Anda di halaman 1dari 17

Bab III Metodologi Penelitian

III.1 Alat

Peralatan yang digunakan untuk melaksanakan penelitian ini adalah komputer


klaster (BIOCLUST, KANAZAWA1, KANAZAWA2, GOLDEN) yang terdiri
dari beberapa unit komputer yang terhubung satu sama lain melalui sistem
jaringan, sehingga komputasi yang dijalankan pada sistem ini dapat berlangsung
secara paralel.

Perangkat lunak yang digunakan untuk proses simulasi adalah AMBER (Assisted
Model Building and Energy Refinement) versi 9.0 (Case dkk., 2005) dan versi
10.0 (Case dkk., 2008) dan NAMD (Not just Another Molecular Dynamic) versi
2.6 (Philips dkk., 2005). Sedangkan analisis hasil simulasi sebagian besar
dilakukan dengan menggunakan program VMD (Visual Molecular Dynamics)
versi 1.8.6 (Humphrey dkk., 1996). Perhitungan potensial elektrostatik dilakukan
dengan perangkat lunak APBS (Adaptive Poisson-Boltzmann Solver).

III.2 Metode

III.2.1 Model 3 Dimensi Protein dan Parameterisasi

Penelitian ini menggunakan 3 model struktur enzim Klenow-like DNA Pol I yang
berasal dari 3 kelompok mikroorganisme, yaitu KF DNA Pol I dari
mikroorganisme mesofilik E.coli, Klenow-like DNA Pol I ITB-1 dari
mikroorganisme termofilik G.thermoleovorans dan Klentaq dari mikroorganisme
termofilik T.aquaticus.

Struktur 3 dimensi dari Klenow Fragment (KF) diperoleh dari PDB (kode PDB
1KFD) (Beese dkk.,1993). Preparasi model molekul KF yang akan disimulasikan
dilakukan dengan menghilangkan dNTP dan PPi dari kompleks enzim dengan
menggunakan program VMD 1.8.6.

51
Struktur 3 dimensi dari Klenow-like DNA Pol I ITB-1 (Akhmaloka dkk., 2007)
diperoleh dengan melakukan pemodelan homologi menggunakan program Predict
Protein (Rost dkk., 2004) dan SWISS MODEL WORKSPACE yang disediakan
oleh SwissProt (Schwede dkk., 2003). Komparasi pemodelan dilakukan melalui
tiga tahapan utama meliputi pensejajaran urutan asam amino, prediksi struktur 3D
dan validasi/evaluasi struktur yang diperoleh. Cetakan (template) yang digunakan
untuk pemodelan adalah struktur kristal BF yang berasal dari
B.stearothermophilus (kode PDB 1XWL).

Adapun struktur 3 dimensi dari Klentaq didapatkan dari PDB (kode PDB 1QSS)
(Li dkk.,1998). Seperti halnya dengan KF, penyiapan model molekul Klentaq
yang akan disimulasi dilakukan dengan menggunakan program VMD 1.8.6. untuk
menghilangkan dNTP yang terdapat pada kompleks enzim.

III.2.2 Solvasi

Dalam penelitian ini dilakukan tiga jenis solvasi untuk keperluan simulasi yang
beragam. Untuk perhitungan simulasi menggunakan perangkat lunak AMBER,
dilakukan 2 macam solvasi yaitu secara implisit dan secara eksplisit. Sedangkan
perhitungan simulasi dengan menggunakan perangkat lunak NAMD hanya
dilakukan solvasi secara eksplisit saja.

