Anda di halaman 1dari 22

I.

PENDAHULUAN

Dalam pembahasan mengenai berjalan, maka istilah gait dan locomotion


merupakan istilah yang sering dimunculkan. Gait adalah cara berjalan sedang
lokomotion berarti perpindahan dari satu tempat ketempat lainnya, maka berjalan
(walking) mencakup gait dan lokomotion.
Gerakan berjalan merupakan gerakan dengan koordinasi tinggi yang
dikontrol oleh susunan saraf pusat dan melibatkan sistem yang sangat kompleks.
Adanya righting reaction yaitu untuk memelihara dan memulihkan normal posisi
kepala yang berhubungan trunk dengan menormalkan aligment trunk dan limbs
sedangkan sedangkan equilibrium reaction memelihara keseimbangan pada
waktu aktifitas terutama pada saat melawan gravitasi dan akan membutuhkan
banyak control inhibisi pada level tinggi untuk timbal balik dari bagian perubahan
pola gerakan.
Jalan merupakan salah satu cara dari ambulansi, pada manusia ini
dilakukan dengan cara bipedal (dua kaki). Dengan cara ini jalan merupakan
gerakan yang yang sangat stabil meskipun demikian pada kondisi normal jalan
hanya membutuhkan sedikit kerja otot-otot tungkai . Pada gerakan ke depan
sebenarnya yang memegang peranan penting adalah momentum dari tungkai itu
sendiri atau akselerasi, kerja otot justru pada saat deselerasi.
Dalam berjalan dikenal ada 2 fase, yaitu fase menapak (stance phase) dan
fase mengayun (swing fase). Ada pula yang menambahkan satu fase lagi yaitu
fase dua kaki di lantai (double support) yang brlangsung singkat. Fase double
support ini akan semakin singkat jika kecepatan jalan bertambah, bahkan pada
berlari fase double support ini sama sekali hilang, dan justru terjadi fase dimana
kedua kaki tidak menginjak lantai.
Fase menapak (60%) dimulai dari heel strike / heel on, foot flat, mid
stance , heel off dan diakhiri dengan toe off. Sedangkan pada fase mengayun
(40%) dimulai dari toe off, swing dan diakhiar dengan heel strike (accelerasi, mid
swing, decelerasi).

Komponen-komponen penting dalam berjalan normal :


Fase menapak :
a). Ekstensi sendi panggul (hip)
b). Geseran ke arah horizontal- lateral pada pelvis dan truk
c). Fleksi lutut sekitar 15° pada awal heel strike, dilanjutkan dengan ekstensi dan
fleksi lagi sebelum toe off

Fase mengayun :
a). Fleksi lutut dengan diawali ekstensi hip
b). Lateral pelvic tilting kearah bawah pada saat toe off
c). Fleksi hip
d). Rotasi pelvic ke depan saat tungkai terayun
e). Ekstensi lutut dan dorsalfleksi ankle dengan cepat sesaat sebelum heel strike

2
II. DEFINISI BERJALAN

Berjalan adalah berpindahnya tubuh dari satu titik, ketitik berikutnya


dengan cara menggunakan kedua tungkai (bipedal : posisi tubuh selalu tegak
selama proses berlangsung). Berjalan adalah aktivitas siklik, hemat energi: satu
kaki harus berada dalam kontak dengan tanah setiap saat (dukungan single-kimb
support), dengan periode ketika kedua tungkai berada dalam kontak dengan tanah
(dukungan double-limb support).

Pola repetisi daripada penumpuan berat badan dari satu tungkai ketungkai yang
lain dengan heel – toe striding adalah fenomena yang membedakan manusia
dengan hominids yang lebih primitif ( Napier, 1967).
Cycle berjalan :
Satu cycle, dimulai dari heel strike, sampai tungkai yang sama mulai heel strike
berikutnya. Interval antara dua steps bisa dihitung jarak dan waktunya.
Stride legth :
Adalah jarak antara dua jejak kaki, pada kaki yang sama. Pada orang dewasa pria
jaraknya antara 140 – 156,5cm.
Stride duration :
Adalah waktu yang dibutuhkan untuk jarak tersebut.
Step length :
Adalah jarak antara dua jejak kaki , baik dari kanan ke kiri atau sebaliknya. Jarak
rata2nya adalah 68 – 78cm.
Step duration :

3
Adalah waktu yang dibutuhkan dari heel strike kaki yang satu ke heel strike kaki
yang lain.
Cadence :
Adalah jumlah steps permenit, dimana nilai rata2nya adalah 112 – 116 permenit.

