STTNAS
Yogyakarta
BAB 6
EKSPLORASI BATUBARA
Industri Pertambangan merupakan salah satu industri yang mempunyai resiko yang
tinggi (kerugian). Dalam usaha pemanfaatan sumberdaya mineral/bahan galian untuk
kesejahteraan masyarakat dan pengembangan suatu daerah, diperlukan suatu usaha
pertambangan. Agar usaha pertambangan tersebut dapat berjalan dan memperoleh
keuntungan, maka potensi sumberdaya mineral/bahan galian yang ada harus diketahui
dengan pasti, begitu juga terhadap resiko yang ada, yang dapat dirinci sebagai resiko
geologi, resiko ekonomi-teknologi, dan resiko lingkungan, harus dihilangkan atau paling
tidak diperkecil.
Dalam usaha untuk mengetahui potensi sumberdaya mineral/bahan galian yang ada serta
mengidentifikasi kendala alami maupun kendala lingkungan yang mungkin ada, maka
perlu dilakukan eksplorasi terlebih dulu. Jadi kegiatan eksplorasi merupakan suatu
kegiatan penting yang harus dilakukan sebelum suatu usaha pertambangan dilaksanakan.
Hasil dari kegiatan eksplorasi tersebut harus dapat memberikan informasi yang lengkap
dan akurat mengenai sumberdaya mineral/bahan galian maupun kondisi-kondisi geologi
yang ada, agar studi kelayakan untuk pembukaan usaha pertambangan yang dimaksud
dapat dilakukan dengan teliti dan benar (akurat).
Kegiatan eksplorasi mineral/bahan galian terutama bertujuan untuk memperkecil atau
mengurangi resiko geologi. Untuk itu kegiatan eksplorasi harus dapat menjawab
pertanyaan mengenai :
1. Apa (mineral/bahan galian) yang dicari ?
2. Dimana (mineral/bahan galian) tersebut terdapat? Baik secara geografis maupun
letak/posisinya terhadap permukaan bumi (di atas permukaan, di bawah permukaan,
dangkal/dalam, di bawah air ?).
3. Berapa (sumberdaya/cadangannya), bagaimana kadar, penyebaran, dan kondisinya ?
4. Bagaimana kondisi lingkungannya (karakteristik geoteknik dan hidrogeologi) ?.
supandi.ver 1-2011 |
STTNAS
Yogyakarta
STTNAS
Yogyakarta
pengukuran
geofisika
dan
interprestasinya,
survei
geokimia
dan
Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, pekerjaan eksplorasi dilakukan dengan tujuan
untuk mendapatkan data mengenai endapan (bentuk, penyebaran, letak, posisi,
kadar/kualitas, jumlah endapan, serta kondisi-kondisi geologi). Pekerjaan eksplorasi ini
harus telah selesai dilakukan sebelum memasuki tahapan perencanaan penambangan.
Pentahapan-pentahapan kegiatan dalam suatu industri pertambangan (mulai dari
eksplorasi, penambangan, s/d pengolahan) perlu dilakukan dan sebaiknya saling
berkesinambungan, karena industri pengelolaan pertambangan ini mempunyai sifat-sifat,
antara lain :
supandi.ver 1-2011 |
STTNAS
Yogyakarta
Sifat-sifat tersebut muncul akibat faktor-faktor kondisi endapan dan lingkungan, antara
lain :
kondisi-kondisi geologi (sifat batuan, struktur, dan air tanah) endapan dan daerah
sekitarnya,
Secara umum aliran kegiatan industri pertambangan dimulai dengan tahapan prospeksi
yang kemudian dilanjutkan dengan eksplorasi. Tahapan ini mempunyai resiko yang
sangat tinggi (high risk), karena berhubungan dengan resiko geologi. Pada saat
memasuki tahapan pre-studi kelayakan (prefeasibility study) sampai dengan tahapan
studi kelayakan (feasibility study), resiko kegagalan mulai diperkecil.
Kegiatan eksplorasi menurut UU No. 11 tahun 1967 berupa penyelidikan geologi
pertambangan,
penambangan. Dasar suatu operasi penambangan ialah kepastian geologi dan ekonomi
tentang adanya suatu kuantitas (tonase atau volume) bahan galian, yang disebut sebagai
cadangan.
Kepastian dari segi ilmu geologi itu antara lain berkenaan dengan :
perubahan kandungan mineral bijih akibat struktur atau lingkungan geologi, dan
STTNAS
Yogyakarta
supandi.ver 1-2011 |
STTNAS
Yogyakarta
belum diselidiki dengan lebih teliti. Itu sebabnya pada suatu prospek masih harus
dilakukan penyelidikan lagi dan ini berlangsung pada tahap eksplorasi.
Eksplorasi mineral itu tidak hanya berupa kegiatan sesudah penyelidikan umum itu
secara positif menemukan tanda-tanda adanya letakan bahan galian, tetapi pengertian
eksplorasi itu merujuk kepada seluruh urutan golongan besar pekerjaan yang terdiri dari
:
Di Indonesia sendiri nama-mana dinas atau divisi suatu organisasi perusahaan, lembaga
pemerintahan serta penelitian memakai istilah eksplorasi untuk kegiatannya yang
mencakup mulai dari mencari prospek sampai menentukan besarnya cadangan mineral.
Sebaliknya ada beberapa negara, misalnya Perancis dan Uni Soviet (sebelum negara ini
bubar) yang menggunakan istilah eksplorasi untuk kegiatan mencari mineralisasi dan
prospeksi untuk kegiatan penilaian ekonomi suatu prospek (Tilton, 1988). Selanjutnya
istilah eksplorasi mineral yang dipakai dalam buku ini berarti keseluruhan urutan
kegiatan mulai mencari letak mineralisasi sampai menentukan cadangan insitu hasil
temuan mineralisasi. Selanjutnya istilah eksplorasi mineral yang dipakai dalam buku ini
berarti keseluruhan urutan kegiatan mulai dari mencari letak mineralisasi sampai
menentukan cadangan insitunya.
supandi.ver 1-2011 |
STTNAS
Yogyakarta
6.6
6..1
Dalam tahap eksplorasi pendahuluan ini tingkat ketelitian yang diperlukan masih kecil
sehingga peta-peta yang digunakan dalam eksplorasi pendahuluan juga mempunyai
skala yang relatif kecil, yaitu 1 : 50.000 sampai 1 : 25.000. Adapun langkah-langkah
yang dilakukan pada tahap ini adalah :
A.
Studi literatur
Dalam tahap ini, sebelum memilih lokasi-lokasi eksplorasi dilakukan studi
terhadap data dan peta-peta yang sudah ada (dari survei-survei terdahulu), catatancatatan lama, laporan-laporan temuan dll, lalu dipilih daerah yang akan disurvei.
Setelah pemilihan lokasi ditentukan langkah berikutnya, studi faktor-faktor
geologi regional dan provinsi metalografi dari peta geologi regional sangat penting
untuk memilih daerah eksplorasi, karena pembentukan endapan bahan galian
dipengaruhi dan tergantung pada proses-proses geologi yang pernah terjadi, dan tandatandanya dapat dilihat di lapangan.
