Anda di halaman 1dari 72

MODUL I

PENDAHULUAN

Sasaran Pembelajaran
Mampu menjelaskan secara umum tujuan dan ruang lingkup mata kuliah
Teknik Eksplorasi, terutama untuk bahan galian mineral, batuan, dan batubara.

1. Gambaran Umum dan Tujuan Eksplorasi


Industri pertambangan merupakan industri yang padat modal dan padat
teknologi serta berisiko tinggi (kerugian), sehingga agar usaha pertambangan dapat
berjalan dengan baik dan menghasilkan keuntungan, maka potensi sumberdaya
bahan galian yang ada harus diketahui dengan pasti. Ini berarti segala risiko
kerugiannya, yang secara umum meliputi risiko geologi, risiko ekonomi-teknologi,
dan risiko lingkungan, harus dihilangkan atau diminimalisasi. Risiko-risiko
industri pertambangan tersebut oleh The Joint Ore Reserves Committe Australia
(JORC) serta Komite Cadangan Mineral Indonesia (KCMI) telah dirinci sebagai
berikut: risiko penambangan, risiko pengolahan, risiko metalurgi, risiko
infrastruktur, risiko ekonomi, risiko pemasaran, risiko hukum, risiko lingkungan,
risiko sosial, dan risiko kebijakan pemerintah (JORC Code 2004, 2012; Kode
KCMI 2011).
Dalam usaha untuk mengetahui potensi sumberdaya bahan galian yang ada
serta mengidentifikasi kendala alami maupun kendala lingkungan yang mungkin
ada, maka terlebih dahulu perlu dilakukan kegiatan eksplorasi. Jadi eksplorasi
merupakan suatu kegiatan penting yang harus dilakukan sebelum suatu usaha
pertambangan dilaksanakan. Hasil dari kegiatan eksplorasi tersebut harus dapat
memberikan informasi yang lengkap dan akurat mengenai sumberdaya bahan
galian yang akan ditambang serta kondisi geologinya, agar studi kelayakan
(feasibility study) untuk pembukaan usaha pertambangannya dapat dilakukan
dengan teliti, benar, akurat serta menguntungkan.

Modul-1 Teknik Eksplorasi (21D11130202) - 1


Tujuan utama kegiatan eksplorasi bahan galian adalah untuk memperkecil
atau mengurangi risiko geologi. Kegiatan ini harus dapat menjawab pertanyaan-
pertanyaan mengenai:
1. Apa (bahan galian: mineral, batuan, batubara) yang dicari?
2. Di mana (bahan galian: mineral, batuan, batubara) tersebut terdapat? Baik
secara geografis maupun letak/posisinya terhadap permukaan bumi (di atas
permukaan, di bawah permukaan, dangkal/dalam, di bawah air).
3. Berapa (sumberdaya/cadangannya)? Termasuk bagaimana kadar, penyebaran
dan kondisi/sifat letakannya?
4. Bagaimana kondisi lingkungan (karakteristik geoteknik dan hidrogeologinya)?
Dalam pelaksanaannya, kegiatan eksplorasi memanfaatkan sifat-sifat fisika
dan kimia batuan, tanah, unsur dan mineral/bahan galian yang ada, seperti sifat:
kemagnetan, kerapatan (densitas), kelistrikan, keradioaktifan, daya hantar dan
hambat gelombang, distribusi dan mobilitas unsur, serta memanfaatkan
teknologi/metode yang ada, seperti: metode magnetik, metode gaya berat, metode
elektrik (resistivity, self potential, induced polarization, magneto-telluric, mess a
la mase), metode radioaktif, dan metode geokimia (geobotani dan hidrokimia).
Metode-metode tersebut (metode tak langsung) terutama diterapkan pada
eksplorasi tahap awal, di mana daerah cakupannya sangat luas dan waktu maupun
biaya yang terbatas. Kadang juga dilakukan survei langsung untuk pengambilan
conto (sampling) awal (grab sampling, chip sampling, stream sediment sampling,
soil sampling, dll.).
Sedangkan pada tahap lanjutan atau detail/rinci, diterapkan metode langsung,
yaitu dengan cara survei langsung, mulai dari pemetaan, pembuatan parit uji dan
sumur uji, dan pemboran, yang dilengkapi dengan pengambilan conto (sampling)
secara sistematis pada tubuh bijih atau cebakan/endapan bahan galian yang
dieksplorasi. Conto-conto (samples) tersebut lalu dianalisis di labotarorium untuk
mengetahui kadar atau kualitasnya, yang selanjutnya akan digunakan dalam
estimasi sumberdaya/cadangan.

Modul-1 Teknik Eksplorasi (21D11130202) - 2


Hasil dari setiap tahapan eksplorasi digunakan untuk mengambil kesimpulan
apakah pekerjaan eksplorasi tersebut akan diteruskan ke tahap yang lebih lanjut
(daerah prospek ditemukan) atau tidak dilanjutkan (tidak ada indikasi prospek).
Dengan demikian risiko kerugian yang besar dalam melakukan eksplorasi dapat
dihindari; hanya jika hasilnya menjanjikan, dalam hal ini terdapat suatu harapan
yang besar akan ditemukannya cadangan yang dapat ditambang (mineable-
bankable-economic reserve), maka kegiatan eksplorasi dilanjutkan ke tahap yang
lebih rinci.
Dalam mempelajari, merencanakan, dan melaksanakan eksplorasi banyak
bidang ilmu dan teknologi yang terlibat yang harus dimengerti dan dikuasai oleh
seorang ahli eksplorasi, antara lain: geologi (petrologi, struktur, tektonik,
stratigrafi), analisis mineralogi secara mikroskopis maupun dengan bantuan alat-
alat elektronik (XRD, XRF, AAS, ICP-MS, dll.), statistik, pemetaan, pemboran,
sampling, perhitungan cadangan, geostatistik, pemodelan dengan bantuan
software, manajemen, sistem informasi geografis, sampai pada analisis
keekonomiannya.
Selain menguasai konsep eksplorasi, seorang ahli eksplorasi juga harus
mampu menerapkan teknologi eksplorasi yang tersedia secara langsung di
lapangan, misalnya melakukan pengukuran geofisika dan interpretasinya, survei
geokimia dan interpretasinya, survei pengukuran geodetik, penangangan sample,
serta tentu saja kemampuan dalam mengintegrasikan dan menginterpretasikan data
hasil kegiatan eksplorasi, sehingga hasilnya dapat digunakan untuk melakukan
studi kelayakan tambang.
Kuliah Teknik Eksplorasi ini merupakan suatu integrasi dari kuliah-kuliah
lainnya dalam bidang geologi, seperti genesis cebakan mineral dan batubara,
teknologi eksplorasi, pemboran dan sampling, perhitungan cadangan, dan analisis
keekonomian. Berdasarkan uraian singkat tersebut di atas, maka outline (ruang
lingkup) materi yang akan dibahas pada kuliah Teknik Eksplorasi ini disusun
seperti terlihat pada sub-bab berikut.

Modul-1 Teknik Eksplorasi (21D11130202) - 3


2. Ruang Lingkup Mata Kuliah Teknik Eksplorasi
Ruang lingkup (outline) materi kuliah Teknik Eksplorasi yang akan disusun
dalam bentuk modul bahan ajar adalah sebagai berikut:
1. Pendahuluan (gambaran umum dan tujuan eksplorasi).
2. Konsep eksplorasi
3. Hubungan kondisi geologi dan genesis bahan galian dengan teknik eksplorasi.
4. Model endapan/cebakan bahan galian
5. Metode eksplorasi tak langsung
a. Penginderaan jarak jauh (inderaja, remote sensing)
b. Eksplorasi geokimia
c. Eksplorasi geofisika
6. Metode eksplorasi langsung
a. Pemetaan geologi/alterasi
b. Penelusuran jejak (tracing float), paritan, dan sumur uji
c. Metode sampling
d. Pemboran eksplorasi
e. Interpretasi dan kompilasi data
7. Desain dan perencanaan eksplorasi
8. Pengumpulan data geoteknik dan hidrogeologi.

3. Latihan dan Tugas


1. Jelaskan mengapa perlu dilakukan kegiatan eksplorasi dalam industri
pertambangan.
2. Sebutkan risiko-risiko industri pertambangan menurut JORC Code 2004 dan
2012, serta Kode KCMI 2017.
3. Jelaskan tujuan utama eksplorasi bahan galian, dan pertanyaan-pertanyaan apa
saja yang harus dijawab oleh kegiatan tersebut.
4. Jelaskan apa yang dimaksud metode eksplorasi tak langsung dan metode
eksplorasi langsung.

Modul-1 Teknik Eksplorasi (21D11130202) - 4


4. Daftar Pustaka
Evans, A.M., 1995, Introduction to mineral exploration, Blackwell Science Ltd.,
Oxford, UK., 396 p.
Kuzvart M. and Bohmer, M., 1986, Prospecting and exploration of mineral
deposits, Development in Economic Geology, 21, Elsevier, Amsterdam-
Oxford-New York-Tokyo, 508 p.
Moon, C.J., Whateley, M.K.G, Evans, A.M., 2006, Introduction to mineral
exploration, Second edition, Blackwell Publishing, USA, UK, Australia,
481 p.
Notosiswoyo, S., Syafrizal, Heriawan, M.N., 2000, Teknik eksplorasi, Buku Ajar,
Jurusan Teknik Pertambangan, Fakultas Ilmu Kebumian dan Teknologi
Mineral, ITB, Bandung, tidak dipublikasikan, hal. I-1 - I-3.
Peters, W.C., 1978, Exploration and mining geology, Second edition, John Wiley
& Sons, Canada, 685 p.

Modul-1 Teknik Eksplorasi (21D11130202) - 5


MODUL II
KONSEP EKSPLORASI

Sasaran Pembelajaran
Mampu menjelaskan tujuan, filosofi, konsep, tahapan, dan teknologi
eksplorasi, serta titik-titik pengambilan keputusan pada setiap tahapan eksplorasi
bahan galian (mineral, batuan, dan batubara).

1. Pendahuluan
Sebagai suatu industri yang padat modal, padat teknologi, dan padat
sumberdaya, serta mengandung risiko yang tinggi, maka industri pertambangan
menjadi hal yang sangat unik dan membutuhkan usaha yang lebih untuk dapat
menghasilkan sesuatu yang positif dan menguntungkan. Banyaknya disiplin ilmu
dan teknologi yang terlibat dalam industi ini, mulai dari geologi, eksplorasi,
penambangan, metalurgi, mekanika dan elektrik, lingkungan, ekonomi, hukum,
manajemen, keuangan, sosial budaya, dan komunikasi, sehingga menjadikan
industri ini sangat kompleks.
Karena yang menjadi dasar dalam perencanaan aktifitas pada industri
pertambangan adalah tingkat kepastian dari penyebaran bahan galian, geometri
tubuh bijih (endapan/cebakan), jumlah cadangan, serta kualitas, maka peranan
ilmu eksplorasi menjadi hal yang sangat penting sebagai awal dari seluruh
rangkaian pekerjaan dalam industri pertambangan.
Agar kegiatan eksplorasi dapat terencana, terprogram, dan efisien, maka
dibutuhkan pengelolaan kegiatan eksplorasi yang baik dan terstruktur. Untuk itu
dibutuhkan pemahaman konsep eksplorasi yang tepat dan terarah oleh para pelaku
kegiatan eksplorasi, khususnya yang meliputi disiplin ilmu geologi dan eksplorasi
tambang.
Jika hasil kegiatan eksplorasi menjanjikan adanya suatu harapan bagi pelaku
bisnis pertambangan, barulah kegiatan industri pertambangan dapat dilaksanakan.

Modul-2 Teknik Eksplorasi (21D11130202) - 1


Kegiatan eksplorasi dilakukan karena ada tujuan (goal) yang diharapkan oleh
badan/pihak perencana eksplorasi tersebut. Sebagai contoh:
• Pada badan pemerintah, dengan tujuan pengembangan wilayah (daerah),
maka kegiatan eksplorasi diarahkan untuk pendataan potensi sumberdaya bahan
galian, sehingga kegiatan eksplorasi tersebut lebih bersifat inventarisasi
sumberdaya mineral.
• Pada perusahaan eksplorasi, dengan tujuan pengembangan potensi mineral
tertentu, maka kegiatan eksplorasi diarahkan untuk dapat mengumpulkan data
bahan galian tersebut selengkap-lengkapnya, sehingga data yang dihasilkan
mempunyai nilai yang dapat diagunkan atau dijual kepada pihak lain (junior
company).
• Pada perusahaan pertambangan, dengan tujuan pengembangan dan
penambangan mineral tertentu, maka kegiatan eksplorasi diarahkan untuk dapat
mengumpulkan data bahan galian tersebut, untuk mendapatkan nilai
ekonominya sehingga layak untuk ditambang dan dipasarkan sebagai komoditas
tambang.

Secara umum, dalam industri pertambangan kegiatan eksplorasi ditujukan


sebagai berikut:
1. Mencari dan menemukan cadangan bahan galian baru.
2. Mengendalikan (menambah) pengembalian investasi yang ditanam, sehingga
pada suatu saat dapat memberikan keuntungan yang ekonomis (layak).
3. Mengendalikan (penambahan/pengurangan) jumlah cadangan, di mana
cadangan merupakan dasar dari kegiatan selanjutnya, yaitu aktifitas
penambangan.
4. Mengendalikan atau memenuhi kebutuhan pasar atau industri.
5. Diversifikasi sumberdaya alam.
6. Mengontrol sumber-sumber bahan baku sehingga dapat berkompetisi dalam
persaingan pasar.

Modul-2 Teknik Eksplorasi (21D11130202) - 2


Dilihat dari pentingnya hal tersebut di atas, terdapat 5 (lima) hal penting
yang harus diperhatikan, yaitu:
1. Pemahaman filosofi eksplorasi dan endapan/cabakan bahan galian.
2. Pengetahuan (dasar ilmu dan teknologi) yang terkait dalam pekerjaan
eksplorasi.
3. Pemahaman konsep dan metode eksplorasi.
4. Prinsip dasar dan penerapan metode (teknologi) eksplorasi.
5. Pengambilan keputusan pada setiap tahapan eksplorasi.

2. Filosofi Eksplorasi dan Endapan/Cebakan Bahan Galian


Proses eksplorasi mempunyai hubungan yang erat dengan keadaan dan
perilaku suatu endapan/cebakan bahan galian, yaitu proses untuk mengetahui
bagaimana endapan/cebakan tersebut terbentuk (terakumulasi), bagaimana
penyebaran dan bentuk (geometri)-nya di alam, berapa banyak yang dapat diambil,
serta bagaimana tingkat (nilai) keekonomiannya.
Karena sangat erat dengan pengetahuan keberadaan suatu endapan/cebakan,
maka pemahaman filosofi akumulai endapan/cebakan tersebut menjadi sangat
penting. Konsep suatu endapan/cebakan di kerak bumi dapat disederhanakan
menjadi 3 (tiga) faktor utama (Gambar 1), yaitu:
1. Adanya sumber (source)
2. Adanya proses perpindahan (migration/transportation)
3. Adanya tempat/wadah/perangkap di mana material berharga dapat terbentuk
atau terkumpul (place/host).
Suatu proses eksplorasi dapat disederhanakan menjadi suatu sistem yang
terintegrasi (dan bersifat loop tertutup membentuk siklus analisis), berawal dari
analisis suatu kemungkinan sumber, proses migrasi yang terjadi, sampai dengan
penafsiran kemungkinan tercebak dalam suatu perangkap (teoritik). Sebaliknya
dapat pula berawal dari analisis suatu tanda-tanda mineralisasi, kemudian adanya
cebakan pada perangkapnya, sampai dengan ditemukannya sumbernya.

Modul-2 Teknik Eksplorasi (21D11130202) - 3


Gambar 1. (a) Proses utama dalam suatu
pembentukan endapan/cebakan bahan galian.
(b) Proses penemuan.