III.2.2.1 Solvasi secara implisit

Model molekul yang telah disiapkan kemudian dihilangkan atom-atom


hidrogennya menggunakan program VMD 1.8.6.
set sel [atomselect top ”protein and not hydrogen”]
$sel writepdb ProtnonH.pdb

Model molekul tersebut kemudian di protonasi dengan menggunakan program


protonate yang terdapat pada perangkat lunak AMBER.
Protonate –d $AMBERHOME/dat/PROTON_INFO –i inputpdbfile.pdb –o
outputpdbfile.pdb

52
Selanjutnya dilakukan solvasi secara implisit menggunakan program tleap yang
terdapat pada perangkat lunak AMBER. Parameter yang mengkarakterisasi
berbagai tipe interaksi di dalam molekul model tersebut dibuat berdasarkan
parameter force field ff03 (Duan dkk., 2003).
tleap –s –f leaprcff03.
PROT = loadpdb Protein.protonate.pdb
set default PBradii mbondi2
saveAmberParm PROT PROT-implicit.top PROT-implicit.crd
quit

III.2.2.2 Solvasi secara eksplisit menggunakan perangkat lunak AMBER

Model protein yang telah disiapkan kemudian dihilangkan atom-atom


hidrogennya, setelah itu di protonasi menggunakan fasilitas protonate. Proses
solvasi dilakukan dengan menggunakan program tleap yang terdapat pada
perangkat lunak AMBER. Parameter force field ff03 (Duan dkk., 2003) digunakan
untuk mengkarakterisasi berbagai tipe interaksi di dalam molekul model tersebut.
TIP3P (Jorgensen dkk., 1983) dipilih sebagai molekul pelarut model protein.
tleap –s –f leaprc.ff03
PROT = loadpdb Protein.protonate.pdb
charge PROT -11.00
addIons Na+ 0
solvateBox PROT TIP3PBOX 15.0 1.0
saveAmberParm PROT PROT_box3.top PROT_box3.crd

III.2.2.3 Solvasi secara eksplisit menggunakan perangkat lunak NAMD

Parameter yang digunakan untuk mengkarakterisasi berbagai tipe interaksi di


dalam molekul model tersebut dibuat berdasarkan parameter force field
CHARMM22 (Brooks dkk., 1983). Solvasi model molekul protein dilakukan
dengan memanfaatkan plug-in solvate yang terdapat pada VMD 1.8.6,
menggunakan TIP3P sebagai molekul pelarut. Dimensi kotak yang digunakan
untuk proses solvasi sebesar 50 Å x 50 Å x 50 Å.

53
III.2.3 Kondisi Simulasi

Keseluruhan simulasi menggunakan parameter integrasi waktu (timestep) setiap 2


femto detik (fs).

Parameter simulasi model molekul dengan sistem pelarut implisit (igb = 5) hanya
dilakukan menggunakan perangkat lunak AMBER versi 9.0. Perhitungan energi
potensial termasuk energi van der Waals dilakukan hingga jarak 16 Å (cutoff).
Parameter mbondi2 radii dan parameter yang mengatur jarak maksimum di antara
pasangan atom (rgbmax) di set sebesar 16 Å untuk mengefektifkan perhitungan
jari-jari Born (Born radius). Karena model molekul protein bermuatan negatif,
maka garam NaCl 0.5 M ditambahkan ke dalam sistem.

Sedangkan parameter simulasi model molekul dengan sistem pelarut eksplisit


dilakukan menggunakan perangkat lunak AMBER versi 10.0 dan NAMD versi
2.6. Simulasi dilakukan dengan menggunakan metode PBC untuk menghilangkan
efek tegangan permukaan dan untuk mencapai kondisi dengan kerapatan dan
tekanan yang lebih seragam (Allen dan Tildesley, 1989). Energi elektrostatik
sistem dihitung secara menyeluruh menggunakan metode particle mesh Ewald
(PME) (Darden dkk., 1993; Essmann dkk., 1995). Algoritma SHAKE (Ryckaert
dkk., 1977) dengan toleransi 10-5 diterapkan ke dalam sistem untuk mengekang
seluruh ikatan yang mengandung atom hidrogen. Adapun kondisi khusus yang
dilakukan untuk simulasi dengan perangkat lunak AMBER versi 10.0 yaitu
penggunaan cutoff sebesar 12 Å untuk perhitungan potensial Lennard-Jones.
Sedangkan parameter tertentu yang digunakan untuk simulasi dengan
menggunakan perangkat lunak NAMD versi 2.6 adalah perhitungan energi
potensial termasuk energi van der Waals dilakukan hingga jarak 6 Å dan
mencapai nilai nol pada jarak 8 Å.