B.
survei dan pemetaan singkapan (outcrop) atau gejala geologi lainnya sudah dapat
dimulai (peta topografi skala 1 : 50.000 atau 1 : 25.000). Tetapi jika belum ada, maka
perlu dilakukan pemetaan topografi lebih dahulu. Kalau di daerah tersebut sudah ada
peta geologi, maka hal ini sangat menguntungkan, karena survei bisa langsung ditujukan
untuk mencari tanda-tanda endapan yang dicari (singkapan), melengkapi peta geologi
dan mengambil conto dari singkapan-singkapan yang penting.
Selain singkapan-singkapan batuan pembawa bahan galian atau batubara
(sasaran langsung), yang perlu juga diperhatikan adalah perubahan/batas batuan,
orientasi lapisan batuan sedimen (jurus dan kemiringan), orientasi sesar dan tanda-tanda
lainnya. Hal-hal penting tersebut harus diplot pada peta dasar dengan bantuan alat-alat
supandi.ver 1-2011 |
STTNAS
Yogyakarta
seperti kompas geologi, inklinometer, altimeter, serta tanda-tanda alami seperti bukit,
lembah, belokan sungai, jalan, kampung, dll. Dengan demikian peta geologi dapat
dilengkapi atau dibuat baru (peta singkapan).
Tanda-tanda yang sudah diplot pada peta tersebut kemudian digabungkan dan
dibuat penampang tegak atau model penyebarannya (model geologi). Dengan model
geologi hepatitik tersebut kemudian dirancang pengambilan conto dengan cara acak,
pembuatan sumur uji (test pit), pembuatan paritan (trenching), dan jika diperlukan
dilakukan pemboran. Lokasi-lokasi tersebut kemudian harus diplot dengan tepat di peta
(dengan bantuan alat ukur, teodolit, BTM, dll.).
Dari kegiatan ini akan dihasilkan model geologi, model penyebaran endapan,
gambaran mengenai cadangan geologi, kadar awal, dll. dipakai untuk menetapkan
apakah daerah survei yang bersangkutan memberikan harapan baik (prospek) atau tidak.
Kalau daerah tersebut mempunyai prospek yang baik maka dapat diteruskan dengan
tahap eksplorasi selanjutnya.
6..2
mempunyai prospek yang baik, maka diteruskan dengan tahap eksplorasi detail.
Kegiatan utama dalam tahap ini adalah sampling dengan jarak yang lebih dekat (rapat),
yaitu dengan memperbanyak sumur uji atau lubang bor untuk dapat mendapatkan datadata yang lebih teliti mengenai penyebaran dan ketebalan cadangan (volume cadangan),
penyebaran kadar/kualitas secara mendatar maupun tegak.
Dari sampling yang rapat tersebut dihasilkan cadangan terhitung dengan
klasifikasi terukur, dengan kesalahan yang kecil (<20%), sehingga dengan demikian
perencanaan tambang yang dibuat menjadi lebih teliti dan resiko dapat dihindarkan.
Pengetahuan atau data yang lebih akurat mengenai kedalaman, ketebalan,
kemiringan, dan penyebaran cadangan secara 3-Dimensi (panjang-lebar-tebal) serta data
mengenai kekuatan batuan sampling, kondisi air tanah, dan penyebaran struktur (kalau
ada) akan sangat memudahkan perencanaan kemajuan tambang, lebar/ukuran bahwa
supandi.ver 1-2011 |
STTNAS
Yogyakarta
bukaan atau kemiringan lereng tambang. Juga penting untuk merencanakan produksi
bulanan/tahunan dan pemilihan peralatan tambang maupun prioritas bantu lainnya.
6..3
Studi kelayakan
Pada tahap ini dibuat rencana peoduksi, rencana kemajuan tambang, metode
6.6
6..1
Tujuan eksplorasi
eksplorasi detail.
untuk penambangan,
untuk konstruksi,
dll.
supandi.ver 1-2011 |
6..2
STTNAS
Yogyakarta
Studi Kepustakaan
Analisis regional :
Sejarah,
struktur/tektonik, dan
morfologi.
Geografi :
komunikasi.
sifat penduduk,
kebiasaan,
pengetahuan/pendidikan,
Hukum :
pemilikan tanah,
perizinan.
supandi.ver 1-2011 |
10
6..3
STTNAS
Yogyakarta
Pemilihan metode
6..4
geofisika dan
geokimia.
Cara langsung :
pemboran.
Pemilihan alat
Pemilihan alat tergantung pada hal-hal berikut :
metode yang dipilih,
keadaan lapangan,
waktu,
alat yang tersedia,
biaya, dan
ketelitian yang diinginkan.
6..5
supandi.ver 1-2011 |
11
6..6
STTNAS
Yogyakarta
Rencana biaya
Rencana biaya harus dipertimbangkan secara matang karena berkaitan dengan
nilai investisasi yang dilakukan, dan umumnya meliputi biaya pembukaan lahan untuk
base camp, persiapan sarana dan prasarana (peralatan), biaya operasional selama survei,
renumerasi (penggajian), akomodasi dan kebutuhan logistik, serta pajak.
6..7
kondisi iklim setempat serta trend kondisi politik, ekonomi atau investasi saat itu. Tidak
akan memungkinkan dilakukan suatu kegiatan eksplorasi di suatu daerah yang sedang
berkecamuk perang atau terdapat gangguan keamanan.
6..8
Penyiapan peralatan/perbekalan
peta dasar,
alat kerja :
alat geofisika,
kompas,
alat sampling,
meteran,
palu,
kantong contoh,
altimeter,
geochemical kit,
alat bor,
dll.
alat tulis,
alat komunikasi,
obat-obatan/P3K.
supandi.ver 1-2011 |
12
STTNAS
Yogyakarta
mencek peralatan/perbekalan,
melakukan quick survey di daerah penyelidikan, untuk menentukan langkahlangkah yang lebih lanjut, serta
supandi.ver 1-2011 |
13
STTNAS
Yogyakarta
Kalau kegiatan eksplorasi menjanjikan adanya suatu harapan bagi pelaku bisnis
pertambangan, barulah kegiatan industri pertambangan dapat dilaksanakan. Kegiatan
eksplorasi dilakukan karena ada tujuan (goal) yang diharapkan oleh badan/pihak
perencana eksplorasi tersebut.
Sebagai contoh :
Pada badan pemerintah, dengan tujuan pengembangan wilayah (daerah), maka
kegiatan eksplorasi diarahkan untuk pendataan potensi sumberdaya bahan galian,
sehingga kegiatan eksplorasi tersebut lebih bersifat inventarisasi sumberdaya
mineral.
Pada perusahaan eksplorasi, dengan tujuan pengembangan potensi mineral
tertentu, maka kegiatan eksplorasi diarahkan untuk dapat mengumpulkan data
endapan tersebut selengkap-lengkapnya, sehingga data endapan yang dihasilkan
mempunyai nilai yang dapat dianggunkan atau dijual kepada pihak lain (junior
company).