Sumber (source), merupakan asal dari unsur-unsur logam atau material


lainnya;
➢ Dari sumbernya, logam-logam akan tersebar (disseminated) pada mantel dan
kerak bumi dalam jumlah yang sangat kecil dan setempat-setempat, lalu
dengan kontrol geologi tertentu terkonsentrasi dalam jumlah yang ekonomis
untuk diekstrak (tubuh bijih). Secara konsep, proses konsentrasi tersebut dapat
disederhanakan, tetapi kenyataan sebenarnya merupakan proses yang sangat
kompleks.
Migrasi (migration), adalah proses perpindahan (transportasi) logam-logam
atau material lainnya dari sumber (source)-nya;
➢ Logam-logam tertransportasi dalam larutan dari sumber ke lokasi
pengendapan yang baru pada kondisi temperatur-tekanan tinggi dalam rentang
yang lebar (hipogen), atau dapat juga sebagai kompleks anorganik/organik
dalam lingkungan temperatur rendah (supergen, residual, aluvial).

Modul-2 Teknik Eksplorasi (21D11130202) - 4


➢ Batuan pada umumnya impermeabel, sedangkan batuan plutonik pada
umumnya mempunyai permeabilitas yang rendah untuk larutan dan uap
(vapor). Selanjutnya, dengan (melalui) fungsi waktu (skala waktu geologi),
permeabilitas yang rendah tersebut dapat memungkinkan terbentuknya
konsentrasi mineral yang signifikan melalui difusi atau aliran.
➢ Pada sistem hidrotermal, rekahan (kekar) dan sesar dapat menjadi media
permeabel, sebagai media migrasi larutan mineral.
➢ Pori-pori pada batuan sedimen dapat menjadi media permeabel untuk
peningkatan konsentrasi logam-logam, dan membentuk cebakan mineral
signifikan yang dikenal sebagai “sediment-hosted base metal deposit”.
Perangkap atau wadah (place/host), merupakan tempat terkumpulnya
endapan/cebakan mineral yang karena kondisi kimia-fisika yang berubah,
menghasilkan presipitasi elemen-elemen atau senyawa dari larutan, atau
pengayaan residual akibat perpindahan (migrasi, mobilitas) unsur-unsur, atau
peningkatan konsentrasi dari yang tidak ekonomis pada batuan menjadi ekonomis
pada endapan yang baru;
➢ Logam-logam dapat terkonsentrasi dari hidrosfer melalui peristiwa evaporasi
dari suatu larutan.
➢ Logam-logam dapat terpresipitasi dari larutan sisa magma sebagai akibat dari
penurunan temperatur dan tekanan, atau akibat kontak dan bereaksi dengan
batuan induk (host rock) atau batuan samping (wall rock), atau akibat
kontaminasi fluida bijih (fluida pembawa logam) dengan larutan (air) bawah
permukaan lainnya.
➢ Logam-logam dapat terkonsentrasi dan tertempatkan (emplaced) melalui
aktifitas biologi.
➢ Logam-logam dapat terkayakan melalui peristiwa pelindian (leaching) atau
melalui presipitasi dalam regolith (lapisan penutup atau mantle rock).
➢ Logam-logam dapat menerobos dan terkonsentrasi akibat kontrol struktur
melalui pengisian rongga-rongga (porositas).

Modul-2 Teknik Eksplorasi (21D11130202) - 5


Dewasa ini banyak kegiatan eksplorasi sukses dengan didasarkan pada
analogi model-model endapan/cebakan yang telah ada pada kondisi alam yang
mirip. Namun model analogi ini menjadi berbahaya untuk pelaku-pelaku pemula
yang mempunyai dasar pengetahuan genesis bijih yang lemah (pengetahuan
tentang genesis endapan/cebakan bahan galian sangat penting).
Secara umum, dengan dasar filosofi pembentukan endapan/cebakan, maka
dapat dikembangkan suatu filosofi kegiatan eksplorasi dengan pendekatan (proses)
sebagai berikut:
1. Mendapatkan pengetahuan (informasi) tentang hal-hal dasar yang diperoleh
melalui suatu rangkaian kegiatan eksplorasi, yaitu berupa:
a. Tipe bijih
b. Lingkungan geologi batuan induk, berupa:
• Umur
• Tatanan tektonik
• Tipe batuan induk
• Hubungan dengan struktur geologi (megaskopis dan mikroskopis)
• Hubungan dengan gejala-gejala anomali geokimia dan ciri-ciri alterasi
• Aliran fluida dalam batuan induk
• Sejarah metamorfik, (mempengaruhi/tidak mempengaruhi tubuh bijih)
• Tanda-tanda sifat geofisika yang dapat dimanfaatkan
c. Pendekatan realistik dari kadar
d. Kondisi dan sifat mineralogi bijih
e. Ukuran (geometri) dan jumlah (kuantitas) endapan/cebakan.
2. Pengetahuan tentang proses-proses fisika dan kimia yang menyertai peristiwa
konsentrasi suatu logam/endapan/cebakan mineral, termasuk kondisi iklim,
karena kondisi iklim yang berbeda pada skala waktu geologi dapat
memungkinkan adanya perbedaan dalam karakteristik geologi permukaan,
geofisika, dan geokimia.

Modul-2 Teknik Eksplorasi (21D11130202) - 6


3. Pemahaman untuk dapat menghasilkan (mengembangkan) suatu bentuk
pemikiran lateral dari pengetahuan konseptual (teoritis) terhadap karakteristik
suatu endapan/cebakan yang dicari, yang sebelumnya belum diketahui
keberadaanya, melalui teknik-teknik (teknologi-metodologi) yang sesuai
dengan karakteristik endapan/cebakan tersebut.

Gambar 2. Skema pendekatan (proses) kegiatan eksplorasi secara umum.

Modul-2 Teknik Eksplorasi (21D11130202) - 7


3. Konsep Eksplorasi dan Tahapan Eksplorasi
Banyak definisi yang dapat diuraikan dalam istilah eksplorasi, namun dalam
konteks ini secara umum, eksplorasi dapat didefinisikan sebagai kegiatan untuk
mencari, menemukan, dan mendapatkan suatu bahan tambang (bahan galian) yang
kemudian secaka ekonomi dapat dikembangkan untuk diusahakan. Secara konsep,
dalam lingkup industri pertambangan, eksplorasi dinyatakan sebagai suatu usaha
(kegiatan) yang karena faktor risiko, dilakukan secara bertahap dan sistematik
untuk mendapatkan suatu areal yang representatif untuk dapat dikembangkan lebih
lanjut sebagai areal penambangan (operasi-produksi).
Kegiatan eksplorasi dapat dimulai setelah target endapan/cebakan yang akan
dieksplorasi telah ditetapkan. Prosedur berikut merupakan prosedur umum yang
diterapkan dalam suatu program eksplorasi:
1. Melakukan pengumpulan data awal mineral dan informasi-informasi yang
berhubungan dengan mineral target, dan melakukan analisis terhadap informasi-
informasi tersebut untuk mendapatkan hubunan antara ukuran (size),
keterdapatan (sebaran), serta kadar endapan/cebakan tersebut dalam beberapa
kondisi geologi yang berbeda. Informasi-informasi tersebut dapat diperoleh
dari:
a. Publikasi ilmiah.
b. Textbook geologi/ekonomi.
c. Publikasi dari badan-badan pemerintah, termasuk berupa peta-peta geologi,
geokimia dan geofisika, serta laporannya.
d. Data remote sensing seperti foto udara dan citra satelit.
e. Data hasil survei geofisika udara (airborne geophysics).
f. Proceedings dan publikasi-publikasi teknik pada konferensi dan simposium
organisasi profesional.
g. Jurnal teknik dan industri.
h. Laporan survei yang pernah dilakukan.
i. Hasil diskusi dengan contact person dan kolega-kolega seprofesi.

Modul-2 Teknik Eksplorasi (21D11130202) - 8


2. Melakukan seleksi data serta membuat sintesis-sintesis untuk menyusun model
yang menggambarkan endapan/cebakan pada beberapa kombinasi lingkungan
geologi.
3. Menyusun skala prioritas berdasarkan kondisi daerah target eksplorasi.
4. Melakukan survei geologi pendahuluan dan pengambilan beberapa conto untuk
dapat menghasilkan gambaran awal berdasarkan kriteria seleksi geologi yang
telah ditetapkan pada daerah terpilih.
5. Mencari informasi pada tambang-tambang endapan/cebakan sejenis yang telah
ditutup maupun yang sedang beroperasi, dan mencoba menerapkannya jika
mempunyai kondisi geologi yang mirip. Jika ternyata kondisinya tidak sesuai,
maka perlu dilakukan modifikasi/penyesuaian.
6. Jika beberapa pendekatan memberikan hasil yang positif, maka perlu disiapkan
suatu program sosialisasi dengan komunitas lokal, berupa transfer informasi
berupa gambaran mengenai kegiatan yang akan dilakukan.
7. Menyusun program dan budget eksplorasi untuk pekerjaan-pekerjaan lanjutan,
dengan elemen-elemen kunci sebagai berikut:
a. Program geologi tinjau dan pemetaan
b. Program survei dan sampling geokimia
c. Program survei geofisika
d. Program pemboran dan sampling
e. Program evaluasi dampak lingkungan.
Program dan budget eksplorasi dapat dikelompokkan menjadi beberapa
tahapan, sebagai berikut:
• Tahap I (Preliminary), yaitu program dengan budget rendah yang ditujukan
untuk memeroleh informasi umum. Kegiatan pada tahap ini umumnya berupa:
➢ Survei geologi tinjau (reconnaissance)
➢ Pengecekan-pengecekan data yang sudah ada pada peta geologi regional
(desk study)
➢ Pengambilan beberapa sampel awal geokimia.

Modul-2 Teknik Eksplorasi (21D11130202) - 9


• Tahap II (Prospecting), yaitu program yang disusun berdasarkan gambaran-
gambaran yang diperoleh pada Tahap I. Kegiatan pada Tahap II ini umumnya
berupa:
➢ Pemetaan geologi
➢ Sampling dan survei geokimia sistematik
➢ Pemboran dangkal pada beberapa titik (scout drilling)
➢ Survei geofisika.
• Tahap III (Finding and Calculation/Evaluation), yaitu program yang
ditujukan untuk memastikan kondisi endapan/cebakan, yang disusun
berdasarkan hasil analisis dan interpretasi hasil Tahap II (model genetik).
Target awal dipersempit sesuai dengan anomali geokimia dan geofisika yang
ditemukan. Pada umumnya program yang direncanakan berupa pemboran dan
sampling untuk pemastian anomali-anomali yang ada.
Pada umumnya dari masing-masing tahapan tersebut di atas, dibutuhkan re-
evaluasi terhadap semua hasil yang diperoleh (berdasarkan aspek geologi, teknik,
dan budget), untuk pengambilan-pengambilan keputusan terhadap keberlanjutan
program. Secara skematik, tahap-tahap kegiatan eksplorasi tersebut di atas dapat
dilihat pada Gambar 3.

4. Teknologi dalam Eksplorasi


Kegiatan eksplorasi mempunyai hubungan yang erat dengan teknologi yang
tersedia, baik berupa peralatan, metode analisis serta interpretasi, serta sarana
komputasi. Para pelaku eksplorasi (the explorationists) harus sudah terampil dalam
penggunaan teknologi. Berikut dijabarkan beberapa hal penting berkaitan dengan
teknologi eksplorasi:
1. Sarana transportasi/komunikasi yang memadai (untuk keamanan dan
kemudahan akses secara logistik). Untuk transportasi umumnya digunakan 4-
wheel drive vehicle, fixed and rotary wing aircraft, boat dll., sedangkan untuk
komunikasi umumnya digunakan radio, HT, HP, SSB, dll.

Modul-2 Teknik Eksplorasi (21D11130202) - 10


Gambar 3. Skema tahapan kegiatan eksplorasi.

Modul-2 Teknik Eksplorasi (21D11130202) - 11


2. Teori sampling dan metode sampling geokimia
• Soil sampling
• Stream sediment sampling
• Rock chip sampling
• Mine sampling
• Waste dump sampling
• Drill-core sampling
3. Pemetaan geologi
• Survei topografi untuk updating peta
• Interpretasi foto udara dan citra satelit (batuan, struktur)
• Identifikasi batuan dan mineral, baik di lapangan maupun di laboratorium
• Sistem navigasi yang presisi dan modern
4. Sistem database dan manajemen informasi
5. Kartografi dan peta-peta digital (digitasi)
6. Eksplorasi geofisika dan aplikasinya, meliputi instrumen, pengambilan data,
processing (pengolahan) dan interpretasi data, menggunakan metode:
• Survei magnetik (airborne dan ground)
• Survei gaya berat (gravity)
• Survei elektrik (IP, magnetotelurik, tahanan jenis, SP, dll.)
• Seismik (refleksi dan refraksi)
• Georadar
7. Analisis data, mulai dari kompilasi data yang potensial serta aplikasinya,
sampai analisis untuk penenuan zona-zona anomali.
8. Pemboran, yang ditujukan untuk pengujian anomali yang ada dan untuk
sampling. Beberapa jenis/metode alat pemboran:
• Mud puncher
• Auger
• Rotary air blast

Modul-2 Teknik Eksplorasi (21D11130202) - 12


• Rotary percussion
• Reverse circulation
• Core drilling
• Deep-well rotary drilling
Selain itu, para pelaku pemboran dapat memahami (memiliki kemampuan)
untuk kelancaran pelaksanaan pemboran, yaitu:
• Pemilihan alat bor
• Desain lobang bor
• Teknik pemboran (arah pemboran, kontrol fluida)
• Prosedur sampling
• Pengelolaan inti bor
• Chip and core drilling
9. Pemodelan endapan, baik manual maupun dengan bantuan perangkat lunak
(geostatistik hingga pemodelan 3D)
10. Pengelolaan sistem komputer.

5. Pengambilan Keputusan pada Setiap Tahapan Eksplorasi


Berdasarkan definisi dan prinsip dasar eksplorasi seperti yang telah
diuraikan di atas, maka setiap kegiatan eksplorasi dilaksanakan (direncanakan)
secara bertahap, dan unsur desain menjadi dasar dalam perencanaan setiap
tahapan, mulai dari metode yang paling sederhana sampai dengan yang lebih
kompleks dan akurat, serta dari biaya yang relatif murah sampai yang mahal.
Secara prinsip, eksplorasi mengandung unsur desain, probabilitas dan risiko.
Adapun prinsip utama dalam eksplorasi adalah: semakin tinggi tingkat
kepercayaan yang diinginkan, semakin rapat titik data (grid density) yang
direncanakan, sehingga semakin besar biaya yang harus dikeluarkan (Gambar 4).
Titik-titik pengambilan keputusan merupakan saat di mana harus dipilih apakah
kegiatan yang dilakukan menghasilkan sesuatu yang prospek untuk diteruskan,
atau dianggap tidak prospek lagi untuk dilanjutkan ke tahap yang lebih detail/rinci.

Modul-2 Teknik Eksplorasi (21D11130202) - 13


Gambar 4. Skema tahapan eksplorasi, pendugaan biaya, dan titik-titik pengambilan
keputusan (Moon et al., 2006).

Pada Gambar 5 terlihat diagram alir pendekatan dan tahapan pengambilan


keputusan, sesuai dengan pendekatan model, hasil interpretasi, atau hasil evaluasi
dari kegiatan-kegiatan eksplorasi yang telah dilakukan. Secara umum, pada setiap
pengambilan keputusan dapat dilakukan re-evaluasi terhadap kegiatan eksplorasi,
sehingga tahapan-tahapan eksplorasi tersebut dapat dimodelkan sebagai suatu
siklus dengan adanya penambahan data maupun penambahan metode.

6. Latihan dan Tugas


1. Uraikan tujuan kegiatan eksplorasi dalam industri pertambangan.
2. Sebut dan jelaskan secara singkat tiga faktor utama konsep endapan/cebakan di
kerak bumi yang menjadi dasar dari filosofi eksplorasi.
3. Uraikan secara ringkas, disertai gambar, tahapan-tahapan kegiatan eksplorasi.
4. Jelaskan prinsip utama kegiatan eksplorasi.

Modul-2 Teknik Eksplorasi (21D11130202) - 14


Gambar 5. Diagram alir tahapan pengambilan keputusan, sesuai model, hasil
interpretasi dan evaluasi dari kegiatan-kegiatan eksplorasi.

