Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

Anemia adalah keadaan dimana masa eritrosit dan/atau masa hemoglobin


yang beredar tidak dapat memenuhi fungsinya untuk menyediakan oksigen bagi
jaringan tubuh. Secara laboratorik dijabarkan sebagai penurunan dibawah normal
kadar hemoglobin, hitung eritrosit dan hematokrit (packed red cell). Batas atau
cut off point hemoglobin sesuai dengan kriteria WHO ialah pada anak umur 6-14
tahun hemoglobin <12 g/dl dan anak umur 6 bulan-6 tahun hemoglobin <11 g/dl.1
Anemia merupakan masalah kesehatan masyarakat di seluruh dunia;
diperkirakan terdapat pada 43% anak-anak usia kurang dari 4 tahun. Survei
Nasional di Indonesia (1992) mendapatkan bahwa 56% anak di bawah umur 5
tahun menderita anemia, pada survei tahun 1995 ditemukan 41% anak di bawah 5
tahun dan 24-35% dari anak sekolah menderita anemia.2 Gejala yang samar pada
anemia ringan hingga sedang menyulitkan deteksi sehingga sering terlambat
ditanggulangi. Keadaan ini berkaitan erat dengan meningkatnya risiko kematian
pada anak.
Anemia diklasifikasikan dengan berbagai cara, namun klasifikasi yang
paling sering dipakai adalah klasifikasi berdasarkan morfologi eritrosit pada
pemeriksaan apusan darah tepi atau dengan melihat indeks eritrosit. Berdasarkan
morfologinya anemia dibagi atas anemia hipokromik mikrositer (MCV < 80 fl;
MCH < 27 pg) yang disebabkan oleh produksi hemoglobin yang inadekuat.
Penyebab tersering anemia ini adalah defisiensi besi dan thalasemia. Kemudian
anemia normokromik normositer (MCV 80-95 fl; MCH 27-34 pg) yang
berhubungan dengan penyakit sistemik yang mengganggu sintesis sel darah merah
yang adekuat di sumsum tulang belakang. Dan terakhir adalah anemia makrositer
(MCV > 95 fl). Defisiensi vitamin B12 dan asam folat menjadi penyebab dari
anemia makrositer. Anemia makrositer ini dibagi lagi menjadi megaloblastik dan
non-megaloblastik.
Salah satu jenis anemia yang dapat ditemukan pada anak adalah anemia
megaloblastik. Anemia megaloblastik paling banyak disebabkan oleh kekurangan

1
vitamin B12 dan folat. Sehingga pada referat ini penulis akan lebih fokus
membahas mengenai anemia makrositer megaloblastik.1,3

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Anemia


Anemia adalah keadaan dimana masa eritrosit dan/atau massa hemoglobin
yang beredar tidak dapat memenuhi fungsinya untuk menyediakan oksigen
bagi jaringan tubuh. Secara laboratorik dijabarkan sebagai penurunan dibawah
normal kadar hemoglobin, hitung eritrosit dan hematokrit (packed red cell).1
Anemia didefinisikan sebagai berkurangnya 1 atau lebih parameter sel
darah merah: konsentrasi hemoglobin, hematokrit atau jumlah sel darah
merah.4

2.2. Kriteria Anemia


Menurut kriteria WHO anemia adalah kadar hemoglobin di bawah 13 g%
pada pria dan di bawah 12 g% pada wanita. Berdasarkan kriteria WHO yang
direvisi/ kriteria National Cancer Institute, anemia adalah kadar hemoglobin
di bawah 14 g% pada pria dan di bawah 12 g% pada wanita.4
Pada anemia digunakan cut off point (titik pemilah) yang sangat
dipengaruhi umur, jenis kelamin, ketinggian tempat tinggal dari permukaan
laut, dan lain-lain. Cut off point yang umum dipakai adalah kriteria WHO
apabila laki-laki dewasa hemoglobin < 13 g/dl, perempuan dewasa tak hamil
hemoglobin < 12 g/dl, perempuan hamil hemoglobin < 11 g/dl, anak umur 6-
14 tahun hemoglobin < 12 g/dl, dan anak umur 6 bulan – 6 tahun hemoglobin
< 11 g/dl.1

2.3. Derajat Anemia


Derajat anemia antara lain ditentukan oleh kadar hemoglobin. Klasifikasi
derajat anemia yang umum dipakai adalah sebagai berikut:1
1. Ringan sekali : Hb 10 g/dl – cut off point
2. Ringan : Hb 8 g/dl – Hb 9,9 g/dl
3. Sedang : Hb 6 g/dl – Hb 7,9 g/dl
4. Berat : Hb < 6 g/dl

3
2.4. Etiologi Anemia
Penyebab anemia secara etiopatogenesis yaitu gangguan produksi eritrosit
yaitu kekurangan bahan untuk eritrosit, gangguan utilasi besi, kerusakan
jaringan sumsum tulang dan fungsi sumsum tulang kurang baik karena tidak
diketahui, kehilangan eritrosit dari tubuh, dan peningkatan penghancuran
eritrosit dalam tubuh (hemolisis).2

