Anda di halaman 1dari 38

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI

UNIVERSITAS HALU OLEO


FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN
JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN

LAPORAN ENERGI SUMBER DAYA MINERAL

OLEH :
RAHMAN
R1D116067

KENDARI
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada penulis sehingga laporan ini dapat
terselesaikan dengan tepat waktu. Dalam proses penyusunan laporan ini, penulis
mengakui banyak mengalami kesulitan. Namun atas bantuan dan bimbingan dari
beberapa pihak, terutama kepada dosen pembimbing ENERGI SUMBER DAYA
MINERAL, BapakMARWAN ZAM MILI, ST., MT. sehingga laporan ini dapat
terselesaikan. Untuk itu sekali lagi penulis mengucapkan banyak terima kasih serta
penghargaan sebesar-besarnya, dan semoga Tuhan Yang Maha Esa dapat
melimpahkan rahmat-Nya atas segala amal yang dilakukan.
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kesempurnaan, olehnya
itu kritik dan saran yang baik dari semua pihak yang bersifat membangun selalu
penulis harapkan demi kesempurnaan laporan ini.
Akhir kata, penulis sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berperan sertadalam penyusunan laporan ini dari awal sampai akhir.Semoga Tuhan
Yang Maha Esa senantiasa meridhoi segala usaha yang telah dilakukan. Amin.

Kendari, Mei 2018

Penulis
DAFTAR ISI

SAMPUL.................................................................................................................................
KATA PENGANTAR.............................................................................................................
DAFTAR GAMBAR..............................................................................................................
DAFTAR TABEL...................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................................
BAB II GAMBARAN UMUM...............................................................................................
A. GENESA BIJIH......................................................................................................
B. SUMBER DAYA DAN CADANGAN..................................................................
C. PERSEBARAN BIJIH DI INDONESIA................................................................
BAB III PENAMBANGAN DAN PENGOLAHAN..............................................................
A. KONDISI PERTAMBANGAN..............................................................................
B. METODE PENAMBANGAN................................................................................
C. PRODUKSI, EKSPORT, IMPORT........................................................................
D. SISTEM PENGOLAHAN DAN KEBERADAAN SMELTER.............................
BAB IV PROSPEK DAN PENINGKATAN NILAI TAMBAH...........................................
A. KEBIJAKAN PEMERINTAH TENTANG NILAI TAMBAH.............................
B. HARGA BIJIH DAN HARGA LOGAM...............................................................
C. PENINGKATAN NILAI TAMBAH......................................................................
BAB V PENUTUP..................................................................................................................
A. KESIMPULAN.......................................................................................................
B. SARAN...................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................
DAFTAR GAMBAR

GAMBAR. 2.1. Bijih Besi


GAMBAR. 2.2. Nikel
GAMBAR. 2.3. Bauksit
GAMBAR. 3.1. Tempat penyedotan bijih besi
GAMBAR. 3.2. Aktivitas para penambang yang sedang mengeruk bijih besi
GAMBAR. 3.3. Tempat Penyimpanan Sementara Bijih Besi
GAMBAR. 3.4. Produksi dan Konsumsi Baja Dunia
GAMBAR. 3.5. Rantai Produksi Besi dan Kemungkinan Peningkatan Nilai Tambahnya
GAMBAR. 3.6. Rantai Produksi Nikel dan Kemungkinan Peningkatan Nilai Tambahnya
GAMBAR. 3.7. Rantai Produksi Aluminium dan Kemungkinan Peningkatan Nilai
Tambahnya
GAMBAR. 3.8. Endapan Laterit
GAMBAR. 4.1. Rerata Harga Jual Bijih Besi
GAMBAR. 4.2. Life Cycle dari Proses dan Produksi Berbasis Mineral dan Logam (Edi A
Basuki,dkk 2007)

GAMBAR. 4.3. Pelat Bahan Cupronickel


GAMBAR. 4.4. Tabung Bahan Cupronickel
GAMBAR. 4.5. Bahan Las Monel 400-401-404
GAMBAR. 4.6. Kawat Khusus Monel
DAFTAR TABEL

TABEL. 2.1. Sumber Daya dan Cadangan Bijih Besi Indonesia (2008)
TABEL. 2.2. Sumber Daya dan Cadangan Bijih Besi Indonesia (2003)
TABEL. 2.3. Sumber Daya dan Cadangan Besi Laterit
TABEL. 2.4. Sumber Daya dan Cadangan Pasir Besi tahun 2003
TABEL.2.5.Sumberdaya dan Cadangan Komoditi Utama Pertambangan(dalam Juta Ton)
DESDM dalam Alamsyah, 2006

TABEL. 2.6. Produksi Tambang Nikel Dan Cadangan Nikel Dunia


BAB I
PENDAHULUAN

Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang memiliki berbagai sumber daya
mineral. Di samping potensi cadangannya cukup besar juga karena kualitasnya sangat baik
sehingga menjadi incaran para investor dari luar negeri. Selain itu, jenis mineral yang
dimiliki ternyata sangat bermanfaat bagi industri-industri manufaktur, bernilai ekonomi
tinggi, dan memiliki keterkaitan hulu dan hilir yang tinggi bagi sektor perekonomian lainnya.
Beberapa di antaranya adalah tembaga emas, perak, timah, bauksit, nikel dan pasir besi.
Hampir seluruh potensi tersebut sudah diusahakan/dieksploitasi baik oleh perusahaan
pemerintah, swasta nasional, maupun internasional, karena jenis-jenis tersebut memiliki nilai
ekonomi tinggi.
Bahan galian adalah semua bahan atau subtansi yang terjadi dengan sendirinya di
alam dan sangat dibutuhkan oleh manusia untuk berbagai keperluan industrinya.Bahan
tersebut dapat berupa logam maupun non logam, dan dapat berupa bahan tunggal ataupun
berupa campuran lebih dari satu bahan. Proses terbentuknya endapan bahan galian adalah
komplek dan sering lebih dari satu proses yang bekerja bersama-sama. meskipun dari satu
jenis bahan, misalnya logam, kalau terbentuk oleh proses yang berbeda maka akan
menghasilkan tipe endapan yang berbeda pula. Contohnya adalah endapan bijih besi, bijih
nikel, dan bijih bauksit.
BAB II
GAMBARAN UMUM

A. GENESA BIJIH
Bijih adalah sejenis batu yang mengandung mineral penting, baik itu logam maupun
bukan logam.Bijih diekstraksi melalui penambangan, kemudian hasilnya dimurnikan lagi
untuk mendapatkan unsur-unsur yang bernilai ekonomis.

