Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
UU 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas menyiratkan bahwa pendidikan yang
prima dan berwawasan keunggulan dapat dilaksanakan, bilamana lembaga
pendidikan sedikitnya telah memenuhi delapan standar pendidikan nasional. Oleh
karenanya, langkah pertama untuk menentukan seberapa baik layanan pendidikan,
dilakukan dengan mengukur seberapa banyak ketercapaian standar pendidikan
nasional tersebut.
Untuk melaksanakan mandat perundangan tersebut, Menteri Pendidikan
Nasional selanjutnya menerbitkan Peraturan Mendiknas No. 29 Tahun 2005
tentang Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah. Dalam pasal 1 ayat (1)
Peraturan Mendiknas tersebut dinyatakan bahwa BAN-S/M adalah badan evaluasi
mandiri yang menetapkan kelayakan program dan/atau satuan pendidikan jenjang
pendidikan dasar dan menengah jalur formal dengan mengacu pada Standar
Nasional Pendidikan.
Dalam PP No 19 Tahun 2005 dinyatakan bahwa Standar Nasional
Pendidikan terdiri atas standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga pendidik
dan kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian
pendidikan yang harus ditingkatkan secara berencana dan berkala. Standar
pendidik dan tenaga kependidikan dalam SNP dinyatakan bahwa pendidik harus
memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi.
Pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai
agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk
mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kualifikasi akademik yang dimaksudkan
di atas adalah tingkat pendidikan minimal yang harus dipenuhi oleh seorang
pendidik yang dibuktikan dengan ijazah dan/atau sertifikat keahlian yang relevan
sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Kompetensi sebagai agen
pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan anak
usia dini meliputi: kompetensi pedagogik; kompetensi kepribadian; kompetensi
profesional; dan kompetensi sosial. Tenaga kependidikan meliputi tenaga
administrasi, tenaga perpustakaan, tenaga laboratorium, teknisi, pengelola
kelompok belajar, pamong belajar, dan tenaga kebersihan.
Dengan adanya standar nasional tersebut maka arah peningkatan mutu
pendidikan menjadi lebih jelas. Bila setiap satuan pendidikan telah mencapai atau
melebihi standar nasional pendidikan tersebut, maka diharapkan mutu pendidikan
akan tercapai. Berkenaan dengan hal tersebut, maka pada kesempatan ini
dilakukan kajian tentang ketercapaian standar nasional pendidikan pada jenjang
sekolah dasar. Kajian ini difokuskan pada ketercapaian salah satu standar
pendidikan nasional yaitu standar pendidik dan tenaga kependidikan di SDIT
Salman Al Farisi Sleman.

B. Rumusan Masalah
1. Seberapa tinggi ketercapaian standar pendidik dan tenaga kependidikan di
SDIT Salman Al Farisi Sleman?
2. Penyimpangan apa yang terjadi dalam pelaksanaan standar pendidik dan
tenaga kependidikan di SDIT Salman Al Farisi Sleman?
3. Upaya apakah yang dilakukan agar standar standar pendidik dan tenaga
kependidikan di SDIT Salman Al Farisi Sleman dapat tercapai sesuai
dengan standar yang ditetapkan?

C. Tujuan
1. Mengetahui ketercapaian standar pendidik dan tenaga kependidikan di
SDIT Salman Al Farisi Sleman.
2. Mengetahui penyimpangan yang terjadi dalam pelaksanaan standar
pendidik dan tenaga kependidikan di SDIT Salman Al Farisi Sleman.

2
3. Mengetahui upaya yang dilakukan agar standar standar pendidik dan
tenaga kependidikan di SDIT Salman Al Farisi Sleman dapat tercapai
sesuai dengan standar yang ditetapkan.

