Tradisi karia dianggap sebagai acara yang paling penting bagi anak
memenuhi syarat untuk masuk kariya maka wajib hukumnya bagi orang tua
untuk memingit anak perempuan mereka. Jika tidak dipingit maka orang tua
akan menanggung dosa dari anak perempuan mereka. Hal ini telah mendarah
daging pada masyarakat Muna. Untuk itu, mereka akan mngusahakan untuk
agar anak gadisnya dikaria. Jika belum mampu dari segi ekonomi maka
mereka menempel atau bekerja sama dengan keluarga lain yang mengadakan
kewajiban bagi mereka. Jika tidak dilaksanakan maka dosa dari sang anak
perempuan akan menjadi tanggungan mereka. Jadi kalau sudah saatnya dikaria
Hal senada juga diatakan oleh La Ane, orang tua gadis yang dipingit
memasuki pernikahan. Jadi kami akan merasa berdosa apabila anak perempuan
kewajiban orang tua yang harus dilaksanakan. Sebab alasan ekoomi keluarga
bahwa “
bahwa :
lain.
Pengambilan air di sungai untuk persiapan air mandi bagi para peserta
karia menggunakan dua buah tombola (wadah yang terbuat dari bambu).
Cara pengambilannya dengan menenggelamkan tombola tersebut
mengahadap searah dengan arus air (tidak melawan arus). Maknanya
agar si gadis yang akan dikaria hatinya merasa tenang. Air yang diambil
ini diguakan untuk memandikan gadis-gadis yang dipingit.
pengambilan air tersebut. Air pingit ini tidak diambil dari dari dalam rumah
maupun air sumur tetapi diambil dari kali atau sungai menggunakan tombola
gadis yang dipingit akan mempunyai sifat seperti bambu yang semakin lama,
mempersiapkan mayang (bhansa) sebagai salah satu unsur penting dalam acara
Saba bahwa :
kuncup bunga pinang yang baru mekar, sehingga diibaratkan gadis yang
dipingit ini seperti kuncup bunga yang baru mekar tersebut dan siap menjadi
2. Tahap Pelaksanaan
Tahap pelaksanaan ini merupakan kegiatan inti dari acara karia yang
linda, kahapui.
a) Kafoluku
Dalam pelaksanaan acara karia, yang pertama dilakukan adalah kafoluku.
“Kafoluku adalah proses dimasukkannya para gadis yang akan menjalani acara
karia kedalam kamar atau bilik pingit. Tahapan ini merupakan analogis bahwa
manusia berada dialam arwah yaitu tempat yang sangat gelap, hanya Tuhan
Saba juga menyatakan bahwa : “kafoluku yaitu kegiatan dimana para gadis
peserta karia dimasukan kedalam kamar pingitan yang telah disiapkan. Hal ini
mengandaikan anak manusia kembali ke alam arwah yang gelap gulita. Setelah
dimasukan terlebih dahulu dimandikan dengan dua jenis air yang telah
dibacakan doa”.
memasukan para gadis yang akan dipingit kedalam kamar atau bilik pingit
yang gelap gulita, yang mengandaikan bahwa para gadis kembali kealam
pingitan dimandikan dulu dengan dua jenis air yaitu oe modaino dan oe
Sebelum dimasukan kedalam kamar atau bilik pingit, para gadis terlebih
dahulu dimandikan dengan dua jenis air yang telah didoakan oleh tokoh
adat. Dua jenis air ini disebut oe modaino dan oe metaano sebagai
analogi untuk menolak bala (keburukan) yang tidak menutup
kemungkinan akan menimpa para gadis yang akan dipingit. Air kedua
adalah oe metaano sebagai analogi untuk memohon kepada tuhan agar
mendapat ridho.
Lebih lanjut, La Saba mengatakan sebagai berikut :
Disamping membacakan doa untuk mandi para peserta karia. Imam juga
membaca doa haroa. Makanan yang dibaca saat haroa akan dimakan oleh para
gadis sebelum pingitan. Sebagaimana disampaikan oleh La Dini bahwa :
“Rangkaian kafoluku dalam acara karia ini juga ditandai dengan pembacaan
doa haroa oleh Imam. Makanan yang dibaca saat ritual ini akan diberikan
kepada para gadis, masing-msing sesuai dengan takaran yang telah ditentukan
oleh pomantoto, yaitu satu buah ketupat dan satu biji telur”.
