Anda di halaman 1dari 27

1

PROPOSAL PENELITIAN

I. JUDUL PENELITIAN

GAMBARAN PERSONAL HYGINE PASIEN DENGAN DEMAM

TIFOID DI PUSKESMAS JUMPANDANG BARU MAKASSAR

II. RUANG LINGKUP

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

III. PENDAHULAUN

A. Latar Belakang

Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan

oleh salmonella typhi. Penyakit demam tifoid masih merupakan masalah

kesehatan masyarakat dengan jumlah kasus sebanyak 22 juta per tahun

didunia dan menyebabkan 216.000-600.000 kematian (Ivan Elisabeth, 2016)

Data WHO ( World Health Organisation, 2015 ) memperkirakan angka

kejadian di seluruh dunia terdapat sekitar 17 juta per tahun dengan 600.000

orang meninggal karena penyakit demam tifoid dan 70% kematiannya terjadi

di Asia. Diperkirakan angka kejadian dari 150/100.000 per tahun di Amerika

Selatan dan 900/100.000 per tahun di Asia (Paputungan Wulandari, 2016).

Di Indonesia penyakit demam tifoid bersifat endemik. Penyakit demam

tifoid tersebar diseluruh wilayah dengan jumlah yang tidak berbedah jauh

antar daerah, Menurut data WHO , penderita demam tifoid di Indonesia

cenderung meningkat setiap tahun rata-rata 800 per 100.000 penduduk (

Depkes RI, 2013).


2

Di Sulawesi Selatan melaporkan demam tifoid melebihi 2500/100.000

penduduk. Dinas kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2007

melaporkan bahwa proporsi demam tifoid dari 10 penyakit terbanyak pasien

rawat inap di rumah sakit yaitu 7,3% (1.451 kasus) dari 19.856 kasus.

Menurut laporan surveilans terpadu penyakit berbasis rumah sakit tahun

2008, jumlah kasus demam tifoid rawat inap yaitu 1.321 kasus (Nasrah Sitti,

2015).

Di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Makassar selama kurung 2 tahun

terakhir terdapat penderita demam tifoid dengan jumlah yaitu pada tahun

2011 tercatat sebanyak 260 pasien. Pada tahun 2012 mulai januari sampai

oktober sebanyak 135 pasien (Nasrah Sitti, 2015).

Tercatat angka kesakitan yang disebabkan demam tifoid di wilayah kerja

Puskesmas Jumpandang Baru Makassar pada tahun 2015 ada 200 orang

(puskesmas,2015), pada tahun 2016 meningkat tajam dimana tercatat 521

orang (puskesmas,2016) dan pada tahun 2017 tercatat sudah 383 orang yang

menderita demam tifoid (Januari-Oktober) membuat penyakit ini masuk

dalam penyakit 10 besar terbanyak (Puskesmas, 2017). Hasil wawancara

awal pada penderita yang pernah mengalami demam tifoid didapati mereka

kurang memperhatikan kebersihan diri mereka sendiri seperti tidak mencuci

tangan sebelum makan, tidak mencuci tangan setelah buang air besar dan

kuku yang kotor.

Kebersihan diri salah satu penularan dari penyakit saluran pencernaan

adlah melalui tangan yang tercemar oleh mikroorganisme yang merupakan


3

penyebab penyakit. Mencuci tangan sesudah buang air besar, mencuci tangan

sebelum makan akan melindungi seseorang dari infeksi penyakit kemudian

kondisi kuku jari tangan seseorang juga mempengaruhi terjadinya demam

tifoid (Rakhman,2009).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Eunika Risani Seran, Henry

Palandeng, Vandry D kallo pada tahun 2015 dengan judul “Hubungan

personal hygine dengan kejadian demam tifoid di wilayah kerja Puskesmas

Tumaratas” . Hasil penelitian menunjukan adanya hubungan antara kebiasaan

mencuci tangan sebelum makan (p=0,029), kebiasaan mencuci bahan mentah

langsung konsumsi (p=0,029) dan kebiasaan makan diluar rumah (p=0,031)

dengan kejadian demam tifoid.

Penelitian yang dilakukan oleh Zelvyani Karim , A.Arsunan Arsin dan

Jumriani Ansar pada tahun 2013 dengan judul “ Hubungan Personal Hygine

Dengan Kejadian Demam Tifoid Pada Anak Di Puskesmas Galut “. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa variable kebiasaan cuci tangan sebelum

makan (p=0,006), kebiasaan cuci tangan setelah BAB (p=0,014), dan

kebiasaan jajan (p=0,000) berhubungan dengan kejadian demam tifoid pada

anak. .

Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti tertarik untuk lebih meneliti

tentang “Gambaran personal hygine demam tifoid di ruang rawat inap

Puskesmas Jumpandang Baru Makassar”.