Parameter tersebut diatas bisa kita pergunakan sebagai tolok ukur yang
valid dan obyektif dalam rangka assessment, analisa pola jalan pasien. Gait
analisis memerlukan pendekatan yang akurat dan tersistem, pada phase stance
maupun swing. Pemahaman tentang gerakan-gerakan yang terjadi pada
persendiannya serta ROM yang dibutuhkan untuk mencapai pola jalan normal
juga diassessment. Misalnya, ditungkai, pelvis dan trunk.

4
III. KOMPONEN GAIT NORMAL

Seperti telah dibahas, bahwa berjalan membutuhkan alternating support


dari satu tungkai ketungkai yang lain. Gerakan reciprocal ini dibutuhkan untuk
menerima, menyerap berat tubuh dan torque yang menyertainya, sehingga proses
berjalan akan berlangsung secara mulus (smooth), mengalir seperti cairan tanpa
ada interupsi dalam proses pemindahan berat tubuh kedepan. Untuk mencapai
pola jalan normal tergantung pada 3 kemampuan / task fungsional, yaitu :
1). Weight Acceptance.
2). Single limb Support.
3). Limb Advancement.
Ketiga fungsi tersebut berlansung pada bidang sagital ditinjau dari persendian
yang bergerak, yaitu : hip, knee, ankle baik pada phase atau sub phase swing
maupun stance.
Dalam berjalan dengan normal mempunyai dinamika yang bermanfaat
yaitu :
A. Fase gabungan dari kiprah berkontribusi proses hemat energi dengan
mengurangi perjalanan dari pusat massa tubuh.
B. Kepala, leher, batang, dan lengan account untuk 70% dari berat badan.
C. Pusat batang gravitasi dari massa tubuh terletak hanya anterior untuk
Th10, yang merupakan 33 cm di atas sendi pinggul dalam individu rata-
rata tinggi (184 cm).
D. Baris gravitasi tubuh adalah anterior untuk S2 dan menyediakan referensi
untuk saat lengan ke pusat sendi dalam pertimbangan. Pola kiprah yang
dihasilkan menyerupai kurva sinusoidal.
Determinan gait normal (motion pola) Dalam hal mekanik, ada enam
derajat independen kebebasan :
A. Panggul rotasi: pelvis berputar horizontal pada sumbu vertikal, secara
bergantian ke kiri dan kanan garis perkembangan, mengurangi pusat-of-
massa penyimpangan pada bidang horisontal dan mengurangi dampak
pada kontak lantai awal.

5
B. Daftar panggul: The non-berat bantalan, sisi kontralateral tetes 5 derajat,
mengurangi penyimpangan superior.
C. Knee fleksi di bongkar: Sikap-fase tungkai tertekuk 15 derajat untuk
meredam dampak loading awal.
D. Foot dan gerakan kaki: Melalui sendi subtalar, redaman respon memuat
terjadi, yang menyebabkan stabilitas selama midstance dan efisiensi
propulsi pada push-off.
E. Lutut gerak: Lutut bekerja sama dengan kaki dan pergelangan kaki untuk
mengurangi gerak anggota tubuh yang diperlukan. lutut fleksi pada kontak
awal dan meluas di midstance.
F. Lateral perpindahan panggul: Hal ini berkaitan dengan transfer berat badan
ke anggota badan. Panjang gerak adalah 5 cm di atas dahan menahan
beban, mempersempit basis dukungan dan meningkatkan stabilitas sikap-
fase

6
IV. SYARAT GAIT NORMAL

1. Initial Contact.
Initial contact periodenya sangat singkat. Otot-otot tibialis anterior dan
extensor jari-jari mempertahankan ankle dalam posisi netral selama perode initial
contact ini. Hal ini dalam rangka persiapan ankle masuk keposisi untuk
melakukan apa yang dikenal sebagai heel rocker, yang terjadi pada loading
response.