Hal senada pula diungkapkan oleh Yasni, gadis yang mengikuti acara
karia bahwa “sebelum memasuki kamar atau bilik pingitan, para gadis diberi
makan terlebih dahulu yaitu satu biji ketupat dan satu butir telur seta minuman
yang telah dibacakan doa. Setelah diberi makan, kemudian disuruh berdoa dan
meminta maaf kepada orang tua agar rangkaian acara karia berjalan dengan
lancar”.
dilakukan agar para gadis tidak buang air besar selama dalam pingitan
Makanan dan minuman yang akan diberikan kepada para gadis yang
dibacakan doa terlebih dahulu oleh pomantoto dengan doa kakunsi agar
para gadis tidak buang air besar selama dalam pingitan. Adapun bunyi
doa kakunsi adalah sebagai berikut :
Alhamdulillahi rabbilaalamiin, arrahmananir rahiim, maalikiyaumiddin,
iiyakana’budu wa iyyaakanasta’iin, ihdinash shiraathal mustaqiim,
shiraathal ladziina an’amta alaihim ghairil maghdhuubi’alaihim wa
ladhdaalliin a kunsi barakunsi kunsi alam, kunsi barakati, bilmillah.
Allahumma saydinna muhammad wa alaali saydina muhammad
Artinya :
Segala puji bagi allah, tuhan semesta alam. Maha pemurah lagi maha
penyayang. Yang menguasai hari pembalasan. Hanya kepada engkaulah
kami menyembah dan hanya kepada engkaulahkami memohon
petolongan. Tunjukkanlah kami jalan yang lurus yaitu jalan orang-orang
yang engkau anugerahkan nikmat kepada mereka, bukan jalan orang-
orang yang engkau murkai dan bukan pula jalan mereka yang sesat. A
kunsi barakunsi, kunsi alam, kunsi barakati, bismillah. Allahumma
saydinna muhammmad wa alaali saydinna muhammad
Dari uraian diatas, diketahui bahwa kafoluku meruakan kegiatan
memasukan para gadis pingit kedalam kamar atau bilik pingit. Namun sebelum
dimandikan dengan dua jenis air yang telah dibacakan doa oleh tokoh adat laki-
Tuhan penguasa alam. Disamping itu, pada kegiatan kafoluku ini juga makanan
yang akan dimakan oleh para gadis yang akan dipingit juga dibacakan doa
kakunsi oleh tokoh adat agar para gadis tidak buang air besar selama dalam
pingitan. Hal ini menunjukan bahwa masyarakat Muna sangat meyakini akan
filosofi religi. Untuk itu, tradisi karia memiliki nilai yang dapat diketahui oleh
yang baik akan didapat dan hal-hal yang buruk dapat dicegah dengan berdoa
kepada Tuhan”.
