Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH KIMIA BAHAN GALIAN

TEKNIK EKSPLORASI

DISUSUN OLEH

1. FATIMATUZZUHRO (E1M016022)

2. MAWADDATUN WARAHMAH (E1M016038)

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MATARAM

2020
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang mempunyai potensi sumber daya

alam yang besar, salah satu di antaranya yang mempunyai potensi untuk dimanfaatkan

adalah sumber daya mineral logam. Sebagai negara yang sedang membangun di segala

bidang, tentu saja potensi sumber daya mineral logam sangat dibutuhkan agar

pembangunan tersebut dapat berjalan dengan sempurna. Untuk mencapai keinginan

tersebut diperlukan dukungan dari ketersediaan dan akses terhadap kekayaan atau potensi

sumber daya mineral logam di Indonesia. Demikian pula peningkatan permintaan dan

pemanfaatan mineral di tingkat dunia mendorong negara-negara produsen mineral

(termasuk Indonesia) untuk mengevaluasi potensi endapan mineral bersekala nasional

sebagai dasar dari kebijakan nasional di bidang eksplorasi dan eksploitasi mineral.

Sebagai suatu industri yang padat modal, padat teknologi, dan padat sumber daya,

serta mengandung resiko yang tinggi, maka industry pertambangan menjadi hal yang

sangat unik dan membutuhkan usaha yang lebih untuk dapat menghasilkan sesuatu yang

positif dan menguntungkan. Banyaknya disiplin ilmu dan teknologi yang terlibat di dalam

industri ini mulai dari geologi, eksplorasi, pertambangan, metalurgi, mekanik dan elektrik,

lingkungan, ekonomi, hukum, manajemen, keuangan, sosial budaya, dan komunikasi,

sehingga menjadikan industri ini cukup kompleks. Karena yang menjadi dasar dalam

perencanaan aktivitas pada industri pertambangan adalah tingkat kepastian dari

penyebaran endapan, geometri badan bijih (endapan), jumlah cadangan, serta kualitas,

1
maka peranan ilmu eksplorasi menjadi hal yang sangat penting sebagai awal dari seluruh

rangkaian pekerjaan dalam industri pertambangan.

Kegiatan eksplorasi sumber daya mineral, batubara, dan sumber daya geologi

lainnya sangat tergantung pada permintaan, harga komoditi mineral di pasar

internasional, harga produk olahan mineral, kondisi geologi suatu daerah/negara,

perkembangan teknologi (eksplorasi dan pasca eksplorasi, teknologi pemurnian), modal,

faktor-faktor situasi politik, kepastian hukum suatu negara, dan faktor eksternal lainnya

yang sangat sukar diperhitungkan. Agar kegiatan eksplorasi dapat terencana, terprogram,

dan efisien, maka dibutuhkan pengelolaan kegiatan eksplorasi yang baik dan terstruktur.

Untuk itu dibutuhkan pemahaman konsep eksplorasi yang tepat dan terarah oleh para

pelaku kegiatan eksplorasi, khususnya yang meliputi disiplin ilmu geologi dan eksplorasi

tambang.

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan maslah dalam kegiatan ini adalah:

1. Apa yang dimaksud dengan teknik eksplorasi?

2. Bagaimana tahapan dalam teknik eksplorasi?

3. Bagaimana menentukan kualitas vontoh batuan?

4. Bagaimana cara pengolahan bahan galian industri?

C. Tujuan Pembahasan

Adapun tujuan dalam kegiatan ini adalah:

1. Untuk mengetahui maksud teknik eksplorasi

2. Untuk mengetahui tahapan dalan teknik eksplorasi

3. Untuk mengetahui cara menentukan kualitas contoh batuan

2
4. Untuk mengetahui cara pengolahan bahan galian industri

3
BAB II

ISI

A. Pengertian Teknik Eksplorasi

Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) eksplorasi adalah penjelajahan

lapangan dengan tujuan memperoleh pengetahuan lebih banyak tentang keadaan, terutama

sumber-sumber alam yang terdapat di tempat itu.

Menurut situs Wikipedia berbahasa Indonesia (id.wikipedia.org) eksplorasi adalah

tindakan atau mencari atau melakukan perjalanan dengan tujuan menemukan sesuatu;

misalnya daerah yang tak dikenal, termasuk antariksa (penjelajahan angkasa), minyak

bumi (explorasi minyak bumi), gas alam, batu bara, gua, air, ataupun informasi.

Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) eksplorasi adalah kegiatan penyelidikan

geologi yang dilakukan untuk mengidentifikasi, menemukan lokasi, ukuran, bentuk, letak,

sebaran, kuantitas dan kualitas suatu endapan bahan galian untuk kemudian dapat

dilakukan analisis/kajian kemungkinan dilakukan penambangan.

Dari ke-tiga pengertian tentang eksplorasi di atas, dapat disimpulkan bahwa Eksplorasi

adalah suatu kegiatan dari prospeksi yang meliputi pekerjaan-pekerjaan untuk mengetahui

ukuran, bentuk, posisi, kadar rata-rata dan besarnya cadangan serta “studi kelayakan” dari

endapan bahan galian atau mineral berharga yang telah diketemukan.

