PENDAHULUAN
Fase mengayun :
a). Fleksi lutut dengan diawali ekstensi hip
b). Lateral pelvic tilting kearah bawah pada saat toe off
c). Fleksi hip
d). Rotasi pelvic ke depan saat tungkai terayun
e). Ekstensi lutut dan dorsalfleksi ankle dengan cepat sesaat sebelum heel strike
2
II. DEFINISI BERJALAN
Pola repetisi daripada penumpuan berat badan dari satu tungkai ketungkai yang
lain dengan heel – toe striding adalah fenomena yang membedakan manusia
dengan hominids yang lebih primitif ( Napier, 1967).
Cycle berjalan :
Satu cycle, dimulai dari heel strike, sampai tungkai yang sama mulai heel strike
berikutnya. Interval antara dua steps bisa dihitung jarak dan waktunya.
Stride legth :
Adalah jarak antara dua jejak kaki, pada kaki yang sama. Pada orang dewasa pria
jaraknya antara 140 – 156,5cm.
Stride duration :
Adalah waktu yang dibutuhkan untuk jarak tersebut.
Step length :
Adalah jarak antara dua jejak kaki , baik dari kanan ke kiri atau sebaliknya. Jarak
rata2nya adalah 68 – 78cm.
Step duration :
3
Adalah waktu yang dibutuhkan dari heel strike kaki yang satu ke heel strike kaki
yang lain.
Cadence :
Adalah jumlah steps permenit, dimana nilai rata2nya adalah 112 – 116 permenit.
Parameter tersebut diatas bisa kita pergunakan sebagai tolok ukur yang
valid dan obyektif dalam rangka assessment, analisa pola jalan pasien. Gait
analisis memerlukan pendekatan yang akurat dan tersistem, pada phase stance
maupun swing. Pemahaman tentang gerakan-gerakan yang terjadi pada
persendiannya serta ROM yang dibutuhkan untuk mencapai pola jalan normal
juga diassessment. Misalnya, ditungkai, pelvis dan trunk.
4
III. KOMPONEN GAIT NORMAL
5
B. Daftar panggul: The non-berat bantalan, sisi kontralateral tetes 5 derajat,
mengurangi penyimpangan superior.
C. Knee fleksi di bongkar: Sikap-fase tungkai tertekuk 15 derajat untuk
meredam dampak loading awal.
D. Foot dan gerakan kaki: Melalui sendi subtalar, redaman respon memuat
terjadi, yang menyebabkan stabilitas selama midstance dan efisiensi
propulsi pada push-off.
E. Lutut gerak: Lutut bekerja sama dengan kaki dan pergelangan kaki untuk
mengurangi gerak anggota tubuh yang diperlukan. lutut fleksi pada kontak
awal dan meluas di midstance.
F. Lateral perpindahan panggul: Hal ini berkaitan dengan transfer berat badan
ke anggota badan. Panjang gerak adalah 5 cm di atas dahan menahan
beban, mempersempit basis dukungan dan meningkatkan stabilitas sikap-
fase
6
IV. SYARAT GAIT NORMAL
1. Initial Contact.
Initial contact periodenya sangat singkat. Otot-otot tibialis anterior dan
extensor jari-jari mempertahankan ankle dalam posisi netral selama perode initial
contact ini. Hal ini dalam rangka persiapan ankle masuk keposisi untuk
melakukan apa yang dikenal sebagai heel rocker, yang terjadi pada loading
response.
7
Selama midstance ankle perlahan bergerak kearah 10° dalam usaha
meningkatkan torque dorsi flexi. Soleus dan gastrocnemius berkontraksi secara
eccentris untuk menstabilkan tibia. Tubuh berayun diatas kaki yang stabil tadi dan
menkontrol tibia sehingga lutut bergerak kearah extensi. Kejadian inilah yang
dikenal sebagai ankle rocker.
Hip extensi bergerak ke posisi netral dengan pelvis rotasi yang
ditimbulkan oleh momentum swing drpd tungkai sisi contralateral. Konswekwensi
dari peristiwa ini adalah bahwa sebenarnya stabilitas pada stance phase tidak
membutuhkan kerja otot-otot hip. Selanjutnya pelvis pada bidang frontal
distabilisasi oleh grup abductor, yang mencegah pelvis drop disisi contralateral.