Modul-2 Teknik Eksplorasi (21D11130202) - 15


7. Daftar Pustaka
Evans, A.M., 1995, Introduction to mineral exploration, Blackwell Science Ltd.,
Oxford, UK., 396 p.
Kuzvart M. and Bohmer, M., 1986, Prospecting and exploration of mineral
deposits, Development in Economic Geology, 21, Elsevier, Amsterdam-
Oxford-New York-Tokyo, 508 p.
Moon, C.J., Whateley, M.K.G, Evans, A.M., 2006, Introduction to mineral
exploration, second edition, Blackwell Publishing, USA, UK, Australia,
481 p.
Notosiswoyo, S., Syafrizal, Heriawan, M.N., 2000, Teknik eksplorasi, Buku Ajar,
Jurusan Teknik Pertambangan, Fakultas Ilmu Kebumian dan Teknologi
Mineral, ITB, Bandung, tidak dipublikasikan, hal. II-1 - II-13.
Peters, W.C., 1978, Exploration and mining geology, Second edition, John Wiley
& Sons, Canada, 685 p.

Modul-2 Teknik Eksplorasi (21D11130202) - 16


MODUL III
HUBUNGAN KONDISI GEOLOGI DAN GENESIS BAHAN GALIAN
DENGAN TEKNIK EKSPLORASI

Sasaran Pembelajaran
Mampu menjelaskan kontrol geologi terhadap pembentukan endapan atau
cebakan bahan galian, jenis-jenis cebakan/endapan, serta teknik-teknik yang tepat
diterapkan dalam mengeksplorasinya, tergantung kepada jenis dan tipe genetiknya.

1. Pendahuluan
Sebagaimana telah disinggung pada modul sebelumnya, bahwa kegiatan
eksplorasi dilaksanakan berdasarkan data awal berupa indikasi/gejala/petunjuk
geologi dan proses pembentukan endapan/cabakan bahan galian, sehingga
diperoleh karakteristik tertentu untuk daerah target tersebut.
Indikasi (gejala) geologi yang diamati merupakan hasil (produk) dari proses
geologi (asosiasi batuan, tektonik, dan siklus geologi) yang mengontrol
pembentukan endapan/cabakan, yang kemudian dikaji dalam konteks genesis
endapan/cabakan berupa komposisi mineral, asosiasi mineral, unsur-unsur
petunjuk, pola tekstur mineral, ubahan (alterasi), bentuk tubuh bijih (tipe
endapan/cabakan), dan lain-lain, menghasilkan elemen-elemen yang harus
ditemukan atau dibuktikan melalui penerapan metode (teknologi) eksplorasi yang
sesuai, sehingga dapat menjadi petunjuk untuk mendapatkan endapan/cabakan
bijih yang ditargetkan (guide to ore atau vector to ore) (Gambar 1).

2. Geologi dan Genesis Bahan Galian


Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, bahwa pembentukan suatu
endapan/cabakan secara alami dikontrol oleh proses-proses geologi, dan hubungan
antara proses geologi dengan tipe endapan/cabakan yang terbentuk dapat
dijelaskan melalui genesis bahan galian (genesis mineral).

Modul-3 Teknik Eksplorasi (23D11130202) - 1


Gambar 1. Diagram umum hubungan antara proses geologi, gejala
geologi, dan genesis endapan/cebakan untuk memperoleh tipe dan
karakteristik endapan/cebakan dengan pemilihan metode eksplorasi.

Adapun hal-hal mendasar yang perlu diketahui adalah:


1. Konsep metallogenic province dan metallogenic epoch.
2. Endapan-endapan atau cebakan-cebakan mineral yang berhubungan dengan
konsep tektonik lempeng.
3. Bentuk dan morfologi tubuh bijih.
4. Proses-proses pembentukan endapan/cebakan.

2.1. Konsep metallogenic province dan metallogenic epoch


Metallogenic province adalah suatu konsep di mana terkonsentrasikannya
suatu jenis logam atau asosiasi beberapa jenis logam tertentu pada suatu zona
(secara regional) akibat proses geologi tertentu.

Modul-3 Teknik Eksplorasi (23D11130202) - 2


Pada beberapa kasus, konsep metallogenic province ini sering digunakan
sebagai referensi awal untuk pencarian (eksplorasi) dan penemuan endapan-
endapan atau cebakan-cebakan epigenetik atau singenetik. Banyak kenyataan
bahwa kegiatan eksplorasi berawal dari pengetahuan pada metallogenic province
ini. Berikut beberapa contoh metallogenic province yang melewati lokasi-lokasi
endapan/cebakan di Indonesia:
1. Jalur batuan granit pada sabuk timah (tin belt) di Asia Tenggara, tersingkap
mulai dari Myanmar, Thailand, Malaya, terus ke Indonesia melewati Pulau
Bangka dan Pulau Belitung.
2. Jalur batuan ultramafik pada jalur endapan nikel laterit di Sulawesi, yaitu
Sorowako, Pomalaa, Halmahera, Pulau Gebe, Pulau Gag, Pulau Wageo, dan
Pegunungan Cyclops (Papua).
3. Deretan volkanik purba (volcanic corridor) yang membawa cebakan emas di
Pulau Kalimantan, yaitu Mirah, Gunung Mas, Mount Muro, Kelian, Muyup,
dan Busang.
Terkonsentrasinya endapan-endapan atau cebakan-cebakan berharga pada
suatu metallogenic province dalam periode waktu geologi tertentu, dikenal dengan
istilah metallogenic epoch. Sebagai contoh dalam pembentukan cebakan timah di
dunia, di mana ±63,1% merupakan cebakan timah yang berasosiasi dengan batuan
granit berumur Mesozoikum, ± 18,1% berasosiasi dengan batuan granit berumur
Paleozoikum Akhir, ±6,6% berasosiasi dengan batuan granit berumur
Paleozoikum Tengah, dan ±3,3% berasosiasi dengan batuan granit berumur
Prakambrium.

2.2. Endapan/cebakan bijih yang berhubungan dengan rezim


tektonik lempeng
Seperti yang telah diuraikan di atas, salah satu faktor yang mengontrol
pembentukan endapan/cebakan mineral adalah siklus geologi. Hal ini dapat
diuraikan sebagai berikut:

Modul-3 Teknik Eksplorasi (23D11130202) - 3


• Di kerak bumi, lelehan batuan (magma) muncul mendekati permukaan bumi
akibat pendinginan dan perbedaan tekanan yang dikenal dengan diferensiasi
magma. Salah satu proses magmatisme adalah aktifitas volkanik.
• Daerah-daerah volkanik yang mengalami pelapukan dan proses penurunan serta
adanya media (fluida) yang membawa material-material klastik menuju
cekungan pengendapan.
• Penurunan kerak bumi di cekungan tersebut menyebabkan terjadinya proses
metamorfisme pada kondisi tekanan dan temperatur yang mendekati titik
lelehnya, sehingga terbentuk magma baru.
• Akibat adanya proses tektonik (tatanan geologi) menyebabkan terjadinya
rekahan-rekahan di kerak bumi sehingga dapat menjadi media untuk
terkonsentrasinya larutan pembawa bijih.
Model tektonik lempeng serta evolusi pembentukan endapan/cebakan bijih
di kerak bumi dapat dilihat pada Gambar 2 di bawah ini.

Gambar 2. Sketsa model tektonik lempeng serta evolusi pembentukan endapan dan
cebakan bijih di kerak bumi (Gocht et al., 1988).

Model di atas menjelaskan bagaimana kerak bumi terutama pada mid-


oceanic ridge (punggungan tengah samudera) yang baru terbentuk oleh
penambahan endapan magma akibat erupsi magma basaltik. Proses tersebut dapat
membentuk kerak samudera yang relatif homogen dengan segregasi bijih logam

Modul-3 Teknik Eksplorasi (23D11130202) - 4


kromium-nikel-platinum (Cr-Ni-Pt) yang umumnya terletak pada bagian terdalam.
Selain itu, juga tercebak bijih logam lainnya akibat naiknya magma pembawa bijih
pada perangkap-perangkap alamiah yang ada, sesuai karakteristik batuannya
(hostrock).
Jika dilihat pada tatanan teknik (tectonic setting) di Indonesia, maka terdapat
beberapa zona pengendapan/penyebakan bijih-bijih logam, sesuai dengan
karakterisik batuan dan proses-proses tektonik yang memengaruhinya, seperti yang
telah diuraikan pada pembahasan metallogenic province di atas.

2.3. Bentuk dan morfologi tubuh bijih


Secara umum parameter dimensional tubuh bijih (ukuran, bentuk, sebaran)
merupakan akibat dari variasi dan distribusi kadar mineral bijih. Secara teknik
penambangan, endapan/cebakan yang mempunyai kadar relatif rendah (low grade)
namun tersebar luas di dekat permukaan dapat ditambang dengan lebih
menguntungkan daripada cebakan yang berbentu urat (vein) dengan kadar yang
relatif tinggi, yang hanya dapat ditambang dengan metode tambang bawah tanah.
Begitu juga dengan pola (bentuk) sebaran, di mana endapan/cebakan dengan tubuh
bijih yang teratur (terkumpul) akan lebih mudah ditambang daripada tubuh bijih
yang tidak teratur (disseminated).
Sebagai dasar dalam pengenalan bentuk dan morfologi tubuh bijih, maka
pemahaman tentang pendeskripsian dimensi tubuh bijih menjadi hal yang sangat
penting. Arah sumbu panjang tubuh bijih dalam bidang horizontal yang sama
dianggap sama dengan jurus (strike). Inklinasi (penunjaman) bidang tubuh bijih
dalam arah tegak-lurus jurus dianggap sama dengan kemiringan (dip), dan
merupakan arah tiga dimensi (3D) dari suatu tubuh bijih. Jika suatu tubuh bijih
terbentuk akibat atau dikontrol oleh struktur geologi (misalnya sesar), yang juga
merupakan suatu bidang, maka arah pitch (bubungan) dan plunge (tunjaman)
menjadi bagian yang penting. Untuk jelasnya, masing-masing dimensi tubuh bijih
tersebut dapat dilihat pada Gambar 3.

Modul-3 Teknik Eksplorasi (23D11130202) - 5


Gambar 3. Sketsa pendeskripsian dimensi tubuh bijih (Moon et al., 2006).

Berdasarkan bentuk (morfologi) tubuh bijih dan pola sebaran mineral


bijihnya jika dihubungkan dengan batuan sekitarnya (batuan samping/induk),
maka endapan/cebakan bijih dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua) kelompok
utama, yaitu:
1. Diskordan, jika tubuh bijih membentuk pola yang memotong perlapisan batuan
sekitarnya.
2. Konkordan, jika tubuh bijih membentuk pola yang tidak memotong perlapisan
batuan sekitarnya.

2.3.1. Tubuh bijih diskordan


Berdasarkan pola tubuh bijih, maka dapat dikelompokkan menjadi tubuh
bijih yang mempunyai bentuk beraturan dan tubuh bijih dengan pola yang tidak
beraturan. Tubuh bijih diskordan dengan bentuk yang beraturan terbagi dua, yaitu:
• tubuh bijih tabular
• tubuh bijih tubular.
Sedangkan tubuh bijih diskordan dengan bentuk yang tidak beraturan juga
terbagi dua, yaitu:
• tubuh bijih disseminated (tersebar)
• tubuh bijih irregular replacement (tidak teratur).

Modul-3 Teknik Eksplorasi (23D11130202) - 6


2.3.1.1. Tubuh bijih tabular (berbentuk papan)
Tubuh bijih dengan pola penyebaran yang menerus dalam arah 2D (panjang
dan lebar), tapi terbatas dalam arah 3D (tipis), berbentuk urat (vein = fissure vein)
dan lode. Vein dan lode ini mempunyai arti yang sama, namun istilah vein lebih
sering digunakan untuk urat yang dikontrol oleh fractures (rekahan-rekahan),
sedangkan lode digunakan untuk urat yang dikontrol oleh crack (bukaan). Vein
umumnya terbentuk pada sistem fractures dan orientasi (pola penyebarannya)
dikontrol oleh pola sistem fractures tersebut.
Bentuk tubuh bijih tabular ini cukup kompleks sehingga membutuhkan
pendekatan eksplorasi yang cukup kompleks pula, dan mempunyai tingkat
kesulitan yang cukup tinggi. Penerapan teknologi eksplorasi lebih difokuskan
untuk menemukan, melokalisasi, dan mendeskripsikan pola penyebaran urat
melalui pengenalan pola rekahan yang mengontrolnya.
Hal yang perlu diperhatikan adalah mineralisasi yang terdapat pada sistem
urat jarang sekali merupakan mineral tunggal; pada umumnya berupa asosiasi dari
beberapa kombinasi mineral bijih dan “pengotor” (gangue) dengan komposisi
yang bervariasi. Batas penyebaran urat ini umumnya jelas, yaitu langsung dibatasi
oleh dinding urat. Sketsa tubuh bijih tabular dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Sketsa tubuh bijih diskordan-tabular, berupa


urat/vein yang dikontrol oleh bidang sesar (Moon et al., 2006).

Modul-3 Teknik Eksplorasi (23D11130202) - 7


2.3.1.2. Tubuh bijih tubular (berbentuk tabung)
Tubuh bijih tubular adalah tubuh bijih dengan pola penyebaran yang relatif
pendek (terbatas) dalam arah 2D, namun relatif menerus dalam arah 3D (arah
vertikal). Jika penyebaran tubuh bijih ini relatif vertikal – sub vertikal biasanya
disebut sebagai pipes (chimney), sedangkan jika relatif horizontal – sub horizontal
disebut sebagai mantos (flat lying tubular body). Kebanyakan tubuh bijih ini
merupakan pipa kuarsa dengan mineralisasi logam-logam bismut, molibdenit,
tungsten, dan timah (Gambar 5.A). Kadang bentuk ini juga ditemukan berupa pipa
breksi (breccia pipe) dengan mineralisasi tembaga (sulfida).

(A) (B)

Gambar 5. (A). Sketsa tubuh bijih Vulcan pipe yang


mengandung 4,5% timah di Herberton, Queensland, Australia.
(B). Stockwork veinlets kuarsa yang mengandung bijih
molibdenit di Climax, Colorado, USA (Moon et al., 2006).

2.3.1.3. Tubuh bijih disseminated (tersebar)


Tubuh bijih ini merupakan tubuh bijih dengan pola penyebaran mineral bijih
yang tersebar di dalam host rock (batuan induk/wadah), seperti (mirip dengan)

Modul-3 Teknik Eksplorasi (23D11130202) - 8


penyebaran mineral-mineral ikutan di dalam batuan beku, atau berupa urat-urat
tipis (veinlets) yang tersebar. Mineral-mineral bijih tersebut tersebar di dalam host
rock berupa (dalam bentuk) veinlets yang saling berpotongan menyerupai jaring-
jaring yang saling berkaitan membentuk sistem veinlets yang sering disebut
dengan stockwork (Gambar 5.B). Model cebakan seperti ini umumnya mempunyai
batas yang berangsur dengan batuan samping (wall rock atau country rock).
Stockwork umumnya muncul sebagai cebakan tipe porfiri pada batuan beku asam
hingga menengah (intermediate). Sistem stockwork ini dapat memotong batuan
samping atau batuan induknya.
Tubuh bijih disseminated ini merupakan sistem cebakan utama untuk
cebakan tembaga porfiri dengan molibdenum disseminated (sistem porfiri Cu-Mo).
Di samping itu, juga merupakan sistem cebakan yang penting untuk bijih timah,
emas, perak, merkuri, dan uranium. Pada umumnya cebakan porfiri ini mempunyai
dimensi tubuh yang besar, dengan kadar umumnya 0,4-1,5% Cu dan tonase
50-5000 MT.

2.3.1.4. Tubuh bijih irregular replacement (tak teratur)


Tubuh bijih tipe ini merupakan tubuh bijih yang terbentuk melalui
pergantian (replacing) unsur-unsur yang sudah ada sebelumnya (umumnya pada
batuan sedimen yang kaya karbonat), salah satu contohnya adalah endapan
magnesit. Proses penggantian (replacement) ini umumya terjadi pada kondisi
temperatur tinggi seperti pada daerah kontak dengan intrusi batuan beku. Oleh
sebab itu cebakan hasil proses replacement ini disebut juga dengan cebakan
metasomatisme kontak (pirometasomatik), contoh yang penting adalah cebakan
skarn (Gambar 6). Ciri dari tubuh bijih irregular replacement ini adalah kaya akan
(disusun oleh) mineral-mineral kalsium-silikat, seperti diopsid, wollastonit,
andrasit, garnet, dan aktindit. Adapun mineral bijih yang umum terdapat sebagai
cebakan tipe skarn adalah besi, tembaga, tungsten, grafit, seng, timbal, molibdenit,
timah, uranium, dan talk.