Sedangkan Studi Kelayakan adalah pengkajian mengenai aspek teknik dan prospek

ekonomis dari suatu proyek penambangan dan merupakan dasar keputusan investasi.

Kajian ini merupakan dokumen yang memenuhi syarat dan dapat diterima untuk

keperluan analisa bank/lembaga keuangan lainnya dalam kaitannya dengan pelaksanaan

investasi atau pembiayaan proyek. Studi ini meliputi pemeriksaan seluruh informasi

4
geologi berdasarkan laporan eksplorasi dan faktor-faktor ekonomi, penambangan,

pengolahan, pemasaran hukum/perundang-undangan, lingkungan, sosial serta faktor yang

terkait.

B. Tujuan Eksplorasi

Tujuan dilakukannya eksplorasi adalah untuk mengetahui sumber daya mineral secara

rinci, yaitu untuk mengetahui, menemukan, mengidentifikasi dan menemukan gambaran

geologi dan pemineralan berdasarkan ukuran, bentuk, sebaran, kuantitas dan kualitas

suatu endapan mineral untuk kemudian dapat dilakukan pengembangan secara ekonomis

C. Tahapan Eksplorasi

Kegiatan eksplorasi dapat dimulai setelah target endapan yang akan dieksplorasi

telah ditetapkan. Prosedur berikut merupakan prosedur umum yang diterapkan dalam

suatu program eksplorasi:

1. Melakukan pengumpulan data awal mineral dan informasi-informasi yang

berhubungan dengan mineral target, dan melakukan analisis terhadap informasi-

informasi tersebut untuk mendapatkan hubungan antar ukuran (size), keterdapatan

(sebaran), serta kadar endapan tersebut dalam beberapa kondisi geologi yang berbeda.

Informasi-informasi tersebut dapat berupa:

 Publikasi ilmiah.

 Textbook geologi/ekonomi.

 Publikasi dari badan-badan pemerintah, termasuk berupa peta-peta geologi dan

geofisika, serta laporannya.

 Data remote sensing seperti foto udara dan citra satelit.

 Data hasil survey geofisika udara

5
 Proceeding dan publikasi-publikasi teknik pada konfersi dan symposium

organisme professional.

 Jurnal teknik dan industry.

 Laporan survey yang pernah dilakukan.

 Hasil diskusi dengan kontak person dan kolegan-kolegan seprofesi.

2. Melakukan seleksi data serta membuat sintesis-sintesisnuntuk menyususn model yang

menggambarkan endapan pada beberapa kombinasi lingkungan geologi.

3. Menyusun skala prioritas berdasarkan gambaran kondisi daerah target eksplorasi.

4. Melakukan survey geologi pendahuluan dan pengambilan beberapa contoh untuk

dapat menghasilkan gambaran awal berdasarkan kriteria seleksi geologi yang telah

ditetapkan pada daerah terpilih.

5. Mencari informasi pada tambang-tambang endapan sejenis yang telah ditutup maupun

sedang beroprasi, dan mencoba menerapkannya jika mempunyai kondisi geologi yang

mirip. Jika ternyata mempunyai kondisi yang tidak sesuai, maka perlu dilakukan

modifikasi/penyesuaian.

6. Jika beberapa pendekatan memberikan hasil yang positif maka perlu disiapkan suatu

program sosialisasi dengan komunitas local, berupa transfer informasi/gambaran

mngenai kegiatan yang akan dilakukan.

7. Menyusun program dan budget eksplorasi untuk pekerjaan-pekerjaan lanjutan.

Pembagian bahan galian industry berdasarkan atas asosiasi dengan batuan tempat

terdapatnya, dengan mengacu pada Tushadi dkk (1990) adalah sebagai berikut:

 Kelompok I: Bahan Galian Industri yang berkaitan dengan Batuan sedimen. Kelompok

ini dibagi menjadi:

6
 Kelompok II: Bahan Galian Industri yang berkaitan dengan batuan gunung api.

 Kelompok III: Bahan Galian Industri yang berkaitan dengan intrusi plutonik batuan

asam dan ultra basa.

 Kelompok IV: Bahan Galian Industri yang berkaitan dengan endapan residu dan

endapan letakan.

 Kelompok V: Bahan Galian Industri yang berkaitan dengan batuan metamorf.

Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka teknik eksplorasi awal yang

ditetapkan adalah pemetaan geologi permukaan utamnya berdasarkan atas singkapan

batuan dipermukaan.

Untuk mendapatkan data geologi lebih lanjut dalam usaha untuk mengetahui

jumlah cadangan/ketebalan perlapisan dan kualitas/mutu bahan galian diperlukan

pekerjaan:

a. Pemboran inti

Tujuan utama pemboran inti adalah untuk mendapatkan contoh bahan galian

secara vertical yang berada dibawah permukaan tanah, disamping itu mengetahui

ketebalannya.