Gambar. 2.1. Bijih Besi


Nikel merupakan bijih yang dihasilkan dari proses pelapukan batuan ultrabasa yang
ada di atas permukaan bumi.Proses pembentukan nikel laterit diawali dari proses pelapukan
batuan ultrabasa, dalam hal ini adalah batuan harzburgit. Endapan nikel laterit merupakan
hasil pelapukan lanjut dari batuan ultramafik pembawa Ni-Silikat.Umumnya terdapat pada
daerah dengan iklim tropis sampai dengan subtropis. Pengaruh iklim tropis di Indonesia
mengakibatkan proses pelapukan yang intensif, sehingga beberapa daerah di Indonesia
memiliki profil laterit (produk pelapukan) yang tebal dan menjadikan Indonesia sebagai salah
satu negara penghasil nikel laterit yang utama. Proses konsentrasi nikel pada endapan nikel
laterit dikendalikan oleh beberapa faktor yaitu, batuan dasar, iklim, topografi, airtanah,
stabilitas mineral, mobilitas unsur, dan kondisi lingkungan yang berpengaruh
terhadaptingkatkelarutan mineral.Genesa Umum Nikel Laterit berdasarkan cara terjadinya,
endapan nikel dapatdibedakan menjadi 2 macam, yaitu endapan sulfida nikel – tembaga
berasal dari mineral pentlandit, yang terbentuk akibat injeksi magma dan konsentrasi residu
(sisa) silikat nikel hasil pelapukan batuan beku ultramafik yang sering disebut endapan nikel
laterit. Menurut Bateman (1981), endapan jenis konsentrasi sisa dapat terbentuk jika batuan
induk yang mengandung bijih mengalami proses pelapukan, maka mineral yang mudah larut
akanterusir oleh proses erosi, sedangkan mineral bijih biasanya stabil dan mempunyai berat
jenis besar akan tertinggal dan terkumpul menjadi endapan konsentrasi sisa. Air permukaan
yang mengandung CO2 dari atmosfer dan terkayakan kembali oleh material – material
organis di permukaan meresap ke bawah permukaan tanah sampai pada zona pelindihan,
dimana fluktuasi air tanah berlangsung. Akibat fluktuasi ini air tanah yang kaya akan CO2
akan kontak dengan zona saprolit yang masih mengandung batuan asal dan melarutkan
mineral – mineral yang tidak stabil seperti olivin / serpentin dan piroksen. Mg, Si dan Ni
akan larut dan terbawa sesuai dengan aliran air tanah dan akan memberikan mineral – mineral
baru pada proses pengendapan kembali (Hasanudin dkk, 1992). Boldt (1967), menyatakan
bahwa proses pelapukan dimulai pada batuan ultramafik (peridotit, dunit, serpentin), dimana
pada batuan ini banyak mengandung mineral olivin, magnesium silikat dan besi silikat, yang
pada umumnya banyak mengandung 0,30 % nikel.Batuan tersebut sangat mudah dipengaruhi
oleh pelapukan lateritik. Air tanah yang kaya akan CO2 berasal dari udara luar dan tumbuh –
tumbuhan, akan menghancurkan olivin. Terjadi penguraian olivin, magnesium, besi, nikel
dan silika kedalam larutan, cenderung untuk membentuk suspensi koloid dari partikel –
partikel silika yang submikroskopis. Didalam larutan besi akan bersenyawa dengan oksida
dan mengendap sebagai ferri hidroksida. Akhirnya endapan ini akan menghilangkan air
dengan membentuk mineral – mineral seperti karat, yaitu hematit dan kobalt dalam jumlah
kecil, jadi besi oksida mengendap dekat dengan permukaan tanah. Proses laterisasi adalah
proses pencucian pada mineral yang mudah larut dan silika pada profil laterit pada
lingkungan yang bersifat asam dan lembab serta membentuk konsentrasi endapan hasil
pengkayaan proses laterisasi pada unsur Fe, Cr, Al, Ni dan Co (Rose et al., 1979 dalam
Nushantara 2002) . Proses pelapukan dan pencucian yang terjadi akan menyebabkan unsur
Fe, Cr, Al, Ni dan Co terkayakan di zona limonit dan terikat sebagai mineral – mineral oxida
/ hidroksida, seperti limonit, hematit, dan Goetit (Hasanudin,1992).Endapan bijih nikel
laterit, yaitu bijih nikel yang terbentuk sebagai hasil pelapukan batuan ultramafik dan
terkonsentrasi pada zona pelapukan (Peters, 1978).Bijih nikel laterit merupakan salah satu
sumber bahan logam nikel yang banyak terdapat di Indonesia, diperkirakan mencapai 11%
cadangan nikel dunia.Bijih nikel yang kandungan nikelnya lebih kecil dari 2% belum
termanfaatkan dnegan baik. Proses pengolahan bijih nikel laterit kadar rendah pada bijih
nikel laterit jenis limonit dan jenis saprolit telah berhasil dilakukan.Selain itu, telah
ditemukan cara untuk memperbaiki kinerja proses leaching dengan AAC (Ammonia
Ammonium Carbonate ) terhadap bijih nikel laterit kadar rendah yang kandungan
magnesiumnya sampai 15 % yaitu dengan penambahan bahan aditif baru seperti kokas dan
garam NaCl yang digabungkan dengan aditif konvensional sulfur ke dalam pellet.
Pengolahan dengan AAC saat ini mempunyai kelemahan perolehan total nikel dan kobalnya
rendah.

Gambar. 2.2. Nikel


Salahsatu faktor media transportasi Ni yang terpenting adalah air. Air tanah yang
kaya akan CO2, unsur ini berasal dari udara luar dan tumbuhan, akan mengurai mineral-
mineral yang terkandung dalam batuan harzburgit tersebut. Kandungan olivin, piroksen,
magnesium silikat, besi, nikel dan silika akan terurai dan membentuk suatu larutan, di dalam
larutan yang telah terbentuk tersebut, besi akan bersenyawa dengan oksida dan mengendap
sebagai ferri hidroksida. Endapan ferri hidroksida ini akan menjadi reaktif terhadap air,
sehingga kandungan air pada endapan tersebut akan mengubah ferri hidroksida menjadi
mineral-mineral seperti goethite (FeO(OH)), hematit (Fe2O3) dan kobalt. Mineral-mineral
tersebut sering dikenal sebagai “besi karat”. Endapan ini akan terakumulasi dekat dengan
permukaan tanah, sedangkan magnesium, nikel dan silika akan tetap tertinggal di dalam
larutan dan bergerak turun selama suplai air yang masuk ke dalam tanah terus berlangsung.
Rangkaian proses ini merupakan proses pelapukan dan leaching. Unsur Ni sendiri merupakan
unsur tambahan di dalam batuan ultrabasa. Sebelum proses pelindihan berlangsung, unsur Ni
berada dalam ikatan serpentine group. Rumus kimia dari kelompok serpentin adalah X 2-3
SiO2O5(OH)4, dengan X tersebut tergantikan unsur-unsur seperti Cr, Mg, Fe, Ni, Al, Zn atau
Mn atau dapat juga merupakan kombinasinya. Adanya suplai air dan saluran untuk turunnya
air, dalam hal berupa kekar, maka Ni yang terbawa oleh air turun ke bawah, lambat laun akan
terkumpul di zona air sudah tidak dapat turun lagi dan tidak dapat menembus bedrock
(Harzburgit). Ikatan dari Ni yang berasosiasi dengan Mg, SiO dan H akan membentuk
mineral garnierit dengan rumus kimia (Ni,Mg)Si4O5(OH)4. Apabila proses ini berlangsung
terus menerus, maka yang akan terjadi adalah proses pengkayaan supergen (supergen
enrichment). Zona pengkayaan supergen ini terbentuk di zona saprolit.Dalam satu
penampang vertikal profil laterit dapat juga terbentuk zona pengkayaan yang lebih dari satu,
hal tersebut dapat terjadi karena muka air tanah yang selalu berubah-ubah, terutama dari
perubahan musim. Dibawah zona pengkayaan supergen terdapat zona mineralisasi primer
yang tidak terpengaruh oleh proses oksidasi maupun pelindihan, yang sering disebut sebagai
zona Hipogen, terdapat sebagai batuan induk yaitu batuan Harzburgit.
Bauksit adalah bijih alumunium.Logam alumunium sangat banyak
kegunaannya.Karena ringan dan tidak mudah berkarat.Bauksit terbentuk dari batuan yang
mengandung unsur Al. Batuan tersebut antara lain nepheline, syenit, granit, andesit, dolerite,
gabro, basalt, hornfels, schist, slate, kaolinitic, shale, limestone dan phonolite. Apabila
batuan-batuan tersebut mengalami pelapukan, mineral yang mudah larut akan terlarutkan,
seperti mineral – mineral alkali, sedangkan mineral – mineral yang tahan akan pelapukan
akan terakumulasikan.

Gambar. 2.3. Bauksit

Di daerah tropis, pada kondisi tertentu batuan yang terbentuk dari mineral silikat dan
lempung akan terpecah-pecah dan silikanya terpisahkan sedangkan oksida alumunium dan
oksida besi terkonsentrasi sebagai residu. Proses ini berlangsung terus dalam waktu yang
cukup dan produk pelapukan terhindar dari erosi, akan menghasilkan endapan lateritik.
Kandungan alumunium yang tinggi di batuan asal bukan merupakan syarat utama dalam
pembentukan bauksit, tetapi yang lebih penting adalah intensitas dan lamanya proses
laterisasi.Kondisi – kondisi utama yang memungkinkan terjadinya endapan bauksit secara
optimum adalah:
(1)Adanya batuan yang mudah larut dan menghasilkan batuan sisa yang kaya alumunium,
(2) Adanya vegetasi dan bakteri yang mempercepat proses pelapukan,
(3) Porositas batuan yang tinggi, sehingga sirkulasi air berjalan dengan mudah,
(4) Adanya pergantian musim (cuaca) hujan dan kemarau (kering),
(5) Adanya bahan yang tepat untuk pelarutan,
(6) Relief (bentuk permukaan) yang relatif rata, yang mana memungkinkan terjadinya
pergerakan air dengan tingkat erosi minimum,
(7) Waktu yang cukup untuk terjadinya proses pelapukan.