4

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan data diatas maka rumusan masalah peneliti adalah “ Melihat

gambaran personal hygine pasien dengan demam tifoid di ruang rawat

perawatan Puskesmas Jumpandang Baru Makassar”.

C. Tujuan Penelitn

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran personal hygine pasien dengan demam tifoid di

ruang perawatan Puskesmas Jumpandang Baru Makassar.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui gambaran karakteristik pasien demam tifoid

b. Untuk mengetahui gambaran kebiasaan cuci tangan sebelum makan pasien

demam tifoid

c. Untuk mengetahui gambaran kebiasaan cuci tangan setelah buang air besar

pasien demam tifoid.

d. Untuk mengetahui gambaran kebersihan kuku pasien demam tifoid.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Ilmiah

Dapat menambah pengetahuan dan wawasan serta dapat mengaplikasikan dan

mensosialisasikan teori yang telah diperoleh selama penelitian.

2. Bagi Institusi Kesehatan

Agar dapat dijadikan sebagai tamabahan ilmu pengetahuan dan tambahan

pustaka bagi institusi kesehatan.

3. Manfaat Bagi Peneliti


5

Membantu penulis untuk mengetahui gambaran personal hygine pasien

demam tifoid.

4. Manfaat Bagi Masyarakat

Agar menambah pengetahuan masyarakat terhadap gambaran personal hygine

pasien dengan demam tifoid.

IV. TINJAUAN PUSTAKA

A. TINJAUAN TENTANG DEMAM TIFOID

1. Pengertian

Demam Typoid adalah penyakit demam yang disebabkan oleh salmonella

typhi yang termasuk dalam golongan bakteri gram negative yang di diagnosis

oleh dokter berdasarkan gejala klinis demam terutama pada sore dan malam

hari, lidah kotor, gejala lain berupa sakit kepala dan gangguan saluran cerna

serta ditunjang dengan pemeriksaan laboratorium (Nadyah, 2014).

Thypus Abdominalis adalah penyakit infeksi bakteri hebat yang terjadi di

selaput lendir usus dan jika tidak diobati secara progresif menyerang jaringan

keseluruh tubuh.

2. Etiologi.

Etiologi demam tifoid adalah bakteri Salmonella. Bakteri salmonella

typhosa adalah bakteri gram negatif, tidak berkapsul, mempunyai flagella

dan tidak membentuk spora. Bakteri salmonella typhosa mempunyai 3

macam antigen yaitu:

a. Antigen O = Ohne Hauch = Somatik antigen (Tidak menyebar)


6

b. Antigen H = Hauch (Menyebar), Terdapat pada flagella dan bersifat

termolabil.

c. Antigen K = Kapsul: Merupakan kapsul yang meliputi tubuh kuman dan

melindungi O antigen terhadap patositosis.

Penyakit demam tifoid disebabkan oleh kuman Salmonella Typhi yang

masuk kedalam tubuh melalui makanan atau minuman yang tercemar, baik

pada waktu memasak atau pun melalui tangan dan alat masak yang kurang

bersih. (Masriadi, 2014).

3. Patogenesis

Penularan Salmonella thypi dapat ditularkan melaui berbagai cara, yang

dikenal dengan 5F yaitu : Food , Fingers, Fomitus, Fly, dan Feses.

Kuman tersebut dapat ditularkan melalui perantara lalat, dimana lalat akan

hinggap dimakanan yang akan dikonsumsi oleh orang yang sehat. Apabila

orang tersebut kurang memperhatikan kebersihan dirinya seperti mencuci

tangan dan makanan yang tercemar kuman salmonella thypi masuk ketubuh

orang yang sehat melalui mulut. Kemudian kuman masuk kedalam lambung

dan sebagian lagi masuk ke usus halus bagian distal dan mencapai jaringan

limpoid. Di dalam jaringan limpoid ini kuman berkembang biak, lalu masuk

ke aliran darah dan mencapai sel-sel retikuloendotelial ini kemudian

melepaskan kuman kedalam sirkulasi darah dan menimbulkan bakterimia,

kuman selanjutnya masuk limpa, usus halus dan kandung empedu. (Padila,

2013).
7

4. Manifestasi Klinik

Masa tunas demam tifoid berlangsung antara 10-14 hari.

a. Minggu I

Pada umumnya demam berangsur naik, terutama sore hari dan malam hari.