Pada perusahaan pertambangan, dengan tujuan pengembangan dan penambangan
mineral tertentu, maka kegiatan eksplorasi diarahkan untuk dapat mengumpulkan
data endapan tersebut untuk mendapatkan nilai ekonominya sehingga layak untuk
ditambang dan dipasarkan sebagai komoditi tambang.
Secara umum, dalam industri pertambangan kegiatan eksplorasi ditujukan sebagai
berikut :
mencari dan menemukan cadangan bahan galian baru,
mengendalikan (menambah) pengembalian investasi yang ditanam, sehingga pada
suatu saat dapat memberikan keuntungan yang ekonomis (layak),
mengendalikan (penambahan/pengurangan) jumlah cadangan, dimana cadangan
merupakan dasar dari aktivitas penambangan,
mengendalikan atau memenuhi kebutuhan pasar atau industri,
diversifikasi sumberdaya alam,
supandi.ver 1-2011 |
14
STTNAS
Yogyakarta
supandi.ver 1-2011 |
15
STTNAS
Yogyakarta
Suatu proses eksplorasi dapat disederhanakan menjadi suatu sistem yang terintegrasi
(dan bersifat loop tertutup membentuk siklus analisis), berawal dari analisis suatu
kemungkinan sumber, proses perpindahan yang terjadi, sampai dengan penafsiran
kemungkinan terjebak dalam suatu perangkap (teoritik).
16
STTNAS
Yogyakarta
2.
3.
17
STTNAS
Yogyakarta
Pada Gambar 6.4 dapat dilihat secara skematik pendekatan (proses) kegiatan eksplorasi
secara umum.
"
#
'
'
+
&
'
&
(
supandi.ver 1-2011 |
18
STTNAS
Yogyakarta
tersebut
untuk
mendapatkan
hubungan
antara
ukuran
(size),
supandi.ver 1-2011 |
19
2.
STTNAS
Yogyakarta
3.
4.
5.
6.
Jika beberapa pendekatan memberikan hasil yang positif, maka perlu disiapkan
suatu
program
sosialisasi
dengan
komunitas
lokal,
berupa
transfer
Program dan budget eksplorasi dapat dikelompokkan menjadi beberapa tahapan sebagai
berikut :
Tahap I (Preliminary), yaitu program dengan budget rendah yang ditujukan untuk
memperoleh informasi umum. Tahap I ini pada umumnya dapat berupa kegiatan :
Survei geologi tinjau (reconaissance),
Pengecekan-pengecekan data yang sudah ada pada peta geologi regional
(desk study),
Pengambilan beberapa sampel awal geokimia.
supandi.ver 1-2011 |
20
STTNAS
Yogyakarta
supandi.ver 1-2011 |
21
STTNAS
Yogyakarta
!" "
2)
+
!
"
" $
#
"%
&
&
%
*
%
'" ! "
()
+#
*
%
%
"%
" $
" $
%,
,. %
%
,
*
,.
%
%
%
%
%
&
%
%
"
*
'" ! "
!"
" $
"%
%,
*
",
0
%
.
#
&
1
%
%
'" ! " (
/ ( #
"%
%,
(
2
#
#
" ( '
/ "2
&
%
&
&,
,. #
&
&,
(
2)
" *2 ( +
%
$
%,
%,
%
' #
+'
+" (+#
4
%4
%
(
(
!3
*2
supandi.ver 1-2011 |
22
STTNAS
Yogyakarta
2.
3.
Geological mapping,
Survei topografi untuk updating peta
Interpretasi foto udara dan citra satelit (batuan, struktur)
Identifikasi batuan & mineral baik di lapangan maupun di laboratorium
Sistem navigasi yang presisi dan modern
4.
5.
supandi.ver 1-2011 |
23
6.
STTNAS
Yogyakarta
7.
Analisis data mulai dari kompilasi data yang potensial serta aplikasinya sampai
analisis untuk penentuan zona-zona anomali.
8.
Pemboran, yang ditujukan untuk pengujian anomali yang ada dan untuk sampling.
Beberapa alat pemboran :
Mud puncher
Auger
Rotary Air Blast
Rotary Percussion
Reverse circulation
Core drilling
Deep-well rotary drilling
Selain itu, para pelaku dapat memahami (memiliki kemampuan) untuk kelancaran
pemboran, yaitu :
Pemilihan alat bor
Desain lubang bor,
Teknik pemboran (arah pemboran, kontrol fluida)
Prosedur sampling,
Pengelolaan inti bor,
Chip & core drilling,
supandi.ver 1-2011 |
24
9.
STTNAS
Yogyakarta
10.
supandi.ver 1-2011 |
25
STTNAS
Yogyakarta
%,
"
' 5
, 5#
"
' 5
&
'
&
(
" $
&
%,
%,
.
&#
%,
"%
'
"
" 3
!
.4
% 4
4
,
9
" $
%
4" $
%
% 4
4
%
%,
%
%
#
4
$
9
*2
&
,
%,
4.
4
4.
%
4.
%,
%,
#
&
4
&4
"%
&
(%
% 46788
%,
Gambar 6.6 Skema pentahapan eksplorasi, pendugaan biaya, dan titik-titik pengambilan
keputusan (dimodifikasi dari Evans, 1995)
supandi.ver 1-2011 |
26
% '( )
STTNAS
Yogyakarta
&
!" #$
%
)#
'
)#
'
&
%
.
%
'
"&
.
%
! #
%
&
&
!" #$
+
*
- *
% ./0 ) 1
.#. &
supandi.ver 1-2011 |
27
6.6
STTNAS
Yogyakarta
dengan jenis endapan yang akan dicari. Adapun pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan
pada masing-masing tahapan eksplorasi serta pemilihan metode dapat digambarkan
secara umum seperti terlihat pada Tabel 7.1.
Tabel 6.1 Tahapan eksplorasi dan metode yang digunakan sesuai dengan endapan
yang dicari
"
3
/
')
&
&#
"
%
%
,
%
5,
" %
*
%
%
Rock sampling
%
%
%
%
.
,
%
5, ,
%
% %
4 4" 4 9#
" %
(
%
"
)"
%
%
"
" $
%
& %
& %
%,
%,
% #
% #
4
&
4 %
%
.
%
%
%
%
:
4 9
supandi.ver 1-2011 |
28
STTNAS
Yogyakarta
5 / #!"
!
4
&
, %
% 4
&
#
%
"
&
#5
& ;
% %
45
%
,
%
,5
59
, #9
,
,
4
% 45
.
*
$ 4
*
*
% %
& 9
4
5
&
#4
%,
,
5
,
supandi.ver 1-2011 |
29
2,
&
STTNAS
Yogyakarta
&
"/ '
&
&
(%
:
&
4
4
5
6
9
4
!. 7 5 8!# )
&
&
! /" 5 %
45
&
. %
#4
,. 9
.4 %
. 4 %,
.4
%,
#4
&
%,
.4 %
%,
% %%
&
5 #/ (%
, 4
#4
$ %
" /0
, ,.