BAB II
LANDASAN TEORI

A. Mutu Pendidikan
Mutu berarti sesuatu yang dinilai dari tingkat keunggulan. Mutu dalam
pandangan ini digunakan untuk menyampaikan keunggulan status dan posisi, dan
kepemilikan terhadap barang yang memiliki “mutu” akan membuat pemiliknya
berbeda dari orang lain yang tidak mampu memilikinya (Sallis, 2006).
Peningkatan mutu pendidikan adalah untuk mengidentifikasi secara akurat,
lengkap dan tepat kebutuhan akan kompetensi dan profesionalisme oleh individu
atau kelompok. Kesadaran akan perlunya pendidikan bermutu lahir dari kesadaran
akan pentingnya mutu itu sendiri (Koswara, 2002).
Penyelenggaraan layanan belajar bagi peserta didik biasanya dikaji dalam
konteks mutu pendidikan yang erat hubungannya dengan kajian kualitas
manajemen dan sekolah efektif. Komite Sekolah/Madrasah sebagai lembaga
mandiri dibentuk dan berperan dalam peningkatan mutu pelayanan dengan
memberikan pertimbangan, arahan dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana,
serta pengawasan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan (UU Nomor 20
Tahun 2003). Oleh karena itu, masalah mutu dalam dunia pendidikan harus
menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah, sekolah dan masyarakat.
Mengingat masih diperlukan upaya yang serius guna meningkatkan mutu
pendidikan serta persaingan global dalam bidang pendidikan.
Pengertian mutu dalam konteks pendidikan mengacu pada proses
pendidikan dan hasil pendidikan. Proses pendidikan yang bermutu melibatkan
berbagai input seperti bahan ajar, metode pembelajaran, sarana sekolah, dukungan
administrasi, dan sarana prasarana serta sumber daya lainnya untuk penciptaan
suasana sekolah yang kondusif. Mutu dalam pendidikan untuk menjamin kualitas

3
input, proses, output, dan outcome sekolah sehingga dapat meningkatkan
akuntabilitas sekolah. Input pendidikan dinyatakan bermutu jika siap diproses.
Proses pendidikan yang bermutu apabila mampu menerapkan pembelajaran yang
Partisipasi, Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan (PAKEM). Output
dinyatakan bermutu jika hasil belajar akademik dan non akademik peserta didik
tinggi. Outcome dinyatakan bermutu apabila lulusan cepat terserap di dunia kerja,
gaji wajar atau sesuai, dan semua pihak mengakui kehebatan lulusan dan merasa
puas dengan kompetensi yang dimiliki oleh lulusan.
Rendahnya mutu pendidikan menurut Deming secara umum disebabkan
oleh beberapa sumber yang mencakup desain kurikulum yang lemah, bangunan
yang tidak memenuhi syarat, lingkungan kerja yang buruk, sistem dan prosedur
yang tidak sesuai, jadwal kerja yang serampangan, sumberdaya yang kurang, dan
pengembangan staf yang tidak memadai. Sebab-sebab khusus masalah mutu bisa
mencakup kurangnya motivasi, kegagalan komunikasi, atau masalah yang
berkaitan dengan perlengkapan (Sallis, 2006).
Untuk itu diperlukan suatu Standar Nasional Pendidikan yang tepat untuk
seluruh kalangan penyelenggara pendidikan sebagai acuan norma dalam
pendidikan. Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2005 dinyatakan bahwa
pendidikan di Indonesia menggunakan delapan standar yang menjadi acuan dalam
membangun dan meningkatkan kualitas pendidikan. Standar Nasional Pendidikan
merupakan kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum
Negara Kesatuan Republik Indonesia, ada delapan standar yang menjadi kriteria
minimal tersebut yaitu: standar isi; standar proses; standar kompetensi lulusan;
standar pendidik dan tenaga kependidikan; standar sarana dan prasarana; standar
pengelolaan; standar pembiayaan; standar penilaian pendidikan. Standar Nasional
Pendidikan bertujuan menjamin mutu pendidikan nasional dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk watak serta keberadaan bangsa
yang bermartabat.
Badan standarisasi, penjaminan dan pengendalian mutu pendidikan inilah
yang harus disiapkan oleh pemerintah, sehingga mutu pendidikan itu memiliki

4
kriteria minimal yang senantiasa harus dipenuhi oleh pengelola pendidikan,
pemerintah daerah dan pemerintah pusat.