Dengan keluhan dan gejala demam, nyeri otot, nyeri kepala, anorexia dan

mual, batuk, epitaksis, obstipasi/diare, perasaan tidak enak di perut.

b. Minggu II

Pada minggu II gejala sudah jelas dapat berupa demam, bradikardi, lidah

yang khas (putih, kotor, pinggirnya hiperemi), hepatomegali, meteorismus,

penurunan kesadaran.

c. Komplikasi

1) Komplikasi Extraintestinal

a) Komplikasi Hematologi

Gangguan koagulasi darah (KID) dapat ditemukan pada kebanyakan

pasien demam tifoid. Hal yang sering dikemukakan penyebabnya adalah

endotoksin mengaktifkan beberapa sistem biologik, koagulasi, dan

fibrinolisis, pelepasan kinin, prostaglandin, dan histamin menyebabkan

vasokontriksi dan kerusakan endotel pembuluh darah dan selanjutnya

mengakibatkan peransangan mekanisme koagulasi.

b) Hepatitis Tifosa

Pembengkakan hati ringan sampai sedang dijumpai pada 50% kasus

dengan demam tifoid dan lebih banyak di jumpai karena S. Typhi dari pada
8

S.Paratyphi. untuk membedakan apakah hepatitis karena tifoid atau dapat

dilihat pada hasil tes laboratorium. Pada demam tifoid kenaikan enzim

transminase tidak relevan dengan kenaikan serum bilirubin. Hepatitis tifosa

dapat terjadi pada pasien dengan malnutrisi dan sistem imun berkurang.

c) Miokarditis

Miokarditis terjadi pada 1-5% penderita demam tifoid. Pasien dengan

miokarditis biasanya tanda dan gejala kardiovaskular atau dapat berupa

keluhan sakit dada, gagal ginjal kongestif, aritmia, atau syok kardiogenik.

Biasanya dijumpai pada pasien yang sakit berat.

d) Neuropsikiatrik/Tifoid Toksin

Manifestasi neuropsikiatrik dapat berupa delirium dengan atau tampa

kejang, sindrom otak akut, dan menigitis. Terkadang gejala demam tifoid

diikuti suatu sindrom klinis berupa gangguan atau penurunan kesadaran akut

(kesadaran berkabut, apatis, delirium, samnolen, stupor atau koma). (Padila,

2013).

5. Pemeriksaan Diagnostik

Biakan darah positif memastikan demam thypoid, tetapi biakan darah

negative tidak menyingkirkan demam thypoid. Biakan tinja positif

menyokong diagnostic klinis demam thypoid. Peningkatan titer uji widal tes 4

kali lipat selama 2-3 minggu memastikan diagnosis demam thypoid. Reaksi

widal tes tunggal dengan titer antibody O 1/320 atau titer antibody H 1/640

menyokong diagnosis demam thypoid pada pasien dengan gambaran klinis


9

yabg khas. Pada beberapa pasien, Uji widal tes tetap negative pada

pemeriksaan ulang walaupun biakan darah positif (Arif Mansjoer,2003).

a. Pengertian widal tes

Sampai saat ini widal tes merupakan reaksi serologis yang digunakan untuk

membantu menegakkan diagnose thypoid. Dasar widal tes adalah reaksi

angglutinasi antara antigen salmonella thyfosa dengan antobodi yang

terdapat pada serum penderita (Rampangen, 2009).

b. Pemeriksaan widal tes

Menurut Rampenga, Ada 2 macam metode yang dikenal yaitu :

1) Widal cara tabung (Konvensional)

2) Salmonella Slide test (Cara Slide)

Nilai sensitifitas, Spesifisitas serta ramal reaksi widal tes sangat bervariasi

dari satu laboratorium dengan laboratorium lainnya. Disebut tidak sensitive

karena adanya sejumlah penderita dengan hasil biakan positif tetapi tidak

pernah dideteksi adanya antibody dengan tes ini, bila dapat di deteksi adanya

titer antibody sering titer naik sebelum timbul gejala klinis, Sehingga sulit

untuk memperlihatkan terjadinya kenaikan titer yang berarti. Disebut tidak

spesifikasi oleh karena semua grup D Salmonella mempunyai antigen O,

Demikian juga grup A dan B Salmonella tyfhosa, titer H tetap meningkat

dalam waktu sesudah infeksi. Untuk dapat memberikan hasil yang akurat,

widal tes sebaiknya tidak hanya dilakukan satu kali saja melainkan perlu satu

seri pemeriksaan, kecuali bila hasil tersebut sesuai atau melewati nilai standar

setempat. Nilai titer pada penderita thypoid adalah :


10

a) Jika hasil titer widal tes pada antigen O (+) Positif > 1/200 Maka

sedang aktif.

b) Jika hasil titer widal tes terjadi pada antigen H dan V1 (+) Positif

> 1/200 maka dikatan infeksi lama.

6. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan penyakit thypoid sampai saat inidi bagi menjadi tiga

bagian (Bambang Setiyohadi, Aru W. Sudoyo, Idrus Alwi, 2006, yaitu:

a. Istirahat dan perawatan

Tirah baring dan perawatan professional bertujuan untuk mencegah

komplikasi ,tirah baring dengan perawatan sepenuhnya ditempat seperti

makanan ,minuman, mandi ,buang air kecil dan buang air besar akan

membantu dan mempercepat masa penyembuhan. Dalam perawatan perlu

sekali dijaga kebersihan tempat tidur ,pakaian, dan perlengkapan yang

dipakai. Posisi pasien perlu di awasi untuk mencegah dekubitus dan

pneumonia ortostatik serta hygiene perorangan tetap, perlu diperhatikan dan

di jaga.

b. Diet dan terapi penunjang

Diet merupakan hal yang cukup penting dalam proses penyembuhan

penyakit demam thypoid, karna makanan yang kurang akan menurunkan

keadaan umum dan gizi penderita akan semakin turun dan proses

penyembuhan akan menjadi lama. Dimasa lampau penderita demam thypoid

diberi bubur saring, kemudian di tingkatkan menjadi bubur kasar dan

akhirnya menjadi nasi, yang perubahan diet tersebut disesuaikan dengan


11

tingkat kesembuhan pasien.Pemberian bubur saring tersebut di tujukan untuk

menghindari komplikasi perdarahan saluran cerna atau perporasi usus. Hal ini

disebabkan ada pendapat bahwa usus harus di istirahatkan.Beberapa

penelitimenunjukkan bahwa pemberian makanan padat pada dini yaitu nasi

dengan lauk pauk rendah selulosa (Menghindari sementara sayuran yang

berserat) Dan di berikan dengan aman pada penderita demam thypoid.

c. Pemberian antibiotic

1) Klorampenikol

Di indonesia klorampenikol masih merupakan obat pilihan utama untuk

pengobatan demam thypoid. Dosis yang di berikan 4x500 mg perhari dapat di

berikan peroral atau intravena, Diberikan sampai dengan 7 hari bebas demam.

2) Tiampenikol

Dosis dan efektivitas pada demam thypoid hamper sama dengan

klorampenikol. Akan tetapi kemungkinan terjadi anemia plastic lebih rendah

dari klorampenikol. Dosis 4x500 mg diberikan sampai hari ke 5 dan ke 6

bebas demam.

3) Kotrimoksazol

Dosis untuk orang dewasa 2x2 tablet dan diberikan selama 2 minggu.

4) Ampcilin dan amoksicilin

Kemampuan obat ini menurunkan demam lebih rendah di bandingkan

dengan klorampenikol, Dosis diberikan 50-150mg/KgBB dan di gunakan

selama dua minggu.

5) Seflosporin generasi ketiga


12

Hingga saat ini golongan Sefalosporin generasi ketiga yang terbukti efektif

untuk demam thypoid adalah sefalosporin, Dosis yang di anjurkan adalah 3-4

gram salam dekstrose 100cc di berikan selama ½ jam perinfus sekali sehari

selam 2 hingga 5 hari.

7. Komplikasi

Komplikasi demam thypoid dapat di bagi dalam dua bagian yaitu :

a. Komplikasi Intestinal

1) Perdarahan usus

2) Perforasi usus

3) Ileus paralitik

b. Komplikasi Ekstraintestinal

1) Kompliksi Kardiovaskuler : Kegagalan sirkulasi perifer (Renjatan,sepsis),

Miokarditis, Trombosis, dan tromboflebitis

2) Komplikasi darah : Anemia hemolitik, trombositopenia, atau koagulasi

intravaskuler diseminata dan syndrom uremia hemolitik.

3) Komplikasi Paru : Pneumonia, Empiema, Dan pleuritis.

4) Komplikasi hepar dan kandung kemih : Hepatitis dan kolelitiasis

5) Komplikasi ginjal : Glomerulonefritis, pielonefritis dan perinefritis

6) Komplikasi Tulang : Osteomielitis, Periotitis, dan arthtritis

7) Komplikasi Neuropsikiatrik : Derilium, Meningismus,Meningitis,

Polyneurritis perifer,sindrom gullain barre,psikosis, dan sindrom katatonia.


13

8. Pencegahan

Cara pencegahan yang dilakukan pada demam typhoid adalah cuci tangan

setelah dari toilet dan khususnya sebelum makan atau mempersiapkan

makanan, hindari minum air mentah, rebus air sampai mendidih dan hindari

makanan pedas. (Padila, 2013).

9. Penularan Demam Tifoid

Penularan penyakit Thypus abdominalis terjadi melalui makanan dan

minuman yang terkontaminasi oleh tinja atau urine dari penderita. Lalat dapat

juga berperan sebagai perantara penularan memindahkan mikroorganisme

berkembang biak memperbanyak diri mencapai dosis infeksi. Dimana

dosisnya lebih rendah pada thypus abdominalis dibandingkan dengan

paratifoid (Masriadi, 2014).