Modul-3 Teknik Eksplorasi (23D11130202) - 9


Gambar 6. Sketsa cebakan tipe skarn, contoh replacement
bijih besi pada kontak batugamping (Moon et al., 2006).

2.3.2. Tubuh bijih konkordan


Umumnya tubuh bijih ini terbentuk pada batuan induk (host rock) atau
sebagai endapan hasil proses pelapukan. Endapan/cebakan yang mempunyai tubuh
bijih konkordan ini dikelompokkan sesuai dengan jenis batuan induknya, yaitu:
• Sedimentary host rock (dengan batuan induk adalah batuan sedimen)
• Igneous host rock (dengan batuan induk adalah batuan beku)
• Metamorphic host rock (dengan batuan induk adalah batuan metamorfik)
• Residual deposit (endapan akibat pelapukan batuan induk).

2.3.2.1. Tubuh bijih dengan batuan induk berupa batuan sedimen


Endapan-endapan bijih yang terkonsentrasi di dalam batuan sedimen cukup
penting, terutama endapan-endapan base metal (logam dasar) dan besi. Di dalam
batuan sedimen, mineral-mineral bijih dapat terbentuk (terkonsentrasi) sebagai
suatu bagian yang terintegrasi dari urutan stratigrafi, yang dapat terbentuk secara
“epigenetic filling” (pengisian rekahan setelah batuan induknya terbentuk) atau
replacement pada rongga-rongga (pori-pori). Endapan-endapan seperti ini pada
umumnya tersebar sejajar dengan bidang perlapisan batuan induk (host rock
batuan sedimen) di sekitarnya.
Beberapa jenis batuan sedimen menghasilkan jenis atau tipe konsentrasi
mineral bijih yang khas, antara lain:

Modul-3 Teknik Eksplorasi (23D11130202) - 10


• Limestone host (batugamping sebagai batuan induk). Umumnya merupakan
mineral-mineral base metal sulfida, yang terkonsentrasikan pada zona-zona
dengan permeabilitas tinggi akibat dolomitisasi dan fracturing. Tubuh bijih
yang terbentuk umumnya merupakan bagian kecil dari stratigrafi, karena
bergantung pada tingkat pelarutan dan reaktifitas.
• Argillaceous host (batuan dominan berukuran butir lempung sebagai batuan
induk). Serpih, batulumpur (mudstone), argilit, dan sabak merupakan batuan
induk yang penting untuk tubuh bijih konkordan yang menerus dan ekstensif
(tersebar luas). Contohnya adalah untuk bijih Cu dan Pb-Zn. Juga penting untuk
endapan bijih Ag, Sn, Cd, An, Bi, dan Cu-Au.
• Arenaceous host (batuan dominan batupasir sebagai batuan induk). Batuan
induk yang penting adalah batupasir feldspatoid. Akibat pelapukan endapan
bijih dapat terakumulasi sebagai endapan plaser dengan konsentrasi berupa
endapan-endapan mineral berat (high density), seperti titanium, zirkonium,
torium, serium, dan yetrium.
• Rudaceous host (batuan dominan fragmen yang berukuran lebih besar/kasar
daripada pasir sebagai batuan induk). Batuan-batuan yang penting sebagai host
rock antara lain gravel aluvial dan konglomerat yang membentuk endapan
plaser aluvial recent. Endapan emas plaser umumnya terkonsentrasi pada tipe
plaser aluvial, sedangkan endapan bijih uranium umumnya terkonsentrasi pada
konglomerat.
• Sedimen kimia sebagai batuan induk. Endapan yang penting adalah besi dan
mangan berupa konkresi. Sedangkan pada tipe evaporit mineral-mineral bijih
akan cenderung tersebar.

2.3.2.2. Tubuh bijih dengan batuan induk berupa batuan beku


Secara umum tubuh bijih dengan host rock batuan beku ini dapat dibedakan
menjadi dua berdasarkan posisi terbentuknya batuan beku tersebut, yaitu volcanic
host (dekat permukaan) dan plutonic host (batuan beku dalam).

Modul-3 Teknik Eksplorasi (23D11130202) - 11


• Volcanic host; yang terpenting adalah endapan volkanik yang berasosiasi
dengan sulfida masif hingga membentuk tipe oksida (Gambar 7). Mineral-
mineral bijih umumnya terbentuk berupa stratiform, lentikular, hingga
berlembar, yang umumnya berkembang pada batas-batas antar unit volkanik
atau pada kontak batuan volkanik dengan batuan sedimen. Batuan induk yang
terpenting adalah riolit sebagai pembawa logam Pb dan Cu yang berasosiasi
dengan volkanik mafik.

Gambar 7. Model endapan volkanik yang berasosiasi dengan


bijih sulfida masif (Moon et al., 2006).

• Plutonic host; pada umumnya tersusun oleh mineral-mineral mafik-felsik,


dengan mineral bijih antara lain kromit, magnetit, ilmenit. Mineral bijih
tersebut umumnya tersebar terbatas berbentuk stratiform. Bentuk lain yang
sering muncul adalah berupa endapan ortomagmatik Ni-Cu sulfida akibat
naiknya magma ultramafik – mafik, dan terbentuk pada dasar aliran lava yang
membentuk intrusi plutonik.

2.3.2.3. Tubuh bijih dengan batuan induk berupa batuan metamorfik


Umumnya membentuk cebakan dengan morfologi yang tidak beraturan, dan
terbentuk di dalam kompleks metamorfik yaitu pada zona kontak metamorfik.
Mineral bijih yang sering terbentuk pada tipe ini adalah wollastonit, andalusit,
garnet, dan grafit.

Modul-3 Teknik Eksplorasi (23D11130202) - 12


2.3.2.4. Tubuh bijih endapan residual
Tubuh endapan residual adalah tubuh bijih yang terbentuk akibat
perombakan batuan-batuan yang mengandung mineral bijih dengan kadar rendah,
yang kemudian mengalami pelapukan dan pelarutan serta pelindian, dan
selanjutnya mengalami pengayaan relatif hingga mencapai kadar yang ekonomis.
Proses utama yang terjadi adalah leaching (pelindian). Sebagai contoh endapan
bauksit (hidrous alumina oksida) yang terbentuk akibat pelindian (leaching) silika-
alkali pada batuan asal berupa nefelin-sienit. Contoh lain adalah endapan nikel
laterit (residu) akibat pelindian batuan beku peridotit dan diikuti oleh proses
pengayaan supergen.

3. Proses Pembentukan Endapan/Cebakan


Proses ini merupakan urut-urutan kejadian mulai dari aktifitas magma
(magmatik cair) sampai dengan injeksi larutan sisa magma pada dekat permukaan
(hidrotermal), dan selanjutnya mengalami proses-proses eksternal berupa proses
sedimentasi atau proses metamorfosis membentuk endapan-endapan sedimenter
atau cebakan metamorfik.
Berdasarkan asal (sumber) dan proses pembentukannya, maka secara umum
endapan/cebakan mineral (bahan galian) dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
cebakan primer dan endapan/cebakan sekunder.

3.1. Endapan/cebakan primer


Endapan/cebakan primer terbentuk langsung dari magma (segregasi dan
diferensiasi magma). Disebut cebakan singenetik jika cebakannya terbentuk
bersamaan waktunya dengan pembentukan batuan induknya (host rock), dan
disebut cebakan epigenetik jika cebakannya terbentuk tidak bersamaan waktunya
dengan pembentukan batuan induknya.
Berdasarkan urutan pembentukan (dari diferensiasi magma), maka
endapan/cebakan primer ini dikelompokkan menjadi beberapa fasa, yaitu:

Modul-3 Teknik Eksplorasi (23D11130202) - 13


1. Magmatik cair (early- and late magmatic)
2. Pegmatitik
3. Pneumatolitik
4. Hidrotermal
5. Volkanik.

3.1.1. Cebakan mineral yang terbentuk pada fasa magmatik cair


Cebakan primer ini terbentuk langsung pada magma (diferensiasi magma),
misalnya dengan cara gravitational settling. Contoh mineral yang banyak
terbentuk dengan cara ini adalah kromit, titanomagnetit, dan pentlandit. Sebelum
terkonsolidasi, magma residual yang bebas bergerak (mobile) dan kaya akan
oksida besi tertekan keluar. Larutan yang mobile inilah yang akan menjadi sumber
fasa-fasa selanjutnya (pegmatitik, pneumatolitik, dan hidrotermal).

3.1.2. Cebakan mineral yang terbentuk pada fasa pegmatitik


Pegmatit adalah batuan beku yang terbentuk sebagai hasil injeksi magma.
Akibat kristalisasi pada magmatik awal dan tekanan di sekeliling magma, maka
cairan residual yang mobile akan terinjeksi dan menerobos batuan di sekelilingnya
sebagai dike, sill, dan stockwork. Kristal-kristal dari pegmatit akan berukuran
besar; karena tidak adanya kontras tekanan dan temperatur antara magma dengan
batuan di sekelilinganya, sehingga pembekuan berjalan dengan lambat. Mineral-
mineral yang dapat ditemui (terbentuk) pada fasa pegmatit ini, antara lain:
• Logam-logam ringan, seperti: Li-silikat, Be-silikat (Be,Al-silikat), Al-rich
silicate.
• Logam-logam berat, seperti: Sn, Au, W, Mo.
• Unsur-unsur jarang (rare elements), seperti: niobium, iodium (Y), Ce, Zr, La,
tantalum, Th, U, Ti.
• Batu mulia, seperti: rubi, safir, beril, topaz, tourmaline-rose, rose quartz, smoky
quartz, rock crystal.

Modul-3 Teknik Eksplorasi (23D11130202) - 14


3.1.3. Cebakan mineral yang terbentuk pada fasa pneumatolitik
Pneumatolitik adalah proses reaksi kimia dari gas dan cairan yang berasal
dari magma, pada lingkungan yang dekat dengan magma. Dari sudut geologi, ini
disebut kontak metamorfisme, karena adanya gejala kontak antara batuan yang
lebih tua dengan magma yang lebih muda. Gejala kontak metamorfisme tampak
dengan adanya perubahan pada tepi batuan beku intrusi dan terutama pada batuan
yang diintrusi, yaitu baking (pemanggangan) dan hardening (pengerasan).
Mineral kontak ini dapat terjadi bila uap panas dengan temperatur tinggi dari
magma, kontak dengan batuan dinding yang reaktif. Mineral-mineral kontak yang
terbentuk adalah: wolastonit (CaSiO3), kuarsa, garnet, tremolit, aktinolit, diopsit,
amfibol, epidot, vesuvianit, topaz, turmalin, dan batuan skarn.
Mineral bijih pada endapan pneumatolitik (kontak metasomatisme)
umumnya berupa sulfida sederhana dan oksida, seperti sfalerit, galena, kalkopirit,
bornit, dan sedikit molibdenit. Hanya sedikit endapan jenis ini yang betul-betul
tidak mengandung besi, pada umumnya akan banyak sekali berisi pirit atau
magnetit dan hematit. Skilit (scheelite) juga terdapat pada endapan jenis ini
(contoh di Singkep, Indonesia).

3.1.4. Cebakan mineral yang terbentuk pada fasa hidrotermal


Larutan hidrotermal adalah larutan sisa magma yang panas dan bersifat
“aqueous” sebagai hasil diferensiasi magma. Larutan ini kaya akan logam-logam
yang relatif ringan, dan merupakan sumber terbesar (90%) dari proses
pembentukan cebakan bijih.
Berdasarkan cara pembentukan cebakannya, dikenal dua macam cebakan
hidrotermal, yaitu:
• Cavity filling; mengisi rongga-rongga (openings) yang sudah ada di dalam
batuan
• Metasomatisme; penggantian unsur-unsur yang telah ada di dalam batuan
dengan unsur-unsur baru dari larutan hidrotermal.

Modul-3 Teknik Eksplorasi (23D11130202) - 15


Berdasarkan kisaran temperatur pembetukannya, secara umum dikenal tiga
macam cebakan hidrotermal, yaitu:
• Epitermal: temperatur 0 – 200oC
• Mesotermal: temperatur 150 – 350oC
• Hipotermal: temperatur 300 – 500oC.
Mineral-mineral seperti pirit (FeS2), kuarsa (SiO2), kalkopirit (CuFeS2),
bornit (Cu2FeS4), dan fluorida-fluorida selalu terdapat pada ketiga tipe cebakan
hidrotermal tersebut.
Paragenesis cebakan hipotermal dan mineral gangue-nya adalah: emas (Au),
magnetit (Fe3O4), hematit (Fe2O3), kalkopirit (CuFeS2), arsenopirit (FeAsS), pirotit
(FeS), galena (PbS), pentlandit (NiS), wolframit {Fe(Mn)WO4}, skilit (CaWO4),
kasiterit (SnO2), Mo-sulfida (MoS2), Ni-Co sulfida, nikelit (NiAs), sfalerit ((ZnS),
dengan mineral-mineral pengotor (gangue) antara lain: topaz, felspar, kuarsa,
turmalin, silikat, dan karbonat.
Sedangkan paragenesis cebakan mesotermal dan mineral gangue-nya adalah:
stanit (Sn, Cu) sulfida, sulfida-sulfida: sfalerit (ZnS), enargit (Cu3AsS4),
Cu-sulfida, Sb-sulfida, stibnit (Sb2S3), tetrahedrit (Cu,Fe)12Sb4S13, bornit
(Cu2FeS4), galena (PbS), dan kalkopirit (CuFeS2), dengan mineral-mineral
pengotor: karbonat, kuarsa, dan pirit.
Paragenesis cebakan epitermal dan mineral gangue-nya adalah: Cu-murni
(natif), argentit (AgS), golongan Ag-Pb kompleks sulfida, markasit (FeS2), pirit
(FeS2), cinabar (HgS), realgar (AsS), antimoni/stibnit (Sb2S3), stanit (Cu2SnFeS4),
dengan mineral-mineral pengotor: kalsedon (SiO2), Mg-karbonat, rodokrosit
(MnCO3), barit (BaSO4), dan zeolit (Al-silikat).

3.1.5. Endapan mineral yang terbentuk pada fasa volkanik


Endapan mineral fasa volkanik merupakan produk akhir dari proses
pembentukan bijih secara primer. Jika dilihat dari segi ekonomisnya, maka
endapan ekonomis dari fasa volkanik adalah belerang, berupa kristal belerang atau

Modul-3 Teknik Eksplorasi (23D11130202) - 16


lumpur belerang dan oksida besi, misalnya hematit (Fe2O3). Sebagai hasil kegiatan
fasa volkanik adalah aliran lava, ekshalasi gas volkanik, dan mata air panas.

Gambar 8. Sketsa pembentukan endapan primer (Darijanto, 1997).

3.2. Endapan sekunder


Endapan sekunder adalah endapan yang terbentuk akibat konsentrasi bahan
galian berharga (bijih) akibat pengendapan kembali secara sekunder (berasal dari
perombakan batuan asal) melalui proses-proses pelapukan (kimia atau mekanik),
transportasi, pemilahan (sorting), dan pengonsentrasian (pengayaan), sehingga
menghasilkan endapan bijih tertentu.
Mineral bijih sedimenter adalah mineral bijih yang ada kaitannya dengan
batuan sedimen, dibentuk oleh pengaruh air, kehidupan, udara, selama proses
sedimentasi berlangsung, atau pelapukan, maupun dibentuk oleh proses
hidrotermal. Mineral bijih sedimenter umumya mengikuti lapisan (stratiform) atau
berbatasan dengan litologi tertentu (stratabound).