2.5. Gejala Anemia


Gejala umum anemia disebut juga sebagai sindrom anemia, atau anemic
syndrome. Gejala umum anemia atau sindrom anemia adalah gejala yang
timbul pada semua jenis anemia pada kadar hemoglobin yang sudah menurun
sedemikian rupa dibawah titik tertentu. Gejala ini timbul karena anoksia organ
target dan mekanisme kompensasi tubuh terhadap penurunan hemoglobin.
Gejala-gejala tersebut apabila diklasifikasikan menurut organ yang terkena
adalah sebagai berikut:1
a. Sistem kardiovaskular: lesu, cepat lelah, palpitasi, takikardi, sesak waktu
kerja, angina pectoris dan gagal jantung.
b. Sistem saraf: sakit kepala, pusing, telinga mendenging, mata berkunang-
kunang, kelemahan otot, iritabel, lesu, perasaan dingin pada eksterimtas.
c. Sistem urogenital: gangguan haid dan libido menurun.
d. Epitel: warna pucar pada kulit dan mukosa, elastisitas kulit menurun,
rambut tipis dan halus.

2.6. Klasifikasi Anemia


Anemia dapat diklasifikasikan berdasarkan umur dan jenis kelamin dengan
melihat jumlah hemoglobin, hematokrit, dan ukuran eritrosit (Tabel 1). Selain
itu dengan dasar ukuran eritrosit (mean corpuscular volume/MCV) dan
kemudian dibagi lebih dalam berdasarkan morfologi eritrositnya. Pada
klasifikasi jenis ini, anemia dibagi menjadi anemia mikrositik, normositik dan
makrositik (Tabel 2). Klasifikasi anemia dapat berubah sesuai penyebab klinis
dan patologis.

4
Tabel 1. Batasan anemia berdasarkan umur dan jenis kelamin2
Umur Hemoglobin (g/dL) Hematokrit (%) MCV (µm3)
(Tahun) Mean Batas Bawah Mean Batas Mean Batas
Bawah Bawah
0,5 - 1,9 12,5 11,0 37 33 77 70
2-4 12,5 11,0 38 34 79 73
5–7 13,0 11,5 39 35 81 75
8 - 11 13,5 12,0 40 36 83 76
12 – 14
Pria 13,5 12,0 41 36 85 78
Wanita 14,0 12,5 43 37 84 77
15 – 17
Pria 14,0 12,0 41 36 85 78
Wanita 15,0 13,0 46 37 84 77
18-49
Pria 14,0 12,0 42 37 90 80
Wanita 16,0 14,0 47 40 90 80

Tabel 2. Klasifikasi Anemia berdasarkan Ukuran Eritrosit


Mikrositik Normositik Makrositik
 Defisiensi besi Anemia hemolitik Sumsum tulang
 Thalasemia kongential megaloblastik
 Keracunan timbal  Hemoglobin mutan  Defisiensi vitamin B12
kronis  Defek enzim eritrosit  Defisiensi asam folat
 Anemia sideroblastik  Gangguan pada Tanpa sumsum tulang
 Inflamasi kronis membran eritrosit megaloblastik
Anemia hemolitik didapat  Anemia aplastik
 Autoimun  Hipotiroid
 Anemia hemolitik  Diamon-Blackfan
mikroangiopati Syndrome
 Sekunder oleh infeksi  Penyakit hati
akut  Infiltrasi sumsum
Kehilangan darah akut tulang
 Anemia diseritropoetik

5
2.7. Anemia Makrositer Megaloblastik
Anemia megaloblastik adalah anemia makrositik yang ditandai dengan
adanya peningkatan ukuran sel darah merah yang disebabkan oleh
abnormalitas hematopoiesis dengan karakteristik dismaturasi nukleus dan
sitoplasma sel myeloid dan eritroid sebagai akibat dari gangguan sintesis
DNA.5
Sel-sel yang tersering adalah sel yang relatif mempunyai pergantian yang
cepat seperti prekursor hematopoietik dalam sumsum tulang dan epitel
mukosa saluran cerna. Walaupun pembelahan sel berjalan lamban,
perkembangan sitoplasma berjalan normal sehingga sel cenderung menjadi
besar. Pertumbuhan inti dan sitoplasma yang tidak sejajar merupakan salah
satu kelainan morfologi utama yang terlihat di sumsum tulang.5
2.7.1. Etiologi
Penyebab anemia megaloblastik dapat diklasifikasikan sebagai:5
A. Defisiensi Kobalamin
1. Asupan kurang : diet kurang mengandung vitamin B12, defisiensi pada
ibu yang menyebabkan defisienasi vitamin B12 pada ASI
2. Gangguan absorpsi : kegagalan sekresi faktor intrinsic, kegagalan
absorpsi di usus kecil
3. Gangguan transport vitamin B12 (kongenital dan didapat)
4. Gangguan metabolism vitamin B12
B. Defisiensi Asam Folat
1. Asupan yang kurang : kemiskinan, ketidaktahuan, faddism, cara
pemasakan, pemakaian susu kambing, malnutrisi, diet khusus untuk
fenilketonuria, prematuritas, pasca cangkok sumsum tulang (CST)
2. Gangguan absorpsi (kongenital dan didapat)
3. Kebutuhan yang meningkat : percepatan pertumbuhan, anemia
hemolitik kronis, penyakit keganasan, keadaan hipermetabolisme,
penyakit kulit ekstensif, sirosis hepatis, pasca CST
4. Gangguan metabolism asam folat (kongenital dan didapat)
5. Peningkatan eksresi : dialysis kronis, penyakit hati, penyakit jantung