'(%
%, 4
% $ #
#4
. %
"
. %
#4
4 %
. 4
4
. %
%
,
%,
4
5
#&
, <9
%
,
&
supandi.ver 1-2011 |
30
"
STTNAS
Yogyakarta
% %
,,
$ .
5 %
, $ 9 "%
&
$ .
, ,
.
9
&
;5
9
# =>> %
, $ 9
"
% %
5
% %
% %
&
4
, % %
5.
%
,,
% %4
#!"
. %
,,
9
!
9
5
9
4
'
4 %
9
-
9
9
%
, ,
%,
% %
5 '
"&
%,
,5
% %
% %,
%,
. %
%
5
9 "&
% %4
%
supandi.ver 1-2011 |
31
45
STTNAS
Yogyakarta
&
,,
, $
"5
%
#
. # 5
% .
% %
5 --
% %
5 ,
% %
% %
4
4
4
% %
&
%
,
:
.
&
%
& 5
%
.
%4
%
, 4
, 4,
4
,
%,
5 %
#4
%
%,
&
% %,
, %
#9
'
?=9'@>6((
,
% %,
% %
,.
% %
%
5
-
,
%
7.6
. -,
4%
677A
.
(
B6*
#45
%,
% %
677A4%
5
% %
supandi.ver 1-2011 |
32
STTNAS
Yogyakarta
% %4
'
(/
"
(/
(/
*2
(/
(/
22 9
()
69 *
@9
B9
22 9 ' (
69 '
5
5
, % 5
* *(
+ ('
@9 '
4 %4
4$
#
B9
22
9 '
+ ('
69
@9
9 "
,9
&
9
4
%
%4
9
9
%
%,
%,
&
,
4 %
.4
&
#
4
4
.
%4.
#, %
#, %
4
4
#
&
&
%
, #
supandi.ver 1-2011 |
33
2 2 39 ) "
STTNAS
Yogyakarta
('
69
@9 '
B9 '
%
4
5,
=9 (
2 239 "*
&
69 '
@9 '
B9 (
5,
% %
*
69
@9
B9
5
.4
=9
?9
C9
5,
A9
- 5
89
%,
6:@?9>>>#
6:6>9>>>#4 %
6:6>9>>>#
6:6>9>>># , %
&
"
'
.4
#!"
4
.4
6:6>9>>>#4
%,
%
!
,
'
(/
"
(/
(/
*2
(/
(/
.4
&
5#
% % %
supandi.ver 1-2011 |
34
22 9
STTNAS
Yogyakarta
()
69 *
@9
.
1
B9 " .
22 9
/(
' (
!!
69
5
9
,9 '
5
4
4 %&
&
&
9 *
% %
4$
@9
22
9 '
'" ! "
69 *
@9
B9
.
9
,9
&
9
9
9
9
'
%,
4
%
%
%,
2 2 39 ) "
. . %
%,
&
4
4
&
#, %
4
%,
.4 %
%4
%,
%
&
&
9
5
,
9
9
%,
4&
4. %
#
%
'" ! "
69
@9 '
,
9
55
,
%
5,
supandi.ver 1-2011 |
35
STTNAS
Yogyakarta
,9 '
&
9
&
(
&
'
&
&
$ #4
, , #4
,#
2
5. %
&
2 239 "*
% %
#:
69 '
5,
@9 '
B9 '
,
4
5,
4&
*
.
69
@9
6:?>> @>>>#
B9
6:@>>>D 6>9>>># %
. 4 %,
%,
=9
&
6:?>>D @>>>#
?9
5,
C9
,
&
A9
5,
89
&
79
&,
6>9
669
4 %
6:?>>D @>>>#
6:?>>D @>>>#
6:?>>D @>>>#
6:?>>D @>>>#
6:?>>D @>>>#
6:?>>D @>>>#
supandi.ver 1-2011 |
36
.4
STTNAS
Yogyakarta
'
'
'
'
'
*
'
'
'
'
'
+
'
+
'
(
,
(
'
'
'
' '
( (
'
'
/
(
'
'
'
(
'
'
'
'
'
(
'
'
supandi.ver 1-2011 |
37
STTNAS
Yogyakarta
! +
(
+
+
'
'
'
'
'
'
'
/
)
+
'
123
)"
"
'
'
'
'
'
'
+
)
(
12 '
'
'
'
.,
supandi.ver 1-2011 |
38
STTNAS
Yogyakarta
(
)
'
,
'
(
!
)
'
' +
'
'
12
'
'
(
'
+
(
! +
'
'
'
4
.
'
'
+ /
supandi.ver 1-2011 |
39
STTNAS
Yogyakarta
'
'
'
'
'
'
)
'
'
'
'
(
(
+
)
'
,
'
'
.+
'
' ,
'
'
'
#
#
5)
( 6
'
#
#
'
'
'
+
(
'
supandi.ver 1-2011 |
40
STTNAS
Yogyakarta
)
'
'
(
!
(
(
'
'
,
'
'
'
! +
'
'
'
'
'
'
'
'
/
7
7
8
8
%
'
(
)
(
(
)
.
'
! (
'
'
'
)
'
supandi.ver 1-2011 |
41
'
STTNAS
Yogyakarta
'
'
'
11
"
#
'
'
+
&
'
&
(
supandi.ver 1-2011 |
42
11
STTNAS
Yogyakarta
+
supandi.ver 1-2011 |
43
11
*
"
'
STTNAS
Yogyakarta
"
'
+
)
+
'
! +
'
'
'
(
'
'
/
2
'
9
'
&)
7:
.
)
'
)
' +
)
)
;
#
'
8
1
4
4
<
)
'
'
+
,
'
'
(
+
' (
'
'
supandi.ver 1-2011 |
'
44
;
)
'
.
STTNAS
Yogyakarta
'
'
'
'
)
)
'
=
'
(
+
/
(
)
(
/
7
' '
&
)
'
&
'
!
+
'
'
,
7
&&
'
'
&7
'
&&
'
*
!
7
&&& 3
> ? +
."
'
'
'
7
&&
,
)
'
'
'
'
supandi.ver 1-2011 |
45
STTNAS
Yogyakarta
'
'
(
! +
1
supandi.ver 1-2011 |
46
STTNAS
Yogyakarta
!" "
2)
+
!
"
" $
#
"%
&
&
%
*
%
'" ! "
()
+#
*
%
%
"%
" $
" $
%,
,. %
%
,
*
,.
%
%
%
%
%
&
%
%
"
*
'" ! "
!"
" $
"%
%,
*
",
0
%
.
#
&
1
%
%
'" ! " (
/ ( #
#
"%
%,
(
2
" ( '
/ "2
&
%
&
&,
,. #
&
&,
(
2)
" *2 ( +
%
$
%,
%,
%
' #
+'
+" (+#
4
%4
%
(
(
!3
*2
supandi.ver 1-2011 |
47
STTNAS
Yogyakarta
1
1
"
'
'
'
(
2
/
!
'
',
8
1
<,
'
):
+ )
87
!!*
!