Modul-3 Teknik Eksplorasi (23D11130202) - 17


3.2.1. Pembentukan endapan sekunder (mekanis)
Terbentuk oleh konsentrasi mekanik dari mineral bijih yang berasal batuan
atau endapan lain (akibat pelapukan kimiawi maupun mekanik), proses pemilahan
selama berlangsungnya transportasi dan pengendapan, tergantung oleh besar butir
dan berat jenis (dikenal sebagai endapan plaser atau endapan letakan). Mineral
plaser terpenting adalah platinum, emas, kasiterit, magnetit, monazit, ilmenit,
zirkon, intan, garnet, tantalum, rutil, dll.
Berdasarkan lokasi pengandapannya, endapan plaser dapat dibagi menjadi
empat jenis, yaitu (Gambar 9):
1. Endapan plaser eluvium (dekat atau di sekitar sumber mineral bijih primer),
yang terbentuk dengan hanya sedikit tertransportasi (material mengalami
pelapukan setelah pencucian).
2. Endapan plaser aluvium, merupakan endapan plaser terpenting. Terbentuk di
sungai, bergerak kontinyu oleh air, sorting berdasarkan berat jenis, sehingga
mineral yang berat tertransport relatif lebih dekat dari sumbernya. Intensitas
pengayaan akan didapat jika kecepatan aliran menurun, seperti di sebelah dalam
meander. Contoh endapan tipe ini adalah timah (Sn) di Bangka dan Belitung.

Gambar 9. Sketsa letak (keterdapatan) endapan sekunder mekanis (plaser).

3. Endapan plaser pantai, terbentuk karena aktifitas gelombang yang memukul dan
mengabrasi pantai, serta mencuci pasir pantai. Mineral yang umum ilmenit,
magnetit, monazit, rutil, zirkon, intan, tergantung dari batuan yang terabrasi.

Modul-3 Teknik Eksplorasi (23D11130202) - 18


4. Endapan plaser fosil, merupakan endapan primer purba yang telah mengalami
pembatuan dan kadang telah mengalami metamorfisme. Sebagai contoh,
endapan emas dan uranium yang terbentuk dalam lapisan-lapisan konglomerat.

3.2.2. Pembentukan endapan sekunder hasil rombakan dan proses kimia


Secara normal material bumi tidak dapat mempertahankan kestabilannya
serta akan mengalami pelapukan dan terdistribusi kembali serta bercampurnya
unsur-unsur (ion) dengan material lain. Proses di mana unsur-unsur berpindah
menuju lokasi dan lingkungan geokimia yang baru dinamakan dispersi geokimia.
Bahan terangkut pada proses sedimentasi (transportasi/mobilisasi) dapat
berupa partikel atau ion dan akhirnya diendapkan pada suatu tempat. Dispersi
dangat dipengaruhi oleh mobilitas unsur yang bersangkutan. Unsur dengan
mobilitas yang rendah cenderung berada dekat dengan tubuh bijihnya, sedangkan
unsur dengan mobiitas tinggi cenderung relatif jauh dari tubuh bijihnya. Selain itu,
juga tergantung dari sifat kimia, Eh (potensial redoks), dan pH (tingkat keasaman)
suatu lingkungan, seperti Cu dalam kondisi asam akan mempunyai mobilitas
tinggi, sedangkan dalam kondisi basa akan bermobilitas rendah.
Sebagai contoh dapat dilihat pada proses pengayaan sekunder pada endapan
lateritik. Dari pelapukan dihasilkan reaksi oksidasi dengan sumber oksigen dari
udara atau air permukaan. Oksidasi berjalan ke arah bawah sampai batas air tanah.
Akibat proses oksidasi ini, beberapa mineral tertentu akan larut dan terbawa
meresap ke bawah permukaan tanah, kemudian terendapkan pada zona reduksi.
Bagian permukaan yang tidak larut, akan jadi berongga, berwarna kuning
kemerahan, dan sering disebut dengan gossan. Contoh endapan ini adalah endapan
nikel laterit.

4. Latihan dan Tugas


1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan metallogenic province dan metallogenic
epoch; berikan salah satu contohnya masing-masing.

Modul-3 Teknik Eksplorasi (23D11130202) - 19


2. Gambarkan model umum tektonik lempeng dengan lokasi-lokasi pembentukan
endapan/cebakan mineral bijih di kerak bumi.
3. Gambarkan model cebakan salah satu bentuk tubuh bijih diskordan yang
tabular.
4. Jelaskan apa yang dimaksud dengan pegmatitik, pneumatolitik, dan
hidrotermal.
5. Gambarkan model genetik pembentukan cebakan bijih primer menurut
Darijanto (1997).

5. Daftar Pustaka
Evans, A.M., 1995, Introduction to mineral exploration, Blackwell Science Ltd.,
Oxford, UK., 396 p.
Gocht, W.R., Zantop, H., Eggert, R.G., 1988, International mineral economics –
mineral exploration, mine evaluation, mineral markets, International Mineral
Policies, Springer-Verlag.
Kuzvart M. and Bohmer, M., 1986, Prospecting and exploration of mineral
deposits, Development in Economic Geology, 21, Elsevier, Amsterdam-
Oxford-New York-Tokyo, 508 p.
Moon, C.J., Whateley, M.K.G, Evans, A.M., 2006, Introduction to mineral
exploration, second edition, Blackwell Publishing, USA, UK, Australia,
481 p.
Notosiswoyo, S., Syafrizal, Heriawan, M.N., 2000, Teknik eksplorasi, Buku Ajar,
Jurusan Teknik Pertambangan, Fakultas Ilmu Kebumian dan Teknologi
Mineral, ITB, Bandung, tidak dipublikasikan, hal. III-1 - III-18.
Peters, W.C., 1978, Exploration and mining geology, Second edition, John Wiley
& Sons, Canada, 685 p.

Modul-3 Teknik Eksplorasi (23D11130202) - 20


MODUL IV
MODEL ENDAPAN/CEBAKAN BAHAN GALIAN

Sasaran Pembelajaran
Mampu mendeskripsikan tipe genetik dan jenis-jenis model endapan /
cebakan bahan galian (mineral, batuan, dan batubara), baik endapan/cebakan
primer maupun sekunder, terkait dengan eksplorasinya.

1. Pendahuluan
Dalam konteks pemodelan endapan/cebakan bahan galian, beberapa istilah
mendasar mengenai keterdapatan, endapan/cebakan mineral, dan endapan/cebakan
bijih harus dapat dipahami agar dapat mempunyai pengertian yang sama dalam
penggunaan istilah ini.
Keterdapatan mineral (mineral occurrence) adalah suatu konsentrasi mineral
(pada umumnya terdapat bersamaan dengan beberapa mineral lain) yang dapat
terdeteksi keberadaannya pada suatu tempat atau mempunyai ciri/konsentrasi di
mana secara terknis/ilmiah, menarik.
Endapan/cebakan mineral (mineral resources / mineral deposits) adalah
suatu keterdapatan mineral dengan ukuran dan kadar yang cukup secara teknis
(dalam berrbagai kondisi) dan mempunyai nilai ekonomis yang potensial untuk
dikembangkan lebih lanjut.
Endapan/cebakan bijih (ore deposit) adalah suatu endapan/cebakan mineral
yang mempunyai ukuran dan kadar yang dapat diuji dan diketahui, serta
mempunyai kemungkinan untuk ditambang secara menguntungkan. Pada konteks
endapan/cebakan bijih ini, kontrol ekonomi dan integrasi proses pengelolaan
(penambangan – pengolahan – pemasaran) harus akurat dan terukur.
Perlu diingat bahwa bahan tambang bukan hanya mineral atau bijih, tetapi
juga batubara dan batuan (permata/batu mulia, bahan galian industri, bahan
bangunan, tanah urug/tanah timbun atau bahan galian konstruksi).

Modul-4 Teknik Eksplorasi (23D11130202) - 1


Pada tahap awal kegiatan eksplorasi, yaitu pada tahap obervasi lapangan,
selalu dimulai dengan kegiatan untuk menemukan keterdapatan mineral (mineral
occurrence), lalu pada tahap-tahap selanjutnya diusahakan untuk menghasilkan
(membuktikan) keterdapatan mineral tersebut, yang kemudian ditingkatkan
menjadi endapan/cebakan mineral (mineral resource) dan bahkan jika beruntung,
dapat ditingkatkan menjadi endapan/cebakan bijih (ore deposit).
Dalam mengumpulkan informasi dan pengetahuan tentang karakteristik
untuk mendapatkan suatu endapan/cebakan bijih, maka disusun suatu model yang
mengakomodasi informasi-informasi dan karakteristik bahan galian (endapan atau
cebakan) tersebut, yang disebut dengan model endapan/cebakan mineral (mineral
deposit model), dengan harapan bahwa melalui model ini dapat dilakukan
program-program pembuktian untuk dapat mengidentifikasi dengan benar kondisi
endapan/cebakan tersebut, sehingga dapat diukur seberapa besar potensi untuk
mengembangkannya menjadi endapan/cebakan bijih (ore deposit).
Atribut atau sifat-sifat dari suatu keterdapatan mineral harus dapat
tergambarkan pada sebuah model. Untuk itu dalam penggambarannya dapat
dilakukan dengan 2 (dua) pendekatan (pengelompokan), yaitu:
1. Karakteristik lokal; yang dapat langsung diamati di lapangan, yaitu:
a. Mineralogi, baik berupa komposisi mineral ikutan, mineral-mineral
pengotor, tekstur, dll.
b. Pola-pola pengelompokan (zonal patterns), baik berupa pola urat, pola
alterasi, pola anomali, dll.
c. Sifat-sifat kimia endapan/cebakan atau anomali kimia lokal (local chemical
haloes), baik berupa komposisi kimia unsur utama, unsur-unsur ikutan,
unsur-unsur petunjuk, dll.
2. Karakteristik tatanan tektonik regional; yang dapat diinterpretasikan dari studi
lokal dan dikombinasikan dengan tatanan tektonik regional, yaitu:
a. Urutan batuan
b. Lingkungan geologi, dll.

Modul-4 Teknik Eksplorasi (23D11130202) - 2


Komponen atribut utama dalam penyusunan suatu model endapan/cebakan
ada dua, yaitu pola geokimia (berhubungan dengan distribusi/komposisi unsur,
pola dispersi, anomali-anomali, dll.) dan mineralogi (berhubungan dengan
komposisi mineralogi beserta sifat-sifat fisik dan kimianya, termasuk struktur dan
tekstur endapan/cebakan mineral tersebut).
Suatu model endapan/cebakan mineral merupakan sebuah informasi yang
disusun secara sistematis yang memuat informasi-informasi tentang atribut-atribut
penting (sifat dan karakteristik) pada suatu kelas endapan/cebakan mineral. Model
tersebut dapat juga berupa suatu model empirik (deskriptif), yang memuat
informasi-informasi yang saling berhubungan (dari yang belum diketahui)
berdasarkan data teoritik, yang selanjutnya dijabarkan dalam konsep-konsep yang
fundamental (mendasar).
Sifat dari suatu endapan/cebakan mineral haruslah fleksibel, yaitu terbuka
dan mudah diaplikasikan.
1. Terbuka, yaitu dapat berubah dengan penambahan data atau informasi baru
yang diperoleh, sehingga dapat memperkaya/menyempurnakan model atau
bahkan dapat merubah model endapan/cebakan awal.
2. Mudah digunakan (diaplikasikan), yaitu pengguna dapat dengan mudah
untuk mengerti dan membaca model untuk diterapkan pada lingkungan batuan
dan tektonik selama penyelidikan.
Dalam penyusunan suatu model endapan/cebakan mineral, perlu
diperhatikan penekanan pada endapan-endapan atau cebakan-cebakan epigenetik,
yaitu penekanan pada lingkungan litotektonik formasi (berhubungan dengan
batuan asal atau batuan induk) atau penekanan pada lingkungan litotektonik
mineralisasi (berhubungan dengan proses pembentukan mineral-mineral). Oleh
sebab itu untuk endapan/cebakan epigenetik, harus jelas arah penekanan
modelnya, agar tidak terjadi kesalahan dalam interpretasi.
Pada Tabel 1 dapat dilihat klasifikasi model-model endapan/cebakan mineral
sesuai dengan proses dan lingkungan geologi pembentukannya.

Modul-4 Teknik Eksplorasi (23D11130202) - 3


Tabel 1. Klasifikasi model endapan/cebakan mineral berdasarkan lingkungan
geologi dan tektonik (Cox and Singer, 1987).
Lingkungan Geologi dan Tektonik Endapan/Cebakan Mineral (Lokasi Tipe)
I. Intrusi mafik dan ultramafik
A. Area tektonik stabil (kompleks stratiform)
a. Endapan berbentuk stratiform
- Zona basal Stilwater: Ni-Cu
- Zona intermedier Bushveld: kromit; Merensky Reef: PGE
- Zona terluar (upper zone) Bushveld: Fe-Ti-V
b. Cebakan berbentuk pipa (pipe) Cu-Ni pipes; PGE pipes
B. Area tektonik tak stabil
a. Intrusi berumur sama dengan batuan Duluth Cu-Ni-PGE; Noril’s Cu-Ni-PGE
volkanik
b. Intrusi yang terjadi selama orogenesis
- Sinorogenik dalam koridor volkanik Ni-Cu
- Sinorogenik dalam koridor non-volkanik Anortosit-Ti
- Ofiolit Kromit podiform; serpentinit Ni-Co
C. Intrusi alkalin dalam area tektonik stabil Karbonatit; kompleks alkalin; diamond pipes

II. Intrusi felsik


A. Tekstur fanerokristalin
a. Pegmatitik Be-Li; Sn-Nb-Ta
b. Intrusi granit
- Pada batuan samping karbonatan W-skarn; Sn-skarn; Sn-replacement
- Pada batuan samping lainnya W-vein; Sn-vein; Sn-greisen; sulfidasi rendah
Au - urat kuarsa; intrusi anortosit - Ti
B. Intrusi porfiroafanitik
a. Granit dan riolit high silica Climax-Co
b. Batuan felsik-mafik termasuk alkalik Porfiri-Cu
- Batuan samping karbonatan Profiri-Cu; skarn-Cu; skarn Zn-Pb; skarn-Fe
(dekat kontak)
- Batuan samping karbonatan Replacement polimetalik; replacement Mn;
(jauh dari kontak) carbonate-hosted Au
- Batuan samping volkanik (dalam granit) Porfiri-Sn; urat Sn - polimetalik
- Batuan samping volkanik Porfiri Cu-Au
(dalam kalk-alkalin)
c. Batuan samping berupa batuan beku yang
lebih tua, dan batuan sedimen
- Cebakan dengan intrusi Porfiri Cu-Mo; porfiri Mo (low F); Porfiri W
- Cebakan dengan batuan samping Volcanic-hosted Cu-As-Sb; vein Au-Ag-Te;
vein polimetalik (epitermal kuarsa-alunit-Au);
urat kuarsa - Au sulfidasi rendah

III. Batuan ekstrusif


A. Batuan ekstrusif mafik
- Kontinental/benua Basaltik-Cu; sediment-hosted Cu
- Samudera (berhubungan dengan ofiolit) Sulfida masif; volkanogenik Mn; Blackbird
Co-Cu; komatitik Ni-Cu

Modul-4 Teknik Eksplorasi (23D11130202) - 4


Tabel 1. (lanjutan)

Lingkungan Geologi dan Tektonik Endapan/Cebakan Mineral (Lokasi Tipe)


B. Batuan ekstrusif felsik-mafik
a. Lingkungan subaerial
- Cebakan utama dengan batuan volkanik Rhyolite-spring Au-Ag; urat epitermal kuarsa-
alunit Au; volkanogenik U; epitermal Mn;
rhyolite-hosted Sn; volcanic-hosted magnetit
- Cebakan dalam batuan karbonatan yang Cabonate-hosted Au-Ag; cebakan fluorspar
lebih tua
- Endapan dalam batuan klastik yang Hot spring Hg; Almaden Hg; silika-karbonat
lebih tua Hg;
- Lingkungan marin Kuroko massive-sulphide; Algoma Fe

IV. Batuan sedimen


A. Batuan sedimen klastik
- Konglomerat – breksi sedimenter Konglomerat berfragmen kuarsa Au-U;
Olympic dam Cu-U-Au
- Batupasir Sandstone-hosted Pb-Zn; sediment-hosted Cu;
batupasir U
- Serpih - batulanau Sediment exhalative Zn-Pb; bedded barite;
emerald vein
B. Batuan karbonatan
- Tidak berasosiasi dengan batuan beku Pb-Zn; Cu-Pb-Zn; bauxite
- Dipengaruhi panas (heat) batuan beku Polimetalik replacement; replacement Mn;
cabonate-hosted Au-Ag; endapan fluospar
C. Sedimen kimiawi
- Oseanik Nodul Mn
- Shelf Superior Fe; sedimenter Mn; fosfat
- Restricted basin Marine evaporite