B. TINJAUAN TENTANG PERSONAL HYGINE

Kebersihan diri merupakan factor penyebab terjadinya demam tifoid.

Penularan salmonella thypi ditularkan berbagai cara yang dikenal dengan 5F

yaitu food (makanan), finger (kebersihan tangan / jari kuku), fomitus

(muntah), fly (lalat) dan feses. Apabila orang tersebut tidak memperhatikan

kebersihan dirinya seperti mencuci tangan dan makanan yang tercemar,

kuman salmonella thypi masuk ketubuh orang yang sehat melalui mulut.

(Sinaga Manotar, 2016).

Sumber penyebab penyakit tidak terlihat oleh mata secara langsung dan

bias berasal dari mana saja. Tangan merupakan media penghantar utama

penularan penyakit, karena tangan sering melakukan kontak langsung dengan


14

berbagai benda atau area yang mengandung banyak kuman penyebab

penyakit. Untuk mengatasi berbagai resiko penyakit tersebut maka biasakan

untuk selalu menjaga kebersihan tangan. Resiko kesehatan jika tidak

membiasakan mencuci tangan yaitu terjadinya infeksi salmonella yang

menyebabkan demam tifoid. (Endang Rahayu Sedyaningsih, 2017).

Menjaga kebersihan kuku merupakan suatu hal yang sangat penting, agar

kuku kita tidak membawa penyakit dan menimbulkan efek yang tidak

diinginkan. Ketika kuku kita panjang, kemungkinan kotoran-kotoran yang

mengendap dan masuk akan lebih besar. Yang akan membuat penyakit dan

bakteri ikut masuk kedalam kotoran, sehingga mengancam kesehatan tubuh

kita. Ada banyak jenis penyakit yang muncul dan sumber utamanya adalah

kuku, diantaranya tifoid, cacingan dan centengan. Tinjauan Kebersihan

Tangan ( Masriadi, 2014).

Mencuci tangan adalah membersihkan tangan dari kotoran, mulai dari

ujung jari hingga siku dan lengan atas. Mencuci tangan mencegah terjadinya

infeksi silang melalui tangan dan mencegah kebersihan individual (Eni

Kusyanti,2016)

a. Tujuan mencuci tangan secara umum :

1) Menjaga kebersihan diri

2) Mencegah infeksi silang

3) Sebagai perlindungan diri ( World Health Organisation, 2015).

b. Manfaat mencuci tangan

1) Untuk menghindari penularan penyakit melalui tagan ( makanan)


15

2) Untuk menjaga kebersihan diri (perorangan)

3) Untuk membuat tubuh kita tetap sehat dan bugar

4) Supaya tidak terjadi agen penular bibit penyakit kepada orang lain

c. Waktu yang tepat untuk mencuci tangan

1) Sesudah buang air besar

2) Setiap kali mau menyentuh makanan

3) Sebelum dan sesudah makan

4) Sesudah bekera dan berktivitas

d. Jenis-jenis cuci tangan

1) Hands rub yaitu cuci tangan menggunakan alcohol glyseril

2) Hands wash cuci tangan menggunakan chlorhexidime (sabun)

e. Langkah-langkah mencuci tangan :

1) Basahi kedua tangan, kemudian tuangkan sabun

2) Ratakan sabun dengan menggosok kedua telapak tangan

3) Gosok punggung tangan kanan menggunakan telapak tangan kiri, jari

jari saling menyilang dan lakukan sebaliknya

4) Gosok kedua telapak tangan, jari-jari tangan saling menyilang

5) Gosok punggung jari-jari tangan kanan pada telapak tangan kiri dengan

posisi kedua tangan saling mengunci

6) Genggam ibu jari tangan kanan dengan tangan kiri. Gosokkan dengan

cara memutar dan lakukan sebaliknya

7) Gosokkan ujung- ujung jari tangan kanan ditelapak tangan kiri dengan

cara memutar dan lakukan sebaliknya


16

8) Bilas kedua tangan sampai bersih

9) Keringkan kedua tangan dengan tissue bersih , tutup kran air

( World Health Organisation, 2015).

1. Tinjauan Kebersihan kuku

Merawat kuku merupakan salah satu aspek penting dalam

mempertahankan perawatan diri karena berbagai kuman dapat masuk

kedalam tubuh melalui kuku, seharusnya kuku tetap dalam keadaan sehat dan

bersih. (A.Aziz Alimul Hidayat, 2012)

a. Langkah-langkah memotong kuku

1) Mencuci tangan

2) Merendam kuku di kedua tangan dalam baskom yang berisi air hangat

3) Keringkan dengan handuk atau tissu

4) Menggunting kuku dengan mengikuti bentuk kuku

5) Membersihkan kuku-kuku yang digunting , cuci tangan dan keringkan

dengan handuk atau tissu (A.Aziz Alimul Hidayat, 2012).