54
III.2.4 Minimisasi

Molekul yang telah disolvasi kemudian diminimisasi untuk menghindari kontak


van der Waals yang tidak sesuai (bad contact) dan untuk meminimalkan efek-efek
sterik yang berenergi tinggi.

Untuk menghindari perubahan struktur yang terlalu besar, proses minimisasi


molekul protein dengan sistem pelarut implisit dilakukan dalam dua tahap. Tahap
minimisasi pertama dilakukan sebanyak 5000 tahap dengan mengkombinasikan
metode steepest descent (SD) sebanyak 500 tahap dilanjutkan dengan metode
conjugate gradient (CG). Pada tahap ini posisi atom-atom tulang punggung
dikekang sehingga tidak bebas bergerak dan minimisasi terbatas pada rantai
samping saja. Tahap minimisasi kedua dilakukan sebanyak 1000 tahap, dengan
mengkombinasikan kedua metode di atas, tetapi pada tahap ini atom-atom tulang
punggung dibebaskan dari kekangan sehingga seluruh bagian akan terminimisasi.
Minimisasi 1
&cntrl
imin = 1, maxcyc = 5000, ncyc = 500, ntmin = 1,
cut = 16.0,
ntpr = 50, ntb = 0,
igb = 5, saltcon = 0.5, rgbmax = 16.0, ntr = 1,
restraint_wt = nilai kekangan, restraintmask =':nomer residu',

Minimisasi 2
&cntrl
imin = 1, maxcyc = 1000, ncyc = 200, ntmin = 1,
cut = 16.0,
ntpr = 50, ntb = 0,
igb = 5, saltcon = 0.5, rgbmax = 16

Sedangkan proses minimisasi molekul protein dengan sistem pelarut eksplisit


dilakukan dalam beberapa tahap. Minimisasi tahap pertama dilakukan sebanyak
10000 tahap dengan mengkombinasikan metode SD sebanyak 5000 tahap
dilanjutkan dengan metode CG. Pada minimisasi tahap pertama ini, posisi atom-
atom tulang punggung dikekang sehingga tidak bebas bergerak dengan besar

55
kekangan 50 kkal/mol.Ǻ2, sehingga minimisasi terbatas pada rantai samping saja.
Kemudian dilakukan pemanasan sistem secara bertahap hingga mencapai
temperatur tertentu. Selanjutnya dilakukan proses minimisasi berikutnya sebanyak
10 x 5000 tahap. Setiap tahap minimisasi dilakukan penurunan nilai kekangan
terhadap tulang punggung sebesar 5 kkal/mol.Ǻ2 dengan menggunakan metode
SD. Pada tahap minimisasi terakhir, atom-atom tulang punggung dibebaskan dari
kekangan sehingga seluruh bagian akan terminimisasi.
Minimisasi 1
&cntrl
ntx = 1, irest = 0, ntrx = 1, ntxo = 1,
ntpr = 500, ntwx = 0, ntwv = 0, ntwe = 0,
ntf = 1, ntb = 1, cut = 12.0, nsnb = 10,
ibelly = 0, ntr = 1, imin = 1,
maxcyc = 10000, ncyc = 5000, ntmin = 1,
dx0 = 0.1, dxm = 0.5, drms = 0.0001,
ntc = 1, tol = 0.00005,
&end
Constraints
50.0
RES 1 580
END

