Anda di halaman 1dari 6

KEBAHAGIAAN ADALAH KODRAT KITA

Keadaan yang menjadi kodrat hidup manusia adalah hidup bahagia. Kita semua diciptakan
untuk hidup bahagia. Allah menjadikan kita untuk berbahagia di dunia ini dan di akhirat
kelak untuk selama lamanya.

Hasrat sejak Lahir – Sejarah Kecewa


Dalam hidup ini , ada saatnya mengalami saat saat puncak , tetapi kemudian pudar lagi dan
padam lagi. Demikian itu setiap kali. Harapan kita untuk merasakan kebahagiaan yang
langgeng , lambat laun hilang dimana , entah kemana .

Hal-hal yang Kita Harapkan dan Kebahagiaan


Hal-hal yang kita harapkan bersangkut paut dengan kebahagiaan kita. Sejauh kita mengira
kebahagiaan kita akan datang dari luar, barang-barang di luar atau orang-orang lain , impian-
impian kita mau tidak mau pasti akan pudar. Rumus kebahagiaan yang benar adalah HB =
KB , Hidup Bahagia = Kerja Batin.

Hidup dan kebahagiaan seperti kunci kombinasi . Sesekali kita ketahui kombinasinya yang
benar, bereslah. Akan tetapi, kekecewaan dan frustasi sajalah yang akan kita peroleh selama
kita mengharapkan kebahagiaan dari apa yang dijanjikan oleh barang-barang atau oleh orang
lain.

Kekecewaan rupanya selalu menjadi makanan kita apabila kita mengharapkan seseorang atau
sesuatu yang lain akan membahagiakan kita. Tempat yang disebut frdaus dunia dan orang
yang disebut sempurna di dunia ini tidak ada. Boleh pengharapan-pengharapan itu setinggi
langit , tetapi segera akan diselimuti malam yang gelap gulita dan menyedihkan. Kesalahan
mulai kita perbuat apabila kita terima barang-barang atau orang-orang lain sebagai
penanggung jawab atau penjamin kebahagiaan kita.

Statistik yang Menyedihkan


Kita semua mampu membangun Kebiasaan Bahagia. Menjalani hidup yang diam diam putus
asa, kita telah membuang segala harapan untuk mencecap kebahagiaan yang sejati dan
langgeng.

Karena usaha mencari kebahgian pada umumnya tidak berhasil, banyak orang yang telah
meningalkan usaha itu. “Hidup adalah Pertarugan” “ dan kemudian Anda mati”. Bagi banyak
orang janji dan kemungkinan mengalami kebahagiaan yang nyata hanyalah tipu muslihat
yang kejam.

Kebahagiaan Resep Iklan


Meskipun hanya kekecewaan belaka yang kita peroleh dari dunia luar, rupanya kita tidak
pernah mencari ke dalam untuk menemukan apa yang kita cari.
Kita ini besar dalam menjelajahi angkasa luar tetapi sangat kecil dalam menjelajahi angkasa
dalam. Barangkali kita telah disesatkan oleh gelombang iklan yang menguasai kita . Kita
dibuat yakin bahwa kita akan bahagia bila membeli dan menggunakan produk-produk
tertentu. Kita akan kelihatan baik, terdengar baik, dan mengeluarkan bau baik.

Jalan-jalan besar kehidupan akan kita jalani dengan enak, senang , bebas , leluasa , dan
bahagia. Karena bujuk rayu dan buaian media iklan kita terlelap dalam kepercayaan bahwa
kebahagiaan hanyalah penumpukan kesenangan belaka.

Kita sesungguhnya belum berhasil memetik manfaat dari janji-janji kebahagiaan yang saling
memperebutkan perhatian kita itu di dunia luar. Kita mencari kebahagiaan di tempat yang
salah. Harapan kita taruhkan pada orang-orang lain dan pada barang-barang yang memang
tidak dapat memenuhi janji. Saya mengingatkan diri saya sendiri demgan memasang suatu
tanda di atas wastafel saya , bunyinya “Anda memandang wajah orang yang bertanggung
jawab atas kebahagiaan anda” Tiap hari saya semakin percaya akan yang dikatakan oleh
peringatan itu.

Pita Rekaman Suara Orang Tua


Salah satu sebab kebanyakan dari kita mengacaukan sumber-sumber kebahagiaan ialah apa
yang disebut pita rekaman suara orang tua kita. Pita ini adalah pesan pesan , nasihat-nasihat
dari orang-orang yang mempengaruhi kita semasa bayi dan semasa kecil. Kita datang ke
dunia ini dengan mencari jawaban-jawaban. Dan jawaban jawaban yang kita peroleh semasa
kecil itu terekam di dalam mesin-mesin ingatan di kepala kita. Sepanjang hari , bahkan
selama kita tidur , pita-pita itu berputar di dalam diri kita.