V. Batuan metamorfik regional


A. Dari batuan eugeosinklinal Low-sulphidation Au quartz vein
B. Dari pelitik dan sedimen lain

VI. Surficial and unconformity-related


A. Residual Ni lateritik; bauksit lateritik; bauksit karst
B. Pengendapan Plaser Au-PGE; plaser Ti; plaser intan;
stream placer Sn

2. Model Deskriptif Cebakan


Perlu ditekankan bahwa lebih banyak lagi aspek deskriptif cebakan yang
perlu diperhatikan, karena tujuan pembuatan model cebakan ini adalah untuk

Modul-4 Teknik Eksplorasi (23D11130202) - 5


menghasilkan suatu dasar interpretasi observasi geologi yang lebih lanjut
(kemudian) digunakan sebagai dasar dalam interpretasi dalam proses eksplorasi.
Atribut-atribut (karakteristik) yang diuraikan digunakan sebagai petunjuk (guide)
untuk pembuktian sumberdaya dalam eksplorasi dan untuk pendukung interpretasi
dalam pembuktian keberadaan cebakan.
Model deskriptif cebakan dapat dinyatakan dalam dua bagian, yaitu:
1. Lingkungan geologi cebakan:
a. Mendeskripsikan (menguraikan) kondisi lingkungan geologi di mana
endapan/cebakan tersebut terbentuk (ditemukan) yang diidentifikasikan
melalui kerakteristik-karakteristik geologi yang mendukung.
b. Mendeskripsikan tipe dan tekstur batuan yang menutupi keberadaan host
rock, terutama pada cebakan-cebakan tipe batuan induk.
c. Mendeskripsikan tipe batuan asal (source rock) pada cebakan-cebakan
yang terbentuk dari fluida hidrotermal, yaitu cebakan-cebakan epigenetik.
d. Mendeskripsikan perkiraan umur geologi di mana cebakan tersebut
terbentuk.
e. Mendeskripsikan tatanan tektonik (tectonic setting) yang mengontrol
pembentukan cebakan, terutama pada cebakan-cebakan yang terbentuk
akibat struktur utama yang merupakan bagian dari suatu metallogenic
province.
f. Mendeskripsikan kontrol struktur geologi, terutama struktur lokal yang
mengontrol penyebaran cebakan, umumnya spesifik untuk tiap-tiap daerah.
g. Mendeskripsikan cebakan-cebakan ikutan, terutama beberapa tipe cebakan
lain yang dapat muncul pada kondisi lingkungan geologi yang mirip,
sebagai tambahan pada tipe utama yang dimodelkan.
2. Deskripsi cebakan:
a. Mendeskripsikan (menguraikan) karakteristik geokimia dan geofisika
cebakan dengan memberi penekanan pada aspek-aspek yang diperkirakan
dapat terdeteksi sebagai anomali-anomali geokimia dan geofisika.

Modul-4 Teknik Eksplorasi (23D11130202) - 6


b. Dalam banyak kasus, deskripsi karakteristik geokimia dan geofisika akan
digunakan sebagai landasan (dasar) dalam perencanaan program eksplorasi,
yaitu dalam perencanaan pemilihan metode (teknologi) eksplorasi.
c. Deskripsi ini harus dapat mengualifikasi setiap karakteristik utama
(dominan) seperti unsur-unsur asosiasi, maupun karakteristik penunjang
(sekunder/ikutan) seperti mineral pengotor atau unsur-unsur ikutan.

3. Beberapa Konstruksi Model Cebakan


Ada beberapa tahapan dalam mengonstruksi suatu model cebakan, mulai dari
perumusan model genetik, model kemungkinan penyebaran, sampai dengan
menghasilkan suatu model kuantitatif cebakan.
Beberapa ahli membedakan definisi (konsep) antara model deskriptif dengan
model genetik suatu cebakan. Secara umum, konsep dan pengertian model
deskriptif dan model genetik ini sama, namun secara definitif dibedakan
berdasarkan penggunaan data dan penyampaian informasi yang diharapkan.
Model deskriptif cebakan lebih cenderung mendefinisikan tatanan geologi
yang mengontrol pembentukan suatu cebakan, sehingga kadang disebut juga
sebagai model geologi cebakan.
Sedangkan model genetik telah mengikutkan unsur-unsur obyektif yang
mengontrol pembentukan suatu cebakan, dan unsur-unsur obyektif tersebut dapat
diukur dan diidentifikasi secara langsung pada proses pencarian cebakan tersebut,
di mana unsur-unsur obyektif tersebut terbentuk karena proses genetik (genesis)
dari cebakan tersebut.
Model genetik ini dapat terus dikembangkan dengan ditemukan
(dibuktikannya) keberadaan unsur-unsur obyektif tersebut, bahkan dapat
ditemukan (diidentifikasikan) unsur-unsur obyektif yang baru (misalnya tekstur,
komposisi mineral, serta sifat-sifat fisik masing-masing mineral pembentuknya).
Model genetik ini dapat terus berkembang dengan adanya pengetahuan tentang
genesis cebakan tersebut secara lebih baik.

Modul-4 Teknik Eksplorasi (23D11130202) - 7


Model genetik dikompilasi dari sifat-sifat (kelompok atau individu) yang
berhubungan dengan pembentukan cebakan, di mana atribut-atribut baru dapat
ditemukan dan diidentifikasikan. Di sini model geologi (sebagai model awal) telah
ditingkatkan menjadi model genetik (lebih fleksibel dan dapat dipercaya). Secara
umum disimpulkan bahwa suatu model deskriptif dapat dikembangakan menjadi
satu atau lebih model genetik.

4. Proses Kuantifikasi Suatu Model Endapan/Cebakan


Sub-tipe model dapat dihasilkan dengan memerhatikan suatu alur pemikiran
yang lateral (linier) sebelum menghasilkan suatu model akhir. Dalam
kenyataannya akan terjadi hubungan yang interaktif antara model deskriptif, model
genetik, dan model cadangan (tonase/kadar/sebaran/kuantitatif).
Model tonase/kadar lebih merupakan suatu model analogi dari cebakan-
cebakan sejenis di tempat-tempat lain, sedangkan model kuantitatif lebih
menekankan pada aspek-aspek kuantitatif dari pembentukan, seperti temperatur
dan tekanan. Sedang model sebaran (keterdapatan) cebakan lebih cenderung
mengakomodasi karakteristik litologi dan struktur geologi lokal.
Semua sub-tipe model tersebut merupakan suatu siklus yang dapat terus
disempurnakan untuk dapat menghasilkan suatu model akhir yang akurat (lihat
Gambar 1). Berdasarkan hasil-hasil penelitian para ahli endapan/cebakan mineral,
tingkat kesulitan dan waktu yang diperlukan untuk perumusan suatu model
endapan/cebakan bervariasi sesuai dengan tipenya. Endapan tipe plaser dan
evaporit secara genetik lebih mudah dipahami, sehingga membutuhkan waktu
yang relatif lebih singkat untuk merumuskan modelnya dibandingkan tipe cebakan
primer yang lebih rumit dan kompleks.
Diagram pada Gambar 2 memperlihatkan tingkat kesulitan dan penggunaan
waktu relatif dari perumusan beberapa tipe endapan/cebakan. Sedangkan pada
Tabel 1 diperlihatkan penggunaan masing-masing sub-tipe model endapan atau
cebakan dalam berbagai aspek kegiatan.

Modul-4 Teknik Eksplorasi (23D11130202) - 8


Gambar 1. Siklus penyusunan model endapan/cebakan
(dimodifikasi dari Cox and Singer, 1987).

Gambar 2. Tingkat kesulitan dan lama waktu perencanaan model dari perumusan
beberapa tipe endapan/cebakan (dimodifikasi dari Cox and Singer, 1987).

Modul-4 Teknik Eksplorasi (23D11130202) - 9


Tabel 1. Penggunaan sub-tipe model endapan/cebakan dalam beberapa aspek
kegiatan; keterangan: 1 (mayor, utama), 2 (minor, kadang-kadang), 3 (minimal,
jarang) (dimodifikasi dari Cox and Singer, 1987).
Sub-tipe model
Kadar / Deskriptif Genetik Probabilitas Kuantitatif
tonase (sebaran) genesis
Eksplorasi /
1 1 1 1 2
Pengembangan
Potensial
1 2 2 1 2
(supply)
Tataguna
1 3 2 1 2
lahan
Pendidikan 3 3 1 1 1

Riset (ilmiah) 2 3 1 1 1

5. Latihan dan Tugas


1. Jelaskan definisi/perbedaan antara keterdapatan mineral (mineral occurrence),
endapan/cebakan mineral (mineral resources / mineral deposits), dan
endapan/cebakan bijih (ore deposit).
2. Model deskriptif endapan/cebakan dapat dinyatakan dalam 2 bagian, jelaskan.
3. Jelaskan perbedaan antara model deskriptif / model geologi dan model genetik.
4. Gambarkan siklus penyusunan model endapan/cebakan.

6. Daftar Pustaka
Cox, D.P. and Singer, D.A, 1987, Mineral deposit models, U.S. Geological Survey
Bulletin 1693.
Evans, A.M., 1995, Introduction to mineral exploration, Blackwell Science Ltd.,
Oxford, UK., 396 p.
Kuzvart M. and Bohmer, M., 1986, Prospecting and exploration of mineral
deposits, Development in Economic Geology, 21, Elsevier, Amsterdam-
Oxford-New York-Tokyo, 508 p.
Moon, C.J., Whateley, M.K.G, Evans, A.M., 2006, Introduction to mineral
exploration, second edition, Blackwell Publishing, USA, UK, Australia,
481 p.
Notosiswoyo, S., Syafrizal, Heriawan, M.N., 2000, Teknik eksplorasi, Buku Ajar,
Jurusan Teknik Pertambangan, Fakultas Ilmu Kebumian dan Teknologi
Mineral, ITB, Bandung, tidak dipublikasikan, hal. IV-1 - IV-8.

Modul-4 Teknik Eksplorasi (23D11130202) - 10


MODUL V
PENGINDERAAN JARAK JAUH (INDERAJA)

Sasaran Pembelajaran
Mampu menjelaskan perbedaan antara metode eksplorasi tak langsung dan
metode eksplorasi langsung, serta mampu menjelaskan metode dan teknologi
penginderaan jarak jauh (remote sensing) dalam eksplorasi.

1. Pendahuluan
Berdasarkan pada sifat-sifat endapan/cebakan serta metode penyelidikan dan
teknologi yang digunakan, maka eksplorasi secara umum dapat dibedakan menjadi
dua, yaitu metode eksplorasi tak langsung dan metode eksplorasi langsung. Secara
prinsip kedua jenis metode ini mempunyai tujuan yang sama, yaitu untuk
mengidentifikasikan dan menemukan endapan/cebakan bijih. Perbedaan mendasar
dari keduanya dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 1. Perbandingan metode eksplorasi tak langsung - eksplorasi langsung


Eksplorasi Tak Langsung Eksplorasi Langsung
Kegiatan umum Tidak berhubungan (kontak) Langsung berhubungan (kontak)
langsung dengan obyek yang dengan obyek yang dieksplorasi
dieksplorasi
Prinsip pekerjaan Memanfaatkan sifat-sifat fisik/ Melakukan pengamatan/
kimia dari endapan/cebakan penyelidikan secara langsung
terhadap endapan/cebakan secara
fisik
Identifikasi Melalui anomali-anomali yang Melakukan analisis megaskopis dan
diperoleh dari hasil pengamatan mikroskopis terhadap obyek
atau pengukuran penyelidikan
Metode Penginderaan jarak jauh, survei Pemetaan, sumur uji, parit uji,
geokimia, survei geofisika pemboran
Tahapan eksplorasi Digunakan pada tahapan Digunakan pada tahapan prospeksi
eksplorasi pendahuluan hingga finding (eksplorasi detail)
(reconnaissance) hingga
prospeksi
Teknologi Membutuhkan peralatan Membutuhkan teknologi yang lebih
(teknologi) yang relatif tinggi. sederhana hingga manual
Biaya Biaya per satuan luas murah Biaya per satuan luas mahal
Waktu Relatif cepat Memerlukan waktu yang lebih lama

Modul-5 Teknik Eksplorasi (23D11130202) - 1


2. Penginderaan Jarak Jauh (Inderaja)
Penginderaan jarak jauh merupakan suatu teknologi dengan memanfaatkan
sarana angkasa (luar angkasa) untuk dapat melakukan observasi pada permukaan
bumi. Penginderaan jauh ini juga akan (dapat) sangat membantu dalam melakukan
interpretasi bawah permukaan tanah, terutama pada daerah-daerah yang tertutupi
oleh vegetasi atau lapukan Kuarter.
Penginderaan jarak jauh (terutama foto udara) juga dapat membantu dalam
pembuatan peta-peta topografi maupun peta-peta tematik dengan cepat dan akurat.
Selain itu karena data dapat diperoleh dalam bentuk digital, maka dapat dilakukan
kompilasi maupun manipulasi peta dengan cepat melalui bantuan teknologi
komputer.
Secara umum penginderaan jarak jauh dapat dilakukan dengan 3 (tiga)
sistem, yaitu:
1. Pemotertan dengan kamera atau fotografi dengan menggunakan pesawat udara,
yang dikenal dengan Foto Udara (Aerial Photograph).
2. Melakukan scanning melalui gelombang mikro (Radar) yang ditempatkan pada
wahana luar angkasa.
3. Melakukan pemotretan permukaan bumi dengan menggunakan satelit (Landsat)
yang dikenal dengan Citra Satelit.
Beberapa kelebihan yang dapat diperoleh dengan penggunaan metode
penginderaan jarak jauh ini, antara lain:
1. Dapat mencakup (meliputi) areal pemukaan bumi yang cukup luas.
2. Dapat dilakukan pengamatan fenomena geologi yang dinamis dengan cara
melakukan pengamatan dalam range (interval) waktu tertentu, sehingga proses,
pergerakan, maupun perubahan obyek dapat diamati.
3. Dapat mengeliminasi kesulitan dalam interpretasi bawah permukaan pada
daerah-daerah yang tertutupi vegetasi yang lebat (terutama melalui citra satelit).
4. Dapat mengeliminasi kesulitan pengamatan akibat iklim (misalnya tertutup
awan) melalaui pengamatan dengan menggunakan citra satelit.

Modul-5 Teknik Eksplorasi (23D11130202) - 2


5. Dapat ditampilkan dalam beberapa variasi bentuk antara lain foto hitam-putih,
citra berwarna, citra hitam-putih, serta variasi rona, sehingga dapat
dimanfaatkan untuk interpretasi litologi maupun alterasi.
6. Dapat membantu dalam pengamatan struktur geologi lokal sehingga akan
sangat membantu dalam interpretasi kontrol pembentukan zona mineralisasi.
7. Dapat diformulasikan dan diskenariokan dalam berbagai variasi analisis, karena
semua data berada dalam format digital.
8. Dapat menghemat biaya, karena bekerjanya berdasarkan cakupan areal, maka
biaya per satuan luas mungkin akan relatif kecil jika dibandingkan dengan
pengamatan langsung di permukaan.

2.1. Foto udara


Merupakan pemotretan permukaan bumi menggunakan kamera foto dari
pesawat udara. Adapun hasil pemotretan yang dapat diperoleh adalah:
1. Fotograf hitam dan putih (B & W film)
2. Fotograf berwarna (color film)
3. Inframerah hitam dan putih (B & W IR)
4. Inframerah berwarna (color IR).
Dalam suatu pengamatan foto udara terdapat 7 (tujuh) komponen dasar foto
udara yang perlu diketahui, yaitu:
1. Bentuk, berhubungan dengan kenampakan fisik suatu obyek.
2. Ukuran, berhubungan dengan dimensi suatu obyek dan umumnya berfungsi
sebagai skala.
3. Pola, berhubungan dengan posisi/sifat/karakteristik khusus suatu obyek.
4. Bayangan, dapat menjadi petunjuk interpretasi (sebagai guide untuk
kenampakan suatu obyek), namun dapat juga menjadi kendala dalam
interpretasi (jika menghalangi fisik obyek yang penting).
5. Rona, merupakan tingkat (gradasi) kecerahan/warna relatif suatu obyek
terhadap obyek lain.