2. Loading Response (LR).


Pada saat loading response, aktifitas otot pada semua segment beraksi
melawan kecenderungan gerakan flexi yang timbul pada saat menerima beban
berat badan (terjadi di posterior ankle joint). Kontraksi eccentris daripada otot-
otot anterior ankle meresponse plantar flexion torque, yang akan membenturkan
kaki kelantai (foot flap).
Aksi heel rocker ditimbulkan oleh otot-otot bagian anterior, menarik tibia.
Sehingga muncul momentum kedepan dan memflexikan lututnya. Lutut flexi 15°
dengan kontrol oleh Quadriceps yang berkontraksi secara eccentris untuk
melawan kecenderungan flexion torque akibat dari heel rocker dan posisi tubuh
yang relatif berada disebelah posterior kaki.
Dengan kontrol plantar flexion dan knee flexion tadi maka weight
acceptance diabsorbsi, stabilitas tungkai tercapai dengan mantap sambil
mempertahankan momentum kedepan.
Hip tetap dalam posisi flexi 30° dan pelvis forward rotasi 5°. Rapid, high-
intensity flexion torque, adalah torque kedua terbesar yang timbul dalam berjalan,
torque ini dilawan oleh gluteus maximus, hamstrings, adductors magnus dan
gracillis yang berkontraksi secara eccentris. Pelvis distabilisasi pada bidang
frontal oleh kerja otot gluteus medius, minimus dan tensor fascia lata. Dengan
kerja otot ini maka kecenderungan terjadinya trunk flexi dicegah

3. Mid Stance (MSt).

7
Selama midstance ankle perlahan bergerak kearah 10° dalam usaha
meningkatkan torque dorsi flexi. Soleus dan gastrocnemius berkontraksi secara
eccentris untuk menstabilkan tibia. Tubuh berayun diatas kaki yang stabil tadi dan
menkontrol tibia sehingga lutut bergerak kearah extensi. Kejadian inilah yang
dikenal sebagai ankle rocker.
Hip extensi bergerak ke posisi netral dengan pelvis rotasi yang
ditimbulkan oleh momentum swing drpd tungkai sisi contralateral. Konswekwensi
dari peristiwa ini adalah bahwa sebenarnya stabilitas pada stance phase tidak
membutuhkan kerja otot-otot hip. Selanjutnya pelvis pada bidang frontal
distabilisasi oleh grup abductor, yang mencegah pelvis drop disisi contralateral.

4. Terminal Stance (TSt).


Pada terminal stance, ankle terkunci pada posisi netral→dorsiflexi kecil,
metarso phalangeal joint extensi 30°. Dorsi flexion torque mencapai puncaknya.
Calf muscle tetap aktif untuk mencegah tibia colapse dan membiarkan tumit
terangkat sementara berat tubuh berayun kedepan diatas kaki. Forefoot rocker
meningkatkan kemaximum forward progression untuk step length. Ada tiga hal
kritis yang memungkinkan terjadinya forefoot rocker yaitu : Locked ankle, heel
rise dan progression diatas kaki, semua hal tsb terjadi pada periode single limb
support. Secara universal terminal stance dikenal dengan istilah push off. (istilah
ini kurang akurat bila diterapkan pada pasien dengan amputasi below knee dengan
prosthesis).
Lutut tetap extensi saat extensi torque mulai berkurang pada akhir drpd
subphase ini. Stabilitas tanpa memerlukan kerja otot.
Hip tetap extensi→ netral posisi, 10° hyperextensi. Posisi ini disebabkan
oleh backward rotation pelvis 5° dan oleh extensi di lumbar spine.

5. Pre-swing (PSw).
Walaupun subphase pre-swing adalah periode dimana masih ada double
support, tetapi dimasukan dalam kelompok swing, sebab pada phase ini gerakan
yang terjadi dilutut sebenarnya adalah gerakan persiapan untuk mengayun tungkai

8
kedepan dan mempersiapkan kaki bebas dari lantai untuk masuk subphase initial
swing. Selama pre swing berlangsung, ankle dalam posisi 20° plantar flexi,
metetarso phalangeal joint extensi sampai 60°. Selama periode double support
berlangsung, kaki memberikan bantuan balance dan relatif tidak dibutuhkan
aktifitas otot. Torque dorsiflexi timbul.
Lutut flexi 30°, secara pasif, walaupun demikian gracillis mulai aktif.
Torque flexi terjadi sebagai akibat dari penumpuan tungkai contralateral serta oleh
berayunnya tubuh kedepan melewati jari2. Pada saat inilah flexi knee bertambah.
Hip tetap netral→extension dan pelvis backward rotasi. Kedua posisi
tersebut dicapai secara pasif. M.Illiacus dan M.Rectus femoris aktif. Torque
extensi berkurang sampai nol. Tungkai bersiap untuk diayunkan.