!
!
$ + ?
4
@
+
+
!
&
&
>
!
<
+
'
)
"
'
/
!
!
!
'
'
"
&
)
supandi.ver 1-2011 |
48
STTNAS
Yogyakarta
'
9
'
'
9
(
'
4
%
$
$
$
?
+
'% *
' +
+ +
,
'
+
'
>+
B
.
2C
1<
"
)
+
+
'
(
'
' '
'
'
supandi.ver 1-2011 |
49
STTNAS
Yogyakarta
! +
%
D
+'
'
' '
'
'
+
1<
7
'
'
(
10
'
! +
,
'
%,
"
' 5
, 5#
"
' 5
&
'
&
(
" $
&
%,
%,
.
&#
%,
"%
" 3
!
.4
% 4
4
,
9
'
"
4
&4
"%
&
" $
%
4" $
%
% 4
4
%
%,
%
%
#
4
$
9
&
,
%,
4.
4
4.
%
4.
%,
%,
#
&
*2
(%
% 46788
%,
1< !
'
)
"
2BB0
supandi.ver 1-2011 |
50
% '( )
STTNAS
Yogyakarta
&
!" #$
%
)#
'
)#
'
&
%
.
%
'
"&
.
%
! #
%
&
&
!" #$
+
*
- *
% ./0 ) 1
.#. &
supandi.ver 1-2011 |
51
STTNAS
Yogyakarta
10
BAB III
TAHAPAN PENYELIDIKAN ENDAPAN BATUBARA
Berdasarkan peraturan yang lalu daerah batubara di Indonesia dibagi menjadi dua yaitu
daerah pencadangan negara dan daerah bukan pencadangan negara. Untuk dapat
melakukan kegiatan penyelidikan batubara di daerah tersebut harus dilakukan KKS
(Kontrak Kerjasama) dengan PTBA (untuk daerah pencadangan negara), sedangkan
untuk bukan pencadangan Negara dengan cara mengajukan Kuasa Pertambangan (KP).
Pada era otonomi daerah sekarang ini bentuk-bentuk perijinan dalam pengusahaan
batubara di Indonesia umumnya adalah sebagai berikut:
1. SKIP
2. KP Penyelidikan Umum
3. KP Eksplorasi
4. KP Eksploitasi
5. KP Pengolahan/Pemurnian
6. KP Pengangkutan/Penjualan
Tahap penyelidikan batubara berdasarkan klasifikasi sumberdaya dan cadangan batubara
diadopsi dari United Nations Economic and Social Council (1997) dilaksanakan melalui empat
tahap yaitu :
1. Survei Tinjau
Merupakan tahap eksplorasi batubara paling awal dengan tujuan mengidentifikasi
daerah-daerah yang secara geologis terdapat endapan batubara potensial untuk
diselidiki lebih lanjut serta mengumpulkan informasi tentang kondisi geografi, tata
guna lahan, dan kesampaian daerah. Kegiatan penyelidikan antara lain : studi geologi
regional, penafsiran penginderaan jauh, dan metode tak langsung lainnya, serta
supandi.ver 1-2011 |
52
STTNAS
Yogyakarta
53
STTNAS
Yogyakarta
mengetahui: jumlah cadangan batubara dan kualitas batubara. Kualitas batubara diperlukan
untuk menentukan pasar (tujuan penjualan batubara) dan pemanfaatan batubara.
Berdasarkan faktor tesebut diharapkan dapat ditambang secara ekonomis. Kegiatan
penambangan dapat memberikan keuntungan yang optimal. Untuk mencapai tujuan
kegiatan eksplorasi ini diperlukan sejumlah metode eksplorasi (dan sejumlah keahlian).
Pada akhir tahap ini wilayah penyelidikan berkurang menjadi 20% atau 25%.
Beberapa jenis kegiatan yang cukup penting untuk diperhatikan antara lain:
1. Pemetaan geologi (litologi)
Secara sederhana prosedur pemetaan litologi adalah sebagai berikut:
(a) Menyediakan peta topografi sebagai peta dasar
Gambar 3.1
Peta topografi sebagai dasar pemetaan litologi
(b) Plot setiap singkapan batuan yang dijumpai pada peta dasar saat
melakukan observasi. Ukur strike/dip singkapan, plot kedudukan
singkapan pada peta dasar.
supandi.ver 1-2011 |
54
STTNAS
Yogyakarta
Gambar 3.2
Plot lokasi dan jurus/kemiringan setiap batuan
(c) Korelasikan atau interpretasikan daerah-daerah yang memiliki litologi
yang sama, sehingga diperoleh peta batas-batas litologi
(d)
supandi.ver 1-2011 |
55
STTNAS
Yogyakarta
Gambar 3.3
Interpretasi batas-batas litologi
2. Pengambilan sampel di singkapan
Tujuan sampling adalah mengambil contoh (sample) batubara secara representative
(mewakili).
-
Sumur uji
supandi.ver 1-2011 |
56
STTNAS
Yogyakarta
Mengamati sifat makro, antara lain kilap, perlapisan, adanya parting, kekerasan.
Untuk mengambil contoh yang segar, baik untuk batubara maupun batuan
lainnya.
Dari hasil proses pemboran secara tidak langsung dapat diketahui pula:
-
Tebal overburden
Penentuan lokasi titik bor dan jarak antar lubang bor (spacing).
supandi.ver 1-2011 |
57
STTNAS
Yogyakarta
Sistem penambangan yang akan dipilih (secata terbuka atau bawah tanah).
Electric Logging
Geophisical Logging
Log lithologi
Log listrik
Kedalaman pemboran
Simbol batuan
Deskripsi batuan
Gamma ray
Density log
Calliper
Neotron
Spontaneous potensial
supandi.ver 1-2011 |
58
STTNAS
Yogyakarta
Sonic
KEGIATAN EKSPLORASI
PEROLEHAN DAN PEMROSESAN DATA
1. Hasil survai topografi, kemudian diproses menjadi:
- Peta topografi.
- Dasar untuk pembuatan peta-peta tematik (peta dan penampang geologi, peta
kontur struktur, peta isopach, peta kualitas dll).
2. Lintasan sejajar dan tegak lurus jurus perlapisan batubara, serta lintasan terpilih
untuk pengukuran penampang stratigrafi, kemudian diproses menjadi:
- Peta lintasan untuk mendukung peta geologi.
- Penampang lintasan (geologi).
- Penampang stratigrafi.
- Melengkapi peta topografi yang ada.
3. Pembuatan trenching dan test pitting, kemudian diproses menjadi:
- Profil singkapan.
- Penampang stratigrafi.
- Pemercontohan terpilih.
4. Pemboran yang datanya berupa inti bor, kemudian diproses menjadi:
- Log bor.
- Penampang geologi.
- Pemercontohan terpilih.
5. Pengambilan contoh (channel sampling), kemudian diproses menjadi:
- Tabel hasil analisis seluruh data dan masing-masing profil.
- Peta-peta kualitas.