B. Standar Pendidik dan Tenaga Pendidikan


Pada format pengelolaan pendidikan yang sentralistik, sekolah menjadi
unit birokrasi dan tenaga pendidik sering diposisikan sebagai karyawan birokrasi
pemerintah. Sebaliknya pada format pengelolaan pendidikan yang
desentralisasikan, sekolah dikonsepkan sebagai unit akademik dan tenaga
pendidik merupakan tenaga profesional. Supaya mempunyai lulusan peserta didik
yang diharapkan maka sekolah harus meningkatkan mutu guru.
Dalam konteks pendidikan, pengertian mutu mengacu pada masukan,
proses, keluaran dan dampaknya. Tenaga pendidik mempunyai peran, fungsi, dan
kedudukan yang sangat strategis dalam membangun mutu pendidikan. tenaga
pendidik juga sebagai salah satu komponen dalam kegiatan belajar engajar
memiliki posisi yang sangat menentukan keberhasilan pembelajaran, karena
fungsi utama tenaga pendidik adalah merancang, melaksanakan, dan
mengevaluasi pembelajaran. Dengan demikian mutu tenaga pendidik mempunyai
peranan dan kunci dalam keseluruhan proses pendidikan.
Tenaga pendidik berdasarkan Undang-Undang Guru dan Dosen disebutkan
bahwa tenaga pendidik mempunyai empat kompetensi, yaitu kompetensi
pedagogik, kompetensi professional, kompetensi kepribadian dan kompetensi
sosial yang diperoleh melalui pendidikan profesi. Dalam PP No 19 Tahun 2005
pasal 2 (1) bahwa: “Standar Nasional Pendidikan terdiri atas standar isi, proses,
kompetensi lulusan, tenaga pendidik dan kependidikan, sarana dan prasarana,
pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan yang harus ditingkatkan
secara berencana dan berkala”. Standar pendidik dan tenaga kependidikan dalam
SNP pasal 28 (1) bahwa: “Pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan
kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki
kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional”. Sedangkan ayat (2)

5
menjelaskan bahwa: “kualifikasi akademik sebagaimana Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia No 19 Tahun 2005 Tentang Sistem Pendidikan Nasional,
dimaksud pada ayat (1) adalah tingkat pendidikan minimal yang harus dipenuhi
oleh seorang pendidik yang dibuktikan dengan ijazah dan/atau sertifikat keahlian
yang relevan sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku”. Adapun pada
ayat (3) menjelaskan bahwa: “kompetensi sebagai agen pembelajaran pada
jenjang pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan anak usia dini meliputi:
kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional, dan
kompetensi sosial”.
Aspek yang diukur pada Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan bagi
sekolah dasar menurut instrumen yang disusun oleh Badan Akreditasi Nasional
adalah sebagai berikut.
47. Guru memiliki kualifikasi akademik minimum.
48. Guru agama, guru pendidikan jasmani, dan guru kesenian mengajar sesuai
dengan latar belakang pendidikannya.
49. Guru memiliki kompetensi pedagogik sesuai dengan prinsip-prinsip
pembelajaran.
50. Guru memiliki kompetensi kepribadian sebagai agen pembelajaran
51. Guru berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan sesama
pendidik, tenaga kependidikan, orang tua, dan masyarakat.
52. Guru memiliki kesehatan jasmani dan rohani untuk menjalankan tugas
mengajar dan tugas lainnya.
53. Kepala sekolah/madrasah berstatus sebagai guru, memiliki sertifikat pendidik,
dan Surat Keputusan (SK) sebagai kepala sekolah/madrasah.
54. Kepala sekolah/madrasah memiliki kualifikasi akademik minimum Sarjana
(S1) atau Diploma Empat (D-IV).
55. Kepala sekolah/madrasah memiliki pengalaman mengajar sekurangkurangnya
5 tahun.
56. Kepala sekolah/madrasah memiliki kompetensi kepribadian.
57. Kepala sekolah/madrasah memiliki kemampuan manajerial yang ditunjukkan
dengan kemajuan/keberhasilan dalam mengelola: (1) kesiswaan, (2) guru dan
tenaga kependidikan, (3) pengembangan kurikulum, (4) sarana dan prasarana,
(5) pembiayaan, dan (6) hubungan masyarakat.
58. Kepala sekolah/madrasah memiliki kemampuan kewirausahaan yang
ditunjukkan dengan adanya kegiatan kewirausahaan sebagai sumber belajar