6
C. Sebab-sebab lain
1. Gangguan sintesis DNA kongenital
2. Gangguan sintesis DNA didapat

Keadaan lain yang berhubungan dengan anemia megaloblastik adalah


defisiensi asam askorbat, tokoferol dan tiamin.5

Asam Folat
Folat banyak didapatkan pada berbagai jenis makanan, seperti sayuran
hijau, buah-buahan dan jeroan. Tubuh kita tak dapat membuat asam folat
sehingga harus didapatkan dari diet. Asupan folat yang dianjurkan WHO-
FAO (1989) untuk bayi, anak umur 1-16 tahun dan dewasa adalah 3,6 , 3,3
dan 3,1 µg/kg berat badan/hari. Asam folat merupakan nama yang sering
dipakai untuk pteroilmonoglutamin. Fungsi asam folat adalah mengangkut
unit 1 karbon seperti gugus metil dan formil ke berbagai senyawa organik
seperti pada pembentukan timidin dan deoksiuridin.5
Secara alamiah folat ada dalam bentuk poliglutamat dan diabsorpsi
kurang efisien dibandingkan bila dalam bentuk monoglutamat (asam folat).
Aktivitas konjugasi folat di brush border usus membantu konversi
poliglutamat ke bentuk monoglutamat sehingga meningkatkan absorpsi.
Asam folat diabsorpsi di usus kecil dan terdapat dalam sirkulasi
enterohepatik. Sebagian besar folat dalam plasma terikat secara longgar
dengan albumin. Secara biologis asam folat tidak aktif. Cadangan folat dalam
tubuh terbatas dan anemia megaloblastik dapat terjadi setelah 2-3 bulan diet
bebas folat.5

Vitamin B12
Vitamin B12 didapatkan dari kobalamin dalam makanan, terutama
bersumber dari hewani, sekunder dari yang diproduksi mikroorganisme.
Tubuh tidak mampu mensintesis vitamin B12. Asupan vitamin B12 yang
dianjurkan oleh WHO-FAO (1989) untuk bayi 0,1 µg/hari, dewasa 1,0 µg/
hari. vitamin B12 dilepaskan dalam suasana keasaman lambung yang
bergabung dengan protein R dan faktor intrinsic (F1), melewati dudonenum,

7
kemudian protease pancreas akan memecah protein R, dan diabsorpsi di
ileum distal melalui reseptor spesifik untuk F1-kobalamin. Vitamin B12 dosis
tinggi dapat berdifusi melalui mukosa usus dan mulut. Di dalam plasma,
kobalamin berikatan dengan protein transport (transcobalamin II/TC-II) yang
akan membawa vitamin B12 ke hati, sumsum tulang dan jaringan tempat
penyimpanan lainnya. TC-II memasuki sel melalui reseptor dengan cara
endositosis, dan kobalamin dikonversi ke dalam bentuk aktif (metilkobalamin
dan adenosilkobalamin) yang penting untuk transfer kelompok metil dan
sintesis DNA. Plasma juga mengandung 2 protein yang terikat vitamin B12,
yaitu TC-I dan TC-III, keduanya tidak memiliki peranan transport spesifik
tetapi diketahui dapat menggambarkan penyimpanan vitamin B12 dalam
tubuh. Pada kenyataannya hamper semua vitamin B12 dalam plasma terikat ke
TC-I dan TC-III dan pengukuran konsentrasi vitamin B12 menggambarkan
persediaan vitamin ini.5
Berbeda dengan persediaan asam folat, anak besar dan remaja memiliki
persediaan vitamin B12 selama 3-5 tahun. Meskipun demikian, pada bayi yang
lahir dari ibu yang persediaan vitamin B12nya rendah, manifestasi klinis
defisiensi kobalamin dapat timbul pada usia 4-5 bulan pertama kehidupan.5

