Anda di halaman 1dari 20

Endapan Mineral Industri

Endapan mineral (bahan tambang ) merupakan salah satu kekayaan alam yang

berpengaruh dalam perekonomian nasional. Oleh karena itu upaya untuk mengetahui

kuantitas dan kualitas endapan mineral itu hendaknya selalu diusahakan dengan

tingkat kepastian yang lebih tinggi, seiring dengan tahapan eksplorasinya. Semakin

lanjut tahapan eksplorasi, semakin besar pula tingkat keyakinan akan kuantitas dan

kualitas sumber daya mineral dan cadangan.

Bahan galian industri (mineral industri) adalah batuan atau mineral-mineral

yang bermanfaat untuk kepentingan manusia dan tidak termasuk kedalam bahan

galian logam, batubara, batu mulia, maupun migas dan panas bumi. Menurut

Madiadipoera, dkk. (1990), bahan galian industri dapat dibagi menjadi beberapa

kelompok, yaitu:

1. Bahan Galian Industri (BGI) yang berkaitan dengan batuan sedimen

• Terkait dengan batuan karbonat

• Batugamping

• Dolomit

• Kalsit

• Batukeprus

• Fosfat

• Oniks

• Gips
• Rijang

• Tidak terkait dengan batuan karbonat

• Bentonit

• Fireclay

• Ballclay

• Zeolit

• Felspar

• Yodium

• Doatomea

• Mangan

2. BGI yang terkait dengan batuan vulkanik

• Perlit

• Obsidian

• Batuapung

• Belerang

• Opal kalsedon

• Kayu terkersikan

• Tras

• Pasir vulkanik

• Batuan trakit, andesit, dan basalt


3. BGI yang terkait dengan batuan plutonik

• Granit dan granodiorit

• Gabro dan peridotit

• Alkali felspar

• Mika

• Asbes

4. BGI yang terkait dengan endapan residual dan placer

• Lempung

• Kaolin

• Pasir kuarsa

• Sirtu

5. BGI yang terkait dengan proses hidrotermal

• Gypsum

• Talk

• Magnesit

• Barit

• Firofilit

• Toseki

• Kaolin
6. BGI yang terkait dengan batuan metamorf

• Marmer

• Batusabak

• Kuarsi

• grafit

Berdasarkan tahapan eksplorasi, yang menggambarkan pula tingkat keyakinan

akan potensinya, dilakukan usaha pengelompokan atau klasifikas sumber daya

mineral dan cadangan. Dasar atau kriteria klasifikasi di sejumlah negara terutama

adalah tingkat keyakinan geologi dan kelayakan ekonomi. Hal ini dipelopori oleh US

Bureau of Mines dan US Geological Survey (3), yang hingga sekarang masih dianut

oleh negara-negara dengan industri tambang yang penting seperti Australia

(2), Amerika Serikat (1), Kanada dan lain-lain. Negara-negara tersebut mengikuti

klasifikasi cadangan terbukti (proven) dan terkira (probable) dari Securitas dan

Exchange Commision di Amerika Serikat (4). Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)

dalam hal ini Dewan Ekonomi dan Sosial (Economic and Social Council) telah

menyusun usulan klasifikasi cadangan dan sumberdaya mineral yang sederhana dan

mudah dimengerti oleh semua pihak (5). Selain kriteria tersebut di atas, PBB juga

menggunakan ekonomi pasar (market economy) sebagai salah satu kriterianya.

Di Indonesia, masalah yang ada adalah belum terwujudnya klasifikasi sumber daya

mineral dan cadangan yang baku sehingga berbagai pihak baik instansi pemerintah

maupun perusahaan pertambangan menggunakan klasifikasi secara sendiri-sendiri,


klasifikasi yang dianggap paling sesuai dengan sifat-sifat endapan mineralnya dan

kebijakasanaan yang ada di perusahaan tersebut. Akibatnya adalah pernyataan

mengenai kuantitas dan kualitas sumber daya mineral atau cadangan sering

menimbulkan kerancuan.