Teknik meletakkan titik lokasi pemboran inti ini agar didapatkan kedalamaan yang

maksimal dilakukan dengan bantuan peta geologi dan peta topografi. Oleh sebab itu

apabila daerah tersebut belum/tidak didapatkan peta topografi dengan skala yang

memadai, maka perlu dibuat peta topografi terlebih dahulu.

Sesuai dengan tingkat kedalaman pemboran yang diinginkan dan waktu yang

tersedia, pemboran inti dapat dilaksanakan dengan:

7
 Alat bor auger, yang dioprasikan secara manual oleh tenaga manusia. Alat ini

sesuai diterapkan apabila sasaran pemboran merupakan batuan yang lunak,

sedangkan kemampuan kedalaman pemboran sangat dangkal. Oleh sebab itu

apabila batuan yang akan dibor cukup tebal/cukup dalam maka perpindahan lokasi

pemboran secara sistematis perlu dilakukan. Suatu keuntungan dari metode ini

adalah bahwa alat bor auger mudah dilepas dari rangkaiannya sehingga dapat

diangkut dengan mudah.

 Alat bor inti yang dioprasikan dengan mesin

Alat ini sesuai diterapkan pada batuan yang lunak ataupun pada bagian yang keras.

Kemampuan membor alat ini cukup dalam, sehingga pemindahan lokasi pemboran

dapat dilakukan seminimal mungkin apabila dikehendaki pencapaian keseluruhan

pemboran yang sangat dalam. Didalam oprasinya, mengerjakan pemboran dengan

alat ini memerlukan keahlian khusus, terutama didalam memakai peralatan

pemboran inti yang dapat dilepas.

D. Contoh Kualitas Batuan

Untuk mendapatkan contoh kualitas batuan perlu dilakukan analisa-analisa sebagai

berikut:

1. Analisa petografi

Untuk analisa petografi, sampel dipreparasi dengan ukuran -16. Sampel kemudian

dicampur dengan epoxy resin lalu dibuat dalam bentuk briket. Selanjutnya permukaan

sampel dipoles secara bertahap hingga permukaannya sangat halus dan siap untuk

dianalisis. Analisi petografi menggunakan Mikroskop refleksi buatan carl Zeiss model

Axioplan dengan pembesaran total 200 – 500 kali. Mikroskop ini delengkapi dengan

8
fotometer serta filter sinar fluoresen. Kuantifikasi maseral dengan menggunkan point

counting.

2. Analisa kimia

Analisa kimia dinilai relative lebih rinci dibandingkan dengan analisa petografi.

Analisa ini bertujuan untuk mengetahui komposisi kimia (senyawa oksida) dalam

batuan. Pemeriksaan komposisi kimia dilakukan dengan prosedur sebagai berikut:

 Contoh batuan digiling hingga mencapai ukuran 100 mesh lalu dikeringkan pada

temperature 150º C dalam cawa platina, kemudian di fusing dengan Na2CO3 pada

suhu 1.000º C. tambahkan aquades dan HCl, panasi hingga kering. Ulangi

perlakuan tersebut sampai larur lalu disaring untuk penentuan kadar SiO2.

 Filtratnya untuk penentuan kadar trace elements dengan menggunakan AAS

(Atomic Absorption Spectrophotometer). Untuk kadar Calsium (Ca) dan atau

Magnesium (Mg) yang tinggi, ditentukan dengan cara Kompleksiometer. Dengan

AAS akan segera dapat diketahui nacam-macam unsur dan jumlahnya secara tepat

dan cepat.

 Perhitungan kandungan air dilakukan sebagai berikut: contoh batuan ditimbang

beratnya. Kemudian dimasukkan ke dalam oven pada temperature 100 - 105º C

maka semua air akan keluar dan menguap. Sampel tersebut kemudian ditimbang

lagi. Selisih berat yang diperoleh merupakan berat kandungan air.

 Perhitungan bahan hilang terbakar dilakukan sebagai berikut: contoh batuan

dipanaskan pada suhu 105º C dan ditimbang = a gram. Kemudian dipanaskan lagi

pada furnace sampai 1.000º C, selama 1,5 – 2 jam, dan ditimbang lagi = b gram.

Harga selisih a – b gram merupakan bahan yang hilang terbakar.

9
3. Analisa Difraktometer Sinar X

Analisa ini diperlukan untuk batuan yang sulit ditentukan jenis unsur kimianya dengan

petografi karena mempunyai butir yang sangat halus, antara lain untuk jenis

lempung/tanah liat.

4. Analisa besar butir

Analisa besar/ukuran butir dilakukan dengan mengikuti prosedur sebagai berikut:

 Ambil sampel secara acak seberat 100 gram.

 Pisahkan ukuran butir dengan cara diayak pada ayakan berjenjang. Agar hasilnya

baik pergunakan ayakan bermesin dengan waktu secukupnya.

 Sampel yang tertampung dalam setiap ayakan dengan mesh tertentu, selanjutnya

ditimbang.