6
siswa seperti: (1) koperasi siswa, (2) peternakan/perikanan, (3)
pertanian/perkebunan, (4) kantin sekolah, (5) unit produksi dan lain-lain.
59. Kepala sekolah/madrasah memiliki kemampuan bekerjasama dengan pihak
lain untuk kepentingan sekolah/madrasah,berpartisipasi dalam kegiatan sosial
kemasyarakatan, dan memiliki kepekaan sosial terhadap orang atau kelompok
lain.
60. Kepala sekolah/madrasah melakukan supervisi dan monitoring setiap tahun.
61. Tenaga administrasi minimum memiliki kualifikasi akademik pendidikan
menengah atau yang sederajat.
62. Tenaga administrasi memiliki latar belakang pendidikan sesuai dengan
tugasnya.
63. Tenaga perpustakaan minimum memiliki kualifikasi akademik pendidikan
menengah atau yang sederajat
64. Tenaga perpustakaan memiliki surat penugasan sebagai penanggung jawab
perpustakaan.
65. Sekolah/Madrasah memiliki petugas layanan khusus, yaitu: (1) penjaga
sekolah/madrasah; (2) tukang kebun; (3) tenaga kebersihan; (4) pengemudi;
dan (5) pesuruh.

7
BAB III
METODE EVALUASI

A. Sumber Data
Data primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari objek penelitian.
Sumber data primer berasal dari narasumber melalui proses wawancara.
Data sekunder adalah data pendukung yang diambil melalui sumber lain
yang berhubungan dengan kajian evaluasi. Sumber data sekunder berupa
adalah arsip-arsip dan dokumen yang digunakan untuk mendukung kajian
evaluasi.

B. Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, studi
dokumen, dan wawancara kepada guru dan Kepala Sekolah SDIT Salman Al
Farisi.

C. Instrumen Evaluasi
Instrumen yang digunakan adalah instrumen Akreditasi Sekolah
Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI) yang dibuat oleh Badan Akreditasi
Nasional Sekolah/Madrasah Tahun 2014.

D. Analisis Data
Analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif, yaitu
menggambarkan capaian Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan yang
dicapai SDIT Salman Al Farisi, kemudian membandingkan dengan standar
yang telah ditetapkan.

8
BAB IV
HASIL EVALUASI DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Data
Berdasarkan hasil observasi di lapangan diperoleh data sebagai berikut:
Nama Sekolah : Sekolah Dasar Islam Terpadu Salman Al Farisi
Nomor Statistik Sekolah : 102040212999/20409818 (NSS/NPSN)
Alamat Sekolah : Pogung Rejo, Sinduadi, Mlati, Sleman
Yogyakarta
Status Sekolah : Swasta
Nama Yayasan : Yayasan Salman Al-Farisi Jogja
Tahun Berdiri Sekolah : 2001
Status Akreditasi :A
Nama Kepala Sekolah : Darsini, S.Pd
Jumlah Pendidik : 12
Jumlah Tenaga Pendidik : 6

9
B. Nilai Pencapaian Standar Pendidik dan Tendik
Tabel 1. Nilai Pencapaian Standar Pendidik dan Tendik

Skor Skor
No. Butir Jawaban Penyimpangan
Perolehan Maksimum
47 A 5 5 0
48 A 5 5 0
49 A 5 5 0
50 A 5 5 0
51 A 5 5 0
52 A 5 5 0
53 A 5 5 0
54 A 5 5 0
55 A 5 5 0
56 A 5 5 0
57 A 5 5 0
58 A 5 5 0
59 A 5 5 0
60 B 4 5 1
61 A 5 5 0
62 A 5 5 0
63 C 3 5 2
64 C 3 5 2
65 A 5 5 0
Jumlah 90 95
Ketercapaian 90/95 x 100% = 94,73%