Minimisasi dengan penurunan nilai kekakangan


&cntrl
ntx = 1, irest = 0, ntrx = 1, ntxo = 1,
ntpr = 100, ntwx = 0, ntwv = 0, ntwe = 0,
ntf = 1, ntb = 1, ibelly = 0, ntr = 1,
cut = 12.0, nsnb = 10, imin = 1, maxcyc = 5000,
ntmin = 2, dx0 = 0.1, dxm = 0.5, drms = 0.0001,
ntc = 1, tol = 0.00005,
&end
Constraints
45.0
RES 1 580
END

56
III.2.5 Pemanasan dan Ekulibrasi

Model molekul protein dengan sistem solvasi implisit dan telah mengalami proses
minimisasi dipanaskan dari 0 K hingga hingga 300 K secara bertahap dengan
kenaikan setiap 50 K selama masing-masing 5 pikodetik (ps). Nilai parameter
temperature referensi (TEMP0) diatur sama dengan temperatur yang diinginkan
dan konstanta koefisien Berendsen (tautp) bernilai 0.2 ps. Untuk menghindari
perubahan struktur yang drastis selama proses pemanasan, maka semua residu
asam amino penyusun protein dikekang dengan menggunakan gaya harmonis
dengan tetapan gaya sebesar 10 kkal/mol.Ǻ2. Setelah mencapai 300 K, temperatur
dipertahankan dengan menggunakan termostat dengan menetapkan tetapan
koefisien Berendsen sebesar 0.5 ps selama 65 ps. Setelah sistem stabil pada
temperatur 300 K, kemudian sistem diekulibrasi selama 20 ps pada temperatur
yang sama dengan menurunkan tetapan gaya kekang menjadi 1 kkal/mol.Ǻ2.
Selanjutnya sistem direlaksasi selama 2 ps pada temperatur yang sama dengan
melepas gaya harmonis yang mengekang gerakan atom-atom protein. Pada proses
ekulibrasi dan relaksasi, fluktuasi nilai-nilai variabel energi dan temperatur sistem
diamati untuk menentukan kondisi setimbang sistem. Sistem dikatakan telah
mencapai kondisi setimbang pada saat nilai-nilai variabel energi dan temperatur
berfluktuasi disekitar nilai tertentu (konvergen). Simulasi pada temperatur di atas
300 K, dilakukan dengan memanaskan sistem secara bertahap hingga mencapai
temperatur yang diinginkan. Sistem kemudian diekulibrasi dan direlaksasi pada
temperatur tersebut dengan menggunakan parameter yang sama seperti pada
300 K.
Pemanasan sistem
&cntrl
imin = 0, nmropt = 1, ntx = 1, irest = 0,
ntpr = 50, ntwr = 500, ntwx = 500, ntwv = 500, ntwe = 500,
ntf = 2, ntb = 0, cut = 16,igb = 5, rgbmax = 16, saltcon = 0.5,
nstlim = 50000, t = 0.0, dt = 0.002,
tempi = 0, ntp = 0, ntc = 2, ntr = 1,
restraint_wt = nilai kekangan, restraintmask =':nomer residu'
/
&wt type='TEMP0',istep1=0,istep2=2500,value1=10.0,value2=50.0,/
&wt type='TEMP0',istep1=2501,istep2=5000,value1=50.0,value2=100.0,/

57
&wt type='TEMP0',istep1=5001,istep2=7500,value1=100.0,value2=150.0,/
&wt type='TEMP0',istep1=7501,istep2=10000,value1=150.0,value2=200.0,/
&wt type='TEMP0',istep1=10001,istep2=12500,value1=200.0,value2=250.0,/
&wt type='TEMP0',istep1=12501,istep2=15000,value1=250.0,value2=300.0,/
&wt type='TEMP0',istep1=15001,istep2=50000,value1=300.0,value2=300.0,/
&wt type='TAUTP',istep1=0,istep2=15000,value1=0.2,value2=0.2,/
&wt type='TAUTP',istep1=15001,istep2=50000,value1=0.5,value2=0.5,/
&wt type='END'/
LISOUT=POUT
DISANG=RST.f