 Presentase analisa ukuran butir dapat ditentukan

Catata: Analisa ukuran butir cocok untuk contoh bahan galian yang bersifat lepas

5. Analisa berat jenis

Berat jenis yang diukur pada contoh batuan adalah bulk density. Hal ini disebabkan

batuan merupakan kumpulan mineral yang masing-masing mineral mempunyai berat

jenis tersendiri. Prinsip pengukuran berat jenis sebagai berikut:

 Contoh batuan dipanaskan dalam oven pada suhu minimum 100º C supaya semua

air yang ada di dalamnya menguap, kemudian didinginkan pada suhu kamar.

 Contoh batuan ditimbang untuk mengetahui beratnya.

 Volume batuan ditentukan.

 Berat jenis batuan diperoleh dengan membagi berat dengan volume.

10
6. Pengujian kuat tekan bebas

Untuk mencegah kerusakan kontruksi akibat beban (misalnya lalu lintas), agregat

harus cukup kuat menahan tekanan.

Kuat tekan suatu bahan adalah kemampuan batuan tersebut dalam menahan beban

atau gaya tekan yang dikenakan sehingga batuan tersebut pertama kali mengalami

deformasi. Besarnya kuat tekan bebas batuan dipengaruhi oleh tekstur, mineral

penyusun, porositas maupun gesekan dengan bidang penekanan. Pada pengujian kuat

tekan bebas batuan diperlukan contoh batuan dengan bentuk tertentu yaitu dalam

bemtuk kubus atau silinder. Hal tersebut dimaksudkan agar perbedaan kuat tekan yang

terjadi pada keduanya tidak berbeda, dan kalaun ada perbedaan tersebut sangat kecil

sehingga dapat diabaikan.

Rumus kuat tekan bebas adalah kuat tekan (kg/cm2/ = besar gaya yang menekan (kg)

dibagi luas penampang yang dikenai gaya (cm2).

Cara melakukan untuk pengujian kuat tekan bebas batuan:

 Contoh dibuat bentuk kubus dengan sisi 7 – 10 cm.

 Kedua sisi yang menempel pada alat tekan dibuat lebih licin.

 Contoh dipasang pada alat penguji, pembacaan alat menunjukkan nol.

 Tekanan diberikan secara perlahan-lahan sampai contoh batuan mulai pecah,

pembacaan dilakukan pada saat batuan mengalami pecah awal.

 Nilia bsar gaya yang menekan diketahui demikian pula nilai luas penampang yang

dikenai gaya, dengan mempergunakan rumus di atas nilai Kuat tekan dapat

dihitung.

E. Pengolahan Bahan Galian Industri

11
Pengolahan bahan galian industry jauh lebih beraneka ragam dibanding dengan

bahan logam. Pengolahan bertujuan untuk meningkatkan mutu dan berbagai nilai seperti

tingkat konsentrat, kadar sesuatu unsur kimia, mutu fisik, mutu bentuk dan penampilan.

Berbagai cara pengolahan bahan galian industry dapat digambarkan table 1.

Uraian beberapa system pengolahan adalah sebagai berikut:

a. Pemurnian dengan konsentrasi

Penambangan intan yang dipisahkan dari mineral lain dilakukan dengan konsep

konsentrasi berdasarkan atas gaya berat seperti meja goyang dan alat-alat Jig.

Pemurnian feldspar mempergunakan proses gaya berat dan juga floatasi untuk

menghasilkan feldspar bermutu tinggi. Pemurnian fosfat dilakukan dengan cara

floatasi, sedangkan barit serbuk yang merupakan hasil pengolahan tailing

penambangan emas di pulau Wetar diolah dengan cyclone, classifer, filter dan

pengering (dryer).

b. Peningkatan kadar sesuatu unsur

Pengolahan belerang dapat dilakukan dengan proses penyulingan (frazer) dalam usaha

mendapatkan belerang dengan mutu tinggi.

Pemurnian pasir besi dengan memperhatikan perbedaan berat jenis dengan mineral

yang lain dan sifat kemagnitannya telah dilakukan pada penambangan pasir besi di

Cilacap.

c. Peningkatan sifat kimia

Peningkatan sifat kimia yang sudah dilakukan adalah pembakaran batu gamping untuk

mendapatkan calcium oksida. Peningkatan mutu zeolite dengan pengolahan secara

benefisiasi dan kimia ternyata telah berhasil meningkatkan nilai jualnya.

12
d. Peningkatan sifat fisika

Pengolahan kaolin untuk meningkatkan kehalusan dan keputihan dengan

pencampuran (blending) untuk mendapatkan jenis kaolin dengan mutu prima.

e. Peningkatan bentuk permukaan

Cara ini diterapkan khususnya untuk bahan bangunan dan batuan hias. Pengolahan

dapat dilakukan dengan pemotongan dan penggosokan (polishing)

Dari uraian tersebut di atas dapat disimpulkan pengolahan bahan galian dalam

usaha untuk meningkatkan mutu merupakan suatu rekayasa teknologi yang perlu

ditingkatkan. Tiap-tiap bahan galian memerlukan penanganan usaha dan teknologi yang

sesuai.