Keterdapatan Mineral (MineralOccurrence) adalah suatu indikasi pemineralan

(Mineralization) yang dinilai untuk dieksplorasi lebih jauh. Istilah keterdapatan

mineral tidak ada hubungannya dengan ukuran volume/tonase atau kadar / kualitas,

dengan demikian bukan bagian dari suatu Sumber Daya Mineral.

Endapan Mineral (Mineral Deposit) adalah longgokan (akumulasi) bahan tambang

berupa mineral atau batuan yang terdapat di kerak bumi yang terbentuk oleh proses

geologi tertentu, dan dapat bernilai ekonomis.

Keyakinan Geologi (GeologicalAssurance) adalah tingkat keyakinan

mengenai endapan mineral yang meliputi ukuran, bentuk, sebaran, kuantitas dan

kualitasnya sesuai dengan tahap eksplorasinya. Tingkat Kesalahan (Error

Tolerance)adalah penyimpangan kesalahan baik kuantitas maupun kualitas sumber

daya mineral dan cadangan yang masih bisa diterima sesuai dengan tahap eksplorasi.

Kelayakan Tambang (Mine Feasibility) adalah tingkat kelayakan tambang dari suatu

endapan mineral apakah layak tambang atau tidak berdasarkan kondisi ekonomi,

teknologi, lingkungan, sosial serta peraturan/perundang-undangan atau kondisi lain

yang berhubungan pada saat itu.


Tahap eksplorasi (Exploration Stages)adalah urutan penyelidikan geologi

yang umumnya dilaksanakan melalui 4 tahap sebagai berikut : Survai tinjau,

Prospeksi, Eksplorasi Umum dan Eksplorasi Rinci. Tujuan penyelidikan geologi ini

adalah untuk mengidentifikasi pemineralan (mineralization), menentukan ukuran,

bentuk, sebaran, kuantitas dan kualitas dari pada suatu endapan mineral untuk

kemudian dapat dilakukan analisa/kajian kemungkinan dilakukannya investasi.

Survei Tinjau (Reconnaissance) adalah tahap eksplorasi untuk

mengidentifikasi daerah-daerah yang berpotensi bagi keterdapatan mineral pada skala

regional terutama berdasarkan hasil studi geologi regional, di antaranya pemetaan

geologi regional, pemotretan udara dan metoda tidak langsung lainnya, dan inspeksi

lapangan pendahuluan yang penarikan kesimpulannya berdasarkan ekstrapolasi.

Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi daerah-daerah anomali atau mineralisasi

yang prospektif untuk diselidiki lebih lanjut. Perkiraan kuantitas sebaiknya hanya

dilakukanapabila datanya cukup tersedia atau ada kemiripan dengan endapan lain

yang mempunyai kondisi geologi yang sama. Prospeksi (Prospecting) adalah tahap

eksplorasi dengan jalan mempersempit daerah yang mengandung endapan mineral

yang potensial. Metoda yang digunakan adalah pemetaan geologi untuk

mengidentifikasi singkapan, dan metoda yang tidak langsung seperti studi geokimia

dan geofisika. Paritan yang terbatas, pemboran dan pencontohan mungkin juga

dilaksanakan. Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi suatu endapan mineral yang

akan menjadi target eksplorasi selanjutnya. Estimasi kuantitas dihitung berdasarkan

interpretasi data geologi, geokimia dan geofisika.


Eksplorasi Umum (General Exploration) adalah tahap eksplorasi yang

merupakan deliniasi awal dari suatu endapan yang teridentifikasi. Metoda yang

digunakan termasuk pemetaan geologi, pencontohan dengan jarak yang lebar,

membuat paritan dan pemboran untuk evaluasi pendahuluan kuantitas dan kualitas

dari suatu endapan. Interpolasi bisa dilakukan secara terbatas berdasarkan metoda

penyeledikan tak langsung. Tujuannya adalah untuk menentukan gambaran geologi

suatu endapan mineral berdasarkan indikasi sebaran, perkiraan awal mengenai

ukuran, bentuk, sebaran, kuantitas dan kualitasnya. Tingkat ketelitian sebaiknya dapat

digunakan untuk menentukan apakah studi kelayakan tambang dan eksplorasi rinci

diperlukan.