C. Pembahasan
Berdasarkan hasil evaluasi diketahui bahwa terdapat tiga item yang
belum mencapai standar yaitu butir nomor 60, 63, dan 64. Item nomor 60

10
berkaitan dengan pelaksanaan supervisi dan monitoring kepala sekolah,
sedangkan item nomor 63 dan 64 berkaitan dengan tenaga perpustakaan.
Supervisi yang dilakukan oleh Kepala Sekolah kepada guru-guru.
Supervisi dengan segala usahanya diarahkan pada pembinaan dan
pengembangan aspek-aspek yang terdapat dalam situasi pembelajaran,
sehingga akan tercipta suatu situasi yang dapat menunjang pencapaian tujuan
pendidikan di sekolah, yaitu situasi dimana terjadi proses interaksi antara guru
dan murid dalam usaha mencapai tujuan belajar yang telah ditentukan.
Secara rutin dan terjadwal Kepala Sekolah melaksanakan kegiatan
supervisi kepada guru-guru dengan harapan agar guru mampu memperbaiki
proses pembelajaran yang dilaksanakan. Dalam prosesnya, kepala sekolah
memantau secara langsung ketika guru sedang mengajar. Guru mendesain
kegiatan pembelajaran dalam bentuk rencana pembelajaran kemudian kepala
sekolah mengamati proses pembelajaran yang dilakukan guru. Saat kegiatan
supervisi berlangsung, kepala sekolah menggunakan leembar observasi yang
sudah dibakukan, yakni Alat Penilaian Kemampuan Guru (APKG). APKG
terdiri atas APKG 1 (untuk menilai Rencana Pembelajaran yang dibuat guru)
dan APKG 2 (untuk menilai pelaksanaan proses pembelajaran) yang dilakukan
guru.
Tenaga Perpustakaan
Setiap perpustakaan sekolah memiliki sekurang-kurangnya satu tenaga
perpustakaan sekolah yang berkualifikasi SMA atau yang sederajat dan
bersertifikat kompetensi pengelolaan perpustakaan sekolah dari lembaga yang
ditetapkan oleh pemerintah. Tenaga perpustakaan menjadi tulang punggung
perpustakaan, termasuk perpustakaan sekolah. Mereka diperlukan untuk
mendukung program-program pengajaran disekolah agar berhasil. Mereka
diperlukan untuk mengatur dan menjalankan kegiatan sehari-hari di
perpustakaan. Perpustakaan sekolah yang mempunyai program-program
kegiatan yang baik akan memerlukan tenaga-tenaga yang cakap dan terampil
agar mampu memberikan pelayanan yang efektif.

11
Perpustakaan Sekolah Dasar yang masih dikelola secara sambilan oleh
guru yang sangat mungkin guru tersebut sudah banyak beban tugas yang harus
ditanggung. Kondisi tersebut akan sangat tidak menguntungkan bagi
perkembangan perpustakaan sekolah dasar. Seseorang yang mengelola sebuah
perpustakaan sekolah dasar, seharusnya adalah orang yang memiliki satandar
sebagai pengelola perpustakaan sekolah. Sehingga jika perpustakaan dikelola
oleh orang yang memiliki kompetensi maka, diharapkan perpustakaan akan
berkembang dengan dukungan dari berbagai pihak (stakeholder).

BAB V
PENGENDALIAN STANDAR PENDIDIK DAN TENAGA PENDIDIKAN

A. Perbandingan Fakta dan Standar


Berdasarkan hasil evaluasi diketahui bahwa terdapat tiga item yang belum
mencapai standar yaitu butir nomor 60, 63, dan 64.

Butir No 60.

Butir No 63.