5. Pre-swing (PSw).
Walaupun subphase pre-swing adalah periode dimana masih ada double
support, tetapi dimasukan dalam kelompok swing, sebab pada phase ini gerakan
yang terjadi dilutut sebenarnya adalah gerakan persiapan untuk mengayun tungkai
8
kedepan dan mempersiapkan kaki bebas dari lantai untuk masuk subphase initial
swing. Selama pre swing berlangsung, ankle dalam posisi 20° plantar flexi,
metetarso phalangeal joint extensi sampai 60°. Selama periode double support
berlangsung, kaki memberikan bantuan balance dan relatif tidak dibutuhkan
aktifitas otot. Torque dorsiflexi timbul.
Lutut flexi 30°, secara pasif, walaupun demikian gracillis mulai aktif.
Torque flexi terjadi sebagai akibat dari penumpuan tungkai contralateral serta oleh
berayunnya tubuh kedepan melewati jari2. Pada saat inilah flexi knee bertambah.
Hip tetap netral→extension dan pelvis backward rotasi. Kedua posisi
tersebut dicapai secara pasif. M.Illiacus dan M.Rectus femoris aktif. Torque
extensi berkurang sampai nol. Tungkai bersiap untuk diayunkan.
7. Midswing (MSw)
Ankle dalam posisi netral, otot bagian anterior ankle aktif, ini adalah
gerakan yang membebaskan kaki dari lantai. Tibia mencapai posisi tegak lurus
terhadap lantai saat lutut mencapai 60° flexi. Biceps femoris tetap aktif
mengkontrol dengan eccentris kontraksi, walaupun momentum gerakan (primer)
berlangsung secara pasif.
Di hip gracilis tetap aktif untuk membantu menambah hip flexi sampai
30°, juga menambah momentum kepada tungkai yang berayun kedepan.
Sedangkan sartorius, adductor longus dan iliacus menjadi tidak aktif.
9
8. Terminal Swing (TSw)
Otot-otot sebelah anterior ankle tetap aktif untuk mempertahankan ankle
dalam posisi netral selama subphase terminal swing. Ini dalam rangka menjamin
posisi ankle dalam posisi yang tepat saat heel contact di phase weight acceptance
pada subphase initial contact berikutnya.
Aktifitas quadriceps secara concentris menjamin knee extension sampai
posisi lutut netral, sedang kontrol gerakan dilakukan oleh hamstrings.
Hip tetap dalam posisi 30° flexi dan terjadi 5° forward rotasi pelvis. Otot
yang tetap aktif adalah m.gracillis sebagai flexor hip. Kombinasi gerakan hip
flexi, pelvis rotasi dan knee extensi berkontribusi pada step length.
10
V. MUSCLE ACTION GAIT
11
E. Beberapa aktivitas otot dapat konsentris, di mana otot lebih pendek untuk
bergerak bersama melalui ruang.
12
VI. GANGGUAN POLA GAIT
13
pasien tidak dapat berdiri tegak dengan mata tertutup dibanding dengan
saat mata terbuka. Tes Romberg positif pada pasien dengan ataksia
sensoris yang mengalami gangguan propioseptif. Tes Romberg tidak dapat
memberi hasil yang reliabel pada pasien dengan gangguan cerebellum
(cerebellar disorder) atau kelemahan otot tingkat sedang sampai berat
dengan etiologi apapun. Pasien dengan cerebellar disorder atau kelemahan
otot tidak dapat berdiri dengan stabil terlepas dari ada/tidaknya ataksia
sensoris.
14
Pada kelemahan Quadriceps, maka kontrol terhadap flexi knee pada
periode loading response akan terganggu. Jari2 yang diseret (toe drag) pada mid
swing adalah tanda2 dari adanya kelemahan atau kurang berfungsinya otot2
anterior ankle. Tidak mampu naik/menurungi tangga/bangkit dari posisi berlutut
tanpa menahan lututnya. Selain itu bila berjalan lutut harus dijaga tetap lurus dan
bila lutut menekuk pasien cenderung jatuh.
