik dan psikologis ibu dan bayi.
Pemberian asuhan, pertama bertujuan untuk memberi fasilitas dan dukungan
bagi ibu yang baru saja melahirkan anak pertama untuk dapat menyesuaikan diri
dengan kondisi dan peran barunya sebagai seorang ibu.Kedua, member
pendampingan dan dukungan bagi ibu yang melahirkan anak kedua dan
seterusnya untuk membentuk pola baru dalam keluarga sehingga perannya
sebagai ibu tetap terlaksana dengan baik. Jika ibu dapat melewati masa ini maka
kesejahteraan fisik dan psikologis bayi pun akan meningkat (Ambarwati, 2010).
2) Pencegahan, diagnosa dini,dan pengobatan komplikasi
Pemberian asuhan pada ibu nifas diharapkan permasalahan dan komplikasi yang
terjadi akan lebih cepat terdeteksi sehingga penanganannya pun dapat lebih
maksimal (Ambarwati, 2010).
Pendampingan pada ibu pada masa nifas bertujuan agar keputusan tepat dapat
segera diambil sesuai dengan kondisi pasien sehingga kejadian mortalitas dapat
dicegah (Ambarwati, 2010).
4) Mendukung dan mendampingi ibu dalam menjalankan peran barunya
Hal ini sangat penting untuk diperhatikan karena banyak pihak yang
beranggapan bahwa jika bayi lahir dengan selamat,maka tidak perlu lagi
dilakukan pendampingan bagi ibu, beradaptasi dengan peran barunya sangatlah
berat dan membutuhkan suatu kondisi mental yang maksimal (Ambarwati,
2010).
5) Mencegah ibu terkena tetanus
Pemberian asuhan yang maksimal pada ibu nifas, diharapkan tetanus pada ibu
melahirkan dapat dihindari (Ambarwati, 2010).
6) Memberi bimbingan dan dorongan tentang pemberian makan anak secara sehat
serta peningkatan pengembangan hubungan yang baik antara ibu dan anak
Pemberian asuhan, kesempatan untuk berkonsultasi tentang kesehatan, termasuk
kesehatan anak dan keluarga akan sangat terbuka.Bidan akan membuka
wawasan ibu dan keluarga untuk peningkatan kesehatan keluarga dan hubungan
psikologis yang baik antara ibu, anak, dan keluarga (Ambarwati, 2010).
i. Peran dan tanggung jawab bidan dalam masa nifas
Peran dan tanggung jawab bidan dalam masa nifas ini,antara lain:
1) Teman dekat
Awal masa nifas kadang merupakan masa sulit bagi ibu. Oleh karenanya
ia sangat membutuhkan teman dekat yang dapat diandalkan dalam mengatasi
kesulitan yang dihadapinya. Pola hubungan yang terbentuk antara ibu dan bidan
akan sangat ditentukan oleh ketrampilan bidan dalam menempatkan diri sebagai
teman dan pendamping bagi ibu.Jika pada tahap ini hubungan yang terbentuk
sudah baik maka tujuan dari asuhan akan lebih mudah tercapai (Ambarwati,
2010).
2) Pendidik
Masa nifas merupakan masa yang paling efektif bagi bidan untuk
menjalankan perannya sebagai pendidik.Tidak hanya ibu sebagai ibu,tetapi
97
Kriteria pengakajian :
Kriteria Implementasi :
a. Memperhatikan klien sebagai makhluh bio-psiko-sosio-kultural
b. Setiap tindakan atau asuhan harus mendapatkan persetujuan klien atau
keluarganya (informed consent)
c. Melaksanakan tindakan asuhan berdasarkan evidence based
d. Melibatkan klien/pasien dalam setiap tindakan
e. Menjaga privasi klien/pasien
f. Melaksanakan prinsip pencegahan infeksi
99
1. Pencatatan dilakukan segera setelah melaksanakan asuhan pada formuli yang tersedia
(rekam medis/KMS/Status Pasien/Buku KIA)
2. Ditulis dalam bentuk catatan perkembangan SOAP.
3. S (Subyektif):
Menggambarkan dan mendokumentasikan hasil pengumpulan data klien melalui
anamnesa sebagai langkah satu Varney.
4. O (Obyektif):
Menggambarkan dan mendokumentasian hasil pemeriksaan fisik klien, hasil
laboratorium dan tes diagnostik lain yang dirumuskan dalam data fokus untuk
mendukung asuhan langkah satu Varney.
5. A (Assesment):
Menggambarkan pendokumentasian hasil analisa dan intepretasi data subyektif dan
obyektif suatu identifikasi.
6. P (Penatalaksanaan):
Mengambarkan pendokumentasian dari tindakan dan evaluasi, perencanaan
berdasarkan assessment sebagai langkah V, VI, VII Varney
D. Kewenangan Bidan
Kewenangan bidan menurut Permenkes No 1464/Menkes/per/X/2010 :
1. Pasal 9
Bidan dalam menjalankan praktik, berwenang untuk memberikan pelayanan meliputi :
a. Pelayanan kesehatan ibu
b. Pelayanan kesehatan anak, dan
c. Pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana
2. Pasal 10
a. Pelayanan kesehatan ibu sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 9 huruf a
diberikan pada masa pra hamil, hamil, masa persalinan, masa nifas, masa menyusui
dan masa diantara dua kehamilan
b. Pelayanan kesehatan ibu sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) meliputi :
1) Pelayanan konseling pada masa pra hamil
2) Pelayanan antenatal pada kehamilan normal
3) Pelayanan persalinan normal
101
Rujuk
102
Fisiologis
Bayi Baru
Patologis Nifas
Lahir
Patologis
ahir Rujuk
Fisiologis Fisiologis
Rujuk