Eksplorasi Rinci (Detailed Exploration) adalah tahap eksplorasi untuk

mendeliniasi secara rinci dalam 3-dimensi terhadap endapan mineral yang telah

diketahui dari pencontohan singkapan, paritan, lubang bor, shafts dan terowongan.

Jarak pencontohan sedemikian rapat sehingga ukuran, bentuk, sebaran , kuantitas dan

kualitas dan ciri-ciri yang lain dari endapan mineral tersebut dapat ditentukan dengan

tingkat ketelitian yang tinggi. Uji pengolahan dari pencontohan ruah (bulk sampling)

mungkin di perlukan. Pengkajian Kelayakan Tambang (Mine Feasibility Assessment)

Laporan Penambangan (Mining Report) adalah dokumentasi mutakhir mengenai

pengembangan dan penambangan suatu endapan mineral termasuk rencana-rencana

penambangan mutakhir. Dalam laporan telah di perhitungkan kuantitas dan kualitas

mineral yang diekstrasi, adanya perubahan harga dan biaya, perkembangan teknologi

terkait, peraturan untuk masalah lingkungan dan peraturan lainnya serta data
eksplorasi yang dilaksanakan bersamaan dengan penambangan. Laporan tersebut

memberikan status mutakhir mengenai sumber daya mineral dan cadangan secara

rincian dan tepat. Layak Tambang adalah keadaan yang menunjukkan bahwa

berdasarkan faktor-faktor dalam studi kelayakan tambang telah memungkinkan

endapan mineral dapat ditambang secara ekonomik. Belum Layak Tambang adalah

keadaan yang menunjukan bahwa salah satu atau beberapa faktor dalam studi

kelayakan tambang belum mendukung dilakukannya penambangan. Bila faktor

tersebut telah mendukungnya, maka sumberdaya mineral dapat berubah menjadi

cadangan.

Sumber Daya Mineral Hipotetik (Hypothetical Mineral Resource) adalah

sumber daya mineral yang kuantitas dan kualitasnya diperoleh berdasarkan perkiraan

pada tahap Survai Tinjau. Sumber Daya Mineral Tereka (Inferred Mineral Resource)

adalah sumber daya mineral yang kuantitas dan kualitasnya diperoleh berdasarkan

hasil tahap Prospeksi. Sumber Daya Mineral Terunjuk (Indicated Mineral Resource)

adalah sumber daya mineral yang kuantitas dan kualitasnya diperoleh berdasarkan

hasil tahap Eksplorasi Umum.

Sumber Daya Mineral Terukur (Measured Mineral Resource) adalah sumber

daya mineral yang kuantitas dan kualitasnya diperoleh berdasarkan hasil tahap

Eksplorasi Rinci. Cadangan Terkira (Probable Reserve) adalah sumber daya mineral

terunjuk dan sebagian sumberdaya mineral terukur yang tingkat keyakinan

geologinya masih lebih rendah, yang berdasarkan studi kelayakan tambang semua

faktor yang terkait telah terpenuhi, sehingga penambangan dapat dilakukan secara
ekonomik Cadangan Terbukti (Proved Recerve) adalah sumber daya mineral terukur

yang berdasarkan studi kelayakan tambang semua faktor yang terkait telah terpenuhi,

sehingga penambangan dapat dilakukan secara ekonomik.

Survey dengan cara-cara standar Penyelidikan secara geofisika dilakukan untuk

mengetahui tentang penyebaran bahan geofisika dilakukan untuk mengetahui tentang

penyebaran endapan bahan galian secara mendatar, cara geosifika yang dilakukan itu

adalah sebagai berikut :

a) Untuk Mencari Logam Setelah cara geofisika dilakukan, maka tergantung pada

endapan yang akan diselidiki baru dilakukan penyelidikan secara geofisika. Untuk

mineral logam sulfida, biasanya dilakukan penyelidikan cara potensian diri, tahanan

jenis dan polarisasi terimbas. Kadang-kadang juga dilakukan penyelidikan cara

magnet untuk mengetahui penyebaran alterasi dan batuan lain yang mengintrusi.