6. Initial Swing (Isw)


Ankle bergerak ke 10° plantar flexion, otot bagian anterior ankle
mempersiapkan kaki bebas dari lantai dan masuk subphase initial swing.
Lutut flexi sampai 60° dan kaki bebas dari lantai. Selama periode ini sering terjadi
toe drag, karena tidak adequatnya flexi lutut dan dorsiflexi ankle.
Kontribusi dari m.iiliacus, adductor longus, gracilis dan sartorius
membawa hip ke 20° flexi dan pelvis mulai forward rotasi. Pelvis dan hip
bergerak secara harmonis, terjadi forward rotasi pelvis saat hip flexi. Sedangkan
rotasi backward pelvis berkaitan dengan hip extensi.

7. Midswing (MSw)
Ankle dalam posisi netral, otot bagian anterior ankle aktif, ini adalah
gerakan yang membebaskan kaki dari lantai. Tibia mencapai posisi tegak lurus
terhadap lantai saat lutut mencapai 60° flexi. Biceps femoris tetap aktif
mengkontrol dengan eccentris kontraksi, walaupun momentum gerakan (primer)
berlangsung secara pasif.
Di hip gracilis tetap aktif untuk membantu menambah hip flexi sampai
30°, juga menambah momentum kepada tungkai yang berayun kedepan.
Sedangkan sartorius, adductor longus dan iliacus menjadi tidak aktif.

9
8. Terminal Swing (TSw)
Otot-otot sebelah anterior ankle tetap aktif untuk mempertahankan ankle
dalam posisi netral selama subphase terminal swing. Ini dalam rangka menjamin
posisi ankle dalam posisi yang tepat saat heel contact di phase weight acceptance
pada subphase initial contact berikutnya.
Aktifitas quadriceps secara concentris menjamin knee extension sampai
posisi lutut netral, sedang kontrol gerakan dilakukan oleh hamstrings.
Hip tetap dalam posisi 30° flexi dan terjadi 5° forward rotasi pelvis. Otot
yang tetap aktif adalah m.gracillis sebagai flexor hip. Kombinasi gerakan hip
flexi, pelvis rotasi dan knee extensi berkontribusi pada step length.

10
V. MUSCLE ACTION GAIT

Adapun otot yang berperan dalam berjalan yaitu :


A. Agonist dan kelompok otot antagonis bekerja di konser selama siklus
kiprah untuk secara efektif memajukan anggota badan melalui ruang.
B. Fleksor pinggul maju tungkai depan selama fase ayunan dan menentang
selama ayunan terminal, sebelum kontak awal dengan tindakan melambat
dari ekstensor hip.
C. Sebagian besar aktivitas otot adalah eksentrik, yang merupakan
perpanjangan otot saat berkontraksi, dan memungkinkan otot antagonis
untuk meredam aktivitas agonis dan bertindak sebagai "shock absorber".

D. Eksentrik kontraksi panjang otot tetap konstan selama kontraksi.

11
E. Beberapa aktivitas otot dapat konsentris, di mana otot lebih pendek untuk
bergerak bersama melalui ruang.

12
VI. GANGGUAN POLA GAIT

Karakter gait atau cara berjalan seorang pasien memberi petunjuk


mengenai gejala klinis yang dialami beserta diferential diagnosis dari suatu
kelainan.