B. SUMBER DAYA DAN CADANGAN

Sumber daya adalah bagian dari endapan bahan galian dalam bentuk dankualitas tertentu serta
mempunyai prospek yag beralasan yang memungkinkan untukditambang secara ekonomis .Lokasi,
kualitas, dan kuantitas karakteristik geologi dankemenerusan dari lapisan endapan telah
diketahui. Menurut tingkat keyakinan geologisumber daya terbagi atas 3 kategori yaitu
:1. Sumber daya jategori tereka2. Sumber daya kategori tertunjuk3. Sumber daya kategori terukur .

Cadangan adalah bagian dari sumber daya yang tertunjuk dan terukur
dapatditambang secara ekonomis. Estimasi cadangan harus melelui
perhitungandilutiondanloses.

yang muncul pada saat batubara ditambang. Penentruan cadangan secaratepat telah dilaksanakan
yang mungkin termasuk pada studi kelayakan.Penetuatersebt harus telah mempertimbangkan
smeua faktor-faktor yang berkaitan sepertimetode penambangan, ekonomi, pemasaran, legal,
lingkungan, sosial, dan peraturanpemerintah. Penentuan ini harus dapat memperlihatkan bahwa pada saat
laporandibuat , penambangan ekonomis dapat ditentukan secara kemungkinan.

Dasar klasifikasi sumberdaya dan cadangan didasarkan pada tingkat keyakinangeologi dan kajian
kelayakan.Pengelompokan tersebut mengandung 2 aspek yaituaspek geologi dan aspek ekonomi.
Berdasarkan itngkat keyakinan geologi, sumber daya terukur harus
mempunyaitingkat keyakinan yang lebih besar dibandingkan dengan sumber daya terunjuk,
begitu juga sumberdaya terunjuk harus mempunyai tingkat keyakinan yang lebih tinggin

Tabel. 2.1. Sumber Daya dan Cadangan Bijih Besi Indonesia (2008)
Sumber Daya (ton) Cadangan (ton)
Jenis Cebakan
Bijih Logam Bijih Logam
Bijih Besi Primer 381.107206,95 198.628764,63 2.216.005 1.383256,80
Laterit Besi 1.585.195.899,30 631.601.478,77 80.640.000 18.061.569,20
Pasir Besi 1.014.797.646,30 132.919.134,62 4.732.000 15.063.748
Besi Sedimen 23.702.188,00 15.496.162,00 - -
Sumber : Neraca Sumber Daya Mineral Logam dan Non Logam, Pusat Sumber Daya Geologi
2008
Tabel. 2.2.Sumber Daya dan Cadangan Bijih Besi Indonesia (2003)
Sumber Daya (ton) Cadangan (ton)
Jenis Cebakan
Bijih Logam Bijih Logam
Bijih Besi 76.147.311 35.432.196 - -
Laterit Besi 1.151.369.714 502.317.988 215.160.000 8.193.580
Pasir Besi 89.632.359 45.040.808 28.417.600 15.063.748
Sumber : Sumber daya dan Cadangan Nasional Mineral, Batubara dan Panas Bumi Tahun
2003, Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral 2004
Tabel. 2.3. Sumber Daya dan Cadangan Besi Laterit
Sumber Daya (ton) Cadangan (ton)
Provinsi
Bijih Logam Bijih Logam
Nanggroe Aceh Darussalam 400.000 - - -
Lampung 135.000 93.150 - -
Banten 126.000 61.147.000 - -
Jawa Barat 500.000 225.000 - -
Jawa Timur 84 46,58 - - -
Kalimantan Selatan 560.247.700 265.371.407 - -
Sulawesi Selatan 371.500.000 182.035.000 - -
Sulawesi Tenggara 59.080.930 10.261.997 4.520.000 670.349
Maluku Utara 193.425.000 58.50.000 52.320.000 7.218.856
Sumber : Sumber daya dan Cadangan Nasional Mineral, Batubara dan Panas Bumi Tahun
2003, Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral 2004
Tabel. 2.4. Sumber Daya dan Cadangan Pasir Besi tahun 2003
Sumber Daya (ton) Cadangan (ton)
Provinsi
Bijih Logam Bijih Logam
Nanggroe Aceh Darussalam 124.124 68.268 - -
Bengkulu 738.241 434.027 - -
Lampung 74 34 - -
Jawa Barat 23.165.506 11.925.668 10.465.200 5.894.001
Jogjakarta 60.606.000 30.727.000 - -
Jawa Timur 1.100 462 700.000 351.400
Nusa Tenggara Barat 4.270 2.859 - -
Nusa Tenggara Timur 175.000 89.250 - -
Sulawesi Selatan 3.402.500 1.357.125 - -
Sulawesi Tengah 609.772 1.824.110 - -
Sumber: Sumber daya dan Cadangan Nasional Mineral, Batubara dan Panas Bumi Tahun
2003, Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral

Tabel. 2.5. Sumberdaya dan Cadangan Komoditi Utama Pertambangan


(dalam Juta Ton) DESDM dalam Alamsyah, 2006
Komoditi Sumberdaya Cadangan
Tembaga 66,20 41,47
Emas Primer 0,005 0,003
Perak 0,36 0,011
Bijih Nikel 1.338,20 627,80
Pasir Besi 47,17 9,60
Bauksit 207,93 23,94
Timah 0,62 0,46
Menurut Badan Geologi DJMB (Direktorat Jenderal Mineral Batubara) 2013, sumber
daya laterit di Indonesia mencapai 3.565 juta ton bijih (lebih dari 3,5 milyar ton) atau setara
dengan 52,2 juta ton logam Ni. Sedangkan jumlah cadangan laterit mencapai 1.168 juta ton
bijih (lebih dari 1,1 milyar ton) atau setara dengan 22 juta ton logam Ni. Berdasarkan hasil
eksplorasi oleh BUMN PT Aneka Tambang di wilayah kerja PT Aneka Tambang sampai
2012, jumlah saprolit (silikat) ± 361,3 (‘000 wmt) dan limonit ± 464,0 (‘000 wmt).3)
Berdasarkan data yang dipublikasi Januari 2015 oleh US Geological Survey, secara global
sumber daya alam nikel sekitar 60 % berupa laterit. Sampai 2013/2014 Indonesia termasuk
negara dengan produksi tambang terbesar dunia seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2
dibawah ini.
Tabel. 2.6. Produksi Tambang Nikel Dan Cadangan Nikel Dunia
Produksi Tambang (Ton Ni) Cadangan (Ton Ni)
Negara
2013 2014
USA - 3.600 160.000
Australia 234.000 220.000 19.000.000
Brasilia 138.000 126.000 9.100.000
Canada 223.000 233.000 2.900.000
China 95.000 100.000 3.000.000
Colombia 75.000 75.000 1.100.000
Cuba 66.000 66.000 - 5.500.000
Republik Domonika 15.800 - 930.000
Indonesia 440.000 240.000perkiraan 4.500.000
Madagaskar 29.200 37.800 1.600.000
Kaledonia Baru 164.000 165.000 12.000.000
Philipina 446.000 440.000 3.100.000
Rusia 275.000 260.000 7.900.000
Afrika Selatan 51.200 234.000 3.700.000
Lain lain 377.000 54.700 6.500.000
Total 2.630.000 2.400.000 81.000.000
Website : jurnal.umj.ac.id/index.php/semnastek
Dimana produksi tambang nikel Indonesia berasal dari penambangan laterit untuk mengambil
limonit dan saprolit.Penambangan laterit tersebut terutama berada di Pomalaa Sulawesi
Tenggara dan Teluk Buli Halmahera Maluku Utara.
Total sumberdaya dan cadangan bauksit di Indonesia mencapai 830 juta ton bijih
bauksit setelah pencucian (Data ESDM 2010), walaupun sebenarnya total angka ini bisa jauh
lebih besar dari yang sebenarnya karena tidak semua perusahaan pemilik IUP melaporkan
Sumberdaya dan cadangannya dengan baik. Sumberdaya dan cadangan bauksit di Indonesia
berada diluar 10 besar dari negara-negara pemilik sumberdaya dan cadangan bauksit terbesar
di dunia, jadi sebenarnya jumlah deposit bauksit di Indonesia sangat terbatas. Pelaporan
sumberdaya dan cadangan bauksit di Indonesia memilki kriteria yang unik dibandingkan
dengan deposit sejenis sepeti nikel atau bijih besi, karena bijih bauksit sudah dalam bentuk
“washed bauxite” dan kriteria rendahnya reaktif silika dalam deposit bauksit menjadi faktor
keekonomian yang utama bukan hanya tingginya kadar Al2O3, sementara ketersediaan
laboratorium untuk menganalisa reaktif silika di Indonesia terbatas hanya dilakukan oleh 1-2
laboratorium dan belum terakreditasi. Selain itu faktor tersedianya data morfologi/topografi
menjadi kriteria utama untuk mendapatkan perhitungan sumberdaya dan cadangan yang
akurat.Pelaporan sumberdaya dan cadangan bauksit untuk konsumsi public bisa dilakukan
selain dengan kode Australia (JORC), juga dengan kode asli Indonesia “KCMI” dan kode
Kanada (NI-43-101).