Demikian juga cara gaya berat untuk mengetahui struktur geologi. Sedangkan untuk

mineral logam oksida dilakukan penyelidikan geofisika cara magnet dan cara gaya

berat.

b) Untuk Survey Mineral Industri dan Batubara Survey cara geofisika tidak banyak

dipakai dalam mencari atau melokaslisasi endapan mineral industri atau batubara,

sebab tidak begitu sulit seperti endapan mineral logam. Penyebaran endapan-endapan

ini cukup luas. Pada masa-masa akhir ini, karena diperkirakan sebelum melakukan

pengeboran eksplorasi cara geofisika lebih mudah, maka cara geofisika juga

dilakukan. Yang banyak dilakukan adalah cara tahanan jenis untuk mengetahui tebal

lapisan, seperti kaolin, pasir kuarsa dan batubara. Selain tahanan jenis juga dipakai
cara seismik dangkal untuk menentukan tebal lapisan. Pada survey batubara juga

dipakai penyelidikan penampang geofisika (loging), seperti loging tahanan jenis,

loging radioaktif, loging potensial dan loging caliper untuk menentukan bentuk

penampang lubang bor, jadi setelah pengeboran dikerjakan.

c) Untuk Survey Minyak Bumi dan Gas Alam serta Panas Bumi. Oleh karena

penyelidikan minyak bumi dan gas alam berhubungan erat dengan bentuk struktur

geologi, maka penyelidikan geofisika sangat diperlukan sekali. Sedangkan pada

penyelidikan panas bumi, yang juga banyak hubungannya dengan struktur dan jenis

lapisan tempat uap panas bumi didapat, maka cara penyelidikan geofisika yang

dipakai adalah cara gaya berat dan cara tahanan jenis. Sekarang ini sedang

dikembangkan pula cara porarisasi terimbas.

d) Eksplorasi Endapan Mineral Industri dan Bahan Bangunan

Eksplorasi endapan bahan galian ini dibandingkan dengan endapan mineral logam,

lebih sederhana. Hal ini disebabkan adanya penyebaran endapan ini yang luas dan

formasinya tidak sulit. Dengan demikian penentuan cadangan dan mutunya tidak

begitu sulit seperti mineral logam. Sebagai contoh endapan bauan beku atau intrusi

batuan andesit atau batugamping, pasir, lempung dsb.

e) Eksplorasi Endapan Mineral Logam. Eksplorasi endapan mineral logam tidak

sesederhana seperti mineral industri, hal ini disebabkan terjadinya mineral logam

tidak teratur. Sebagai contoh ada yang berbentuk orok (dike), urat atau tersebar

(disseminated).
f) Cara-Cara Penentuan Cadangan Dan Mutu Endapan Bahan Galian. Menentukan

cadangan suatu endapan bahan galian, perlu ada pembuktian yang dapat dilihat. Oleh

karena endapan bahan galian pada umumnya terletak dibawah permukaan, maka

untuk pembukitan itu diperlukan : Pengeboran,Pembuatan sumur uji dan parit

(Trenches), Pembuatan terowongan explorasi, sebelum dilakukan kegiatan tersebut di

atas, perlu memahami dulu bentuk endapan itu dari hasil pemetaan geologi,

penafsiran geologi, geokimia dan geofisika terperinci.

Penggolongan bahan galian industri berdasarkan atas asosiasi dengan batuan

tempat terdapatnya, dengan mengacu pada Tushadi dkk [1990, dalam Sukandarumidi,

1999] adalah sebagai berikut:

A. Kelompok I : BGI yang berkaitan dengan Batuan Sedimen. Kelompok ini

dapat dibagi menjadi : Sub Kelompok A : BGI yang berkaitan dengan batugamping :

Batugamping, dolomit, kalsit, marmer, oniks, Posfat, rijang, dan gipsum. Sub

Kelompok B : BGI yang berkaitan dengan batuan sedimen lainnya : bentonit, ballclay

dan bondclay, fireclay, zeolit, diatomea, yodium, mangan, felspar.