Apabila gastrocnemius dan soleus lemah maka stabilisasi tibia selama
periode singgle limb support akan terganggu. Nampak pada observasi terjadi
dorsiflexi berlebihan sehingga tibia akan collapse selama periode midstance dan
terminal stance. Sebagai akibat ketidakstabilan tibia maka momentum dan
progression kedepan akan terganggu dengan manifestasi menurunnya step length
dan velocity.
Selain itu, ada yang dikenal dengan genu recurvatum gait dimana paha
belakang lemah, 2 hal bisa terjadi : selama fase sikap, lutut akan masuk ke
hiperekstensi yang berlebihan dan selama ayunan teriminal atau fase ayunan,
tanpa paha belakang untuk memperlambat maju ayunan kaki bagian bawah, lutut
akan snap ke ekstensi.
15
VI.2.3. Hemiparetic Gait
Pasien dengan hemiparetic gait memiliki karakteristik postur tubuh fleksi
dan internal rotasi lengan dan ekstensi tungkai pada satu sisi. Kaki bergerak
dengan kaku dan terayun membentuk setengah lingkaran untuk menghindari kaki
membentur lantai. Namun, secara luas kaki tetap membentur lantai sehingga jari
kai dan telapak kaki bagian terluar menjadi dekil.
Penyebabnya meliputi:
- Cortical capsular stroke atau internal capsular stroke
- Tumor hemisphere cerebri
- Lesi traumatic
16
VI.2.5. Parkinsonian Gait
Pada idiopatik Parkinson, pola gait tampak nyata pada satu sisi tubuh.
Pasien cenderung memiliki postur tubuh bungkuk, otot yang tegang dan lengan
tidak mengayun saat berjalan. Langkah kaki pendek-pendek dan pasien menyeret
kakinya saat berjalan. Pasien mengalami kesulitan memulai dan mengakhiri
langkah. Selain itu pasien mengalami kesulitan berbalik arah atau ‘en bloc’ (tidak
dapat berbalik arah dengan mulus, melainkan dengan gerakan yang kaku dan
gagap,). Saat pasien mulai melangkah, pasien akan bersandar ke depan dan
langkah-langkahnya menjadi lebih cepat seolah pasien sedang berusaha untuk
mengejar dirinya sendiri (festinant gait)
17
5) Zat toksik: alkohol, obat-obatan (misalnya: isoniazid).
18
lemah tidak mampu menstabilkan panggul yang menumpu berat tubuh, sehingga
panggul dan tubuh akan bergoyang ke arah luar dan jatuh ke sisi yang berlawanan
arah tumpuan berat tubuh.
Penyebabnya meliputi:
- Distrofi muskuler: Duchenne, Besker, ekstremitas fascio-scapulo-humeral.
- Miopati metabolik: paralisis periodik, hipo dan hiperkalemi, hipo dan
hiperkalsemia.
- Miopati endokrin: Cushing’s disease, Addison’s disease, hipo dan
hipertiroidisme.
- Miopati inflamatorik: poliomiositis dan dermatomiositis.
19
VI.2.10. Short Limb Gait
Kita semua memiliki unequa panjang kaki, biasanya perbedaan dari kira-
kira 1 / 4inchi. Ini perbedaan kecil sering dikoreksi dengan memasukkan lift tumit
ketebalan variuous ke dalam sepatu panjang kaki. Perbedaan:
1. minimal: kompensasi terjadi dengan menjatuhkan panggul pada sisi yang
terkena. orang tersebut dapat mengkompensasi dengan bersandar di kaki pendek
(sampai dengan 3 cm dapat diakomodasi dengan teknologi ini)
2. moderat: approx antara 3 dan 5 cm, menjatuhkan panggul pada sisi yang
terkena tidak lagi akan efektif. kaki lagi diperlukan, sehingga orang tersebut
biasanya berjalan pada bola dari kaki pada sisi yang terlibat (lebih pendek).
disebut Equinnus Kiprah
3. parah: lebih dari 5 cm.
20
VII. KESIMPULAN
21
DAFTAR PUSTAKA
22