Pengolahan bahan galian industry harus memenuhi spesifikasi untuk keperluan

tertentu. Dalam pemakaian dan pasaran berbagai bahan diperlukan untuk berbagai tujuan

dengan spesifikasi yang berlainan.

Contoh Pengolahan Bahan Galian industri

Proses Pengolahan dan Pemurnian Bijih Tembaga dengan Cara Konvensional

Tembaga berwarna coklat keabu-abuan dan mempunyai struktur Kristal FCC.

Tembaga ini mempunyai sifat-sifat yang sangat baik yakni; sebagai penghantar listrik dan

panas yang baik, mampu tempa, duktil dan mudah dibentuk menjadi plat-plat atau kawat.

Bijih-bijih tembaga dapat diklasifikasikan atas tiga golongan yaitu Bijih Sulfida, Bijih

Oksida, dan Bijih murni (native)

Table 1. Mineral Tembaga Terpenting

Mineral Rumus Kimia Kandungan Tembaga


Chalcopyrite CuFeS2 34,6%
Bornite CuSFe2S3 55,6%

13
Cholcocite Cu2S 68,5%
Melactite CuCO3Cu(OH)2 57,4%
Native Copper Cu 99,99%
Herogenit Cu2O3 CuOnH2O
Ditinjau dari sifat kimianya logam-logam mempunyai oksida-oksida pembentuk

basa dan berdasarkan sifat-sifat logam terhadap oksida ini logam-logam tersebut dapat

digolongkan menjadi:

 Logam mulia, yaitu logam yang tidak dapat mengalami oksidasi, misalnya Au, Pt,

Ag, dan Hg.

 Logam setengah mulia, yaitu logam yang agak sukar teroksida, misalnya Cu.

 Logam tidak mulia, yaitu logam-logam yang dalam keadaan basa dan pada

perubahan temperature mudah teroksidasi, misalnya K, Na, Mg, Ca, Al, Zn, Fe,

Sn, Pb dan lain-lain.

Terlihat bahwa logam Cu merupakan logam setengah mulia yang agak sukar

teroksida, maka pada Tabel 1 mineral tembaga terpenting berada pada senyawa sulfide

dan hidroksida.

Proses ekstraksi logam-logam secara kimia-fisik (konvensional) biasa dilakukan

dengan metode Pyrometallurgy atau Hydrometallurgy dan pemurnian logamnya

menggunakan Electometallurgy. Logam dalam mineral akan mudah diekstraksi daru suatu

bijih menggunakan metode Pyrometallurgy apabila mineralnya dalam senyawa oksida,

sedangkan logam pada mineral dengan senyawa hidroksida dan karbonat akan mudah

diekstraksi menggunakan metode Hydrometallurgy. Oleh karena itu bijih tembaga

senyawa sulfide untuk dapat diekstraksi dengan metode Pyrometallurgy, maka logam

pengotor maupun logam utamanya harus diubah dulu menjadi senyawa oksida dengan

14
proses Pemanggangan (Roasting). Sedangkan bijih dengan senyawa hidroksida maupun

karbonat dapat diekstraksi dengan Hydrometallurgy.

Proses Kimia-Fisik (Konvensional)

Untuk mendapatkan metal Cu yang lebih murni biasanya dilakukan cara metalurgi

ekstraksi (pengambilan logam) terpadu, atau dengan kata lain baik secara pyrometallurgy

dan electrometallurgy. Disamping mendapatkan metal/logam utama, juga akan didapatkan

metal samping yang tidak kalah pentingnya dengan metal utamanya. Seperti halnya dalam

ekstraksi logam tembaga akan didapatkan emas dan perak dan gas SO 2 yang dijadikan

produk samping.

Bijih tembaga pada umumnya diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu:

sulfide ore, oxide ore, maupun native ore. Ore/bijih yang sangat penting adalah sulfide

ore, karena pada umumnya mempunyai kadar relative tinggi. Mineral penting pada bijih

tembaga biasanya adalah: Chalcosite (Cu2S), Chalcopyrite (CuFeS2), Bromite

(Cu2CuSFeS), Covelite (CuS); disamping itu ada karbonat misalnya Malachite

(CuCO3Cu(OH) dan azurite (2CuCO3 Cu(OH)2).

Bijih tembaga berbentuk sebagai vein/urat, yang tersebar di dakam batuan beku

merupakan butiran-butiran kecil. Biasanya berasosiasi dengan silica (50-60%), besi (10-

20%), sulfur (10%) dan sejumlah kecil alumina, calcium, oksida, cobalt, selenium,

tellurium, perak dan emas.

Konsentrasi (proses pemisahan mineral berharga dengan mineral pengotornya)

tembaga biasanya dengan proses meja goyang, luice box atau flotasi tergantung pada

ukuran butir meneralnya. Apabila ukuran buturnya kasar (>200 mesh atau >74 m)
15
digunakan proses meja goyang atau sluice box, bila ukuran butirnya halus (<200 mesh

atau <74 m) maka menggunakan proses flotasi. Dengan proses konsentrasi ini diharapkan

mineral tembaga akan terpisah dari kotoran maupun mineral zinc, timbal dan non sulfide.