C. PENYEBARAN BIJIH DI INDONESIA


Dalam kenyataanya, penyebaran barang tambang di Indonesia tidaklah merata secara
keseluruhan. Setiap daerah memiliki potensi masing-masing sesuai dengan kondisi alamnya.
Tidak semua daerah memiliki sumber barang tambang yang sama. Keadaan ini disebabkan
oleh dua faktor sebagai berikut:
1. Sejarah geologi masing-masing wilayah berbeda.
Masing-masing wilayah memiliki sejarah geologi yang berbeda, ini dapat
ditunjukkan dengan kondisi alam disekitarnya.Yang paling mudah dijumpai ialah keadaan
batuan dan kenampakan geomorfologi yang membentang di wilayah tersebut.Kenampakan
seperti gunung berapi dan segala material yang pernah terhempas keluar akibat aliran lava.
Selain itu adanya pegunungan lipatan akibat proses konvergensi maupun divergensi antar
lempeng, kenampakan lainnya seperti bekas pengangkatan dasar laut hingga diatas
permukaan air laut yang membentuk formasi karst. Dengan perbedaan tersebut maka
mineral-mineral maupun energi yang terkandung di dalam perut bumi juga akan berbeda.
2. Belum adanya penelitian yang mendalam mengenai potensi-potensi tambang di suatu
wilayah melalui penyelidikan geologi dan sumber daya mineral.
Penyelidikan geologi dan sumber daya mineral merupakan salah satu kegiatan dasar
yang meliputi usaha inventarisasi, pemetaan dan eksplorasi bahan tambang. Kegiatan ini
meliputi penyelidikan sumber daya mineral yang terdiri atas penyelidikan geofisika dan
geokimia secara lebih terperinci, penyelidikan geologi tata lingkungan, penyelidikan
gunung api, penyelidikan dan pemetaan geologi dengan skala yang lebih kecil serta
penyelidikan geologi dan geofisika kelautan.
Biji besi banyak terdapat di Gunung Tegak (Lampung), Pulau Sekubu (Kalimantan
Selatan), Cilacap (Jawa Tengah). Dimanfaatkan sebagai bahan peralatan rumah tangga,
pertanian dan lain-lain.
Daerah utama penghasil logam nikel adalah Soroako Sulawesi Selatan dan Pomala di
Sulawesi Tenggara.Penambangan secara terbuka dilakukan di Soroako, yang dilengkapi
dengan pabrik peleburah modern. Pabrik ini didirikan bekerja sama dengna perusahaan
Kanada. Bijih nikel di sini mengandung logan nikel 2% - 4% tetapi setelah dilebur
kandungan nikelnya dapat mencapai 75%.
Bauksit pertama kali ditemukan di Indonesia pada tahun 1924 di Kijang, pulau
Bintan. Deposit bauksit tersebar utamanya berada di Kepulauan Riau, Bangka dan Belitung
dan Kalimantan Barat, sebagian kecil ditemukan di Kalimantan Tengah, Sulawesi Tenggara,
Pulau Sumba dan Halmahera. Dalam beberapa tahun terakhir, jumlah cadangan di Pulau
Bintan di Provinsi Kepulauan Riau terus mengalami penurunan dan diperkirakan akan habis.
Namun pada 1994 diketemukan cadangan baru di daerah Tayan, yang cukup besar dan di
Kendawangan, Kalimantan Barat; sehingga harapan masa produksi menjadi lebih lama.
BAB III
PENAMBANGAN DAN PENGOLAHAN

A. KONDISI PERTAMBANGAN

Kegiatan penambangan bijih besi di daerah ini sehari-hari dikerjakan oleh


kelompok, dimana setiap kelompok beranggotakan 5 orang yang bekerja secara bersama-
sama dimulai dari menggali bijih, kemudian dimuat ke dalam truk lalu kemudian
dipindahkan ke tempat penampungan sementara atau (pool). Setiap kelompok
menghasilkan bijih besi yang berbeda-beda tergantung kemampuan kelompoknya
masing-masing, mulai dari 3 truk sampai 10 truk (berisi 3 meter kubik atau lebih,
tergantung dari jenis truknya).

Para penambang di pertambangan ini kebanyakan menggunakan alat-alat


modern, untuk mengeruk bijih besi atau sejenis becko (escapator).Tapi ada juga yang
masih menggunakan alat-alat tradisional seperti sekop dan cangkul. Sebenarnya kedua
alat yang digunakan para penambang ini sama-sama punya kelebihan dan kelemahan, alat
tradisional memungkinkan para penambang untuk bekerja lebih lama (menyerap tenaga
kerja) dan tidak merusak lingkungan, sedangkan alat modern tidak menyerap tenaga
kerja karena hanya mengoperasikan seorang operator dan cenderung merusak
lingkungan, karena alat modern tersebut mengangkutnya kesana kemari dan cenderung
merusak jalan dan infrastruktur lainnya.