Modul-5 Teknik Eksplorasi (23D11130202) - 3


6. Tekstur, merupakan kombinasi dari bentuk, ukuran, pola, bayangan atau rona.
7. Situs/lokasi/indeks, merupakan letak/posisi relatif suatu obyek terhadap obyek
lainnya.
Pemotretan untuk pembuatan suatu serial foto udara yang meliputi suatu
daerah dapat dilakukan pada jalur terbang dan menghasilkan lembaran-lembaran
foto. Untuk dapat dilakukan penggabungan foto-foto (mosaik), maka masing-
masing lembaran yang dihasilkan (difoto) harus saling overlap (umumnya 30%).
Adapun dalam pengamatan suatu foto udara, secara umum dapat
diikhtisarkan sebagai suatu rangkaian kegiatan yang meliputi: pengamatan foto,
kemudian analisis/pengukuran kenampakan suatu obyek, dan dilanjutkan dengan
pemindahan hasil interpretasi ke dalam peta dasar. Pengamatan dan analisis suatu
foto udara dapat dilakukan secara 3-D, yaitu melalui pengamatan stereografis
dengan media alat stereoskop.
Interpretasi-interpretasi (informasi) yang dapat diperoleh dari hasil
pengamatan (analisis) foto udara adalah:
1. Relief permukaan bumi peta topografi.
2. Rona muka bumi interpretasi litologi (batuan) dan alterasi.
3. Tekstur muka bumi (obyek) untuk menginterpretasi jenis batuan atau
perbedaan kekerasan batuan.
4. Pola aliran sungai.
5. Tingkat erosi permukaan.
6. Tataguna lahan.
7. Kelurusan-kelurusan obyek yang bermanfaat untuk interpretasi struktur geologi.

2.2. Penginderaan gelombang mikro


Penginderaan jarak jauh dengan menggunakan gelombang mikro dapat
dilakukan dalam segala kondisi alam (kabut, berawan, siang, malam, dll.)
tergantung pada panjang gelombang yang digunakan. Penginderaan dengan
gelombang mikro ini umumnya menggunakan sensor gelombang mikro aktif yang

Modul-5 Teknik Eksplorasi (23D11130202) - 4


dikenal dengan RADAR (Radio Detection and Ranging), di mana transmisi berupa
ledakan pendek (pulsa gelombang mikro) dan merekam kekuatan gema/pantulan
yang direspon oleh obyek.
Umumnya peralatan sistem Radar ini dipasang pada pesawat udara maupun
pesawat antariksa (ulang-alik). Sistem Radar yang digunakan pada umumnya
adalah SLR (Side Looking Radar) dan SLAR (Side Looking Airborne Radar).
Karena resolusi spasial yang dihasilkan oleh sistem SLR/SLAR ini relatif lebih
kasar daripada resolusi yang dihasilkan oleh foto udara, maka SLR/SLAR ini
jarang digunakan pada tahapan penelitian (pemetaan) rinci, tetapi hanya (umum)
digunakan pada pemetaan awal (survei tinjau / reconnaissance).

2.3. Penginderaan dengan satelit


Penginderaan jarak jauh dengan menggunakan wahana ruang angkasa
(satelit) dengan melakukan pemotretan bumi melalui sistem penginderaan Return
Beam Vidicom (RBV) ataupun dengan Multispectral (MSS) dengan menggunakan
satelit Landsat, dan hasil yang diperoleh disebut dengan Citra Landsat.
Data landsat diperoleh melalui Multispectral Imagery, sehingga dapat
menghasilkan produk-produk sebagai berikut:
• Landsat CCTs untuk MSS atau TM Imagery, yang cocok untuk pemrosesan
dengan bantuan komputer.
• Bayangan hitam putih dalam bentuk lembaran 23 x 23 cm2 dengan skala
1 : 1.000.000.
• Cetak berwarna atau hitam putih dan skala dapat disempurnakan sampai dengan
1 : 100.000.
Jika dibandingkan dengan penginderaan dengan foto udara, maka citra satelit
ini mempunyai beberapa kelebihan dan kekurangan seperti terlihat pada Tabel 2.
Oleh sebab itu, maka hasil citra landsat umumnya digunakan sebagai pelengkap
dalam melakukan interpretasi penginderaan jarak jauh di samping analisis foto
udara yang merupakan media interpretasi utama.

Modul-5 Teknik Eksplorasi (23D11130202) - 5


Tabel 2. Perbandingan antara citra landsat dengan foto udara
Citra Landsat Foto Udara
Format foto 185 x 185 mm2 230 x 230 mm2
Skala 1 : 20.000 s/d 1: 120.000 1 : 1.000.000
Cakupan areal 21 s/d 760 km2 34.000 km2
Hasil Untuk kenampakan geologi Untuk kenampakan geologi yang kecil
yang kecil (detail), kurang teliti (detail), cukup teliti
Untuk kenampakan geologi Untuk kenampakan geologi pada dimensi
pada dimensi besar, cukup besar, membutuhkan banyak lembaran
terlihat foto (terpotong-potong)
Interpretasi 2 (dua) dimensi 3 (tiga dimensi)
Waktu Cepat Lebih lama
Biaya Murah Murah

Aplikasi yang dapat dilakukan berdasarkan hasil landsat ini adalah:


1. Peta-peta struktur geologi, berdasarkan interpretasi kelurusan-kelurusan akibat
refleksi spektral yang terjadi. Dari pengamatan struktur geologi tersebut dapat
menghasilkan (mengidentifikasi) sesar, rekahan-rekahan, atau juga jalur
mineralisasi.
2. Interpretasi dan pembuktian peta geologi dan peta alterasi berdasarkan
perbedaan warna atau kontras (rona).
Beberapa jenis satelit lain yang sering digunakan dalam penginderaan jarak
jauh antara lain:
1. Seasat-1; umumnya digunakan untuk penelitian oseanografi (dari ketinggian
800 km).
2. SPOT; yang merupakan satelit Prancis (Satelit Proboloire Pour 1 Observation
de la Terre).
3. Satelit cuaca, antara lain NOAA/TIROS, GOES, NIMBUS, DMSP.

3. Latihan dan Tugas


1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan metode eksplorasi tak langsung dan
metode eksplorasi langsung. Metode-metode apa saja yang termasuk ke dalam
eksplorasi tak langsung dan eksplorasi langsung.

Modul-5 Teknik Eksplorasi (23D11130202) - 6


2. Jelaskan apa yang dimaksud dengan penginderaan jarak jauh.
3. Jelaskan kelebihan dan kekurangan masing-masing dari metode penginderaan
jarak jauh dengan foto udara, gelombang mikro, dan citra satelit.

4. Daftar Pustaka
Evans, A.M., 1995, Introduction to mineral exploration, Blackwell Science Ltd.,
Oxford, UK., 396 p.
Kuzvart M. and Bohmer, M., 1986, Prospecting and exploration of mineral
deposits, Development in Economic Geology, 21, Elsevier, Amsterdam-
Oxford-New York-Tokyo, 508 p.
Moon, C.J., Whateley, M.K.G, Evans, A.M., 2006, Introduction to mineral
exploration, second edition, Blackwell Publishing, USA, UK, Australia,
481 p.
Notosiswoyo, S., Syafrizal, Heriawan, M.N., 2000, Teknik eksplorasi, Buku Ajar,
Jurusan Teknik Pertambangan, Fakultas Ilmu Kebumian dan Teknologi
Mineral, ITB, Bandung, tidak dipublikasikan, hal. V-1 - V-5.
Peters, W.C., 1978, Exploration and mining geology, Second edition, John Wiley
& Sons, Canada, 685 p.

Modul-5 Teknik Eksplorasi (23D11130202) - 7


MODUL VII
EKSPLORASI GEOFISIKA

Sasaran Pembelajaran
Mampu menjelaskan prinsip, dasar teori, peralatan, cara kerja, dan tujuan
dari metode eksplorasi geofisika.

1. Metode Eksplorasi Geofisika


Informasi geofisika diinterpretasikan berkaitan dengan pola-pola geologi
seperti jenis batuan, struktur, urutan stratigrafi, dan mineralisasi bijih. Metode
geofisika digunakan pada tahap eksplorasi pendahuluan, biasanya dengan airborne
untuk mencakup kenampakan geologi pada areal yang luas, dan pada tahap yang
lebih detail dilanjutkan dengan pengukuran geofisika di permukaan maupun pada
lubang bor (logging). Metode geofisika bekerja berdasarkan kondisi atau sifat fisik
bawah permukaan bumi. Beberapa metode yang sering digunakan dalam kegiatan
eksplorasi bahan galian tambang adalah elektromagnetik, geolistrik, magnetik-
gravitasi, dan seismik. Metode-metode tersebut dipilih dan digunakan berdasarkan
target yang hendak diukur.
Eksplorasi geofisika dilakukan berdasarkan kontras atau perbedaan sifat fisik
dari batuan, mineral, dan bijih dari endapan/cebakan yang diukur. Secara umum
metode geofisika dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Metode aktif, meliputi metode geolistrik, elektromagnetik, dan seismik, yang
dilakukan dengan memberikan gangguan berupa arus listrik ataupun getaran ke
bawah permukaan bumi.
2. Metode pasif, meliputi metode magnetik, gaya berat, dan radioaktif, yang
dilakukan dengan mendeteksi anomali-anomali yang terdapat di alam.
Signal yang diukur oleh peralatan geofisika mungkin saja merefleksikan
bising (noise) yang disebabkan oleh alat atau faktor-faktor lingkungan luar,
background yang tipikal untuk lokasi atau wilayah tertentu, dan anomali yang

Modul-7 Teknik Eksplorasi (23D11130202) - 1


merefleksikan kehadiran dan distribusi konsentrasi batuan atau mineral dari
kontras sifat-sifat fisik.
Anomali merupakan suatu fungsi dari:
• Kontras dari sifat fisik antara background dengan anomali material.
• Ukuran dan bentuk benda geologi yang menyebabkan anomali.
• Kedalaman dari anomali yang sebenarnya, atau jarak antara lokasi pengukuran
yang diambil terhadap benda anomali.
Penerapan metode-metode geofisika dan geokimia dalam kegiatan eksplorasi
endapan/cebakan mineral bijih secara umum ditunjukkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Penerapan metode-metode geofisika dan geokimia dalam eksplorasi


(Gocht et al., 1988).
Survei Fe Cr Cu/Pb/ Au Ag Sn U Hidrokarbon
eksplorasi Zn
Survei
magnetik ++ O O -- - -- -- --
Survei
geolistrik - - ++ O + -- -- --
Survei
elektromagnetik O - ++ O + -- O O
Survei
radiometrik -- -- - O - O ++ --
Survei
gravimetrik + + O O - - -- +
Survei
seismik -- -- -- O -- O -- ++
Survei
geokimia -- - ++ + ++ O + -
Survei mineral
berat + ++ - ++ -- ++ O --
Detektor
Hg -- -- + + + -- - --
Keterangan: -- tidak dapat diterapkan; - jarang diterapkan; O dapat diterapkan untuk bukti tidak
langsung; + umumnya berhasil; ++ sangat berhasil

1.1. Survei magnetik


Survei ini bertujuan untuk mengukur intensitas medan magnetik bumi.
Deviasi lokal dari medan tersebut disebabkan oleh kehadiran batuan dan mineral
yang bersifat magnetik atau magnetismenya diinduksi oleh medan magnet bumi.

Modul-7 Teknik Eksplorasi (23D11130202) - 2


Mineral yang paling berkaitan dalam survei ini adalah magnetit, tetapi dala
beberapa kasus terdapat kehadiran ilmenit, hematit, atau pirotit. Magnetisme alami
atau remanen yang terdapat dalam mineral saat pembentukannya, umumnya lebih
lemah daripada magnetisme yang diinduksi oleh medan magnetik bumi. Tingkat
induksi diukur oleh suseptibilitas magnetik mineral atau batuan yang mengandung
mineral-mineral tersebut (Gambar 1).

Gambar 1. Beberapa sifat fisik berbagai jenis batuan yang digunakan dalam eksplorasi
geofisika (Gocht et al., 1988).

Medan magnetik yang diukur selama survei merupakan cerminan jenis


batuan yang mendasari. Survei ini berguna untuk deteksi langsung, misalnya
terhadap endapan/cebakan Fe, Ni, atau Cu-Pb-Zn yang mengandung magnetit atau
pirotit, dan untuk pemetaan geologi. Survei dengan metode magnetik ini dapat
dilakukan di darat, laut, maupun udara.
Survei magnetik udara dilakukan untuk menampilkan kenampakan geologi
pada areal yang luas, jika terdapat tanah atau overburden yang cukup tebal
menutupi batuan. Intensitas medan magnetik diukur dalam gamma (ɣ), dan
magnitudo lokal tergantung pada lintang dan bujur; nilai tersebut bervariasi antara

Modul-7 Teknik Eksplorasi (23D11130202) - 3


10-30 ɣ dalam background harian, dan 1000 ɣ atau lebih disebabkan oleh badai
magnetik yang berkaitan dengan aktifitas sunspot. Proton precession
magnetometer yang mengukur medan magnetik total, dan fluxgate magnetometer
yang mengukur medan magnetik total maupun komponen tunggal (medan vertikal
dan horizontal) adalah alat yang paling sering digunakan dalam eksplorasi.
Peralatan tersebut memiliki sensitifitas di bawah 1 ɣ.
Hasil survei magnetik yang terkoreksi untuk interferensi ditunjukkan sebagai
peta kontur dari intensitas medan magnetik (Gambar 2) atau sebagai profil
magnetik. Idealnya peta dan penampang dibuat pada skala peta geologi sebagai
fasilitator interpretasi geologi dan anomali. Pada dasarnya survei magnetik mampu
mencakup areal yang luas dengan cepat dan menyediakan data perkiraan awal dari
distribusi jenis batuan, struktur, dan endapan/cebakan bijih.

Gambar 2. Contoh peta kontur hasil survei aeromagnetik di atas


formasi cebakan besi di Wisconsin, USA (Gocht et al., 1988).

Modul-7 Teknik Eksplorasi (23D11130202) - 4


1.2. Survei geolistrik
Survei geolistrik menggunakan konduktifitas mineral dan batuan atau
kebalikannya (tahanan jenis, resistivity), untuk memperkuat informasi geologi
dekat permukaan. Metode ini digunakan untuk menyelidiki kondisi bawah
permukaan dengan mempelajari sifat aliran listrik pada batuan di bawah
permukaan bumi. Penyelidikan tersebut meliputi pendeteksian besarnya medan
listrik yang mengalir di dalam bumi, baik secara alamiah (metode pasif) maupun
akibat injeksi arus ke dalam bumi (metode aktif) dari permukaan. Kehadiran dan
distribusi mineral-mineral sulfida di kedalaman dapat ditentukan dengan
mengukur pengaruh konduktifitasnya (conductivity) pada aliran arus yang
diinjeksikan ke dalam tanah.
Beberapa cara yang digunakan dalam metode geolistrik adalah:
1. Tahanan jenis (Resistivity)
2. Potensial diri (Self Potential atau SP)
3. Potensial terimbas (Induced Polarization atau IP).
Metode geolistrik dapat digunakan pada kegiatan-kegiatan eksplorasi di
bawah ini:
1. Geologi regional: struktur, stratigrafi, sedimentologi, dll.
2. Hidrogeologi: muka air tanah, akuifer, intrusi air asin, dll.
3. Geoteknik: struktur geologi, konstruksi, porositas dan permeabilitas batuan.
4. Pertambangan: sebaran endapan/cebakan mineral, bahan galian batuan, dll.
5. Arkeologi: candi terpendam.
6. Panas bumi (geotermal): kedalaman, sebaran, geotermal beresistifitas rendah.
7. Minyak bumi: struktur, kontak air-minyak, logging geofisika, dll.
Jenis metode tahanan jenis dan potensial terimbas (IP) paling sering
digunakan. Untuk mengukur tahanan jenis (resistifitas), suatu arus diinjeksikan ke
dalam tanah dengan dua input atau elektroda arus. Potensial dihasilkan oleh arus
yang diukur sebagai suatu beda tegangan antara dua output atau elektroda
potensial. Kedalaman penetrasi dari pengukuran sebanding terhadap jarak antara

Modul-7 Teknik Eksplorasi (23D11130202) - 5


elektroda arus dan potensial, dan variasi dari konfigurasi elektroda yang digunakan
pada endapan/cebakan yang berbeda. Data ditampilkan sebagai profil tahanan jenis
sepanjang garis lintasan (Gambar 3), atau sebagai peta kontur dengan iso-tahanan
jenis.