B. Kelompok II, BGI yang berkaitan dengan batuan gunung api : obsidian, perlit,

pumice, tras, belerang, trakhit, kayu terkersikkan, opal, kalsedon, andesit dan basalt,

paris gunung api, dan breksi pumice.


C. Kelompok III, BGI yang berkaitan dengan intrusi plutonik batuan asam &

ultra basa : granit dan granodiorit, gabro dan peridotit, alkali felspar, bauksit, mika,

dan asbes

D. Kelompok IV, BGI yang berkaitan dengan batuan endapan residu & endapan

letakan : lempung, pasir kuarsa, intan, kaolin, zirkon, korundum, kelompok kalsedon,

kuarsa kristal, dan sirtu

E. Kelompok V, BGI yang berkaitan dengan proses ubahan hidrotermal : barit,

gipsum, kaolin, talk, magnesit, pirofilit, toseki, oker, dan tawas.

F. Kelompok VI, BGI yang berkaitan dengan batuan metamorf : kalsit, marmer,

batusabak, kuarsit, grafit, mika dan wolastonit.

Maka sebagian besar bahan galian industri termasuk bahan galian tidak

termasuk a atau b atau lebih dikenal sebagai Golongan C yang juga sering disebut

bahan galian industri dan di lingkungan Departemen Energi dan Sumber Daya

Mineral termasuk dalam Mineral Non Logam, yang di dalamnya termasuk batuan.

Definisi di atas sekarang ini sudah tidak tepat lagi, karena dengan semakin

berkembangnya teknologi industri manufaktur menuntut produk-produk bahan galian


industri sebagai bahan baku yang mempunyai spesifikasi tertentu (uniform berderajad

tinggi), yang untuk memperolehnya kadang-kadang memerlukan proses pengolahan

yang panjang dan komplek. Demikian pula dengan batas-batas bahan galian industri

sangat sukar ditetapkan, sebagai contoh, bahan galian kromit, zirkon, bauksit,

mangan, dan tanah jarang yang merupakan bahan galian logam, namun dapat pula

diklasifikasikan sebagai bahan galian industri bila produknya berbentuk mineral yang

telah diolah dan digunakan langsung sebagai bahan baku dalam industri manufaktur.

Dalam industri manufaktur dan konstruksi, peranan bahan galian industri sebagai

bahan baku sangat penting, yang pada umumnya berfungsi untuk memperbaiki mutu

ataupun untuk memperoleh produk akhir dengan spesifikasi tertentu. Tidak sama

halnya dengan bahan galian logam, dalam bahan galian industri tidak dikenal adanya

proses daur-ulang dari produk padat mineral (kecuali gelas), serta tidak ada bahan

substitusi selain di antara bahan galian itu sendiri. Oleh karena itu pemerintah dalam

hal ini Departemen Energi Dan Sumber Daya Mineral sedang mengajukan Undang-

Undang mengenai pengaturan Mineral dan Batubara, yang masih berupa konsep dan

sudah diajukan ke DPR, dengan terbitnya undang-undang tersebut diharapkan

penggolongan bahan galian akan sesuai dengan perkembangan teknologi dan industri

yang menggunakan bahan baku bahan galian non logam.

Di Indonesia secara geologi mineral non logam (bahan galian industri)

terdapat dalam semua formasi batuan, mulai dari formasi batuan berumur Pra-Tersier

sampai Kuarter, baik yang berasosiasi dengan batuan beku dalam dan batuan
volkanik maupun berasosiasi dengan batuan sedimen dan batuan malihan. Mineral

non logam sangat erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari, bahkan dapat

dikatakan bahwa manusia hidup tidak terlepas dari bahan galian itu. Dengan kata lain

bahwa mineral non logam sebenarnya sangat vital bagi kehidupan manusia, hampir

semua peralatan rumah tangga, gedung, bangunan air, obat, kosmetik, alat tulis dan

gambar, barang pecah belah dan lain-lain, dibuat langsung atau dari hasil pengolahan