12
Butir No 64.

Penyebab belum tercapainya standar:


1. Dalam kegiatan supervisi Kepala Sekolah melaksanakan kegiatan
supervisi kepada guru-guru dengan harapan agar guru mampu
memperbaiki proses pembelajaran yang dilaksanakan. Dalam prosesnya,
kepala sekolah tidak sepenuhnya dapat memantau secara langsung ketika

13
guru sedang mengajar. Kegiatan dan agenda Kepala Sekolah di luar
sekolah menjadi salah satu penyebab belum tercapainya standar tersebut.
2. Tenaga perpustakaan belum memenuhi standar karena masih terbatasnya
ruang perpustakaan dan koleksi buku-buku, sehingga tenaga yang
diperlukan masih cukup dikerjakan oleh 1 orang tenaga perpustakaan.

B. Identifikasi dan Penilaian Tindakan


Supervisi Kepala Sekolah
1. Melaksanakan Pendidikan dan Pelatihan Kepala Sekolah untuk
meningkatkan kemampuan profesional dalam pelaksanaan supervisi
pembelajaran (instructional supervision)
2. Berkolaborasi dalam kelompok kerja kepala sekolah
3. Kepala sekolah bekerjasama dengan dengan Musyawarah Guru Mata
Pelajaran (MGPP) terutama dengan rumpun ilmu yang berbeda
Perpustakaan
1. Menambah luas ruang perpustakaan
2. Menambah koleksi buku-buku perpustakaan
3. Menambah minimal 1 orang tenaga perpustakaan

Berdasarkan penilaian terhadap beberapa usulan tindakan, maka tindakan yang


paling mungkin untuk segera dilakukan adalah:
1. Kepala sekolah bekerjasama dengan dengan Musyawarah Guru Mata
Pelajaran (MGPP) terutama dengan rumpun ilmu yang berbeda.
2. Menambah koleksi buku-buku perpustakaan, yaitu dengan mewajibkan
kepada setiap anak yang sudah lulus SD untuk menyumbangkan minimal 2
buah buku.

C. Rencana Pelaksanaan Tindakan

14
1. Kepala sekolah bekerjasama dengan dengan Musyawarah Guru Mata
Pelajaran (MGPP) terutama dengan rumpun ilmu yang berbeda.
2. Menambah koleksi buku-buku perpustakaan, yaitu dengan mewajibkan
kepada setiap anak yang sudah lulus SD untuk menyumbangkan minimal 2
buah buku.

BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Berdasarkan evaluasi pengendalian mutu terhadap standar pendidik
dan tenaga kependidikan di SDIT Salman Al Farisi Sleman dapat
disimpulkan sebagai berikut.
1. Ketercapaian standar pendidik dan tenaga kependidikan di SDIT Salman
Al Farisi Sleman adalah sebesar 94,73%.
2. Penyimpangan yang terjadi dalam pelaksanaan standar pendidik dan
tenaga kependidikan di SDIT Salman Al Farisi Sleman yaitu pada
supervisi dan monitoring kepala sekolah; tenaga perpustakaan.
3. Upaya yang dilakukan agar tercapai sesuai dengan standar:
• Melaksanakan diklat kepala sekolah
• Kepala sekolah aktif dalam kelompok kerja kepala sekolah

15
• Kepala sekolah bekerjasama dengan MGMP
• Menambah luas ruang perpustakaan
• Menambah koleksi buku-buku perpustakaan
• Menambah minimal 1 orang tenaga perpustakaan

B. Saran
Kepala sekolah diharapkan mampu membimbing guru dalam menyusun
silabus tiap bidang pengembangan di sekolah atau mata pelajaran di sekolah
berlandaskan standar isi, standar kompetensi, dan prinsip-prinsip
pengembangan kurikulum.

Kepala Sekolah mengarahkan tenaga perpustakaan untuk bekerja secara


efektif dan efisien, membina tenaga perpustakaan untuk pengembangan
pribadi dan karir.

DAFTAR PUSTAKA

Kemendikbud. 2005. Peraturan Mendiknas No. 29 Tahun 2005 tentang Badan


Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah.

Kemendikbud . 2005. Peraturan Pemerintah. No 19 Tahun 2005 tentang Standar


Nasional Pendidikan

Koswara. (2002). Model Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Di Sekolah.

Sallis, E. (2006). Total Quality Management in Education. Jogjakarta:IRCiSoD

16

Anda mungkin juga menyukai