Ekuilibrasi 1
&cntrl
imin = 0, nstlim = 10000, dt = 0.002,
ntx = 5, irest = 1,
ntpr = 10, ntwr = 500, ntwx = 500, ntwv = 500, ntwe = 500,
ntf = 2, ntb =0 , cut = 16.0,
igb = 5, rgbmax = 16, saltcon = 0.5,
temp0 = 300, tempi = 300, tautp = 0.5, ntc = 2, ntr = 1,
restraint_wt = nilai kekangan, restraintmask =':nomer residu',

Ekuilibrasi 2
&cntrl
imin = 0, nstlim = 1000, dt = 0.002,
ntx = 5, irest = 1, ntc = 2,
ntpr = 10, ntwr = 500, ntwx = 500, ntwv = 500, ntwe = 500,
ntf = 2, ntb = 0, cut = 16.0,
igb = 5, rgbmax = 16, saltcon = 0.5,
temp0 = 300, tempi = 300, tautp = 0.5

Proses pemanasan model molekul protein yang telah diminimisasi dengan sistem
solvasi eksplisit menggunakan perangkat lunak AMBER berlangsung secara
bertahap hingga mencapai temperatur 300 K dengan kenaikan setiap 5 K selama
masing-masing 10 pikodetik (ps). Nilai parameter temperatur referensi (TEMP0)
diatur sama dengan temperatur yang diinginkan dan konstanta koefisien
Berendsen (tautp) bernilai 2.0 ps. Untuk menghindari perubahan struktur yang
drastis selama proses pemanasan, maka semua residu asam amino penyusun
protein dikekang dengan menggunakan gaya harmonis dengan tetapan gaya

58
sebesar 50 kkal/mol.Ǻ2. Selanjutnya dilakukan proses minimisasi dengan
penurunan nilai kekangan sebesar 5 kkal/mol.Ǻ2 untuk setiap tahapnya. Sistem
kemudian diekulibrasi selama 50 ps dengan kondisi ansambel NPT. Selanjutnya
dilakukan ekulibrasi dalam ansambel NVT selama 10 x 50 ps. Simulasi sistem
pada temperatur di atas 300 K, dilakukan dengan memanaskan sistem secara
bertahap hingga mencapai temperatur yang diinginkan. Kemudian dilakukan
minimisasi dan ekulibrasi pada temperatur tersebut dengan menggunakan
parameter yang sama seperti pada 300 K.
Pemanasan
&cntrl
ntx = 1, irest = 0, ntrx = 1, ntxo = 1, ntf = 2, ntb = 2,
ntpr = 5, ntwx = 0, ntwv = 0, ntwe = 0, ibelly = 0, ntr = 1,
nstlim = 5000, t = 0.0, dt = 0.002, ntt = 1, tautp = 2.0,
temp0 = 105.0, tempi = 100.0, ntp = 1, taup = 2.0,
ntc= 2, tol = 0.00005,
&end
Constraints
50.0
RES 1 580
END

Ekulibrasi NPT
&cntrl
ntx = 1, irest = 0, ntrx = 1, ntxo = 1,
ntpr = 100, ntwx = 500, ntwv =500, ntwe = 500,
ntf=2, ntb=2, nsnb=5, nstlim = 25000,
cut = 12.0, dt = 0.002, temp0 = 300, tempi = 300,
ntt = 1, tautp = 2.0, ntp = 1, taup = 2.0,
ntc = 2, tol = 0.00005,
&end

Ekulibrasi NVT
&cntrl
ntx = 5, irest = 1, ntrx = 1, ntxo = 1,
ntpr = 100, ntwx = 500, ntwv = 500, ntwe = 500,
ntf = 2, ntb = 1, cut = 12.0, nsnb = 5,
dt = 0.002, nstlim = 25000, temp0 = 300, tempi = 300,