Gambar. 3.1. Tempat penyedotan bijih besi


Gambar. 3.2. Aktivitas para penambang yang sedang mengeruk bijih besi

Gambar. 3.3. Tempat Penyimpanan Sementara Bijih Besi

B. METODE PENAMBANGAN
NikelPenambangan secara terbuka dilakukan di Soroako, yang dilengkapi dengan
pabrik peleburah modern. Ekplorasi bijih nikel dilakukan dengan menggunakan alat bor
(mobile driil) dengan spiral bit dan pembutan sumur uji. Sumur uji digunakan sebagai bahan
perbandingan dengan data lubang bor, dan untuk menentukan recovery dari jenis
material.Pemboran dibagi dalam 2 tahapan, yaitu pemboran eksplorasi dan pemboran
pengembangan (development). Pemboran eksplorasi dilakukan dengan jarak lubang bor
antara 200 m x 200 m – 400 m x 400 m, sedangkan pemboran pengembangannya dilakukan
sebelum pemboran tambang dengan jarak 25 m x 25 m, 50 m x 50 m, dan 100 m x 100
m.Dari bubuk hasil pemboran (cutting) dan sumur uji dilakukan pengambilan contoh bijih
untuk setiap kedalaman 1 m. contoh diambil dari limonit berkadar sampai kedasar lubang.
Contoh dipreparasi dan dianalisis unutk mendapatkan data mutu bijih.Klasifikasi cadangan
bijih nikel dibagi dalam 3 kelas yaitu terukur, terkira dan terduga. Dan setiap tempat kerja
harus mempunyaicadangan tidak kurang dari 1 minggupenambangan 70.000 WMT r.o.m
(Wet Metrik tons).Dari hasil cadangan dihitung dengan menggunakan metodaLES(laterit
evaluation Sistem). Pemakain cara ini tergantung pada jenis dan kondisicadangan yang
mempertimbangkan dilution, baik top dilution karena adanya lapisan penutup, maupun
bottom dilution karena adanya batuan dasar.Data cadangan ini dikompilasi dengan
menggunakan komputer ataudengan perangkat lunakmineral resourse inventory(MRI) yang
dapat memberikan informasi mengenai cadangan bijh nikel.
Penambangan diklasifikasikan atas 2 jenis kualitas ore utama, yaitu limonit dan
saprolit.Sedangkan 1 jenis kualitas ore lagi yaitu low grade saprolit (LGSO) dimana kualitas
ore merupakan transisi antara saprolit dan limonit.Ke tiga jenis ore tersebut ditentukan oleh
Tim Eksplorasi dan Perencanaan Tambang. Pelaksanaan dilapangan akan diawasi oleh grade
controller. Limonit ditambang dan diangkut langsung ke tempat pemisahan ukuran
berdasarkan gravitasi atau Grizzly portable. Saprolit ditambang sebagian akan diangkut
langsung ke tempat penyaringan tetap atau disebut Grizzly portable. Pengambilan sample
dilakukan diatas truk dengan ketentuan yang ditetapkan oleh perusahaan. Dan sebagian akan
dipindahkan ke tempat penyimpanan sementara atau disebut Stockyard dan pengambilan
sample diatas truk atau pada tumpahan truk dengan ketentuan yang ditetapkan
sebelumnya. Penentuan ore akan diangkut langsung ke grizzly atau diangkut ke stockyard
oleh gradecontrol. Hal ini didasari oleh fackor kualitas. Penambangan harus mengikuti
prosedur tersebut dan penentuan lokasi stock akan ditentukan oleh pihakperusahaan. Operator
Tambang harus menjaga tidak terjadinya pengotoran ore baik limonit atau saprolit pada saat
penggalian di lokasi penambangan (front). Pembatuan jalan di front ataupun tempat
penggalian harus menggunakan batuan yang tidak mengandung silica tinggi diutamakan
menggunakan batuan/boulder sekitar area penggalian yang masih mengandung nikel. Selama
penggalian operator tambang harus memisahkan boulder yang berukuran besar sehingga
dipastikan tidak terangkut sebagai ore. Boulder dapat diangkut sebagai waste ataupun
dipindahkan ketempat aman yang tidak mengganggu kegiatan gali muat disekitar area
penambangan. Saprolit yang disimpan di stockyard pada saat diangkut kembali ke
grizlly portable dipastikan diangkut bersih, tidak terjadi pengotoran dari material lain diluar
tumpukan ore, dan boulder yang besar dipisahkan sehingga tidak terangkut ke grizzly. Tidak
ada pengambilan sample yang dilakukan pada kegiatan ini.

Bauksit diperoleh dalam bentuk lumpur basah.Lumpur ini dikeruk dengan alat-alat
modern, kemudian dicuci.Untuk melebur bauksit menjadi logam alumunium diperlukan
tenaga listrik yang sangat besar. Tambang bauksit berupa surface mining. Endapan bauksit di
setiap lokasi mempunyai kadar yang berbeda-beda, sehingga penambangannya dilakukan
secara selektif dan pencampuran salah satu cara untuk memenuhi persyaratan ekspor.

Metode dan urutan penambangan bijih bauksit secara umum adalah:

a. Pembersihan lokal (land clearing) dari tumbuh-tumbuhan yang terdapat diatas endapan
bijih bauksit.
b. Pengupasan lapisan penutup (Strepping of overburden) yang umumnya memeliki
ketebalan 0,2 meter. Untuk pengupasan lapisan penutup digunakan bulldozer.
c. Penggalian (digging) endapan bauksit dengan excavator dan pemuatan bijih dengan
dump truck.
d. pencucian
e. Pengangkutan bijih bauksit bersih
f. Penimbunan dan pengapalan
g. Penanganan Tailing dan Air Limbah
h. Reklamasi dan Revegetasi

Proses Pengolahan Bauksit

Penambangan bauksit dilakukan dengan penambangan terbuka diawali dengan


landclearing. Setelah pohon dan semak dipindahkan dengan bulldozer, dengan alat yang sama
diadakan pengupasan tanah penutup. Lapisan bijih bauksit kemudian digali dengan
shovelloader yang sekaligus memuat bijih bauksit tersebut kedalam dump truck untuk
diangkut ke instalansi pencucian. Bijih bauksit dari tambang dilakukan pencucian
dimaksudkan untuk meningkatkan kualitasnya dengan cara mencuci dan memisahkan bijih
bauksit tersebut dari unsur lain yang tidak diinginkan, missal kuarsa, lempung dan pengotor
lainnya. Partikel yang halus ini dapat dibebaskan dari yang besar melalui pancaran air (water
jet) yang kemudian dibebaskan melalui penyaringan (screening). Disamping itu sekaligus
melakukan proses pemecahan (size reduction) dengan menggunakan jaw crusher.
Cara-cara Leaching :

1. Cara Asam (H2SO4)Hanya dilakukan untuk pembuatan Al2(SO4)3 untuk proses


pengolahan air minum dan pabrikkertas.
 Reaksi dapat dipercepat dengan menaikkan temperatur sampai 180 C (Autoclaving)
 KalsinasiCocok untuk lowgrade Al2O3 tetapi high SiO2 yang tidak cocok
dikerjakan dengan cara basa.
 Hasil Basic-Al-Sulfat dikalsinansi menjadi Al2O3, kelemahan cara ini adalah
Fe2O3 ikut larut.
2. Cara Basa (NaOH), Proses Bayers (Th 1888)Ada 2 macam produk alumina yang bisa
dihasilkan yaitu Smelter Grade Alumina (SGA) dan Chemical Grade Alumina (CGA).
90% pengolahan bijih bauksit di dunia ini dilakukan untuk menghasilkan Smelter Grade
Alumina yang bisa dilanjutkan untuk menghasilkan Al murni.Reaksi Pelindian`
 Mineral Bijih:Al2O3∙3H2O + 2 NaOH = Na2O∙Al2O3 + 4 H2O (T =140 C, P= 60
psi)
 Impurities:
SiO2 + 2 NaOH = Na2O∙SiO2 + H2O (Silika yang bereaksi adalah silika reaktif)
2(Na2O∙SiO2) + Na2O∙Al2O3+2H2O = Na2O∙Al2O3∙SiO2 (Tidak larut) + 4
NaOH

Dalam proses ini dibatasi jumlah silika reaktifnya karena sangat mengganggu dengan
menghasilkan doubel Na-Al-Silikat yang mempunyai sifat tidak larut. Fe2O3 dan TiO2 tidak
bereaksi dengan NaOH dan tetap dalam residu (Red Mud), sedangkan V2O5, Cr2O3, Ga2O3
larut sebagai by product.

 Reaksi Presipitasi:Dilakukan dengan memanfaatkan hidrolisa karena pendinginan


T=60-65 C sampai 38-43 C, t = 100 jam
Na2O3∙3H2O + 4 H2o = Al2O3∙3H2O(s) + 2 NaOH
 Kalsinasi:
Al2O3∙3H2O = Al2O3(pure) + 3 H2O(g) (T=1200 C)
3. Cara Sintering dengan Na2CO3 (Deville-Pechiney)Sintering dilakukan dalam Rotary
Kiln 1000 C selama 2-4 jam, cocok untuk bijih dengan high Fe2O3 dan SiO2.
Reaksi-reaksi:
Al2O3 + Na2CO3= NaAlO2 + CO2(g)
Fe2O3 + Na2CO3 = Na2O∙Fe2O3 + CO2(g)
TiO2 + Na2CO3 = Na2O∙TiO2 + CO2(g)
SiO2 + Na2CO3 = Na2O∙SiO2 + CO2(g)
4. Dengan proses elektolisaBahan utamanya adalah bauksit yang mengandung aluminium
oksida. pada katoda terjadi reaksi reduksi, ion aluminium (yang terikat dalam aluminium
oksida) menerima electron menjadi atom aluminium,4 Al(3+) + 12 e(1-) ————–> 4
AlPada anoda terjadi reaksi oksidasi, dimana ion-ion oksida melepaskan elektron
menghasilkan gas oksigen.6 O(2-) ——————> 3 O2 + 12 e(1-)
logam aluminium terdeposit di keping katoda dan keluar melalui saluran yang telah
disediakan.