Pada umumnya hasil dari proses konsentrasi menghasilkan konsentrat (sekumpulan

mineral berharga) berkadar 25-30% Cu.

Konsentrat hasil konsentrasi masih mengandung besi dalam jumlah yang banyak

perhatikan komposisi Chalcopyrite (CuFeS2) dan Bornite (Cu2CuSFeS). Disamping itu

masih ada logam impurities (pengotor) lainnya. Untuk dapat diambil metalnya maka

dilakukan ekstraksi melalui 3 tahap, yaitu:

 Tahap I: Smelting (peleburan) dalam reverberatory furnace (tungku pantul), untuk

mendapatkan matte (Cu2S FeS).

 Tahap II: Conversion/Bessemering; merupakan proses dari matte untuk dijadikan

Blister Copper (Crude Copper).

 Tahap III: Refining (pemurnian) untuk mendapatkan tembaga murni (kadar 98%

Cu).

Untuk mendapatkan kadar 99,95% Cu dilakukan elektrolisa, dapat dilihat pada

gambar di bawah ini:

16
Gambar 1. Diagram Alir Pengolahan-Pemurnian Bijih Tembaga Konvensional
17
Secara sederhana proses pengolahan untuk ekstraksi bijih tembaga-besi-sulfida

menjadi tembaga terdiri dari beberapa unit operasi dan unit proses ditunjukkan pada

gambar di bawah ini:

Gambar 2. Diagram Alur Proses Pengolahan Bijih Tembaga

Dari Gambar 1. dan 2. dapat dijelaskan bahwa pengolahan bijih tembaga

konvensional melalui beberapa tahap, yaitu:

a. Liberasi

b. Pengapungan (flotasi)

c. Pemanggangan

d. Peleburan

e. Pengubahan

f. Elektrolisis.

Pabrik pengolahan (mill) menhasilkan konsentrat tembaga dari bijih yang

ditambang melalui pemisahan mineral berharga dari pengotornya (proses konsentrasi).

Langkah-langkah utamnya adalah penghancuran dan penggerusan mengubah bongkah biji

18
menjadi berukuran halus. Penghalusan ukuran butir berfungsi untuk membebaskan

butiran (liberasi) yang mengandung tembaga dan emas, serta untuk proses pemisahan dan

menyiapkan ukuran yang sesuai dengan proses selanjutnya (konsentrasi dan ekstraksi).

Bijih yang sudah diolah selanjutnya melalui proses flotasi, yaitu untuk

menhasilkan konsentrat tembaga. Permukaan mineral yang bersifat hydrophobic atau

aerophilic (menolak air) dipisahkan dengan yang bersifat hydrophilic atau aerophobic

(menerima air). Pada proses penguapan (flotasi), bubur konsentrat (slury) yang terdiri dari

bijih yang sudah halus (hasil gilingan) dicampur dengan reagen, kemudian dimasukkan ke

dalam rangkaian tangki pengaduk yang disebut sel flotasi, secara bersamaan dipompakan

udara ke dalam slurry tersebut.

Reagen yang digunakan berupa kapur, pembuih (frother) dan kolektor. Kapur

berfungsi untuk mengatur pH. Pembuih membentuk gelembung stabil yang tidak mudah

pecah. Gelembung-gelembung mengapung ke permukaan sel flotasi sebagai buih. Reagen

kolektor berekasi dengan permukaan partikel mineral sulfide logam berharga, sehingga

menjadikan permukaan tersebut bersifat menolak air (hydrophobic). Butir mineral sulfide

tersebut menempel pada gelembung udara yang terangkat dari zona slury ke dalam buih

yang mengapung di permukaan. Buih bermuatan mineral berharga tersebut yang

menyerupai buih deterjen berkilap metalik akan meluap dari bibir atas mesin flotasi dan

masuk ke dalam palung (launders) sebagai tempat pengumpulan mineral berharga.

Mineral berharga yang terkumpul di dalam palung tersebut adalah konsentrat. Konsentrat

(dalam bentuk slurry, 65% solid). Selanjutnya konsentrat dikeringkan sampai kandungan

airnya tinggal 9%.

19
Emas kasar dan bebas, tidak bereaksi dengan baik pada proses flotasi. Emas

tersebut dipisahkan da diambil dengan menggunakan konsentrator (misalnya Knelson),

yaitu sebuah system pengambilan yang juga berfungsi sebagai pemisah, dilakukan secara

gravitasi dan menggunakan daya sentrifugal. Dengan demikian, perolehan emas dan bijih

akan mengalami peningkatan. Bahan yang tak bernilai ekonomi terkumpulken di dasa sel

flotasi, sebagai limbah yang disebut tailing. Tailing ini disalurkan menuju areal

pembuangan (tailing dump).

Pada umumnya konsentrat tembaga dari hasil prosesnflotasi mengandung

beberapa unsur dengan kisaran kadar: 30% Cu, 30 ppm Au, 50 ppm Ag, 30% S, 25% Fe,

15% gangue minerals yang selanjutnya dilebur dan dimurnikan.