bahan galian tersebut Sebenarnya mineral non logam tersebar luas di Indonesia,

namun pengelolaannya belum berkembang sebagai mana mestinya. Meskipun

demikian pengelolaan bahan galian industri di Indonesia mengalami kemajuan cukup

pesat. Hal ini sejalan dengan kemudahan dan kebijaksanaan Pemerintah dalam

menggalakkan pemanfaatan mineral non logam, baik untuk memenuhi kebutuhan

dalam negeri maupun untuk komoditi ekspor non-migas, sudah banyak pengusahaan

mineral non logam yang memberikan sumbangan besar bagi pembangunan nasional,

seperti: industri semen, walaupun industrinya masih banyak terkonsentrasi di Pulau

Jawa, yaitu: PT Semen Gresik, Indocement, Semen Kujang, Semen Cibinong

(HOLCIM),dan Semen Nusantara; di Pulau Kalimantan: Indo-Kodeco, patungan

Indonesia Korea; di Pulau Sulawesi: Semen Tonnasa dan Bosowa; di Pulau

Sumatera: Semen Padang, Baturaja dan Semen Andalas (kena bencana tsunami,

Aceh) dan Pulau Timor: Semen Kupang. Industri lainnya yang banyak membantu

pembangunan nasional adalah dengan bahan baku mineral non logam adalah: industri

keramik, industri agregat batuan untuk kontruksi, dari skala kecil sampai skala besar.

Serta masih banyak lagi industri, yang mempergunakan bahan baku mineral non

logam.
Dengan terbitnya UU No.22/1999 tentang Pemerintah Daerah dan Peraturan

Pemerintah No.25/1999 tentang kewenangan pemerintah dan kewenangan pemerintah

daerah sebagai daerah otonom, maka daerah memiliki kewenangan untuk mengelola

sumber daya alam agar dapat mempercepat pembangunan ekonomi daerah yang

efektif dan kuat dengan memberdayakan pelaku dan potensi ekonomi yang tentunya

dalam rangka memberikan manfaat yang lebih luas kepada masyarakat dan

pemerintah daerah. Dalam rangka nilai manfaat pertambangan secara keseluruhan

dan menghindari tumpang tindih lahan, lingkungan dan banyak hal lainnya,

pemerintah mengeluarkan UU No 4 tahun 2009, Tentang Pertambangan Mineral dan

Batubara, yang merupakan penyempurnaan UU No 11 tahun 1967. Pada BAB VI

Pasal 34, Usaha pertambangan :

(1) dikelompokkan atas: a. pertambangan mineral; dan b. pertambangan batubara.

atau Minerba

(2) Pertambangan mineral sebagaimana dimaksud pada ayat[1] huruf a digolongkan

atas: a. pertambangan mineral radioaktif; b. pertambangan mineral logam; c.

pertambangan mineral bukan logam; dan d. pertambangan batuan.


(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan suatu komoditas tambang ke dalam

suatu golongan pertambangan mineral sebagaimana dimaksud pada ayat [2] diatur

dengan peraturan pemerintah.

Dalam PP No 23 Tahun 2010 dijelaskan mineral bukan logam meliputi intan,

korundum, grafit, arsen, pasir kuarsa, fluorspar, kriolit, yodium, brom, klor, belerang,

fosfat, halit, asbes, talk, mika, magnesit, yarosit, oker, fluorit, ball clay, fire clay,

zeolit, kaolin, feldspar, bentonit, gipsum, dolomit, kalsit, rijang, pirofilit, kuarsit,

zirkon, wolastonit, tawas, batu kuarsa, perlit, garam batu, clay, dan batu gamping

untuk semen, dan batuan meliputi pumice, tras, toseki, obsidian, marmer, perlit, tanah

diatome, tanah serap (fullers earth), slate, granit, granodiorit, andesit, gabro, peridotit,

basalt, trakhit, leusit, tanah liat, tanah urug, batu apung, opal, kalsedon, chert, kristal

kuarsa, jasper, krisoprase, kayu terkersikan, gamet, giok, agat, diorit, topas, batu

gunung quarry besar, kerikil galian dari bukit, kerikil sungai, batu kali, kerikil sungai