Penambangan biji besi tergantung keadaan dimana biji besi tersebut ditemukan.Jika biji
besi ada di permukaan bumi maka penambangan dilakukan dipermukaan bumi (open-pit
mining), dan jika biji besi berada didalam tanah maka penambangan dilakukan dibawah tanah
(underground mining).Karena biji besi didapatkan dalam bentuk senyawa dan bercampur
dengan kotoran-kotoran lainnya maka sebelum dilakukan peleburan biji besi tersebut terlebih
dahulu harus dilakukan pemurnian untuk mendapatkan konsentrasi biji yang lebih tinggi (25 -
40%). Proses pemurnian ini dilakukan dengan metode : crushing, screening, dan washing
(pencucian). Untuk meningkatkan kemurnian menjadi lebih tinggi (60 - 65%) serta
memudahkan dalam penanganan berikutnya, dilakukan proses agglomerasi dengan langkah-
langkah sebagai berikut .

 Biji besi dihancurkan menjadi partikel-partikel halus (serbuk).


 Partikel-partikel biji besi kemudian dipisahkan dari kotoran- kotoran dengan
carapemisahan magnet (magnetic separator) atau metode lainnya.
 Serbuk biji besi selanjutnya dibentuk menjadi pellet berupa
bola-bola kecil berdiameter antara 12,5 - 20 mm.
 Terakhir, pellet biji besi dipanaskan melalui proses sinter/pemanasan hingga
temperatur 1300 C agar pellet o tersebut menjadi keras dan kuat sehingga tidak
mudah rontok.

Tujuan proses reduksi adalah untuk menghilangkan ikatan oksigen dari biji besi. Proses
reduksi ini memerlukan gas reduktor seperti hidrogen atau gas karbon monoksida (CO).

Proses reduksi ini ada 2 macam yaitu proses reduksi langsung dan proses reduksi
tidak langsung.

a. Proses Reduksi LangsungProses ini biasanya digunakan untuk merubah pellet


menjadi besi spons (sponge iron) atau sering disebut: besi hasil reduksi langsung
(direct reduced iron). Gas reduktor yang dipakai biasanya berupa gas hidrogen atau
gas CO yang dapat dihasilkan melalui pemanasan gas alam cair (LNG) dengan uap
air didalam suatu reaktor yaitu melalui reaksi kimia berikut :

CH4 + H O CO + 3H22 (gas hidro (uap air- (gas reduktor) karbon) panas)

Dengan menggunakan gas CO atau hidrogen dari persamaan diatas maka proses
reduksi terhadap pellet biji besi dapat dicapai melalui reaksi kimia berikut ini :

Fe O23+ 3H22Fe + 3H O2 (pellet) (gas hidrogen) (Besi- (uap air) spons) atau Fe
O 23 + 3CO 2Fe + 3CO 2

b. Proses Reduksi Tidak LangsungProses ini dilakukan dengan menggunakan tungku


pelebur yang disebut juga tanur tinggi (blast furnace). Sketsa tanur tinggi
diperlihatkan pada gambar 5. Biji besi hasil penambangan dimasukkan ke dalam
tanur tinggi tersebut dan didalam tanur tinggi dilakukan proses reduksi tidak
langsung yang cara kerjanya sebagai berikut :Bahan bakar yang digunakan untuk
tanur tinggi ini adalah batu bara yang telah dikeringkan (kokas). Kokas dengan
kandungan karbon (C) diatas 80%, tidak hanya berfungsi sebagai bahan bakar, tetapi
juga berfungis sebagai pembentuk gas CO yang berfungsi sebagai reduktor.
Untuk menimbulkan proses pembakaran maka ke dalam tanur tersebut ditiupkan
udara dengan menggunakan blower sehingga terjadi proses oksidasi sebagai berikut :

2C + O22CO + Panas

Gas CO yang terjadi dapat menimbulkan reaksi reduksi terhadap biji yang
dimasukkan ke dalam tanur tersebut. Sedangkan panas yang ditimbulkan berguna
untuk mencairkan besi yang telah tereduksi tersebut.

Untuk mengurangi kotoran-kotoran (impuritas) dari logam cair, ke dalam tanur


biasanya ditambahkan sejumlah batu kapur (limestone). Batu kapur tersebut akan membentuk
terak (slag) dan dapat mengikat kotoran-kotoran yang ada didalam logam cair. Karena berat
jenis terak lebih rendah dari berat jenis cairan besi maka terak tersebut berada dipermukaan
logam cair sehingga dapat dikeluarkan melalui lubang terak. Besi hasil proses tanur tinggi ini
disebut juga besi kasar (pig iron). Besi kasar ini merupakan bahan dasar untuk membuat besi
tuang (cast iron) dan baja (steel). Komposisi kimia unsur-unsur pemadu dalam besi kasar ini
terdiri dari 3-4 %C; 0,06-0,10 %S; 0,10- 0,50 %P; 1-3 %Si dan sejumlah unsur-unsur
lainnya, sebagai bahan impuritas. Karena kadar karbonnya tinggi, maka besi kasar
mempunyai sifat yang sangat rapuh dengan kekuatan rendah serta menampakkan wujud
seperti grafit.

Untuk pembuatan besi tuang, besi kasar tersebut biasanya dicetak dalam bentuk
lempengan-lempengan (ingot) yang kemudian di lebur kembali oleh pabrik pengecoran
(foundry). Sedangkan untuk pembuatan baja, besi kasar dalam keadaan cair langsung
dipindahkan dari tanur tinggi ke dalam tungku pelebur lainnya yang sering disebut : tungku
oksigen basa (basic oxygen furnace, atau disingkat BOF).

Dalam tungku BOF ini kadar karbon besi kasar akan diturunkan sehingga mencapai
tingkat kadar karbon baja.
C. PRODUKSI, EKSPORT, IMPORT
Angka ekspor berbagai komoditi mineral dan batubara yang tinggi secara umum
memang telah berdampak positif pada penyerapan tenaga kerja, penerimaan negara, dan lain-
lain. Namun di sisi lain angka impor yang juga tidak kalah tinggi, telah berdampak negatif,
jika dihitung pasti lebih besar dari dampak positif yang diperoleh. Betapa tidak mengekspor
komoditi dalam bentuk material kasar, bongkahan atau wantah (raw materials) telah
menghasilkan devisa bagi negara, tetapi mengimpor komoditi dalam bentuk bahan setengah
jadi atau bahan jadi juga menyedot devisa dari menjual komoditi yang diekspor. Bukan tidak
mungkin lebih besar daripada sekedar memperoleh devisa dari menjual komoditi yang
diekspor. Hal ini disebabkan harga komoditi yang diimpor lebih mahal daripada yang
diekspor, yang notabene komoditi tersebut juga berasal dari lndonesia.Dalam “bahasa” yang
berbeda, negara pengolah bahan tambang memperoleh nilai tambah dari bahan tambang yang
diimpor dari lndonesia, dan mampu mengembangkan industri pengolahan beserta efek ganda
(multiplier effects) atas keberadaan industri pengolahan tersebut.