2.7.2. Epidemiologi
Prevalensi anemia megaloblastik pada anak belum ditentukan secara
pasti. Defisiensi vitamin B12 adalah masalah global, akan tetapi, terutama
pada periode neonatal, diakibatkan oleh kombinasi efek dari diet maternal
yang buruk dan defisiensi transkobalamin kongenital.8
Anemia pernisiosa adalah penyebab umum dari anemia megaloblastik,
terutama pada orang Eropa dan Afrika. Defisiensi vitamin B12 adalah
masalah yang serius di India, Meksiko, Amerika Tengah, dan beberapa
daerah di Afrika. Peningkatan vegetarian berkaitan dengan peningkatan
defisiensi vitamin B12 dan secara khusus berkonsentrasi pada pemberian ASI
oleh ibu dengan defisiensi vitamin B12.9
Anemia megaloblastik ditemukan pada semua ras dan grup etnis dan
pada kedua jenis kelamin. Ini jarang ditemukan pada bayi, namun dapat

8
terjadi pada bayi yang mendapat ASI dari ibu yang mengalami defisiensi
vitamin B12 atau bayi dengan defisiensi kongenital pada satu protein
pembawa.8

2.7.3. Patofisiologi
Anemia megaloblastik (SDM besar) diklasifikasikan secara morfologis
sebagai anemia makrositik normokromik. Anemia megaloblastik sering
disebabkan oleh defisiensi vitamin B12, asam folat dan faktor intriksik.
Kehilangan dari salah satu faktor tersebut yang mengakibatkan gangguan
sintesis DNA, disertai kegagalan maturasi dan pembelahan inti.7
Atrofi mukosa lambung, seperti yang terjadi pada anemia perinisiosa,
atau hilangnya lambung akibat gastrektomi dapat menyebabkan terjadinya
anemia megaloblastik. Pasien dengan sariawan usus, dengan ditandainya
sedikitnya absorbsi asam folat dan B12 sering kali mengalami anemia
megaloblastik.7
Folat dalam makanan terdapat dalam poliglutamat yang terlebih dahulu
harus dihidrolisis menjadi bentuk monoglutamat di dalam mukosa usus halus,
sebelum ditransportasi secara aktif ke dalam sel usus halus, pencernaan ini
dilakukan oleh enzim hidrolase dan dibantu oleh seng. Folat di dalam sel
kemudian diubah menjadi 5-metil tetrahidrofolat dan dibawa ke hati melalui
system porta untuk disimpan. Di dalam hati meti tetrahidrofolat diubah
menjadi asam tetrahidrofolat (THFA).5
Dalam lambung kobalamin dibebaskan dari ikatannya dengan protein
oleh cairan lambung dan pepsin, kemudian segera diikat oleh protein-protein
khusus (faktor R) dalam lambung.Vitamin B12 dilepas dari faktor R di dalam
duodenum yang bernuansa alkali, oleh enzim-enzim protease pancreas
terutama tripsin untuk segera diikat oleh faktor intrinsik (IF). Kompleks
vitamin B12-IF ini kemudian diikat oleh reseptor khusus pada membrane
mikrovili ileum usus halus dan diabsorbsi. Di dalam sel mukosa usus halus
vitamin B12 dilepas dan dipindahkan ke protein lain TC-2 untuk dibawa ke
hati.5

9
Anemia pernisiosa disebabkan oleh serangan autoimun pada mukosa
lambung yang menyebabkan terjadinya atrofi lambung. Sembilan puluh
persen memperlihatkan adanya antibody sel parietal yang ditujukan terhadap
H+/K+-ATPase lambung dalam serum, dan 50 % tipe I atau antibody penyekat
terhadap IF yang menghambat pengikatan IF pada B12. 35% persen pasien
memperlihatkan adanya antibody tipe II terhadap IF yang menghambat lokasi
pengikatannya di ileum. Malabsorbsi B12 spesifik disebabkan oleh mutasi
reseptor IF-B12.5
Anemia megaloblastik merupakan anemia dengan eritrosit di sumsum
tulang memperlihatkan adanya suatu kelainan yang khas, pematangan inti
lebih lambat dibandingkan dengan sitoplasma.5
Vitamin B12 merupakan suatu koenzim untuk dua reaksi bikomia di
dalam tubuh: yang pertama, sebagai metal B12, suatu kofaktor untuk
metionin sintase, yaitu enzim yang bertanggung jawab untuk metilasi
homosistein menjadi metionin dengan menggunakan metal tetrahidofolat
(THF) sebagai donor metil; dan kedua sebagai deoksiadenosil B12 yang
membantu konversi metil malonil koenzim A (KoA) menjadi suksinilKoA.5
Metilmalonil KoA mengalami penyusunan kembali yang dependen
vitamin B12 menjadi suksinil KoA yang dikatalis oleh metil malonil Koa
mutase. Metilmalonil KoA mutase dan metinonin sintase adalah enzim yang
dependen pada vitamin B12.5
Tetrahidrofolat dapat membawa fragmen-fragmen satu karbon yang
melekat pada N-5 (gugus formil, formimino, atau metil), N-10 (formil), atau
jembatan N-5-N-10 (gugus metilen).Titik masuk utama untuk fragmen satu
karbon ke dalam folat adalah metilen tetrahidrofolat. Yang dibentuk oleh
reaksi glisin, serin, dan kolin dengan tetrahidrofolat.5
Metilasi deoksiuridin monofosfat (dUMP) menjadi timidin monofosfat
(TMP), yang dikatalis oleh timidilat sintase, esensial untuk membentuk DNA.
Fragmen satu karbon metilen-tetrahidrofolat direduksi menjadi gugus metil
disertai dengan pembebasan dihidrofolat yang kemudian direduksi kembali
menjadi tetrahidrofolat oleh dihidrofolat reduktase.5