Nasihat, pesan-pesan orang tua terekam dan menjadi bagian diri dan hidup kita

Perangkap-Perangkap Perbandingan dan Persaingan


Salah satu pita yang terus menerus berputar di dalam diri kita kebanyakan adalah pita
rekaman “perbandingan” . Sejak saat kita memasuki hidup di muka umum, kita telah
dibandingkan dengan orang lain.

Memang selalu ada orang lain yang lebih baik paras, lebih pintar , lebih baik kelakuannya ,
dan lebih berprestasi dari pada kita.

Perbandingan adalah kematian kepuasan diri yang sejati.

Perangkap “persaingan” sedikit berbeda . Dalam bersaing, tidak terjadi orang yang satu
mendekati orang yang lain; orang akan saling menjauh , saling meninggalkan . Dalam
bersaing , setiap orang kalah.

Pengalaman dan Kesimpulan


Ada beberapa “jalan buntu” yang kelihatan menarik tetapi tidak membawa orang kemana-
mana. Ada gunung-gunung yang harus didaki , setiap kali satu langkah. Ada “perangkap-
perangkap” yang dapat menjebak kita dengan mudah.

Kebahagiaan dapat dicapai setiap orang. Masalahnya adalah bahwa jika kita mencarinya di
luar, kita salah arah. Kebahagian adalah, sebagaimana selalu sejak dahulu , suatu kerja batin.

Kebahagiaan juga merupakan hasil ikutan. Kebahagian adalah hasil dari mengerjakan sesuatu
yang lain. Seperti kupu kupu yang sukar ditangkap, kebahagiaan tidak dapat dikejar secara
langsung. Semua usaha untuk mencari kebahagiaan secara langsung pasti akan gagal .
Hampir semua hal yang lain dapat kita cari dan kita capai secara langsung. Tidak demikian
halnya dengan kebahagiaan . Kebahagiaan diraih dengan melakukan “ sesuatu yang lain “ .
Sesuatu yang lain ini dapat dirangkum menjadi tugas laku atau hidup.

Jalan –jalan menuju kebahagiaan itu bagi manusia merupakan tugas hidup. Tugas-tugas itu
bukan tugas sederhana yang dapat dikerjakan sekali selesai.

Hidup adalah proses, proses pertumbuhan yang lambat. Hanya setapak demi setapak kita
dapat menuai kan dan menyelesaikan tugas-tugas hidup kita . Jalan menuju kebahagiaan
adalah jembatan untuk diseberangi , bukan belokan untuk di lalui.

Karena kebahagiaan merupakan hasil ikutan, janjinya adalah ini : Semakin baik tugas hidup
itu ku lakukan , semakin penuh kedamaian dan kepuasan pribadi akan kita rasakan. Semakin
kita melihat kedalam diri kita sendiri dan tidak kepada barang-barang lain atau orang-orang
lain untuk mengalami kebahagiaan hidup , semakin kita mengalami kesadaran akan arti dan
arah dalam hidup kita.

Ingatlah , soalnya bukannya semua atau satu pun tidak. Melainkan soal makin hari makin
bertambah. Hidup adalah tumbuh, dan pertumbuhan selalu sedikit demi sedikit .

KETERBATASAN
Semua manusia memiliki harapan tak terbatas , misalkan harapan untuk mendapatkan
kebahagiaan , untuk memiliki kekuasaan , dan selalu diberi perasaan nyaman.

Namun ternyata harapan itu jarang bisa terpenuhi , manusia ada dalam keterbatasan, yakni
keterbatasan waktu , saat sakit , mati , saat tua , manusia terbatas pada masa lampau dan
kekinian yang akan datang tidak tahu, lalu keterbatasan ruang .

PENGALAMAN RELIGIUS DALAM AGAMA-


AGAMA KUNO
Inti Pokok Pengalaman Religius Orang-Orang Kuno
Intisari perbuatan beragama bukanlah suatu esensi yang stabil. Hakikat pengalaman religius ,
yaitu kepekaan terhadap yang suci, timbul dalam pergaulan dengan dunia , maka pengalaman
religius harus dikatakan bukan hanya natural tetapi juga kultural sifatnya. Pengalaman
religius itu sekaligus soal alam dan soal kebudayaan.

Pengalaman religius mengatur dan menyusun ruang hidup orang kuno . Maka bukan norma-
norma fisika atau kosmologi yang mereka pakai sebagai faktor penyusun ruang , melainkan
makna dan asas yang dijadikan ukuran untuk menentukan tempat mana yang menjadi pusat ,
mana yang pinggir dan ujung dunia.

Agama Gejala Asli


Agama yang terdiri atas keseluruhan hubungan dengan dunia dan dengan hidup yang
dihayati, tidaklah dihasilkan oleh unsur-unsur partial yang mendahului dan membentuknya ,
seperti akal budi dan tekhnik .

Penjabaran agama menjadi unsur-unsur tadi tidak dapat dibenarkan.