59
ntt = 1, tautp = 2.0, vlimit = 20.0,
ntp = 0, ntc = 2, tol = 0.00005,
&end

Adapun proses pemanasan model molekul protein yang telah diminimisasi dengan
sistem solvasi eksplisit menggunakan perangkat lunak NAMD dilakukan secara
bertahap dari 0 K hingga 300 K dengan mengatur nilai parameter langevinTemp
sama dengan temperatur yang diinginkan dan koefisien dinamik langevin bernilai
5 ps-1.

paraTypeCharmm on
exclude scaled1-4
1-4scaling 1.0
cutoff 8.
switching on
switchdist 6.
pairlistdist 9.5
timestep 2.0
rigidBonds all
nonbondedFreq 1
fullElectFrequency 2
stepspercycle 10
langevin on
langevinDamping 5
langevinTemp $temperature
langevinHydrogen off
cellBasisVector1 100. 0. 0.
cellBasisVector2 0. 100. 0.
cellBasisVector3 0. 0 100.
cellOrigin 0. 0. 0.
wrapAll on
PME yes
PMEGridSizeX 128
PMEGridSizeY 128
PMEGridSizeZ 128
langevinPiston on
langevinPistonTarget 1.01325
langevinPistonPeriod 100.
langevinPistonDecay 50.
langevinPistonTemp $temperature

60
III.2.6 Simulasi Dinamika Molekul

Setelah model molekul enzim terekuilibrasi dengan baik maka tahap produksi
(Production Run) yaitu proses simulasi termal dengan sistem pelarut implisit
maupun eksplisit pada berbagai temperatur dapat dilakukan. Untuk melihat secara
visual semua pergerakan atom selama proses simulasi digunakan program VMD.
Proses Dinamika Molekul sistem pelarut implisit
&cntrl
imin = 0, nstlim = 1000000, dt = 0.002,
ntx = 5, irest = 1,
ntpr = 10, ntwr = 500, ntwx = 500, ntwv = 500, ntwe = 500,
ntf = 2, ntb = 0, cut = 16.0,
igb = 5, rgbmax = 16, saltcon = 0.5,
temp0 = 300, tempi = 300, tautp = 0.5,
ntc = 2,ntr = 0,

Proses Dinamika Molekul sistem pelarut eksplisit


&cntrl
ntx = 5, irest = 1, ntrx = 1, ntxo = 1,
ntpr = 100, ntwx = 100, ntwv = 500, ntwe = 500,
ntf = 2, ntb = 2, cut = 12.0, nsnb = 5,
nstlim = 100000, dt = 0.002, temp0 = 300, tempi = 300,
tautp = 2.0, ntp = 1, taup = 2.0,
ntc = 2, tol = 0.00005,
&end

III.3 Analisis

Untuk mendapatkan gambaran dinamis enzim serta mengevaluasi proses simulasi


yang telah dilakukan, sejumlah parameter dianalisis terhadap hasil simulasi
meliputi RMSD, RMSF, SASA, analisis struktur sekunder, ikatan hidrogen,
perhitungan potensial elektrostatik, DCCM dan PCA.

61
III.3.1 Root-mean-square deviation (RMSD)

Root-mean-square deviation (RMSD) adalah akar kuadrat rata-rata penyimpangan


koordinat atom dari posisi referensi. RMSD merupakan ukuran perbedaan struktur
protein selama proses simulasi terhadap struktur awal protein (Becker dkk., 2001;
Coutsias dkk., 2004). Analisis ini difokuskan pada perubahan struktur atom C-α
asam amino penyusun protein yang didefinisikan sebagai berikut :

∑ (r (t ) − r (t ))
N atoms 2
i 1 i 2
RMSD = i =1

N atoms

dengan N adalah jumlah total atom C-α yang terdapat pada protein sedangkan
ri(t2) dan ri(t1) adalah koordinat atom C-α pada waktu t2 dan pada waktu t1. untuk
mendapatkan gambaran profil kestabilan sistem yang disimulasikan serta tahap-
tahap transisi pada proses simulasi termal protein, maka hasil analisis RMSD
tersebut akan di plot dalam bentuk grafik antara RMSD terhadap waktu simulasi.