10
Defisiensi folat dianggap menyebabkan terjadinya anemia megaloblastik
dengan menghambat sintesis timidilat, yaitu suatu tahap membatasi kecepatan
sintesis DNA yang pada tahap ini disintesis timidin monofosfat, karena reaksi
ini memerlukan 5,10 metilen THF poliglutamat sebagai enzim. Gangguan
metionin sintase pada defisiensi vitamin B12 menyebabkan penimbunan metil
tetrahidrofolat .Oleh karena itu, terdapat defisiensi fungsional folat sebagai
efek sekunder dari defisiensi B12. Defisiensi asam folat itu sendiri atau
defisiensi vitamin B12 yang menyebabkan defisiensi fungsinal asam folat,
mempengaruhi sel yang cepat membelah karena sel ini sangat membutuhkan
timidin untuk membentuk DNA. Secara klinis defisiensi ini mempengaruhi
sumsum tulang dan menyebabkan anemia megaloblastik.7,8
Semua pasien ini memiliki temuan khas anemia megaloblastik bersama
dengan nyeri lidah. Gejala defisiensi asam folat dan vitamin B12 hampir
mirip, dan kedua anemia ini dapat terjadi bersama. Tetapi manifestasi
neurologist defisiensi asam folat dan akan menetap bila tidak diberikan
tambahan vitamin B12. maka harus dibedakan dengan teliti antara kedua
bentuk anemia tersebut. Kadar serum kedua vitamin tersebut dapat di ukur..8.

2.7.4. Manifestasi Klinis


Gejala klinik sering timbul perlahan-lahan berupa pucat, mudah lelah
dan anoreksia.5
Gejala pada bayi yang menderita defisiensi asam folat adalah iritabel,
gagal mencapai berat badan yang cukup, dan diare kronis. Perdarahan karena
trombositopenia terjadi pada kasus yang lebih berat. Pada anak yang lebih
besar gejala dan tanda yang muncul berhubungan dengan anemianya dan
proses patologis penyebab defisiensi asam folat tersebut. Defisiensi asam
folat sering menyertai kwashiorkor, marasmus atau sprue.5
Anemia megaloblastik ringan dilaporkan terjadi pada bayi lahir sangat
rendah sehingga dianjurkan untuk diberika suplementasi asam folat secara
rutin. Puncak insiden anemia megaloblastik terjadi pada umur 4-7 bulan,
kadang-kadang muncul lebih dulu dari anemia defisiensi besi, pada keadaan
malnutrisi keduanya dapat timbul bersamaan.5

11
Pada anemia megaloblastik karena defisiensi vitamin B12 disamping
gejala yang tak spesifik seperti lemah, lelah, gagal tumbuh atau iritabel juga
ditemukan gejala pucat, glositis, muntah, diare dan ikterus. Kadang-kadang
timbul gejala neurologis seperti paresthesia, deficit sensori, hipotonia, kejang,
keterlamabatan perkembangan, regresi perkembangan dan perubahan
neuropsikiatrik. Masalah neurologis karena defisiensi vitamin B12 dapat
terjadi pada keadaan yang tidak disertai kelainan hematologis. 5
Anemia pernisiosa merupakan anemia yang disebabkan karena kerusakan
faktor intrinsik yang dihasilkan sel parietal gaster oleh karena adanya
aktivitas lymphocyte mediated immune. Kekurangan F1 menyebabkan
terjadinya malabsorpsi vitamin B12.5

2.7.5. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang .Pada anamnesis ditemukan keluhan karena gejala
anemianya, kemudian dicari informasi ke arah faktor etiologi dan atau
predisposisi seperti riwayat diet, riwayat operasi, riwayat pemakaian obat-
obatan seperti antibiotik, antikonvulsan, gejala saluran cerna seperti
malabsorpsi, diare. Pada pemeriksaan fisik didapatkan anemia, ikterus ringan,
lemon yellow skin, glositis, stomatitis, purpura dan neuropati. Pemeriksaan
laboratorium awal adalah pemeriksaan darah rutin termasuk indeks eritrosit,
apus darah tepi sumsum tulang seperti telah dipaparkan di atas. Selanjutnya
untuk diagnosis pasti dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan/tes spesifik seperti
pemeriksaan kadar asam folat, vitamin B12, tes Schilling sesuai indikasi.5
Pada pemeriksaan laboratorium anemia megaloblastik karena defisiensi
asam folat didapatkan anemia makrositik (MCV >100 fL), anisositosis dan
piokiolositosis, retikulositopenia, dan sel darah merah berinti dengan
morfologi megaloblastik. Pada defisiensi yang lama dapat disertai
trombositopenia dan neutropenia. Neutrofil besar-besaran dengan neukleus
hipersegmentasi.
1. Gambaran darah tepi
a. Sel eritrosit