VI.1. PENDEKATAN PRAKTIS DALAM MENILAI GAIT


Perhatikan pasien berjalan sepanjang koridor dan amati karakter gaitnya.
Catat hal-hal berikut:
1. Apakah pasien tersebut berjalan dengan alat bantu? Seperti tongkat, kruk,
rollator.
2. Apakah pasien berjalan pada satu garis lurus? Pasien dengan ataksia tidak
dapat berjalan dengan stabil pada satu garis lurus dan tidak mampu
melangkah dengan pola ‘heel-to-toe’ (tandem walking). Dalam keadaan
normal, seseorang akan melangkah dengan pola ‘heel-to-toe’ yaitu
melangkah dengan meletakkan tumit terlebih dahulu kemudian jari kaki.
3. Apakah pasien mengayunkan lengan yang normal saat berjalan? Pasien
dengan sindroma ekstrapiramidal tidak mengayun lengan saat berjalan.
Lengan yang tidak terayun ini lebih jelas terlihat pada satu sisi terutama
pada pasien dengan idiopatik Parkinson.
4. Bagaimana pasien berbalik arah saat berjalan? Pasien dengan sindroma
ekstrapiramidal atau pasien dengan ataksia mengalami kesulitan berbalik
arah saat berjalan. Bahkan pasien dengan idiopatik Parkinson berjalan
berbalik arah secara bertahap atau disebut ‘en bloc’
5. Mintalah pasien untuk berjalan dengan jari kakinya kemudian berjalan
dengan tumit. Hal ini akan sulit dilakukan oleh pasien dengan common
peroneal nerve palsy, radiculopati L5 (tidak dapat berjalan dengan tumit)
atau radiculopati S1 (tidak dapat berjalan dengan jari kaki). Pasien
hemiparesis menghadapi kesulitan yang sama.
6. Lakukan tes Romberg. Mintalah pasien berdiri dengan kedua kaki
dirapatkan kemudian pasien menutup mata. Tes Romberg positif bila

13
pasien tidak dapat berdiri tegak dengan mata tertutup dibanding dengan
saat mata terbuka. Tes Romberg positif pada pasien dengan ataksia
sensoris yang mengalami gangguan propioseptif. Tes Romberg tidak dapat
memberi hasil yang reliabel pada pasien dengan gangguan cerebellum
(cerebellar disorder) atau kelemahan otot tingkat sedang sampai berat
dengan etiologi apapun. Pasien dengan cerebellar disorder atau kelemahan
otot tidak dapat berdiri dengan stabil terlepas dari ada/tidaknya ataksia
sensoris.

VI.2. DIAGNOSIS BANDING GANGGUAN POLA GAIT


VI.2.1. Pola Gait pada Weakness Muscle.
Kelumpuhan akibat dari kerusakan musculotendineous atau kerusakan
pada Anterior Horn Cell, myo-neural junction, serabut otot akan sangat besar
pengaruhnya terhadap kemampuan berjalan. Meskipun demikian pasien dengan
kelemahan otot yang luas masih mungkin bisa berjalan asalkan sensory masih
berfungsi, sensory integration dan central motor control normal, serta tidak ada
deformitas yang parah. Bila ada kelemahan otot maka akan nampak pada fungsi
kontraksi eccentris atau restraining akan menurun, demikian juga pada fungsi
concentris.
Bila ada kelemahan flexor hip maka akan ada kesulitan atau deviasi pada
saat mengayun tungkai kedepan. Stance stability akan terganggu bila otot2 lateral
hip mengalami kelemahan, selanjutnya akan muncul pola jalan yang khas, dimana
contralateral hip/pelvis akan drop, trunk bertumpu ditungkai sisi yang sama.
Deviasi ini dikenal luas sebagai fenomena Trendelenburg, sebagai akibat dari
kelemahan gluteus medius.
Pada kelemahan otot gluteus maximus yang bertindak sebagai penahan
untuk maju ke depan maka badan cepat bergeser ke posterior di tumit mogok
dengan kaki di kontak dengan lantai, ini membutuhkan kekuatan otot lebih sedikit
untuk mempertahankan hip di ekstensi selama fase sikap pergeseran ini disebut
sebagai Rocking Horse gait (kiprah kuda goyang) karena bacward ekstrim
gerakan maju dari bagasi