Tabel 1

Sintesa Penelitian Terdahulu

No Nama Peneliti JudulDan Jurnal Desain Penelitian Hasil Penelitian


(Tahun)
1 Eunika Hubungan Peneliti Hasil Penelitian
Risani Personal Menggunakan Ini Ada Hubungan
Seran , Hygiene Penelitian Antara Kebiasaan
Henry Dengan Metode Mencuci Tangan
Palandeng , Kejadian Kuantitatif Sebelum Makan ,
Vandry Demam Tifoid Dengan Kebiasaan
17

D.Kallo Di Wilayah Pendekatan Mencuci Bahan


(2014) Kerja Kasus Kontrol, Mentah Langsung
Puskesmas Dengan Variabel Konsumsi Dan
Tumaratas Bebas Adalah Kebiasaan Makan
Personal Diluar Rumah
Hygiene Dan Dengan Kejadian
Variabel Terikat Tifoid Sedangkan
Kejadian Mencuci Tangan
Demam Tifoid Setelah Bab Tidak
21 Responden Ada Hubungan
Kasus Dan 21 Dengan Kejadian
Responden Demam Tifoid
Kontrol.
2 Zelvyani Hubungan Penelitian Ini Hasil Penelitian
Karim, Personal Bersifat Ini Menunjukkan
A.Arsunan Hygine Dengan Observasional Bahwa Variable
Arsin, Kejadian Analitik Dengan Kebiasaaan Cuci
Jumriani Demam Tifoid Rancangan Tangan Sebelum
Ansar Pada Anak Di Cross Sectional Makan (P=0,006),
(2013) Puskesmas Study . Kebiasaaan Cuci
Galut Tangan Setelah
BAB (P=0,014)
Dan Kebiasaan
Jajan (P=0,000)
Berhubungan
Dengan Kejadian
Demam Tifoid
Pada Anak.
3 Nurhayati Karakteristik Penelitian Ini Proporsi Tertinggi
Harahap Penderita Bersifat Penderita Demam
(2011) Demam Tifoid Deskriktif Tifoid
Rawat Inap Di Dengan Desain Berdasarkan
RSUD Deli Case Series Sosiodemografi
Serdang Lubuk Yang Bertujuan Ditemukan Pada
Pakam Untuk Kelompok Usia
Mengetahui 11-20 Tahun
Karakteristik 31,9% Dengan
Penderita Proporsi
Demam Tifoid Perempuan 17,8%
Rawat Inap Di Dan Laki-Laki
RSUD Deli 14,1% Umur
Serdang Tahun Termuda 2 Tahun
2009 3,2% Tertua 78
Tahun 0,5% Sex
Ratio 134%
Agama Islam 64%
18

Pelajar/
Mahasiswa 49,7%
Status Tidak
Kawin 68,1%
,Proporsi
Tertinggi Dengan
Gejala Demam
100% Lama
Rawatan Rata-
Rata 4,03 Hari
Dan Pulang
Berobat Jalan
/Sembuh Klinis
93,5% Penderita
Demam Tifoid
Yang Meninggal
Tidak Dijumpai.
4 Muh Zul Hubungan Desain Yang Hasil Penelitian
Azhri Karakteristik Digunakana Menunjukkan
Rustam , Penderita Dalam Bahwa Umur,
( 2010 ) Dengan Penelitian Ini Jenis Kelamin,
Kejadian Adalah Cross Pendidikan,
Demam Tifoid Sectional Status, Dan
Pada Pasien Melakukan Memiliki
Rawat Inap Di Penelitian Hubungan
RSUD Dengan Dengan Kejadian
Salewangan Mengukur Dan Demam Tifoid
Maros Mengamati Dengan Nilai P
Variable – 0.000> 0,05
Variabel Yaitu Sedangkan Status
Variable Ketenagakerjaan
Independen Dan Tidak
Dependent Yang Berhubungan
Terjadi Yang Dengan Kejadian
Terjadi Pada Demam
Objek Penelitian Tifoiddengan
Diukur Atau Nilai P 0,707>
Dikumpulkan 0,05.
Secara Simultan.
5 Rani.F Karakteristik Penelitian Ini Ditemukan
Nainggolan Penderita Bersifat Proporsi Demam
, ( 2009 ) Demam Tifoid Deskriktif Tifoid
Rawat Inap Di Dengan Desain Berdasarkan
Rumah Sakit Case Series Waktu (Bulan )
Tentara Tk- IV Yang Bertujuan Tertinggi Pada
01.07.01 Untuk Bulan Januari
19