12
Sel darah merah memiliki ukuran yang besar dan bentuk oval (macro-
ovalositosis). Sel dapat terlihat paling besar, tebal, dengan inti
hiperkromatin. Sel darah merah memiliki ukuran dan bentuk yang
bervariasi (anisopoikilositosis). Basofilik stippling : badan inklusi di
sitoplasma berwarna biru kehitaman yang merupakan endapan dari
ribosom RNA

Gambar 1. Gambaran Darah Tepi pada Anemia Megaloblastik


Keterangan :
Panah pendek : sel makrositik (oval dan besar)
Panah panjang : hipersegmen neutrofril
b. Leukosit
Jumlah leukosit menurun (leukopenia) dan tampak neutrofil yang
bersegmen banyak (5-6 lobus). Ukuran neutrofil membesar
(makropolimorfonuklear).
c. Trombosit
Terjadi penurunan jumlah trombosit (trombositopenia).
d. Retikulosit
Jumlah retikulosit bervariasi bisa normal atau menurun.

2. Pemeriksaan sumsum tulang


a. Sumsum tulang tampak hiperseluler (menandakan meningkatnya
proliferasi prekursor eritrosit) dengan eritrosit yang membesar (panah
hijau). Lebih dominan sel-sel immatur (proeritroblast & basofilik

13
eritroblast) dibandingkan dengan polikromatofilik dan
ortokromatofilik karena proses eritropoiesis yang tidak sempurna.

Gambar 2. Sel Megaloblast pada Anemia Megaloblastik


b. Eritroblas besar, nukleus bentuk bulat, inti kromatin tersebar dan
menmadat, kromatin juga terbuka seperti koma. Terjadi
ketidaksesuaian antara nukleus dan sitoplasma, hal ini terjadi karena
penurunan sintesis DNA pada nukleus, sedangkan sintesis RNA di
sitoplasma berlangsung normal.

Gambar 3. Nukleus Sel Megaloblast pada Anemia Megaloblastik


c. Panah kuning (proeritroblast berukuran besar), panah hitam
(pembelahan prekursor eritrosit tidak sempurna), basofilik stippling
(granula sitoplasma halus yang tersebar merata) (panah hitam besar).

Gambar 4. Sel Megaloblast pada Anemia Megaloblastik

14
d. Prekursor eritrosit displasia (permukaan nukleus abnormal dan bentuk
bizarre) (panah hitam besar). Fragmen nukleus di Howel Jolly bodies
(fragmen kromatin bulat yang tinggal dalam sitoplasma eritrosit
dewasa yang diakibatkan pembelahan abnormal dari eritroblas) (panah
kuning panjang)

Gambar 5. Sel Megaloblast pada Anemia Megaloblastik

Pada anemia defisiensi asam folat kadar asam folat serum < 3 ng/ml
(menurun). Pada defisiensi kronis kadar folat dalam sel darah merah
merupakan indikator yang paling baik. Kadar besi dan vitamin B12 serum
normal atau meningkat. Kadar LDH meningkat jelas. Sumsum tulang
hiperselular karena terdapat hiperplasia eritroid. Perubahan megaloblastik
jelas meski ditemukan prekursor sel darah merah yang normal.5
Gambaran hematologis anemia megaloblastik karena defisiensi asam
folat dan vitamin B12 identik. Pada anemia megaloblastik karena defisiensi
vitamin B12 kadar vitamin B12 < 100 pg/ml (menurun). Kadar besi dan asam
folat serum normal atau meningkat. Kadar LDH meningkat menggambarkan
adanya eritropoiesis yang tidak efektif. Dapat disertai peningkatan bilirubin
sampai 2-3 mg/dl. Masa hidup eritrosit berkurang. Terdapat peningkatan
eksresi asam metilmalonik dalam urin dan ini merupakan indeks defisiensi
vitamin B12 yang sensitive. Pada pemeriksaan tes Schilling dengan cara
radiolabeled B12 absorption test akan menunjukkan absorpsi kobalamin yang
rendah yang menjadi normal setelah pemberian faktor intrinsik lambung.5

15
Alur Penegakan Diagnosis1

ANEMIA

Hapusan darah tepi dan indeks eritrosit

(MCV, MCH, MCHC)