PENGUKURAN TOPOGRAFI DAN BATAS
1 Pengukuran topografi perlu dilakukan dengan alat ukur standar (akurasi tinggi).
2 Pengukuran tersebut dapat dilaksanakan secara bertahap, tetapi pembuatan titik
ikat/base line/poligon merupakan prioritas utama dan pertama dengan titik ikat
diambil dari titik trimble terdekat (kontak Bakosurtanal atau Kanwil Pertamben).
supandi.ver 1-2011 |
59
3
4
5
6
STTNAS
Yogyakarta
Perlu memperhatikan batas dengan kegiatan sekitar, dapat di cek pada Dinas
Kehutanan dan Kanwil Deptamben Kaltim atau Direktorat Jenderal Pertambangan
Umum di Jakarta.
Selama pelaksanaan pengukuran sekaligus mengambil data geologi, geoteknik,
geohidrologi, penggunaan lahan saat itu, dan pembuatan sketsa topografi.
Arah lintasan (base line) sejajar dan tegak lurus kedudukan lapisan batubara, apabila
ada data yang belum tertembak atau sulit ditembak dengan alat ukur, maka dapat
digunakan sunnto.
Juga perlu dilakukan pengukuran lokasi fasilitas pendukung seperti rencana lokasi
camp karyawan, kantor, kantin, workshop, hauling road, washing plant, gudang
BBM, satpam, dan stock pile di lokasi blending atau pelabuhan.
PEMETAAN GEOLOGI PERMUKAAN
supandi.ver 1-2011 |
60
3.
4.
5.
6.
STTNAS
Yogyakarta
supandi.ver 1-2011 |
61
STTNAS
Yogyakarta
Penampang geologi.
Penampang stratigrafi lokal.
supandi.ver 1-2011 |
62
STTNAS
Yogyakarta
3. Mengetahui hubungan stratigrafi antar satuan batuan dan urutan sedimentasi dalam
arah vertikal, lalu menafsirkan lingkungan pengendapannya.
4. Sebagai evaluasi lateral (ruang) dan vertikal (waktu) dari seluruh satuan yang ada
atau sebagian dari satuan stratigrafi, misal lapisan batubara, lapisan batulempung
kalolinitan, lapisan yang kaya akan fosil tertentu.
Metode pengukuran penampang stratigrafi:
1. Metode kompas dan tali (tape and compass method)
- Minimal dilaksanakan oleh 2 orang.
- Perlu memperhatikan adanya perubahan jurus dan kemiringan lapisan pada tiap
rentangan.
- Lebih sesuai pada topografi yang tidak bergelombang/terjal.
- Untuk ketelitian tinggi memerlukan waktu yang cukup lama.
- Hasil penampang tidak langsung diketahui, karena masih memerlukan
perhitungan koreksi.
2. Metode tongkat Jacob (Jacobs staff method)
- Dapat dilakukan oleh 1 orang.
- Lebih efektif dan efisien, yaitu lebih tepat dan cepat.
- Ketebalan dapat langsung diukur tanpa koreksi dan penampang dapat langsung
dibuat.
- Sesuai untuk semua kondisi topografi.
PEMBORAN
Pemboran merupakan metode eksplorasi dengan biaya mahal, oleh karena itu dalam
penentuan program pemboran harus direncanakan secara cermat. Lokasi pemboran (titik
bor) ditentukan berdasarkan peta geologi, penampang geologi, hasil interpretasi
geofisika, dan peta topografi serta sekaligus ditentukan target pemboran (kedalaman dan
titik yang direncanakan).
Tujuan pemboran inti
1. Mengetahui urutan stratigrafi secara lebih lengkap.
2. Menentukan sebaran dan ketebalan endapan batubara kearah vertikal maupun
horisontal.
3. Mendapatkan contoh batubara untuk di analisa.
4. Mendapatkan unsur-unsur struktur geologi.
5. Menentukan tebal lapisan penutup.
6. Uji geohidrologi maupun geoteknik.
Kewajiban dan tanggungjawab geologist, antara lain:
1. Menentukan lokasi titik pemboran dan jumlah lubang bor.
2. Menentukan target kedalaman maksimum dan minimum tiap titik bor serta total
kedalaman pemboran inti dan bukan inti.
3. Memperkirakan jumlah unit bor yang diperlukan sesuai target waktu dan kondisi di
lapangan.
4. Mengatur peninjauan ke lokasi pemboran.
supandi.ver 1-2011 |
63
STTNAS
Yogyakarta
5. Mengawasi aktivitas pemboran, menyiapkan core box dan inti bor untuk di analisia
di laboratorium.
6. Mempersiapkan laporan dan merekomendasikan tindakan selanjutnya.
7. Hasil akhir pemboran dinyatakan sebagai penampang berkolom (core log/ graphic
log) dan penampang bagian-bagian yang dianggap penting.
8. Menyiapkan laporan hasil pemboran.
Setiap inti bor yang diperoleh harus segera diamati, didiskripsi, dicatat, dan
didokumentasikan. Pengamatan litologi juga dimaksudkan untuk menentukan
lapisan penunjuk sebagai pedoman korelasi, model pengendapannya, sifat fisik
batuan, dan lapisan pembawa air.
Rencana pemboran meliputi:
1. Penggunaan alat bor dan mata bor yang perlu mempertimbangkan faktor:
- kondisi pencapaian lokasi pemboran,
- kedalaman maksimum yang ingin dicapai, kekerasan batuan,
- tujuan mendapatkan inti bor,
- pemboran coring atau non coring,
- pertimbangan apakah akan dilanjutkan dengan melakukan geophysical logging
atau tidak,
- kecepatan kemajuan pemboran dikaitkan dengan waktu kerja.
2. Transport alat bor ke lokasi dan perpindahan antar titik bor di lapangan, termasuk
penyiapan lokasi bor, jalan, jembatan, dan pemeliharaannya.
3. Kendaraan untuk transport di lapangan dan membuka daerah kerja.
4. Perencanaan lubang/titik bor, meliputi jumlah titik dan titik alternatif.
5. Rencana core drilling dan atau open drilling serta minimal core recovery.
6. Pengadaan suku cadang, camp, dan pergudangan.
7. Prosedur ganti rugi tanam tumbuh.
8. Sistem shift dan logistik serta organisasi penanggungjawab pemboran.
9. Perkiraan akan adanya gangguan dalam pemboran.
Persiapan sebelum pemboran
1. Peta topografi, peta geologi dan penampang geologi, dan peta penggunaan lahan
harus sudah jadi, tujuannya untuk memudahkan pelaksanaan pemboran, baik secara
teknis maupun sosial-ekonomi di lokasi pemboran.
2. Dipahami karakteristik geologi dan lapisan batubaranya, yaitu kendali struktur yang
berperan, besarnya kemiringan lapisan batubara, topografi lokal, tingkat pelapukan,
sifat kemenerusan seam, dan karakteristik seam.
3. Jalur mobilisasi (moving) antar titik, lokasi camp, sumber air, core box, perijinan,
jadual pelaksanaan pemboran.