Gambar. 3.4.Produksi dan Konsumsi Baja Dunia


Gambar. 3.5. Rantai Produksi Besi dan Kemungkinan Peningkatan Nilai Tambahnya

Gambar. 3.6. Rantai Produksi Nikel dan Kemungkinan Peningkatan Nilai Tambahnya
Gambar. 3.7. Rantai Produksi Aluminium dan Kemungkinan Peningkatan Nilai Tambahnya

Di Indonesia pada 2006, produksi bauksit sendiri naik 4% menjadi 1,50 juta Wmt
dibandingkan dengan tahun sebelumnya; akan tetapi volume penjualan pada tahun yang sama
mengalami penurunan sebesar 5,01% akibat kondisi cuaca pada akhir tahun yang
menghambat pengapalan. Ekspor bauksit terutama ditujukan ke Jepang.Dengan adanya
pabrik peleburan bauksit di Sumatra Utara, bauksit dapat diolah di dalam negeri dan diekspor
dalam bentuk almunium. Perkembangan ekspor bauksit antara 1998 – 2006 naik rata-rata
sebesar 5,68%. Dengan nilai tersebut diperkirakan jumlah ekspor 2007 naik menjadi 1,57 juta
Wmt. Kenaikan ini tidak lepas dari semakin tingginya tingkat kebutuhan alumunium di
Jepang dan Cina. Selama kurun waktu tersebut, rata-rata biaya produksi akan naik secara
signifikan pada kisaran 15,15%. Dengan asumsi tidak terjadi kenaikan terhadap komponen
produksi maka pada tahun 2007 biaya produksi menjadi US$ 12,47/Wmt.

D. SISTEM PENGOLAHAN DAN KEBERADAAN SMELTER


1. Sistem Pengolahan
Secara ideal endapan laterit dialam dari daerah tropis dan proses pengolahannya yang
sudah komersial, dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
Gambar. 3.8. Endapan Laterit
Ada dua jalur proses pengolahan laterit untuk memasok kebutuhan nikel dunia, yaitu
hydrometalurgi dan pyrometalurgi (smelting). Hydrometalurgi digunakan untuk mengolah
laterit kadar rendah dengan kandungan Ni < 1,5 %. Laterit kadar rendah tersebut terdiri dari
limonit dan saprolit kadar rendah. Secara komersial ada dua proses untuk mengolah laterit
kadar rendah, yaitu proses Caron (Ammonia Leaching) dan HPAL/PAL (High Presure Acid
Leaching). Pada umumnya proses Caron digunakan untuk memproduksi NiO sedangkan
proses HPAL/PAL untuk memproduksi NiS. Di Indonesia belum ada pabrik pengolahan
laterit kadar rendah dengan jalur proses hydrometalurgi. Pyrometalurgi digunakan untuk
mengolah saprolit berkadar nikel tinggi (Ni ≥ 1,8 % untuk Indonesia) untuk memproduksi
ferro nikel (FeNi) atau nikel matte (Ni matte). Di Sulawesi Tenggara sudah ada pabrik
pengolahan laterit menggunakan jalur pyrometalurgi untuk memproduksi FeNi (ferro nikel)
oleh PT Aneka Tambang di Pomalaa, dan nikel matte (Ni matte) oleh PT Vale Indonesia di
Sorowako. Perkembangan terbaru setelah 2005, laterit kadar rendah diolah menggunakan
jalur proses pyrometalurgi untuk memproduksi NPI (Nickel Pig Iron). Selanjutnya NPI
digunakan sebagai pengganti FeNi untuk membuat stainless steel (SS). China yang tidak
mempunyai sumber daya alam (SDA) laterit adalah pelopor sekaligus produsen terbesar NPI.
Untuk bahan baku NPI, China mengimpor laterit dari Philipina dan Indonesia. Dari Philipina
diimpor limonit mengandung Ni < 1,5 % sedangkan dari Indonesia diimpor saprolit kadar
rendah mengandung Ni ≥ 1,5 %. Di Cilegon Banten, PT INDOFERRO adalah pabrik NPI
yang pertama diluar China. PT INDOFERRO mengolah laterit kadar rendah (Zona
hematit/lihat gambar 2 diatas) menggunakan blast furnace (BF) untuk memproduksi NPI
mulai 2012.8)
Adapun diagram alir proses pengolahan laterit yang sudah komersial dengan jalur
hydrometalurgi dan pyrometalurgi, dapat dilihat pada gambar 3 dibawah ini.
Gambar 3. Diagram Alir Proses Pengolahan Laterit. 9
BAB IV
PROSPEK DAN PENINGKATAN NILAI TAMBAH

A. KEBIJAKAN PEMERINTAH TENTANG NILAI TAMBAH


Upaya untuk meningkatkan nilai tambah mineral dan batubara telah dimandatkan
oleh pemerintah dalam UU No.4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, pada
pasal 102 dan pasal 103.Kemudian dijabarkan dalam PP No. 23/2010 tentang Pelaksanaan
Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, yang kemudian direvisi menjadi PP
No.24/ 2012. Kemudian diperjelas lagi dengan diterbitkannya Permen ESDM No.7/2012
pada bulan Februari 2012 lalu, tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral melalui kegiatan
pengolahan dan pemurnian. Tujuannya adalah untuk meningkatkan dan mengoptimalkan
nilai suatu komoditi di sektor pertambangan, tersedianya bahan baku di dalam negeri, serta
meningkatkan penyerapan tenaga kerja dan penerimaan negara, sehingga kegiatan
pertambangan di Indonesia memiliki rantai yang panjang, dan tidak sekedar menjual bahan
tambang mentah, yang mengakibatkan terjadinya deplesi dan pengurasan terhadap
sumberdaya mineral di Indonesia. Kebijakan ini terutama pada mineral logam utama seperti
yang diamanatkan dalam Permen ESDM No.7/ 2012, antara lain: tembaga (Cu), emas (Au),
perak (Ag), nikel (Ni) dan atau kobalt (Co) , bijih besi (Fe), bauksit (Al2O3), dan timah
(SnO2). Sehingga diharapkan nantinya pemegang IUP Operasi Produksi, IUPK Operasi
Produksi, dan IUP Operasi Produksi khusus pengolahan dan pemurnian wajib melakukan
peningkatan nilai tambah terhadap mineral atau batubara yang diproduksinya. Ketentuan ini
langsung mengikat bagi mereka yang akan berinvestasi di bidang pertambangan mineral dan
batubara, serta diberi kesempatan selambat-lambatnya 5 (lima) tahun kepada perusahaan
yang sedang berjalan (existing) setelah UU No. 4/ 2009 diberlakukan dan berlaku efektif
pada tahun 2014 yang akan datang.
Program peningkatan nilai tambah mineral dan batubara ternyata dihadapkan kepada
tantangan yang cukup besar, meskipun tetap memberikan harapan bagi terealisasinya kedua
peraturan di atas. Tantangan ini tidak saja akan dihadapi oleh perusahaan, tetapi juga
pemerintah. Tantangan terbesar pemerintah adalah bagaimana menyiapkan infrastruktur, fisik
dan nonfisik, yang dirasakan masih minim, sehingga perusahaan memperoleh jaminan
terhadap investasi yang ditanamkan untuk peningkatan nilai tambah. Sedangkan tantangan
perusahaan yang cukup krusial adalah "merekonstruksi" investasi yang akan ditanamkan
berikut keuntungan yang akan diperoleh.

B. HARGA BIJIH DAN HARGA LOGAM

Gambar. 4.1. Rerata Harga Jual Bijih Besi


Harga jual bauksit di pasar internasional tidak mengalami perbedaan yang signifikan,
bahkan cenderung stabil sehingga tidak terjadi gejolak yang mengarah pada terjadinya krisis
di samping persediaan alumunium masih cukup untuk memenuhi kebutuhan dunia. Dalam
kurun waktu 1996 – 2004, harga aluminium di pasar dunia ratarata naik sebesar 0,80%,
sehingga harga bauksit pada 2007 akan naik menjadi US$ 13,71/Wmt.