MCV , MCH , MCV (N), MCH (N), MCV , MCH ,


MCHC  MCHC (N) MCHC

Anemia mikrositik Anemia normositik


hipokromik normokromik Anemia makrositik

Anemia
makrositik

Retikulosit

Meningkat Menurun atau


normal

Sumsum tulang
 Riwayat
perdarahan akut
 Anemia pasca Megaloblastik Non
perdarahan akut megaloblastik
 Anemia def B12
dan asam folat
Anemia
dalam terapi
hipotiroidisme

Sindrom
Vit V12 rendah Asam folat rendah mielodisplastik
Anemia defisiensi Anemia defisiensi
vitamin B12 asam folat Anemia penyakit
kronik

16
2.7.6. Penatalaksanaan
A. Medikamentosa
Anemia Megaloblastik karena Defisiensi Asam Folat
Keberhasilan pengobatan anemia megaloblastik karena defisiensi asam
folat ditentukan oleh koreksi terhadap defisiensi folatnya, menghilangkan
penyakit yang mendasarinya, meningkatkan asupan asam folat dan
evaluasi untuk memantau keadaan klinis penderita.5
Terapi awal dimulai dengan pemberian asam folat dengan dosis 0,5-1
mg/hari, diberikan peroral atau parenteral. Respon klinis dan hematologis
dapat timbul segera, dalam 1-2 hari terlihat perbaikan nafsu makan dan
keadaan membaik. Dalam 24-48 jam terjadi penurunan kadar besi serum
dan dalam 2-4 hari terjadi peningkatan retikulosit yang mencapai
puncaknya pada hari ke 4-7, diikuti kenaika kadar Hb menjadi normal
dalam waktu 2-6 minggu. Lamanya pemberian asam folat tidak diketahui
secara pasti, namun biasanya terapi diberikan selama beberapa bulan
sampai terbentuk populasi eritrosit yang normal. Pendapat lain
menyatakan bahwa pemberian asam folat selama 3-4 minggu sampai
sudah terjadi perbaikan hematologis yang menetap, dilanjutkan
pemeliharaan dengan multivitamin yang mengandung 0,2 mg asam folat.5
Pada keadaan diagnosis pasti masih diragukan dapat dilakukan tes
diagnostik dengan pemberian preparat asam folat dosis kecil 0,1 mg/ hari
selama 1 minggu karena respon hematologis dapat diharapkan sudah
terjadi dalam waktu 72 jam. Dosis yang lebih besar (>0,1 mg) dapat
memperbaiki anemia karena defisiensi vitamin B12 tetapi dapat
memperburuk kelainan neurologisnya. Transfuse diberikan hanya pada
keadaan anemia yang sangat berat.5
Untuk mencegah terjadinya anemia ini pada bayi premature terutama
yang berat badannya <1500 gram direkomendasikan untuk mendapatkan
asam folat profilaksis 1 mg/hari. untuk mencegah kejadian Neural Tube
Defect (NTD) pada bayi direkomendasikan pemberian asam folat ekstra
sebanyak 400µg/ hari bagi perempuan hamil. Pada yang sebelumnya ada
riwayat NTD dosis asam folat yang direkomendasikan adalah 5 mg/ hari.5

17
Anemia Megaloblastik karena Defisiensi Vitamin B12
Respons hematologis segera terjadi setelah pemberian vitamin B12 2 mg
parenteral, biasanya terjadi retikulosis pada hari ke 2-4, kecuali jika
disertai dengan penyakit inflamasi.9
Kebutuhan fisiologis vitamin B12 adalah 1-5 µg/ hari dan respons
hematologis terjadi pada pemberian vitamin B12 dosis rendah, hal ini
menunjukkan bahwa pemberian dosis rendah dapat dilakukan sebagai tes
terapeutik pada keadaan diagnosis defisiensi vitamin B12 masih diragukan.
Jika terjadi perbaikan neurologis, harus diberikan injeksi vitamin B12 1 mg
intramuscular minimal selama 2 minggu. Kemudian dilanjutkan dengan
terapi pemeliharaan seumur hidup dengan cara pemberian injeksi 1 mg
vitamin B12/ bulan. Pemberian peroral mungkin berhasil pada pemberian
dosis tinggi, tapi tidak dianjurkan sehubungan dengan ketidakpastian
absorpsinya.10
Pada keadaan terdapat risiko terjadinya defisiensi vitamin B12 (seperti
pada gastrektomi total, reseksi ileum) dapat diberikan pemberian vitamin
B12 profilaksis.10
B. Non medika mentosa
Diet pasien harus mengkonsumsi sumber makanan kaya folat seperti
asparagus, brokoli, bayam, lemon, pisang, melon, hati, dan jamur. Untuk
mencegah hilangnya folat, makanan ini tidak boleh dimasak secara
berlebihan.Untuk mencegah defisiensi kobalamin, pasien harus
mengkonsumsi bahan makanan yang berasal dari hewan, yaitu produk
susu dan telur.5

2.7.7. Komplikasi
Komplikasi umum anemia meliputi gagal jantung, parestesia dan
kejang. Pada setiap tingkat anemia, pasien dengan penyakit jantung
cenderung lebih besar kemungkinannya mengalami gagal jantung kongestif
daripada seseorang yang tidak mempunyai penyakit jantung. Komplikasi
dapat terjadi sehubungan dengan jenis anemia tertentu.