4. Sebelum dilakukan pemboran, harus dibuat tabel rencana pemboran, meliputi lokasi
titik bor (koordinat dan elevasi), target kedalaman, nomor seam, waktu, dan realisasi,
unit mesin bor, keterangan (faktor pendukung dan kendala).
Penentuan titik bor harus memperhatikan
supandi.ver 1-2011 |
64
STTNAS
Yogyakarta
supandi.ver 1-2011 |
65
STTNAS
Yogyakarta
1:25.000 1:50.000
supandi.ver 1-2011 |
66
STTNAS
Yogyakarta
2. Peta topografi
skala 1:1.000
3. Peta tata batas skala 1:10.000
4. Peta kegiatan eksplorasi skala 1:10.000, meliputi lokasi singkapan, sumur uji,
pemboran, dan pengambilan contoh
5. Peta geologi rinci
6. Penampang geologi
7. Penampang stratigrafi
8. Korelasi
9. Peta coal bed/crop line
10. Peta isopah lapisan penutup
11. Peta isopach tiap seam
12. Peta kontur struktur
13. Sumur uji dan parit uji serta penampangnya
14. Penampang bor.
15. Sketsa singkapan/foto
16. Peta kualitas tiap seam (isocal, isoash, isovol dll)
17. Peta perhitungan cadangan
dan penampang
18. Peta rencana peningkatan/penciutan K.P.
19. Peta penggunaan lahan (jenis penggunaan, kepemilikan, jumlah tanam tumbuh)
sesuai perkembangan terakhir di lapangan.
PEMERCONTOHAN (SAMPLING) BATUBARA
Contoh (sample) adalah sebagian kecil dari suatu tubuh lapisan batubara yang
dianggap mewakili, yaitu mewakili seluruh sifat-sifat yang terdapat dalam tubuh
lapisan batubara tersebut.
Oleh karena itu, pemercontohan (sampling) batubara merupakan pengumpulan
secara terkendali sebagian dari suatu lapisan batubara yang mewakili keseluruhan
lapisan batubara tersebut.
Tujuan pengambilan contoh batubara adalah untuk:
1. Menentukan kondisi geologi dan stratigrafi endapan batubara guna mengetahui
hubungannya dengan genesa dan proses geologi yang mengendalikannya.
2. Menentukan kualitas batubara dan membatasi lapisan batubara yang ekonomis.
3. Membuat peta kualitas lapisan batubara, apabila digabungkan dengan peta-peta
tematik lainnya dapat sebagai dasar untuk perencanaan tambang dan teknologi yang
akan digunakan.
4. Menentukan cadangan batubara ekonomis.
Metode pengambilan contoh (channel sampling)
Channel sampling merupakan metode manual sampling yang pengumpulan contohnya
dengan cara handling, tergolong sangat cermat, dan banyak digunakan pada tahap
eksplorasi (test pitting/trenching) sampai pembukaan tambang.
supandi.ver 1-2011 |
67
STTNAS
Yogyakarta
68
STTNAS
Yogyakarta
supandi.ver 1-2011 |
69
STTNAS
Yogyakarta
CADANGAN BATUBARA
1. Kriteria perhitungan:
areal, kualitas, tebal, kedalaman, kerapatan data,
pembatas, dan perolehan tambang.
2. Prosedur perhitungan:
kontur, penampang, program komputer.
3. Klasifikasi cadangan:
measured, indicated, inferred, mineable reserves,
salesable/marketable reserves
4. coking and steaming coal blok per blok.
5. Stripping ratio:
raw coal base, clean coal base.
Ketentuan perhitungan cadangan
1. Perhitungan dilakukan untuk setiap lapisan batubara.
2. Perhitungan dilakukan untuk setiap kedalaman dan ketebalan lapisan batubara
tertentu.
3. Perhitungan memperhatikan jenis data yang ada.
4. Perhitungan hendaknya menetapkan limit kualitas.
5. Perhitungan hendaknya menetapkan limit minimum tebal lapisan batubara.
Untuk menghitung cadangan diperlukan:
1. Peta dan penampang geologi.
2. Data batubara (seam, koordinat, elevasi, kedalaman, tebal, kualitas dll), kelengkapan
data akan mempengaruhi kategori cadangan.
3. Peta sebaran lapisan batubara.
4. Penampang korelasi.
5. Peta isopach (lapisan batubara, overburden, interburden dll).
6. Peta kontur struktur.
7. Peta kualitas batubara.
8. Plot gejala-gejala geologi yang mempengaruhi kemenerusan (sesar, washout,
splitting, intrusi dll).
GEOHIDROLOGI
1. Evaluasi hidrogeologi meliputi:
- Pengukuran muka airtanah dapat dilakukan pada sumur penduduk, permukaan
danau, sungai, rawa, atau genangan air lainnya. Pengukuran pada lubang bor
perlu dipasang pipa pralon dengan dinding berlubang.
- Kualitas fisik air dilakukan berdasarkan pengamatan lapangan, esdangkan untuk
kualitas kimia air dilakukan pemeriksaan di laboratorium.
2. Evaluasi hidrologi atau air permukaan meliputi:
- Data curah hujan.
- Pengukuran debit aliran air sungai.
- Pola pengaliran detil.
- Pengukuran variasi permukaan air sungai.