C. PENINGKATAN NILAI TAMBAH


Pengertian nilai tambah adalah perbedaan antara nilai output dan nilai input atau
peningkatan harga material yang dihasilkan dari proses pengolahan mineral dan logam
persatuan berat logam/mineral. Sementara itu, pengertian nilai tambah juga dikaitkan dengan
kepentingan lain yang lebih luas, seperti bukan saja peningkatan GDP tetapi juga peningkatan
lapangan kerja baru, multiplier effect sektor lain, penguasaan IPTEK, kemudahan dan
kecepatan proses, serta peningkatan ketahanan nasional, maka setiap manfaat ekonomi, sosial
dan peradaban yang dihasilkan dari kegiatan produksi (pengolahan mineral dan logam lebih
lanjut) dikategorikan sebagai peningkatan nilai tambah.
Isu peningkatan nilai tambah hasil tambang telah lama bergaung meskipun hanya di
kalangan terbatas. Kesadaran bahan tambang perlu diolah terlebih dahulu, agar terjadi
peningkatan nilai tambah yang setinggitingginya di dalam negeri, dan tidak diekspor begitu
saja seolah ”menjual tanah air”, sebenarnya telah lama disadari. Namun demikian kesadaran
pentingnya peningkatan nilai tambah hasil tambang ini semakin menguat akhir-akhir ini.
Membidik peluang ini agar terjadi peningkatan pendapatan daerah maupun pusat,
peningkatan kesempatan kerja, dorongan terhadap terciptanya peluang usaha di sektor lain,
penguasaan ilmu dan teknologi, mengurangi ketergantungan luar negeri dalam penyediaan
bahan baku untuk industri hilir, yang bahan dasarnya tersedia sebagai bahan tambang di
Indonesia, dirasakan sangat mendesak. Beberapa kalangan telah dengan tegas mengatakan
untuk secepatnya melarang ekspor bahan tambang secara langsung ke luar negeri, karena
ujung-ujung hanya akan memberikan manfaat yang besar di pihak pengimpor karena
mendapat kesempatan melakukan usaha peningkatan nilai tambah di negaranya, sementara
Indonesia hanya mendapatkan penghasilan dari penjualan bahan tambang saja. Namun
demikian, usaha peningkatan nilai tambah hasil tambang di Indonesia tampaknya belum
sepenuhnya dapat berjalan dengan baik karena beberapa kendala, diantaranya yang penting
menurut Edi A Basuki, dkk., 2007:
1. Belum terbangunnya kesadaran akan manfaat dan pentingnya usaha peningkatan nilai
tambah bahan tambang di dalam negeri di semua pemangku kepentingan.
2. Belum ada kajian yang komprehensif mengenai rantai kebutuhan dan penyediaan bahan
untuk produksi barang jadi di Indonesia.
3. Kajian mengenai peluang yang dapat dilakukan bagi bahan tambang di Indonesia untuk
ditingkatkan nilai tambahnya masih sangat minim.
Untuk dapat menjadi barang jadi, bahan tambang memerlukan rantai proses yang cukup
panjang dengan masing-masing tahap proses merupakan proses peningkatan nilai tambah,
seperti yang ditunjukkan pada Gambar . life cycle dari proses dan produksi berbasis mineral
dan logam
Gambar. 4.2. Life Cycle dari Proses dan Produksi Berbasis Mineral dan Logam (Edi A
Basuki,dkk 2007)

Proses added-value mineral tidak terlepas dari alur proses pengolahan dan ekstraksi
bahan galian bijih yang telah cukup lama dikenal dalam kegiatan industri metalurgi. Secara
skematis jalur utama proses pengolahan bahan galian bijih ditunjukkan dalam Gambar 2,
dimana pada pandangan konvensional semua jalur proses diarahkan menjadi hasil akhir
logam murni atau paduannya. Masing-masing tahap pemrosesan tersebut memiliki tingkat
pertambahan kualitas dari produk yang dihasilkan. Meskipun hanya pengolahan mineral
seperti pencucian dan pengayakan (screening) pada mineral aluvial, bisa dimungkinkan
terjadi peningkatan nilai tambahnya karena pengurangan kandungan clay-nya dan mineral
berharga terkonsentrasi pada fraksi ukuran tertentu. Peran sampling dan analisisnya sangat
menentukan dalam merancang langkah-langkah pengolahan yang tepat. Proses ekstraksi lebih
lanjut yang melibatkan proses kimia dan/atau suhu tinggi pada umumnya memerlukan
investasi yang tinggi sehingga perlu dipertimbangkan keekonomiannya apabila skala
produksinya tidak cukup tinggi.

Nikel
Produk Hasil Peningkatan Nilai Tambah Dari Nikel
Gambar. 4.3. Pelat Bahan Cupronickel

Gambar. 4.4.Tabung Bahan Cupronickel


Gambar. 4.5. Bahan Las Monel 400-401-404

Gambar. 4.6. Kawat Khusus Monel


BAB V
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Bijih besi batuan dan mineral dari mana logam besi dapat secara ekonomis
diekstrak.Bijih-bijih biasanya kaya oksida besi dan bervariasi dalam warna dari abu-abu
gelap, kuning cerah, ungu dalam, menjadi merah berkarat.Besi itu sendiri biasanya
ditemukan dalam bentuk magnetit (Fe3O4), hematit (Fe2O3), goethite (FeO (OH),
limonit (FeO (OH) n (H2O).Atau siderite (FeCO3). Bijih membawa jumlah yang sangat
tinggi dari hematite atau magnetit (lebih besar dari besi ~ 60%) yang dikenal sebagai
"bijih alami" atau "bijih pengiriman langsung", yang berarti mereka dapat diberi makan
langsung ke pembuatan besi blast furnace. Sebagian besar cadangan bijih tersebut kini
telah habis. Bijih besi adalah bahan baku yang digunakan untuk membuat pig iron, yang
merupakan salah satu bahan baku utama untuk membuat baja. 98% dari bijih besi
ditambang digunakan untuk membuat baja. [1] Memang, telah berpendapat bahwa bijih
besi "yang lebih integral untuk ekonomi global daripada komoditas lainnya, kecuali
mungkin minyak".

Nikel adalah komponen yang ditemukan banyak dalam meteorit dan menjadi ciri
komponen yang membedakan meteorit dari mineral lainnya.Meteorit besi atau siderit,
dapat mengandung alloy besi dan nikel berkadar 5-25%. Nikel diperoleh secara
komersial dari pentlandit dan pirotit di kawasan Sudbury Ontario, sebuah daerah yang
menghasilkan 30% kebutuhan dunia akan nikel. Deposit nikel lainnya ditemukan di
Kaledonia Baru, Australia, Cuba, dan Indonesia.

Bauksit (bahasa Inggris: bauxite) adalah biji utama aluminium terdiri dari
hydrous aluminium oksida dan aluminium hidroksida yakni dari mineral gibbsite Al
(OH) 3, boehmite γ-ALO (OH), dan diaspore α-ALO (OH), bersama-sama dengan oksida
besi goethite dan bijih besi, mineral tanah liat kaolinit dan sejumlah kecil anatase Tio 2 .
Pertama kali ditemukan pada tahun 1821 oleh geolog bernama Pierre Berthierpemberian
nama sama dengan nama desa Les Baux di selatan Perancis.
B. SARAN

Lingkungan akan baik tergantung orang yang ada disekitarnya merawat dengan
baik. Baik buruknya suatu daerah adalah penduduk yang mendiami daerah
tersebut.Apabila kita ingin hidup dalam lingkungan yang sehat, maka jagalah lingkungan
disekitar kita, untuk kita, milik kita, oleh tangan kita. Laporan ini seharusnya lebih
banyak sumber agar lebih melengkapi materidari bijih besi, bijih nikel dan bijih bauksit.
DAFTAR PUSTAKA

http://teknikmaju2.blogspot.com/2014/05/penambangan-nikel.html

http://www.litbang.esdm.go.id/index.php?option=com_content&view=article&i=
526:aplikasi-proses-upgrading-bauksit-dan-tailing-pencucianbauksit&catid=126:laporan-
kegiatan-mineral-dan-batubara-2010&Itemid=118

http://www.ipteknesia.com/ristek/index.php?option=com_content&view=article
&id=266:b&catid=111:bauksit&Itemid=510

http://zincoxideindonesia.blogspot.com/2018/03/understandingsome-applications-of-
zinc.html

http://cara-proses.blogspot.com/2015/01/proses-penambangan-dan-pengolahan-
biji-besi.html

http://ardra.biz/sain-teknologi/mineral/pengolahan-mineral/tahap-proses-
pengolahan-bijih-nikel-laterite/

Anda mungkin juga menyukai