18
2.7.8. Prognosis
Prognosis adalah baik apabila etiologi dari megaloblastosis ini dapat
diidentifikasi dan diterapi dengan baik. Namun, pasien berada dalam risiko
untuk mengalami gangguan jantung sebagai komplikasi dari anemia dan
hipokalemia sebagai efek samping dari terapi kobalamin.11

19
BAB III

RINGKASAN

Anemia adalah penurunan dibawah normal kadar hemoglobin, hitung


eritrosit dan hematokrit (packed red cell) dengan parameter sesuai dengan jenis
kelamin dan usia. Anemia berdasarkan ukuran eritrosit dibagi menjadi mikrositik,
normositik dan makrositik. Anemia makrositik kemudian dibagi menjadi
megaloblastik dan non megaloblastik.
Anemia megaloblastik adalah anemia makrositik yang ditandai dengan
adanya peningkatan ukuran sel darah merah yang disebabkan oleh abnormalitas
hematopoiesis dengan karakteristik dismaturasi nukleus dan sitoplasma sel
myeloid dan eritroid sebagai akibat dari gangguan sintesis DNA. Penyebab dari
anemia megaloblastik adalah defisiensi asam folat dan defisiensi vitamin B12.
Gejala yang timbul pada bayi yang menderita defisiensi asam folat adalah
iritabel, gagal mencapai berat badan yang cukup, dan diare kronis. Sedangkan
gejala anemia defisiensi vitamin B12 yaitu lemah, lelah, gagal tumbuh atau
iritabel juga ditemukan gejala pucat, glositis, muntah, diare dan ikteru kadang-
kadang timbul gejala neurologis.
Pada pemeriksaan laboratorium anemia megaloblastik karena defisiensi
asam folat didapatkan anemia makrositik (MCV >100 fL), anisositosis dan
piokiolositosis, retikulositopenia, dan sel darah merah berinti dengan morfologi
megaloblastik. Pada defisiensi asam folat kadar asam folat serum akan menurun
dan pada defisiensi vitamin B12 kadar vitamin B12 < 100 pg/ml (menurun).
Terapi pada anemia megaloblastik disesuaikan dengan etiologi masing-
masing dan dibagi menjadi medikamentosa dan non medikamentosa. Pada
defisiensi asam folat diberikan pemberian asam folat dengan dosis 0,5-1 mg/hari
dan pada defisiensi vitamin B12 dosis 1 mg parenteral. Prognosis pada anemia
megaloblastik baik apabila ditatalakana dengan adekuat. Namun, pasien berada
dalam risiko untuk mengalami gangguan jantung sebagai komplikasi dari anemia
dan hipokalemia sebagai efek samping dari terapi kobalamin.

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Bakta, I Made. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta:EGC.2012.


2. Irawan, Hendry. Pendekatan Diagnosis Anemia pada Anak. 2013.CDK-
205;4(6):1.
3. Marcdante, Karen J et al. Nelson Ilmu Kesehatan Anak Esensial Edisi
Keenam. Jakarta: Saunders Elsavier. 2011.
4. Oehadian, Amaylia. Pendekatan Klinis dan Diagnosis Anemia. CDK-
194:39(6):1.
5. Hasan, Rosepno et al. Ilmu Kesehatan Anak Edisi Ketiga, Jakarta :
FKUI.2005.
6. Lorber A, Gazit AZ, Khoury A, Schwartz Y, Mandel H. Cardiac
manifestations in thiamine-responsive megaloblastic anemia syndrome.
Pediatr Cardiol. 2003 Sep-Oct. 24(5):476-81. [Medline].
7. Olsen BS, Hahnemann JM, Schwartz M, Østergaard E. Thiamine-responsive
megaloblastic anaemia: a cause of syndromic diabetes in childhood. Pediatr
Diabetes. 2007 Aug. 8(4):239-41. [Medline].
8. Whitehead VM. Acquired and inherited disorders of cobalamin and folate in
children. Br J Haematol. 2006 Jul. 134(2):125-36. [Medline].
9. Dugué B, Ismail E, Sequeira F, Thakkar J, Gräsbeck R. Urinary excretion of
intrinsic factor and the receptor for its cobalamin complex in Gräsbeck-
Imerslund patients: the disease may have subsets. J Pediatr Gastroenterol
Nutr. 1999 Aug. 29(2):227-30.
10. Baumgartner MR. Vitamin-responsive disorders: cobalamin, folate, biotin,
vitamins B1 and E. Handb Clin Neurol. 2013. 113:1799-810.
11. Tangkilisan, Helena. Rumbajan, Debby. Defisiensi Asam Folat. Sari Pediatri.
2002.

21

Anda mungkin juga menyukai