III.3.2 Root-mean-square fluctuation (RMSF)

Root-mean-square fluctuation (RMSF) adalah akar kuadrat rata-rata fluktuasi


koordinat atom terhadap struktur referensinya. RMSF merupakan analisis
fleksibilitas residu asam amino penyusun protein yang dihitung berdasarkan
persamaan berikut :
2
RMSF =  R j - R j 
dimana Rj merupakan koordinat residu j dan |Rj| merepresentasikan rata-rata
posisi residu j. Analisis ini digunakan untuk mendapatkan informasi mengenai
residu asam amino yang bersifat fleksibel dan yang bersifat kaku selama proses
simulasi berlangsung

III.3.3 Solvent Accessible Surface Area (SASA)

Solvent accessible surface area (SASA) didefinisikan sebagai luas permukaan


biomolekul (protein misalnya) yang dapat di akses oleh pelarut (Lee dan

62
Richards, 1971). Nilai SASA memberikan gambaran terhadap struktur tersier
protein. Pada umumnya, protein mengemas struktur tersiernya sedemikian rupa
sehingga gugus-gugus yang bersifat hidrofob akan berada di bagian dalam
sedangkan gugus-gugus asam amino yang bersifat hidrofil akan terdapat di bagian
luar. Ketika proses simulasi termal berlangsung, kestabilan struktur tersier protein
dan derajat keeksposuran dapat diamati dengan melakukan perhitungan SASA.

III.3.4 Analisis Struktur Sekunder (Secondary Structure Analysis)

Struktur sekunder protein tersusun atas interaksi lokal inter-residu yang pada
umumnya dimediasi oleh ikatan hidrogen. Struktur sekunder yang paling umum
adalah α-helix dan β-sheet. Analisis struktur sekunder dilakukan untuk melihat
kestabilan struktur sekunder selama proses simulasi berlangsung yang
dikarakterisasi dengan perubahan komposisi α-helix, β-sheet, turn dan coil.
Perhitungan struktur sekunder dilakukan dengan menggunakan plug-in yang
terdapat pada perangkat lunak VMD yang didasarkan atas algoritma STRIDE
(Structural identification) (Frishman dan Argos, 1995). Sebuah α-helix dibentuk
setidaknya melalui interaksi ikatan hidrogen antara residu k dengan k+4
(Gambar III.1) yang dinyatakan dengan persamaan berikut :

Gambar III.1 Pola dasar α-helix (digambarkan dalam bentuk batang) yang
terbentuk akibat interaksi hidrogen (garis putih putus-putus) antara
atom H yang terikat pada atom N (k+4) dengan residu karbonil (k)
(Frishman dan Argos, 1995).

63
Gambar III.2 Pola dasar β-sheet (digambarkan dalam bentuk batang) yang
melibatkan dua ikatan hidrogen (garis putih terputus-putus). (a)
jembatan antiparalel tipe I; (b) jembatan antiparalel tipe II; (c)
jembatan antiparalel tipe III; (d) jembatan antiparalel tipe III
dengan tambahan ikatan hidrogen yang dibentuk oleh gugus NH
bebas dan (e) jembatan paralel tipe IV (Frishman dan Argos, 1995).

Sebuah β-sheet didefinisikan setidaknya terbentuk dari 2 ikatan hidrogen


membentuk jembatan-β (β-bridges) sebagaimana terlihat pada Gambar III.2.
Kualitas jembatan-β ini ditentukan oleh kekuatan ikatan hidrogen maupun rata-
rata propensitas residu tersebut untuk berada pada keadaan β-sheet. Persamaan
umum β-sheet paralel dan antiparalel dapat dituliskan sebagai berikut :