Konsentrat tembaga hasil proses flotasi dipanggang (roasting) untuk mengubah

besi sulfide menjadi besi oksida, sedangkan tembaga tetap sebagai silfida melalui reaksi:

4CuFeS2 + 9O2 2Cu2S + 2Fe2O3 + 6SO2.

Konsentrat bijih yang sudah melalui pemanggangan kemudian dilebur dalam

Reverberatory Furnace hingga mencair dan terpisah menjadi 2 (dua) lapisan. Lapisan

bawah berupa copper matte, mengandung Cu2S dab besi cair, sedangkan lapisan atas

merupakan terak silikat yang mengandung FeSiO3. Copper matte dipisahkan dari terak

berdasarkan perbedaan gravitasi. Selanjutnya copper matte (68% Cu) dipindahkan ke

dalam tungku Bassemer Converter dan secara bersamaan ditiupkan udara sehingga terjadi

reaksi redoks yang menghasilkan tembaga lepuh (blister copper, 98,9% Cu). Blister

Copper masih mengandung sejumlah unsur-unsur besi, belerang, seng, nikel, arsen dan

sebagainya.
20
Selain itu pemurnian tembaga dapat juga dilakukan dengan cara elektrolisis

(electrometallurgy). Blister Copper digunakan sebagai anoda, sedangkan tembaga murni

digunakan sebagai katodanya. Elektrolit yang digunakan adalah larutan CuSO 4. Selama

proses elektrolisis, Cu dipindahkan daro anoda ke katoda, dengan menggunakan potensial

tertentu sehingga bahan pengotor dapat terpisah.

Unsur-unsur dan mineral ikutan dalam konsentrat yang diolah, menjadi bagian

dari by product yang terdiri atas gas buang SO2, lumpur anoda (anode slime), terak besi

(slag) dan gypsum. Lombah gas SO2 tersebut diproses lebih lanjut menjadi asam sulfat

yang dapat digunakan sebagai bahan baku pupuk, sedangkan terak besi dan gypsum

digunakan sebagai bahan baku industry semen. Lumpur anoda mengandung emas

berkadar ± 3,25% dan ± 6,25% perak.

Proses pengolahan biji dengan tenaga listrik (electrometallurgy) mempunyai

prinsip seperti pada elektrolisa dan electrothermis. Pada proses ini kecuali diperlukan arus

listrik sebagai sumber energy juga diperlukan elektroda dan cairan elektrolit.

Elektroda harus mempunyai sifat-sifat:

1. Konduktor listrik yang baik.

2. Potensial yang terbentuk di sekitar elektroda harus rendah.

3. Tidak mudah bereaksi dengan metal lain dan tidak membentuk campuran yang

dapat mengganggu proses elektrolisa.

Bila elektroda itu padat, ada syarat tambahan agar proses elektrolisa berlangsung

memuaskan, yaitu harus:

21
1. Mudah diperoleh atau disiapkan dengan murah.

2. Tahan korosi dalam zat larut.

3. Stabil, kuat dan tidak mudah terkikis.

4. Haruus murah harganya.

Elektrolit harus memiliki sifat-sifat:

1. Memiliki daya hantar ion tinggi.

2. Tidak mudah terurai atau bereaksi.

3. Memiliki daya larut yang tinggi bagi metal yang diinginkan

Proses electrometallurgy digunakan untuk memurnikan blister copper (98% Cu)

menjadi 99,95% Cu dan memisahkan tembaga dengan emas dan perak. Shell tersebut

terbuat dari beton dilapisi dengan timbal. Anoda terbuat dari tembaga yang akan

dimurnikan, dususun dlam sell/tangki berselang seling dengan katoda yang terbuat dari

lembaran tipis tembaga murni masing-masing seberat 10 Ibs. Elektrolit terbuat dari

campuran 4% tembaga dengan 16% asam sulfat dengan pemanasan 140 ºF. anoda dialiri

raus positif sedangkan katoda dialiri arus negative. Arus listrik yang digunakan adalah

arus D Regulated Power Supply dengan pengatur Voltage dan Amper. Pada umumnya

voltage yang dibutuhkan ialah 0,30 – 0,35 V, sedangkan current densitynya antara 15 – 20

ampere. Pada saat proses berlangsung shell dipanaskan antara 50-60ºC agar arus listrik

tidak terhambat.

Proses elektrolisis tembaga adalah sebagai berikut:

 Pada katoda, ion tembaga (II) diubah menjadi tembaga. Cu2+ + 2e- Cu (s)

22
 Pada anoda, tembaga diubah menjadi larutan sebagai ion tembaga (II).

Cu (s) Cu2+ + 2e-

Pengotor pada anoda akan terendapkan menjadi lumpur anoda (anoda sludge).

Sedangkan katoda akan habis menjadi ion tembaga (II), yang selanjutnya akan diubah

menjadi tembaga murni pada anoda.