Pematangsiantar Mengetahui 11,7% , Proporsi


Tahun 2008 Karakteristik Tertinggi
Penderita Penderita Demam
Demam Tifoid Tifoid
Di RS Tentara Berdasarkan
TK-IV 01.07.01 Sosiodemografi
Pematangsiantar Ditemukan Pada
Tahun 2008 Kelompok Umur
21-30 Tahun
21,4%, Dengan
Proporsi Laki-
Laki 12,4% Dan
Perempuan 9,0% ,
Umur Termuda =
1 Tahun 3,45%,
Tertua 75 Tahun
0,68%, Sex Ratio
137,7%, Islam
61,4%,
Pendidikan
Menengah
(SLTP/SLTA)
54,5%,
Peljar/Mahsiswa
34,5%, Tidak
Kawin 60,0%
gejala subjektif
demam 100% uji
widal (+) 53,7%
lama rwatan rata-
rata 4,33 hari
pulang berobat
jalan 48,3 % ,
meninggal dunia 2
orang (CFR
1,4%).

V. KERANGKA KONSEP

A. Dasar Pemikiran Variabel Yang Diteliti

Berdasarkan tinjauan pustaka yang telah diuraikan pada bab sebelumnya,

maka dapat ditentukan variable dalam penelitian ini adalah variable tunggal
20

yaitu gambaran karakteristik yang terjadi pada pasien demam tifoid di

Puskesmas Jumpandang Baru Makassar. Variabel penelitian berupa gambaran

personal hygine pasien dengan demam tifoid yang diteliti berdasarkan

kebiasaan cuci tangan sebelum makan, kebiasaan cuci tangan setelah buang

air besar dan kebersihan kuku.

B. Pola Fikir Variabel Yang Diteliti

Berdasarkan tujuan penelitian, maka variable yang akan diteliti pada

penelitian adalah :

Personal Hygine

Kebiasaan mencuci
tangan sebelum makan

Kebiasaan mencuci Demam Tifoid


tangan setelah Buang
air besar

Kebersihan kuku

Keterangan :
: Variabel Independen

: Variabel Dependen

C. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif

1. Penderita demam tifoid adalah pasien yang dinyatakan menderita demam

tifoid berdasarkan diagnosa dokter Puskesmas Jumpandang baru Makassar.


21

2. Kebiasaan mencuci tangan sebelum makan adalah keterangan yang

menunjukan hygine seseorang dalam mencegah terjadinya demam tifoid yang

dikategorikan menjadi :

a) Ya, ketika Responden melakukan sesuai SOP 1,2,6,7,8

b) Tidak

3. Kebiasaan mencuci tangan setelah buang air besar adalah keterangan yang

menunjukan hygine seseorang dalam mencegah terjadinya demam tifoid yang

dikategorikan menjadi :

a) Ya, Ketika Responden melakukan SOP 1,2,6,7,8

b) Tidak

4. Kebersihan kuku adalah keterangan yang menunjukan hygine seseorang dalam

mencegah terjadinya demam tifoid yang dikategorikan menjadi :

a) Ya, Ketika Responden melakukan SOP 1,2,4

b) Tidak

Hipotesis Penilitian

Hipotesis Alterntif(Ha)

1. Adanya gambaran cuci tangan sebelum makan dengan kejadian demam tifoid

2. Adanya gambaran cuci tangan setelah buang air besar dengan kejadian demam

tifoid

3. Adanya gambaran kebersihan kuku dengan kejadian demam tifoid

Hipotesis Nol(Ho)

Tidak Adanya gambaran personal hygine dengan kejadian demam tifoid


22

VI. METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriftip dengan desain case study.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Puskesmas Jumpandang Baru Makassar. Pemelihan

lokasi ini atas dasar pertimbangan bahwa di Puskesmas Jumpandang Baru

Makassar tersedia data penderita demam tifoid yang dibutuhkan. Selain itu

belum pernah dilakukan penelitian tentang gambaan personal hygine dengan

demam tifoid di Puskesmas Jumpandang Baru. .

2. Waktu Penelitian

Penelitian akan dilaksanakan pada bulan februari 2018.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah semua pasien yang mengalami demam

tifoid di ruang rawat inap Puskesmas Jumpandang Baru Makassar yaitu

sebanyak 382 orang pada bulan ( Januari-Oktober ) Tahun 2017.

2. Sampel

Pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan dengan teknik random

sampling yaitu metode dalam memilih sample yang dilakukan dengan

mengambil semua populasi menjadi sampel penelitian. Sampel dalam

penelitian adalah seluruh pasien yang menderita demam tifoid yang ada di

puskesmas jumpandang baru Makassar.


23

Adapun kriteria inklusi dan ekslusi yang telah ditetapkan oleh peneliti adalah

sebagai berikut:

1) Kriteria Inklusi :

a) Pasien yang mengalami demam dengan diagnosis medis tifoid yang mendapat

perawatan di puskesmas jumpandang baru Makassar.

b) Pasien yang bersedia jadi responden

c) Dalam keadaan sadar, bisa membaca dan menulis

d) Umur 10 tahun keatas.