64
III.3.5 Ikatan Hidrogen

Ikatan hidrogen merupakan gaya intermolekul yang terjadi antara atom yang
memiliki keelektronegatifan tinggi dengan atom hidrogen yang terikat secara
kovalen pada suatu atom elektronegatif. Energi ikatan hidrogen didefinisikan
dengan mempertimbangkan jarak antara donor elektron dengan akseptornya
kurang lebih 3 Å dan sudut yang dibentuk sekitar 20o (Stickle dkk., 1992) dan
dituliskan sebagai berikut :
 A' B'  m
U hb =  i − j cos (θ A− H − D ) × cos n (ω H − D − LP )
 rH − D rH − D 

Gambar III.3 Ilustrasi ikatan hidrogen yang dibentuk oleh atom akseptor (atom
O), H dan donor (atom N) dengan sudut ω dan θ.

III.3.6 Perhitungan Potensial Elektrostatik

Perhitungan potensial elektrostatik dilakukan dengan menggunakan perangkat


lunak APBS (Baker dkk., 2001). Trajectori hasil simulasi yang akan di analisis
dikonversi menjadi file PDB, kemudian file tersebut dikonversi menjadi file PQR
menggunakan perangkat lunak PDB2PQR (Dolinsky dkk., 2004). Selanjutnya file

65
PQR tersebut dibuka di jendela VMD dengan memilih analisis APBS
electrostatic. Keseluruhan atom penyusun protein digunakan untuk perhitungan
ini. Konstanta terlarut dan pelarut diatur sebesar 1.0 dan 78.54. Ion monovalen
dengan konsentrasi 0.15 M dan jari-jari ion exclusion sebesar 2.0 Å digunakan
untuk kondisi batasan (boundary). Untuk mendeskripsikan batasan dielektrik
antara terlarut dengan pelarut digunakan jari-jari probe sphere sebesar 1.4 Å.

III.3.7 Dynamic Cross Correlation Map (DCCM)

Dynamic Cross-Correlation (DCC) merupakan analisis untuk memberikan


gambaran mengenai korelasi pergerakan antar residu asam amino penyusun
protein. Korelasi pergerakan ini umumnya dijumpai untuk residu-residu yang
saling bertetangga maupun residu di domain lain suatu protein. Koefisien korelasi
silang (C(i.j)) ini didefinisikan melalui persamaan berikut :

∆ri .∆rj

( )
C(i,j) =
∆ri2 . ∆rj2

dimana i dan j merepresentasikan suatu atom Cα dan ∆r merupakan perpindahan


atom dari posisi rata-ratanya dan 〈〉 merepresentasikan rata-rata waktu dari
keseluruhan trajektori. Visualiasi C(i.j) dalam gambar tiga dimensi disebut sebagai
dynamical cross-correlation map (DCCM) yang dapat digunakan untuk
mengidentifikasi pergerakan daerah/residu pada protein. C(i.j) bernilai positif
mengindikasikan bahwa residu i and j bergerak secara korelasi (bergerak dalam
arah yang sama) sedangkan negatif C(i.j) mengindikasikan bahwa residu tersebut
bergerak secara anti-korelasi (residu tersebut bergerak dalam arah yang
berlawanan).

III.3.8 Principal Component Analysis (PCA)

Principal component analysis (PCA) digunakan untuk mengekstraksi


pergerakan/mode yang paling dominan dari suatu protein berdasarkan data
trajektori. Keseluruhan pergerakan rotasi dan translasi yang terdapat pada

66
trajektori dihilangkan dengan cara menerjemahkan pusat rata-rata geometri
molekul dan melakukan superposisi kepada struktur referensi melalui analisis
least squares. Konfigurasi ruang dikonstruksi menggunakan transformasi linier
dalam koordinat Cartesian sehingga dihasilkan matriks kovarian 3N x 3N.
Diagonalisasi matriks tersebut akan menghasilkan suatu seri eigenvector yang
memberikan nilai dan juga arah vektor untuk setiap pergerakan komponen/residu.

67

Anda mungkin juga menyukai