Agama orang kuno tidak boleh dijabarkan menjadi salah satu dari pokok-pokok yang
disajikan oleh etnografi agama , yaitu animisme , sihir ataupun idea “ Allah “

Kesatuan atau pusat segala pengalaman religius yang di maksud adalah Misteri Kehidupan.
Mula mula manusia itu beragama dengan menangkap secara langsung situasinya didunia. Ia
merasa diri tergantung pada suatu misteri suci yang meliputinya . Kehadiran dari yang suci
itu diamatinya di dalam gejala-gejala kehidupan. Tetapi kemudian pandangan-pandangan
simbolis dan mitologis dicangkokkan pada pengalaman religius yang semula dan asli itu.
Pandangan-pandangan tersebut mengakibatkan 2 hal ini :

1. Allah dijauhkan ke dalam angkasa raya yang tak terhingga


2. Terjadi pemisahan antara relasi kepada Allah Pencipta kehidupan di satu pihak dan
pengintegrasian diri kedalam daya kekuatan kosmos di lain pihak ; mentalitas kosmo
– vitalisme merayakan dan mempraktekkan pengintegrasian tersebut.

Struktur Pengalaman Religius


“ Keadilan Tuhan” yang rangkap sifatnya , yaitu keadilan yang menghakimi dan keadilan
yang merahimi. Allah itu sekaligus Hakim yang menghukum yag jahat, dan Penyayang yang
rela mengampuni.

Bercampur dengan yang Non-Agama


bahwa pada taraf yang pondamental ini pengalaman religius tidak langsung mengenai Yang
Ilahi, tetapi langsung menyangkut dunia kita ini yang dialami sebagai tanda atau alamat dari
Yang Ilahi.
Manusia seakan akan menyentuh apa yang “diseberang” perbatasan , apa yang tidak lagi
duiawi sifatnya . Akan tetapi tidaklah mustahil bahwa perhatian pokok manusia kurang
mengarah ke seberang dan lebih berpusat pada apa yang disebelah sini . Perhatiannya lebih
berkisar pada hal-hal duniawi sendiri. Kalau begitu pengalaman religius tinggal tenggelam
dalam dunia ini , malah mungkin dimensi transendensi hampir tidak ada lagi. Tetapi entah
transendensi Allah disadari manusia dengan tajam , entah hampir tidak disadari, yang ingin
kami tekankan ialah adanya perasaan – perasaan manusiawi yang membukakan baginya
lapangan ilahi. Nah, justru oleh karena perasaan tersebut tetap tinggal manusiawi, maka tidak
mengherankan bahwa pengalaman keagamaan dapat bercampur dengan unsur- unsur yang
bukan – religius . Pengalaman manusia akan yang kudus itu dapat bercampur dengan
pengalaman akan hal-hal lain yang tidak suci. Bentuk-bentuk campuran itu sudah berulang
ulang kali merugikan agama – agama besar yang menyejarah . Sampai masa kini pun
campuran itu merupakan bahaya yang mengancam agama. Adanya bentuk campuran itu tak
jarang menjadi alasan mengapa orang memeluk ateisme. Cukup banyak orang ateis yang
sezaman dengan kita ini berkecendrungan untuk menanggap agama identik dengan bentuk
campuran tersebut , sehingga mereka menolak agama itu sendiri pula.

A. Yang Kudus tercampur dengan yang kosmis


Kebudayaan yang secara ekonomis amat primitif , tetapi orang – orangnya mempunyai
pengalaman agamawi yang sangat murni. Dalam kebudayaan macam itu manusia
berhubungan dengan Allah sebagai sumber kehidupan dan pemilik alam semesta.

Lain halnya kebudayaan yang ekonominya lebih berkembang . Dalam kebudayaan ini orang
mulai mengerjakan bumi dan dengan demikian bumi menjadi pusat perhatian . Perhatian
religius pun dipusatkan pada bumi . Baik bumi sendiri maupun daya-kekuatan vital yang ada
di dalamnya dan lebih-lebih kesuburanlah yang menjadi “Yang Ilahi” bagi manusia.

B. Yang Kudus tercampur dengan yang erotis


C. Yang Kudus tercampur dengan yang demonis
D. Yang Kudus tercampur dengan ambivalensi-ambivalensi tabu
Pengalaman religius , bukan pada taraf yang lebih berkembang , melainkan pada taraf
pondamental . Bukan pengalaman beragama taraf tinggi melainkan pengalaman beragama
yang merupakan fase pertama dalam kejadian religius seorang manusia . “Pertama” tidak
harus diartikan secara kronologis , tetapi secara structural. Pengalaman religius dalam arti
asali dan pondamental itu dapat dirumuskan sebagai berikut

“Orang menangkap duniasebagai tanda dari Yang Ilahi”


RANGKUMAN MATERI AGAMA
PENGGANTI UJIAN TENGAH SEMESTER 1

GIACINTA HESTIA
158114036
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2015

Anda mungkin juga menyukai