14
Pada kelemahan Quadriceps, maka kontrol terhadap flexi knee pada
periode loading response akan terganggu. Jari2 yang diseret (toe drag) pada mid
swing adalah tanda2 dari adanya kelemahan atau kurang berfungsinya otot2
anterior ankle. Tidak mampu naik/menurungi tangga/bangkit dari posisi berlutut
tanpa menahan lututnya. Selain itu bila berjalan lutut harus dijaga tetap lurus dan
bila lutut menekuk pasien cenderung jatuh.
Apabila gastrocnemius dan soleus lemah maka stabilisasi tibia selama
periode singgle limb support akan terganggu. Nampak pada observasi terjadi
dorsiflexi berlebihan sehingga tibia akan collapse selama periode midstance dan
terminal stance. Sebagai akibat ketidakstabilan tibia maka momentum dan
progression kedepan akan terganggu dengan manifestasi menurunnya step length
dan velocity.
Selain itu, ada yang dikenal dengan genu recurvatum gait dimana paha
belakang lemah, 2 hal bisa terjadi : selama fase sikap, lutut akan masuk ke
hiperekstensi yang berlebihan dan selama ayunan teriminal atau fase ayunan,
tanpa paha belakang untuk memperlambat maju ayunan kaki bagian bawah, lutut
akan snap ke ekstensi.

VI.2.2. Steppage Gait


Steppage gait timbul akibat kelemahan otot pretibial dan peroneal dengan
tipe lower motor neuron. Pasien menunjukkan gejala ‘footdrop’ dan tidak mampu
melakukan dorsofleksi dan eversi telapak kaki (lihat gambar 14.1e),. Kaki
diangkat tinggi ketika berjalan sehingga jari kaki menjauhi lantai. Saat kaki
mencapai lantai kembali, terdengar suara gaduh telapak kaki yang menyentuh
lantai. Telapak sepatu kotor pada bagian anterior dan lateral.
Penyebabnya meliputi:
- Penyakit Charcot-Marie-Tooth (dropfoot bilateral).
- Common peroneal nerve palsy (kelumpuhan saraf peroneal umum) berasal
dari fraktur fibula ( dropfoot unilateral)
- Anterior horn cell disease, misalnya polio, motor neuron disease (dropfoot
asimetris)

15
VI.2.3. Hemiparetic Gait
Pasien dengan hemiparetic gait memiliki karakteristik postur tubuh fleksi
dan internal rotasi lengan dan ekstensi tungkai pada satu sisi. Kaki bergerak
dengan kaku dan terayun membentuk setengah lingkaran untuk menghindari kaki
membentur lantai. Namun, secara luas kaki tetap membentur lantai sehingga jari
kai dan telapak kaki bagian terluar menjadi dekil.
Penyebabnya meliputi:
- Cortical capsular stroke atau internal capsular stroke
- Tumor hemisphere cerebri
- Lesi traumatic

VI.2.4. Scissorng Gait


Terdapat parese spastik pada kedua ekstremitas bawah, bisa dijumpai
posisi kaki ekuinus,pemendekan tendon achilles, spasme obturator, aduktor. Pasen
berjalan dengan kedua kaki kaku dan diseret, dengan jarijari menggores lantai.
Bisa juga terdapat aduksi dari paha sehingga kedua lutut bersilangan satu sama
lain pada setiap melangkah. Ini menghasilkan langkah gunting (scissors gait).
Langkahnya pendek dan lambat,kaki tampaknya lengket ke lantai.
Penyebabnya meliputi :
- Spinal cord compression (Kompresi saraf tulang belakang )
- Trauma/ spinal surgery (pembedahan / trauma tulang belakang)
- Birth injuries or congenital deformities : cerebral palsy ( trauma lahir atau
deformitas kongenital : cerebral palsy)
- Multiple sclerosis
- Penyakit motor neuron
- Meningioma parasagital
- Subacute combined degeneration of the cord (kombinasi degenerasi
subakut tulang belakang)

16
VI.2.5. Parkinsonian Gait
Pada idiopatik Parkinson, pola gait tampak nyata pada satu sisi tubuh.
Pasien cenderung memiliki postur tubuh bungkuk, otot yang tegang dan lengan
tidak mengayun saat berjalan. Langkah kaki pendek-pendek dan pasien menyeret
kakinya saat berjalan. Pasien mengalami kesulitan memulai dan mengakhiri
langkah. Selain itu pasien mengalami kesulitan berbalik arah atau ‘en bloc’ (tidak
dapat berbalik arah dengan mulus, melainkan dengan gerakan yang kaku dan
gagap,). Saat pasien mulai melangkah, pasien akan bersandar ke depan dan
langkah-langkahnya menjadi lebih cepat seolah pasien sedang berusaha untuk
mengejar dirinya sendiri (festinant gait)