2) Kriteria Ekslusi :

a). Pasien yang tidak mengalami demam dengan diagnosis medis tifoid yang

mendapat perawatan di puskesmas jumpandang baru Makassar.

b). Pasien yang tidak kooperatif

D. Pengumpulan Data

Pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan dua jenis data yaitu :

1. Data primer adalah data yang dikumpulkan dengan melakukan observasi

langsung

2. Data sekunder adalah data yang diambil dari rekam medik pasien

Prosedur Pengumpulan Data

Prosedur pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik

menyebarkan kuisioner. Yang sebelumnya peneliti memberikan informed consent

kepada responden sebagai tanda persetujuan dan untuk menetapkan responden

sebagai sampel dalam penelitian saya


24

Penelitian dilakukan dengan membagikan kuesioner terbuka kepada

responden. Lembar kuesioner di isi oleh penderita demam tifoid yang dijadikan

responden, untuk mengurangi terjadinya kesalahan dalam pengisian kuesioner,

peneliti mendampingi responden pada saat pengisian kuesioner.

Instrumen Pengumpulan Data

Alat pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan kuesioner dengan

skala Guttman. Kuesioner yang digunakan berisi pertanyaan yang berhubungan

dengan masalah penelitian yang setiap pertanyaan mempunyai makna untuk

menguji hipotesis penelitian. Penilaian dilakukan dengan menggunakan cheklist

terhadap pertanyaan. Bila jawaban “Ya atau melakukan ” maka diberi skor 1 dan

jika jawaban “Tidak” diberi skor 0.

E. Pengelohan Data

Data pada penelitian ini dianalisis dengan menggunakan komputer yang

memiliki aplikasi SPSS , Setelah data terkumpul, lalu dilakukan pengolahan

data sebagai berikut:

1. Editing

Editing atau penyuntingan mulai dilakukan pada saat penelitian yaitu

memeriksa semua angket yang telah diisi mengenai kekurangan cara

pengisian. Selanjutnya setelah selesai pelaksanaan penelitian dilaporkan,

dilakukan pengelolahan data, terutama memeriksa angket berdasarkan kriteria

sampel.

2. Coding
25

Coding merupakan kegiatan pemberian kode numerik (angka) terhadap data

yang terdiri atas beberapa kategori. Pemberian kode ini sangat penting bila

pengolah data dan analisis data menggunakan komputer, biasanya dalam

pemberian kode dibuat juga daftar kode dan artinya dalam satu buku (code

book) untuk memudahkan kembali melihat lokasi dan arti kode dari sesuatu

variabel

3. Processing

Setelah semua isian terisi dan benar, langkah selanjutnya adalah memproses

data agar dapat dianalisa. Proses data dilakukan dengan cara mengentri data

yang di sudah ada.

4. Cleaning

Cleaning yaitu kegiatan pengecekan kembali data-data yang sudah dientri

apakah ada kesalahan atau tidak.

F. Analisis Data

Analisis Univariat :

Menganalisis variabel-variabel yang ada secara deskriptif dengan menghitung

distribusi frekuensi dan persentase pada tiap-tiap variabel.

G. Penyajian Data

Data yang disajikan dalam bentuk tabel yang disertai dengan narasi.

H. Etika Penelitian

Dalam melaksanakan penelitian, peneliti mengajukan permohonan ijin

kepada Kepala Puskesmas jumpandang baru makassar untuk mendapatkan


26

persetujuan.Kemudian kuisioner diberikan kepada subjek yang diteliti

dengan menekankan pada masalah etika yang meliputi:

1. Persetujuan tindakan(Informed Consent)

Merupakan cara persetujuan antara peneliti dengan responden dengan

membertikan lembar persetujuan (informed consent). Informed consent

tersebut diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan memberikan lembar

persetujuan untuk menjadi responden. Tujuan informed consent adalah agar

subyek mengerti maksud dan tujuan penelitian, mengetahui dampaknya, jika

subyek bersedia maka mereka harus menandatangani lembar persetujuan dan

jika responden tidak bersedia maka peneliti harus menghormati hak

responden.

2. Tanpa nama(Anominity)

Merupakan masalah etika dalam penelitian keperawatan dengan cara tidak

memberikan nama responden pada lembar alat ukur hanya menuliskan kode

pada lembar pengumpulan data.

3. Kerahasiaan(Confidentiality)

Merupakan masalah etika dengan menjamin kerahasiaan dari hasil penelitian

baik informasi maupun masalah-masalah lainnya, semua informasi yang telah

dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti, hanya kelompok data

tertentu yang akan dilaporkan pada hasil riset


27

Anda mungkin juga menyukai