supandi.ver 1-2011 |
70
STTNAS
Yogyakarta
PEMERIAN BATUBARA
WARNA
Bk
Br bk
Bk br
Br
D
L
M
Black
Brownish Blasck
Brackish Brown
Brown
Dark
Light
Mottled
Hitam
Hitam Kecoklatan
Coklat kehitaman
Coklat
Gelap
Cerah
Bintik-bintik
Fr
Sw
Fresh
Slightly weathered
Mw
Moderately weathered
Segar
Warna segar &
sebaginan berubah
staining throughout
Rock
TINGKAT PELAPUKAN
KILAP
tekstur
B
D
Bright
Dull
Cemerlang
Kusam
Coal B
Coal Bd
Coal>90% bright
Coal 60-90% bright
Coal BD
Coal Db
Coal D
Batubara cemerlang
Batubara agak
Cemerlang
Perselingan cemerlangKusam
Batubara agak kusam
Batuabara kusam
Black
Brownish black
Blackish brown
Brown
Hitam
Hitam kecoklatan
Coklat kehitaman
Coklat
GORES
Bk
Br bk
Bk br
Br
Moderately weak
MS
Moderately Strong
Strong
supandi.ver 1-2011 |
71
STTNAS
Yogyakarta
VS
Very strong
Friable
Brittle
Tough
PECAHAN
Une
E
Cub
Sht
Uneven
Even
Cubical
Sheet
Tidak beraturan
Beraturan
Kubus
Lembaran
Attitude
Spacing cleat
Dominan
Resin
Phyrite
Sandstone/claystone
Quartz
Pelledtoidal
Resin/amber/damar
Pirit
Batupasir/Batulempung
Kuarsa
pellet
Gct
Nct
CLEAT
Att
Spc
>>
End cleat
Face Cleat
PENGOTOR
Res
Pyrt
Ss-Clst
Qrtz
Pel
TEBAL
KEDUDUKAN
KLASIFIKASI KEDUDUKAN
Kontak
Erosi
Tegas
Beransur
Intrusi
supandi.ver 1-2011 |
72
BATUBARAAN
Coaly clyst
Coaly Claystone
Caoly Mdst
Coaly Mudstone
Coaly Shst
Coaly shalestone
Coaly Stst
Coaly Siltstone
Coaly Ss
Coaly Sandstone
KARBONAN
STTNAS
Yogyakarta
Batulempung batu
Baraan
Batulumpur batu
Baraan
Batuserpih batu
Baraan
Batulanau batu
Baraan
Batupasir batu
Baraan
Carb Clyst
Carbonaceus Claystones
Carb Mdst
Carb Sh
Carb Slstq
Carb Ss
Carbonaceus Mudstone
Carbonaceus Shale
Carbonaceus Siltstone
Carbonaceus Sandstone
Batulempung
Karbonan
Batulumpur karbonan
Batuserpih karbonan
Batulanau karbonan
Batupasir karbonan
Jenis Litologi
Urutan Batuan
Kedudukan
Sifat Fisik Lapisan Penutup
PEMERIAN BATUAN
LITOLOGI
Coal
Gani
Resn
Sico
Coal
Ganister
Resin
silica Coal
Seat
Seat earth
Tons
Tonstein
Alvm
Clyst
Ssst
Slst
Tuff
Brec
Cblcgl
Alluvium
Claystone
sandstone
Siltsone
tuff
Brecia
Cobble conglomerate
Batubara
Ganister
Damar/getah
Batubara mengandung
Silica
Batuan mengandung
Akar tumbuhan
(tempat tumbuh-tumbuhan)
Sisipan Batulempung pada
Batubara
supandi.ver 1-2011 |
73
Cgl
Igns
Igt
Lmst
Mdst
Nocr
Core loss
Flt breccia
Gran cong
Gravel
Laterite
Marl
Sh
Silt
Soil
MINERAL
Ccqz
Chrt
Clct
Calc
Carb
Chl
Py
Flsr
Gani
Glau
Gyps
Mic
Pyrt
Qrtz
Matrix
Olig
Pel
Polymict
Qtz.fels
Qtz. Lith
Qtz. Os
Chl
STTNAS
Yogyakarta
Conglomerate
Igneous rock
Ignimbrite
Limestone
Mudstone
Non coring
Tanpa inti bor
core loss
Falut breccia
Granule conglomerate
Shale
Crystal Quartz
Chert
kalsit
Calcite
carbonate
Chlorite
Phyrite
felspar
Ganister
Glaouconite
Gypsum
Mica
Phyrite
Quartz
matrik
Oligomict
Peletoidal
polymict
quarts felspartic
quarts lithic
quartzose
Chlorite
Mika
pirit
kuarsa
Nod
Gran
Lat
Lith
Lens
Mat
Mar
Nodule
Granular
Lateritic
Lithic
Lenses
matrix
Marly
supandi.ver 1-2011 |
74
Bands
Calc
Carb
Cmt
Clay band
Coal bands
Coal Spars
Coal Streaks
Coaly
Fe
Mic
Muddy
Olig
Pebbly
Pel
Polimict
Qtz.fels
Qtz. Lith
Qtz. Os
Resinous
Rooted
Sst.strks
Sandy
Sh.strks
S
Silty
Cleat venear
Disseminated
Joint in fill
Laminae
Lenses
Staining
Veins
UKURAN BUTIR
Bld
Cbl
Pbl
Gran
Vcg
Cg
Mg
Fg
Vfg
Combination;
Vfg to mg
STTNAS
Yogyakarta
bands
Calcareous
Carbonaceus
Cement
clay band
coal bands
Coal Spars
coal streaks
coaly
ferruginous
Micacues
muddy
oligomict
pebbly
pelletoidal
polimict
quarts felspartic
quarts lithic
quartzose
resinous
rooted
sandstone streaks
sandy
shale streaks
Slightly
silty
Boulder
Couble
pebble
granule
Very coarse grained
coarse grainned
Medium grained
Fine grainned
Very fine grainned
Very fine grainned to medium grainned
supandi.ver 1-2011 |
75
STTNAS
Yogyakarta
Pebble
Granule
Pasir sangat kasar
Pasir kasar
Pasir menengah
Pasir halus
Pasir sangat halus
Lanau
Lempung
> 4mm
2-4 mm
1-2mm
0.5-1 mm
0,25-0,5 mm
0,125-0,25mm
0,0625-0,125 mm
0,039-0,0625 mm
< 0,039 mm
COLOUR
Bk
Bl
Br
Cr
Gr
Bl
Br
Gr
Gy
Or
Rd
Yl
D
L
M
Gy
Off.wh
Rd
tn
wh
yl
Black
Blue
Brown
Cream
Green
Blueish
Brownish
Greenish
Grayesh
Orange
Reddish
yellowish
dark
light
mottled
Gray
off white
red
tan
white
yellows
DERAJAT PELAPUKAN
Fr
Sw
Fresh
Slightly weathered
MW
Moderately weathered
Segar
partial staining or discoloroution,
Fresh colour and texture recog
Nisable.
staining throughout rock
Moderately weak
supandi.ver 1-2011 |
76
MS
S
VS
Friable
Brittle
Tough
STTNAS
Yogyakarta
Moderately Strong
DERAJAT KELIMPAHAN
Abnt
Com
Spse
Rare
ORIENTASI
VH ang
H. ang
M. ang
L. ang
Vl.ang
BIDANG
Bed plane
Cleats
Frac
Joints
Faults
Aboundant
Common
Sparse
Rare
FOSIL
SORTASI (sorting)
V.p.Srtd
psrtd
msrtd
supandi.ver 1-2011 |
77
wsrtd
vwsrtd
STTNAS
Yogyakarta
well sorted
very well sorted
KEBUNDARAAN (Roundness)
V ang
Very angular
Ang
Angular
Sub. Ang
Sub. Ang
Sub. Rnd
Sub rounded
Rnd
rounded
PERLAPISAN
V.thk bed
Thk bed
Med. Bed
Thin bed
V. thin bed
Lam
Thin lam
STRUKTUR SEDIMEN
Bioturbatted
Burrows
Coarse up wards
Compation structures
C in C
Cone in cone structures
X bed
crossbedding
Fining upward
Flaser bedding
Flute cast
Grad bedding
Irreg. Bed
Irregular bedding
Load cast
Lent bed
lenthicular bedding
Mass bedding
massive bedding
Microfaulting
Tidal flat bedding
Symmetrical ripple marks
KEKERASAN
Sangat lunak
Lunak
Agak lunak
Agak keras
Keras
Sangat Keras
supandi.ver 1-2011 |
78
STTNAS
Yogyakarta
PELAPUKAN
Segar
TANAH PENUTUP
0-10cm
11-25cm
26-50cm
51-75cm
76-100cm
101-150cm
>150cm
supandi.ver 1-2011 |
79