VI.2.6. Pola Gait pada Ataksia Sensoris


Ataxia sensoris timbul dari gangguan propioseptif yang disebabkan oleh
lesi saraf perifer, radix posterior, collumna dorsalis medulla spinalis, atau
penjalaran ke atas serabut afferent menuju ke lobus parietal, walaupun ini jarang
terjadi. Pola gait pada ataksia sensoris bersifat gontai dan tidak stabil, kaki
membuka lebar dan ada gerak hentakan kaki (stamping) (lihat gambar14.1d). Tes
Romberg memberi hasil positif, pemeriksaan pada tungkai menunjukkan
gangguan persepsi terhadap posisi sendi.
Penyebabnya meliputi:
- Lesi posterior spinal cord:
1) Multiple sclerosis.
2) Spondylosis servikal.
3) Tumor.
4) Defisiensi vitamin B.12
5) Tabes dorsalis (sifilis tersier).
- Neuropati saraf sensoris perifer:
1) Herediter: penyakit Charcot-Marie-Tooth.
2) Metabolik: diabetes.
3) Inflamasi: Guillain-Barre syndrome.
4) Malignansi: myeloma, sindroma paraneoplastik.

17
5) Zat toksik: alkohol, obat-obatan (misalnya: isoniazid).

VI.2.7. Pola Gait pada Ataksia Cerebella


Pasien dengan ataksia cerebellar tidak mampu berdiri ataupun berjalan
dengan mantab dan stabil, mereka berjalan gontai seperti orang mabuk. Tubuh
pasien segera mengadakan kompensasi terhadap gangguan gait ini dengan
membuka kaki lebar-lebar dan membentuk jarak yang jauh antara kaki yang satu
dengan kaki yang lain. Pola gait ini bersifat tidak stabil dan tidak mantab dengan
langkah yang tidak teratur / ireguler. Batang tubuh akan bergoyang dan pasien
akan membelok ke satu sisi. Pada kasus yang ringan, satu-satunya manifestasi
gangguan gait adalah kesulitan untuk berjalan dengan pola ‘heel-to-toe’ pada
garis lurus (tandem walking). Pada pemeriksaan neurologis dapat pula ditemukan
nistagmus, disartria dan tanda-tanda cerebellar pada tungkai atau lengan. Apabila
lesi terletak pada midline/garis tengah (vermis cerebellum) kemungkinan tidak
ditemukan ataksia pada tungkai dan lengan dan hanya ditemukan kelainan nyata
pada pola gait, maka disebut ‘truncal ataxia’ (ataksia truncus).
Penyebabnya meliputi:
- Multiple sclerosis.
- Penyakit vaskuler, misalnya: iskhemik, perdarahan, AVM.
- Alcoholic cerebellar degeneration (Degenerasi cerebellar akibat konsumsi
alkohol berlebih)
- Terapi dengan obat anti konvulsan seperti phenytoin, karbamazepin
- Tumor fossa posterior
- Sindroma paraneoplastic cerebellar
- Ataksia cerebellar herediter

VI.2.8. Myopathic Gait


Myopathic gait- sering disebut juga “waddling gait”. Myopathic gait
disebabkan oleh kelemahan otot proximal pada tungkai. Berat badan ditumpukan
pada kaki secara bergantian, sisi panggul yang berlawanan dan sisi batang tubuh
dimiringkan ke atas sesuai arah tumpuan berat tubuh. Namun, otot gluteal yang

18
lemah tidak mampu menstabilkan panggul yang menumpu berat tubuh, sehingga
panggul dan tubuh akan bergoyang ke arah luar dan jatuh ke sisi yang berlawanan
arah tumpuan berat tubuh.
Penyebabnya meliputi:
- Distrofi muskuler: Duchenne, Besker, ekstremitas fascio-scapulo-humeral.
- Miopati metabolik: paralisis periodik, hipo dan hiperkalemi, hipo dan
hiperkalsemia.
- Miopati endokrin: Cushing’s disease, Addison’s disease, hipo dan
hipertiroidisme.
- Miopati inflamatorik: poliomiositis dan dermatomiositis.