Ekstraksi Tembaga dengan Metode Hydrometallurgy

Metode ini dilakukan dengan cara melarutkan (leaching) bijih-bijih tembaga ke

dalam suatu larutan tertentu, kemudian tembaga dipisahkan dari bahan ikutan lainnya

(kotoran.

a. Untuk meleaching biji tembaga yang bersifat oksida/karbonat, digunakan asam

sulfat (H2SO4), seperti ditunjukkan pada reaksi:

CuCO3. Cu(OH)2 + 2H2SO4 2CuSO4 + CO2 + 3H2O

b. Untuk meleaching bijih yang bersifat sulfide atau native digunakan ferri sulfat

(Fe2(SO4)3), seperti bijih Cholcocite: Cu2S + 2Fe(SO4)3 CuSO4 + 4FeSO4 + S

Untuk bijih chalcopyrite dan bornite, reaksinya berjalan lambat dan tidak dapat

larut seluruhnya. Setelah hasil leaching dipisahkan bari bagian-bagian yang tidak dapat

larut, kemudian larutan ini diproses secara elektrolisa, sehingga didapatkan tembaga

murni. Adapun prosesnya adalah sebagai berikut:

a. Mula-mula batuan tembaga dihancurkan hingga menjadi halus sampai mess

tertentu.

23
b. Selanjutnya tempatkan pada suatu tabung yang terbuat dari bahan tahan asam

(plastic, fibe, dan lain-lain) lalu ditambah air dengan ukuran tertentu.

c. Kemudian tambahkan asam sulfat (H2SO4) pekat sambil diaduk agar terbentuk

larutan tembaga sulfat (CuSO4.5H2O).

d. Setelah terbentuk larutan tembaga sulfat pindahkan pada suatu tabung elektrolisis

yang bertujuan untuk mengambil ion tembaga dari larutan tembaga sulfat pada

proses pengasaman.

e. Secara bertahap ambil tembaga yang menempel pada katoda, dan tembaga hasil

dari katoda adalah tembaga murni.

f. Selanjutnya tembaga hasil dari katoda siap untuk proses peleburan pada tungku

peleburan tembaga yang mampu menghasilkan suhu 1300ºC.

24
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Eksplorasi adalah suatu kegiatan dari prospeksi yang meliputi pekerjaan-

pekerjaan untuk mengetahui ukuran, bentuk, posisi, kadar rata-rata dan besarnya

cadangan serta “studi kelayakan” dari endapan bahan galian atau mineral berharga yang

telah diketemukan. Sedangkan Studi Kelayakan adalah pengkajian mengenai aspek teknik

dan prospek ekonomis dari suatu proyek penambangan dan merupakan dasar keputusan

investasi. Kajian ini merupakan dokumen yang memenuhi syarat dan dapat diterima untuk

keperluan analisa bank/lembaga keuangan lainnya dalam kaitannya dengan pelaksanaan

investasi atau pembiayaan proyek. Studi ini meliputi pemeriksaan seluruh informasi

geologi berdasarkan laporan eksplorasi dan faktor-faktor ekonomi, penambangan,

pengolahan, pemasaran hukum/perundang-undangan, lingkungan, sosial serta faktor yang

terkait.

Tujuan dilakukannya eksplorasi adalah untuk mengetahui sumber daya mineral

secara rinci, yaitu untuk mengetahui, menemukan, mengidentifikasi dan menemukan

gambaran geologi dan pemineralan berdasarkan ukuran, bentuk, sebaran, kuantitas dan

kualitas suatu endapan mineral untuk kemudian dapat dilakukan pengembangan secara

ekonomis.

Untuk mengetahu kualitas suatu contoh batuan diperlukan analisi-analisi sperti;

analisa petografi, analisa kima, analisa difraktometer sinar x, analisa besar butir, analisa

berst jenis, dan pengujian kuat tekan bebas.

25
Untuk meningkatkan mutu dan berbagai nilai seperti tingkat konsentrat, kadar

suatu unsur kimia, mutu fisik, mutu bentuk dan penampilan, maka perlu dilakukan

beberapa system pengolahan sepert; pemurnian dengan konsentrat, peningkatan kadar

sesuatu unsur, peningkatan sifat kimia, peningkatan sifat fisika, dan peningkatan bentuk

permukaan.

26
DAFTAR PUSTAKA

Gusman, Mulya. 2010. Konsep Eksplorasi. Universitas Negeri Padang.

Sufriadin., Widodo, Sri. 2016. “Analisis Petografi dan Kualitas Batubara Sinjai, Sulawesi

Selatan”. Jurnal JPE. 20(2): 21 – 25.

Sukamto, Untung., Probowati, Dyah., Sundiyanto, Anton. 2015. “Proses Pengolahan dan

Pemurnian Bijih Tembaga dengan Cara Konvensional dan Biomining”. Yogyakarta:

Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia “Kejuangan” Pengembangan Teknologi Kimia

untuk Pengolahan Sumber Daya Alam Indonesia.

Sukandarrumidi. 2009. Bahan Galian Industri. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

27

Anda mungkin juga menyukai