Selanjutnya, La Dini juga mengatakan bahwa : “nilai religius dalam
kafoluku ini dapat dilihat dari doa-doa yang dibaca oleh tokoh adat pada saat
memandikan para peserta karia, dan doa ketika akan memberikan makan
kepada para gadis. diyakini bahwa dengan berdoa hal-hal yang baik akan
b) Kabhansule
posisi para gadis yang dikaria. Hal ini sesuai dengan pernyataan Asmi bahwa :
waktu pertama, maka yang pada awalnya posisi kepala berada disebelah barat,
c) Kabhalengka
d) Kafosampu
adalah kafosampu. Kafosampu yakni proses pemindahan peserta karia dari atas
rumah ke panggung yang dilakukan pada malam harinya. Hal ini sesuai dengan
Pada hari terakhir saat menjelang magrib para gadis pingitan siap
dikeluarkan dari ruang pingitan ketempat tertentu yang disebut bhawono
Koruma (panggung). Pada waktu mereka diantar ke panggung tidak
boleh injak tanah selama perjaanan menuju panggung yang dikariya tidak
boleh membuka mata. Di depan Bhawano koruma telah menunggu
gadis-gadis lain yang telah di pilih dan di beri tanggung jawab duduk
berjejer dalam keadaan bersimpuh. Jumlahnya tergantung jumlah peserta
yang dipingit, gadis- gadis itu harus yang masih hidup kedua orang
tuannya. Mereka memegang sulutaru (semacam pohon terang yang
terbuat dari kertas warna- warni dan di puncaknya di pasangkan lilin
yang menyala)
e) Katandano wite
pada saat peserta yang dikaria (dipingit) sudah sampai dipanggung, maka
oleh Imam kepada para peserta karia. Sebagaimana pernyataan Yasni bahwa:
para gadis yang dipingit dimulai dari dari ubun-ubun turun ke dahi dengan
menggambarkan huruf Alif. Huruf alif merupakan rahasia tuhan yang tersimpul
pada manusia
huruf alif ini sebagai isyarat bahwa mereka telah diisi secara
dan pengenalan diri secara utuh. menjadi simpul dari ungkapan: “rahasia
Tuhan ada pada manusia, rahasia manusia ada pada Tuhan, rahasia laki-
laki ada pada perempuan dan rahasia perempuan ada pada laki-laki.
f) Linda
Setelah acara katandano wite selesai dilakukan oleh Imam, maka acara
masyarakat Muna yang merupakan salah satu bagian dari tahapan karia.
Pementasan tari Linda dimulai oleh pomantoto sebagai penari pembuka yang
disusul putri tuan rumah atau putri sulung dan selanjutnya putri-putri peserta
yang kemudian disusul oleh peserta karia secara berurutan yang dimulai dari
puteri tuan rumah dan seterusnya disusul oleh peserta yang lain secara
Ketika tarian linda akan dilakukan, terlebih dahulu dibuka oleh tokoh
adat, lalu putri tuan rumah menyusul puteri-puteri lain sesuai urutan
duduknya. Gerakan awal tarian ini yaitu dengan berlego (melenggang),
kemudian kedua tangan mengambil selendang yang melilit dileher dan
dipindahkan ke sebelah kiri, laksana orang sedang memetik sesuatu
bersamaan dengan gerakan kaki gerakan kaki yang digesekkan ke kiri
sambil mengayunkan kaki kanan ke arah kanan dengan perhitungan tiga
dan dibalas dengan kaki kiri dengan perhitungan empat begitupun
sebaliknya. Variasi-variasi gerakan terjadi pada saat pertukaran tempat,
permainan selendang dan lainnya. Keseluruhan gerakan terdiri atas empat
belas macam gerakan. Kemudian gerakan penutup yakni kedua tangan
digerakan ke sebelah kiri seperti orang yang sedang memetik buah lalu
kaki kiri digerakan ke kiri, kaki kanan diayunkan ke kanan, dengan
perhitungan satu dibalas dengan kiri pada perhitungan kedua.
Selanjutnya, pada hitungan ke tiga diganti dengan kaki kanan dan
seterusnya sampai pada hitungan keempat. Pada bagian akhir kedua
tangan melepaskan lilitan selendang dan disandang ke bahu sebelah
kanan.
Nilai yang terkandung dalam tarian linda dalam proses karia ini adalah
Tari linda memiliki estetika, dimana gerakan kaki dan tangan yang
g) Kahapui
acara ritual pemotongan pisang yang telah ditanam atau disiapkan di depan
Dini bahwa :
3. Penutup
a) Kaghorono bhansa
acara ini, bhansa (mayang) dan semua kotoran selama pigitan dihanyutkan ke
Dalam proses pingitan atau karia pada masyarakat Muna dikenal istilah
kaghorono bhansa (pembuangan mayang) sebagai tahap akhir dari
rangkaian acara karia. Kahgorono bhansa merupakan prose membuang
mayang dan kotoran-kotoran selama pingitan berlangsung. Biasanya
tahapan ini dilakukan pada hari berikutnya atau dapat dilakukan pada
hari lain. Pembuangan ini menandakan bahwa segala etika buruk yang
melekat pada perempuan yang dikaria akan pergi bersama mayang.