ayak tanpa pasir, pasir urug, pasir pasang, kerikil berpasir alami (sirtu), bahan

timbunan pilihan (tanah), urukan tanah setempat, tanah merah (laterit), batu gamping,

onik, pasir laut, dan pasir yang tidak mengandung unsur mineral logam atau unsure

mineral bukan logam dalam jumlah yang berarti ditinjau dari segi ekonomi

pertambangan. Potensi bahan galian industri (mineral non logam) hampir dijumpai di

semua wilayah Indonesia, dari jenis komoditinya mungkin lebih dari 100 jenis,
dengan waktu kurang lebih 3-4 jam, baik itu berupa ceramah umum dan diskusi

sangat sulit untuk dapat memahami keseluruhan mengenai mineral non logam, untuk

itu bahan diklat dibuat secara ringkas, tanpa mengabaikan tujuan dari diklat ini, yaitu

peserta (aparatur pemda) memiliki kompetensi dalam evaluasi laporan eksplorasi

untuk pelaksanaan tugas fungsinya.

Acuan Evaluasi Pemetaan bahan galian non logam ini mengacu pada :

1. SNI 13-4688-1998, Penyusunan peta sumber daya mineral, batubara dan Gambut

2. SNI 13-4691-1998, Penyusunan peta geologi

3. SNI 13-4726-1998, Klasifikasi sumber daya mineral dan cadangan

4. SNI 13-6606-2001, Tatacara penyusunan laporan eksplorasi bahan galian

5. SNI 13-6676-2002, Evaluasi laporan penyelidikan umum dan eksplorasi bahan

galian

6. Pedoman umum tata laksana kegiatan lapangan di lingkungan Direktorat

Inventarisasi Sumber Daya Mineral

7. Pedoman teknis inventarisasi sumber daya mineral, batubara dan bitumen padat

8. Pedoman teknis basis data sumber daya mineral non logam


Berikut Keterdapatan Mineral Industri pada daerah Indonesia :

Timah

Tambang timah terdapat di Bangkinang, Riau, Dabo, Pulau Singkep Manggar,

Pulau Belitung, Sungai Liat, Pulau Bangka, Pabrik pelabuhan bijih timah terdapat di

Muntok (Pulau Belitung).

Nikel

Terdapat di sekitar Danau Matana, Danau Towuti dan di Kolaka. Dapat

digunakan dalam baja tahan karat dalam pipa tekanan tinggi yaitu pada bagian

automotif dan mesin.Nikel banyak terdapat di Kalimantan Barat, Maluku, Papua,

Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Tenggara.

Bauksit

Bauksit adalah bahan baku almunium. Tambang bauksit terdapat di pulau

Bintan (Riau) dan Singkawang (Kalimantan Barat). Selain itu, terdapat pula di

Kalimantan Tengah.

Mangan

Tambang mangan terdapat di Kliripan (DI Yogyakarta) dan Tasikmalaya

(Jawa Barat). Tambang mangan juga terdapat di Lampung, Maluku, NTB dan

Sulawesi Utara.
Tembaga

Tambang tembaga terdapat di :

Cikotok : JawaBarat

Kompara : Papua

Sangkarapi : Sulawesi Selatan

Tirtamaya : Jawa Tengah

Perak, Ag

Tempat ditemukan : Irian Jaya

Sistem Kristal : Isometrik.

Warna : Putih – Perak

Goresan : Coklat, atau abu-abu sampai hitam.

Belahan dan Pecahan : Tak – ada

Kekerasan : 2,5 – 3.

Berat Jenis : 10,5.

Intan

Tempat Ditemukan : Martapura, Kalimantan


Emas

Tempat ditemukan : Sulida, Sumatra Barat

Marmer

Tambang marmer terdapat di Besok, daerah Wijak, Tulungagung (Jawa

Timur). Tambang marmer juga terdapat di DI Yogyakarta, Lampung, Papua dan

Sumatra Barat.

Sumber : http://learnmine.blogspot.co.id/2013/05/penggolongan-bahan-galian-

industri.html

Anda mungkin juga menyukai