VI.2.9. Antalgic gait


Antalgic gait timbul dari rasa nyeri (contoh: nyeri sendi panggul atau lutut
pada arthritis). Pasien dengan antalgic gait cenderung menahan berat tubuh pada
sisi yang sehat, hanya sedikit pasien yang tetap menahan berat tubuh pada sisi
yang sakit. Nyeri bisa bersifat akut maupun kronik. Dengan adanya nyeri maka
fungsi gerakan akan terganggu. Pasien akan berusaha menghindari aktifitas2 atau
gerakan2 yang memperberat nyerinya. Akibatnya terjadi penurunan mobilitas atau
persendian tertahan dalam satu posisi tertentu, sehingga malahan akan
memperparah nyeri dan dysfungsinya. Dalam observasi akan nampak phase
stance tidak equal antara tungkai yang satu dengan yang lain. Pasien akan
mengkompensasi dengan bertumpu pada tungkai yang sehat sehingga tekanan /
kompresi terhadap persendian berkurang dengan harapan nyerinya berkurang
juga, pada perode weight bearing. Kompensasi / upaya lain adalah dengan
memperkecil arcus gerakan tungkai atau dengan menurunkan kecepatan gerakan
tungkai pada phase swing. Bila nyeri dengan berbagai penyebab berlansung saat
berjalan maka dalam observasi akan kita temukan ; menurunnya stride length,
cadence, velocity serta unloding dini.

19
VI.2.10. Short Limb Gait
Kita semua memiliki unequa panjang kaki, biasanya perbedaan dari kira-
kira 1 / 4inchi. Ini perbedaan kecil sering dikoreksi dengan memasukkan lift tumit
ketebalan variuous ke dalam sepatu panjang kaki. Perbedaan:
1. minimal: kompensasi terjadi dengan menjatuhkan panggul pada sisi yang
terkena. orang tersebut dapat mengkompensasi dengan bersandar di kaki pendek
(sampai dengan 3 cm dapat diakomodasi dengan teknologi ini)
2. moderat: approx antara 3 dan 5 cm, menjatuhkan panggul pada sisi yang
terkena tidak lagi akan efektif. kaki lagi diperlukan, sehingga orang tersebut
biasanya berjalan pada bola dari kaki pada sisi yang terlibat (lebih pendek).
disebut Equinnus Kiprah
3. parah: lebih dari 5 cm.

20
VII. KESIMPULAN

Karakter pola gait pasien memberikan petunjuk mengenai gejala klinis


yang diharapkan tampak pada pemeriksaan neurologis. Gangguan pola gait dapat
disimpulkan sebagai berikut:
- Gluteus medius gait : bergeser pada sisi yg terkena saat stance
- Gluteus maximus gait : badan cepat bergeser ke posterior di tumit mogok
dengan kaki di kontak dengan lantai
- Quadriceps gait : kelemaham fleksi otot lutut
- Steppage gait: dropfoot.
- Genu recurvatum gait : lutut akan masuk ke hiperekstensi yang berlebihan
- Ataksia: kaki membuka lebar dan tidak stabil.
- Hemiplegia: fleksi lengan dan ekstensi tungkai unilateral
- Scissoring gait : posisi kaki seperti gunting (scissor).
- Parkinson: sikap tubuh fleksi, berjalan dengan langkah-langkah kecil dan
Parkinsonisme : postur tubuh fleksi, langkah kaki kecil dan terseret,
ayunan lengan saat berjalan menghilang
- Ataksia sensoris: langkah kaki yang tinggi dan menghentak (stamping
gait).
- Miopati: waddling gait.
- Short limb giat : pincang.

21
DAFTAR PUSTAKA

Japardi Iskandar. Aspek Neurologik Gangguan Berjalan Fakultas Kedokteran


Bagian Bedah Universitas Sumatera Utara.
Kottke FJ. Krusen’s Handbook Of Physical Medicine And Rehabilitation. 3rd ed.
Philadelphia: WB Saunders,1982
Maudia. Analisis Gait dan Patologi Gait. Program Vokasi Universitas Indonesia
Program Studi Fisioterapi. Depok. 2015
Miller's Review of Orthopaedics, 6th ed. Elsavier Saunders.

22

Anda mungkin juga menyukai