Gambar 3. Contoh profil hasil survei IP, gaya berat, dan elektromagnetik
pada tubuh bijih Pyramid di Canada (Gocht et al., 1988).

Pada polarisasi terimbas (IP), elektroda potansial dan arus ditempatkan


dalam tanah dan diinjeksikan arus listrik. Peningkatan tahanan jenis disebabkan
oleh polarisasi dari sulfida disseminated sebagai fungsi frekuensi dari arus yang
diberikan. Efek frekuensi pada tahanan jenis diukur sebagai frequency effect (FE),

Modul-7 Teknik Eksplorasi (23D11130202) - 6


yang merupakan basis untuk pengukuran IP domain-frekuensi. Keuntungan utama
dari survei IP adalah dapat mendeteksi, baik sulfida disseminated maupun sulfida
masif. Survei IP dapat diterapkan untuk semua jenis endapan/cebakan sulfida
termasuk cebakan tembaga porfiri atau urat dengan sulfida disseminated yang
tidak dapat terdeteksi oleh survei tahanan jenis biasa. Hasil survei IP ditampilkan
sebagai profil (Gambar 3) dan peta kontur yang menghubungkan pengukuran
dengan tahanan jenis domain-frekuensi dan peluruhan domain-waktu.

1.3. Survei elektromagnetik (EM)


Pada survei elektromagnetik (EM), arus AC yang dikirim melalui kawat
transmitter pada permukaan bumi akan menginduksi suatu medan magnet dalam
konduktor listrik, sebagai contoh endapan sulfida masif dalam batuan dasar. Arus
sekunder yang terinduksi dalam konduktor menyebabkan timbulnya suatu medan
magnetik sekunder yang kemudian diukur oleh kawat pendeteksi. Jenis-jenis
survei EM ini tergantung pada frekuensi gelombang (Gambar 4) dan target
kedalaman yang diinginkan. Anomali EM menunjukkan kehadiran benda
konduktor di bawah permukaan.

Gambar 4. Spektrum radiasi elektromagnetik (EM) yang digunakan pada


penginderaan jauh dan eksplorasi geofisika (Gocht et al., 1988).

Modul-7 Teknik Eksplorasi (23D11130202) - 7


Adapun jenis-jenis metode EM yang sering digunakan untuk eksplorasi
adalah: MT (magnetotelluric), CSAMT (control source audio-magnetotelluric),
VLF (very low frequency), dan GPR (ground penetrating radar).
Survei EM dapat dilakukan melalui udara (airborne) untuk mencakup daerah
yang luas atau regional. Sedangkan survei EM permukaan untuk mendapatkan data
yang lebih detail dan resolusi yang lebih baik daripada survei airborne.
Pada pengolahan data EM, pengukuran kuat medan sekunder dibandingkan
terhadap medan primer, yang menghasilkan perbedaan fasa antara medan sekunder
dan primer. Selanjutnya disusun suatu kurva peluruhan untuk medan sekunder
yang dapat diinterpretasi. Survei EM biasanya dikombinasikan dengan survei
radiometrik untuk karakterisasi geofisika permukaan dan bawah permukaan.

1.4. Survei radiometrik


Peluruhan isotop-isotop radioaktif uranium, torium, dan potasium yang
terkandung dalam batuan akan menyebabkan timbulnya radiasi EM gelombang
pendek atau radiasi gamma (Gambar 4) yang dapat diukur dengan spektrometer.
Intensitas radiasi merupakan fungsi dari kadar uranium (U), torium (Th), dan
potasium (K) dalam batuan, serta digunakan metode yang ekstensif, baik survei
udara maupun permukaan, untuk menentukan keberadaan unsur-unsur radioaktif
dan potasium.
Survei radiometrik dapat diterapkan langsung untuk mendeteksi endapan
uranium, juga dapat digunakan untuk membantu pemetaan geologi batuan yang
mengandung potasium, misalnya granit dan batuan ubahan (alterasi) potasik yang
berasosiasi dengan cebakan bijih hidrotermal. Radiasi gamma yang terukur oleh
spektrometer mencatat total radiasi (dalam satuan count/detik), atau radiasi dari U,
Th, dan K secara terpisah dengan ketelitian masing-masing sebesar 1 ppm U,
1 ppm Th, dan 0,1% K dalam batuan. Hasil survei radiometrik dapat ditampilkan
dalam bentuk profil atau peta kontur dari count total, count terpisah dari U, Th,
dan K, atau rasio spektrum antara radiasi unsur-unsur tersebut.

Modul-7 Teknik Eksplorasi (23D11130202) - 8


1.5. Survei gravitasi (gaya berat)
Survei gaya berat digunakan untuk menggambarkan bentuk (struktur)
geologi bawah permukaan berdasarkan variasi medan gravitasi bumi yang
ditimbulkan oleh perbedaan densitas (rapat massa) antar batuan. Secara teknis,
survei ini mengukur perbedaan medan gravitasi dari satu titik terhadap titik
pengukuran lainnya. Suatu sumber yang merupakan suatu zona massa di bawah
permukaan akan menyebabkan suatu gangguan dalam medan gravitasi yang
disebut dengan anomali gaya berat. Kontras medan gaya berat ini relatif kecil
sehingga diperlukan alat ukur yang berketelitian tinggi. Pada dasarnya metode/alat
ini digunakan karena kemampuannya untuk membedakan densitas dari suatu
sumber anomali terhadap densitas lingkungan sekitarnya. Dari kontras densitas
diharapkan dapat diketahui bentuk struktur bawah permukaan suatu daerah.
Metode gaya berat banyak digunakan pada tahap eksplorasi pendahuluan, baik
untuk eksplorasi mineral maupun minyak bumi.
Percepatan gaya berat rata-rata di permukaan bumi adalah sebesar
983 cm/dtk2, dan variasi gaya berat di setiap titik permukaan bumi dipengaruhi
oleh faktor-faktor:
1. Lintang, disebabkan ketidak-teraturan bentuk bumi dan variasi gaya sentrifugal
dari ekuator menuju kutub bumi.
2. Pasang-surut air laut.
3. Perbedaan elevasi atau ketinggian.
4. Topografi.
5. Densitas batuan bawah permukaan pada titik pengukuran.
Gaya berat diukur dalam satuan milligal (mGal, 1 mGal = 0,001 cm/dtk2)
dengan alat gravimeter yang bekerjanya mirip dengan kesetimbangan sensitif dan
dapat mengukur perbedaan nilai yang lebih kecil dari 0,001 mGal. Nilai densitas
rata-rata kerak bumi bagian atas mendekati 2,67 g/cm3, dan rentang densitas
material geologi adalah < 2,0 g/cm3 untuk tanah dan > 4,0 g/cm3 untuk sulfida
masif atau endapan/cebakan bijih besi (lihat Gambar 1).

Modul-7 Teknik Eksplorasi (23D11130202) - 9


Pengukuran gaya berat harus dikoreksi terhadap lintang dan efek topografi
lokal. Anomali gaya berat yang terukur oleh gravimeter disebut dengan anomali
Bouguer. Data ditampilkan sebagai profil gaya berat (Gambar 3 dan 5) dan peta
kontur yang membatasi harga anomal tertentu, misalnya gaya berat yang tinggi
untuk batuan yang berat atau endapan/cebakan bijih, sedangkan gaya berat yang
rendah ditunjukkan misalnya oleh endapan aluvial atau kubah garam. Anomali
gaya berat tergantung pada beberapa faktor yaitu kontras densitas, ukuran dan
bentuk tubuh anomali, serta kedalaman, sehingga dapat menimbulkan berbagai
interpretasi.

Gambar 5. Contoh anomali gaya berat hasil observasi, model geologi, dan
anomali hasil perhitungan yang cocok dengan model (Gocht et al., 1988).

1.6. Survei seismik


Survei seismik pada dasarnya terbagi dua, yaitu seismik pantul (refleksi) dan
seismik bias (refraksi). Survei seismik pantul sering digunakan untuk target

Modul-7 Teknik Eksplorasi (23D11130202) - 10


kedalaman yang besar guna mendeteksi struktur geologi bawah permukaan,
sedangkan survei seismik bias lebih sering digunakan untuk survei dangkal guna
mendeteksi struktur dangkal dan perlapisan batuan dekat permukaan. Sumber
getaran adalah gelombang seismik yang merambat dengan kecepatan yang berbeda
pada tiap jenis batuan yang berbeda, kemudian dipantulkan dan dibiaskan pada
kontak perlapisan atau struktur.
Gelombang seismik diinduksi (ditimbulkan) di permukaan bumi dengan
palu, senapan, atau dinamit, untuk survei lokal dekat permukaan, dan dengan
vibrator untuk survei yang dalam. Rangkaian geofon (sebagai receiver) di
permukaan akan mengukur getaran yang dipantulkan maupun dibiaskan, dengan
sistem perekam multi-channel. Setelah melalui proses penyaringan kompleks dari
bising (noise) yang berinterferensi, dan pemrosesan dengan sistem komputerisasi,
maka profil seismik dari jarak terhadap waktu-tempuh gelombang seismik akan di-
plot. Profil tersebut dapat dikonversi ke dalam skala kedalaman yang sebenarnya
dan konfigurasi struktur geologi, jika kecepatan rambat gelombang pada batuan
diketahui. Survei seismik, terutama jenis survei seismik pantul merupakan metode
geofisika yang paling berguna dalam eksplorasi minyak dan gas bumi, terutama
dalam membantu mendeteksi struktur perangkap hidrokarbon antiklin, patahan,
atau kubah garam.
Metode seismik jarang digunakan dalam eksplorasi mineral/bijih karena
sering terjadi interferensi yang kuat antara gelombang yang dipancarkan dengan
yang dipantulkan atau dibiaskan pada kedalaman yang dangkal, serta diperlukan
resolusi yang tinggi untuk mendeteksi struktur kompleks yang sering berasosiasi
dengan bijih. Saat ini survei seismik pantul dangkal telah digunakan pada
eksplorasi batubara untuk mendeteksi kemenerusan (kontinuitas) perlapisan
batubara, untuk mendeteksi kemungkinan adanya struktur patahan yang berguna
dalam antisipasi kemajuan tambang bawah tanah.
Secara umum resume penggunaan metode survei geofisika sebagai tool
dalam kegiatan eksplorasi sumberdaya mineral dapat dilihat pada Tabel 2.

Modul-7 Teknik Eksplorasi (23D11130202) - 11


Tabel 2. Resume metode eksplorasi geofisika yang digunakan dalam geologi
pertambangan dan eksplorasi mineral (dimodifikasi dari Peters, 1978).
Metode Satuan Parameter Sifat fisik Kompilasi Anomali Aplikasi
Magnetik Gamma Medan Suseptibilitas Peta kontur • Cebakan • Airborne
magnetik magnetik dan dan magne- • Drill-
bumi magnetisasi penampang tit, hole
remanen (profil) ilmenit, logging
pirotit, • Offshore
hematit.
• Tubuh
bijih
• Ketidak-
teraturan
dalam
batuan
dasar.
• Intrusi
masif
dan
batuan
volkanik
Gaya berat Miligal Percepatan Densitas Peta kontur • Tubuh • Airborne
gaya berat dan bijih • Drill-
penampang yang hole
(profil) berat logging
• Batuan • Offshore
intrusif
yang
berat
• Ketidak-
teraturan
batuan
dasar
• Kubah
garam
Radiometrik Count per Radiasi Radioaktifitas Peta • Tubuh • Airborne
waktu gamma kontur, bijih • Drill-
milicent- alami dari profil, peta uranium hole
gent per mineral- rasio dan logging
waktu mineral torium
uranium, • Endapan
torium, dan potasium
potasium • Zona
alterasi
potasik
• Batuan
intrusi
yang
bersifat
granitik

Modul-7 Teknik Eksplorasi (23D11130202) - 12


Tabel 2. Lanjutan
Metode Satuan Parameter Sifat fisik Kompilasi Anomali Aplikasi
EM Mhos- Medan EM Konduktifitas Peta kontur • Tubuh • Airborne
meter terinduksi dan bijih • Drill-
(konduk- penampang konduk- hole
tifitas) (profil) tif logging
dan tilt • Grafit,
angle dari lempung
koil
penerima
Geolistrik
Polarisasi Milivolt Medan Aksi elektro- Peta kontur • Tubuh Drill-hole
SP (self- alami kimia dan dan bijih logging
potential) konduktifitas penampang konduk-
(profil) tif
• Grafit
Tahanan Ohm- Tahanan Tahanan Peta • Tubuh Drill-hole
jenis meter jenis semu jenis atau kontur, bijih logging
dengan konduktifitas profil, konduk-
memberikan kurva tif
arus listrik “sounding” • Perlapis-
an yang
konduk-
tif dan
resistif
• Rekahan
dengan
fluida
yang
konduk-
tif
Mise a la Milivolt Medan Konduktifitas Peta kontur Kemene- Drill-hole
masse potensial dan rusan suatu logging
dengan penampang minerali-
elektroda (profil) sasi
sumber di
dalam bijih
Polarisasi Milivolt- Tahanan Efek-efek Kontur • Tubuh Drill-hole
terimbas volt jenis semu elektrokimia penampang bijih logging
(IP) pada dua di antara lintang, konduk-
frekuensi konduktor peta tif
atau lebih elektronik kontur, • Minera-
(domain (logam) dan penampang lisasi
frekuensi) ionik (fluida) dissemi-
nated
• Grafit,
serpen-
tin,
mika,
lempung

Modul-7 Teknik Eksplorasi (23D11130202) - 13


Tabel 2. Lanjutan
Metode Satuan Parameter Sifat fisik Kompilasi Anomali Aplikasi
Seismik Jarak per Kecepatan Elastisitas Penampang Ketidak- • Drill-
waktu gelombang travel-time, teraturan hole
elastik penampang batuan logging
kedalaman dasar • Offshore
yang
diinterpre-
tasikan

2. Latihan dan Tugas


1. Sebut dan jelaskan secara singkat metode-metode geofisika yang sering
digunakan pada kegiatan eksplorasi bahan galian tambang.
2. Jelaskan apa yang dimaksud dengan metode geofisika aktif dan pasif.
3. Jelaskan mengapa survei geolistrik dengan metode IP paling bagus digunakan
untuk eksplorasi bijih, jelaskan pula mengapa metode seismik jarang digunakan
dalam eksplorasi mineral bijih.

3. Daftar Pustaka
Chaussier, J.B. and Morer, J., 1987, Mineral prospecting manual, North Oxford
Academic Publishers Ltd.
Evans, A.M., 1995, Introduction to mineral exploration, Blackwell Science Ltd.,
Oxford, UK., 396 p.
Gocht, W.R., Zantop, H., Eggert, R.G., 1988, International mineral economics –
mineral exploration, mine evaluation, mineral markets, International Mineral
Policies, Springer-Verlag.
Kuzvart M. and Bohmer, M., 1986, Prospecting and exploration of mineral
deposits, Development in Economic Geology, 21, Elsevier, Amsterdam-
Oxford-New York-Tokyo, 508 p.
Moon, C.J., Whateley, M.K.G, Evans, A.M., 2006, Introduction to mineral
exploration, second edition, Blackwell Publishing, USA, UK, Australia,
481 p.
Notosiswoyo, S., Syafrizal, Heriawan, M.N., 2000, Teknik eksplorasi, Buku Ajar,
Jurusan Teknik Pertambangan, Fakultas Ilmu Kebumian dan Teknologi
Mineral, ITB, Bandung, tidak dipublikasikan, hal. V-13 - V-22.
Peters, W.C., 1978, Exploration and mining geology, Second edition, John Wiley
& Sons, Canada, 685 p.

Modul-7 Teknik Eksplorasi (23D11130202) - 14

Anda mungkin juga menyukai