PENDAHULUAN
lainnya. Infark miokard akut (IMA) merupakan salah satu penyakit kardiovaskuler
terbanyak pada pasien rawat inap di rumah sakit negara-negara industri. Infark
gambaran EKG, dan enzim jantung. Infark miokard dapat dibedakan menjadi
infark miokard dengan elevasi gelombang ST (STEMI) dan infark miokard tanpa
sumbatan arteri koroner sementara, atau mikroemboli dari trombus dan atau
biomarkers jantung tanpa adanya gambaran ST elevasi pada EKG, apabila tidak
3,4
angina (UA) dan diagnosis banding diluar jantung harus tetap dipikirkan.
810.000 diantaranya mengalami infark miokard dan sisanya dengan UA. Sekitar
dua per tiga pasien dengan infark miokard merupakan NSTEMI dan sisanya
merupakan STEMI.5 Didunia sendiri, lebih dari 3 juta orang pertahun diperkirakan
1
2
mendapatkan STEMI dan lebih dari 4 juta orang mengalami NSTEMI. Di Eropa
angka ini cukup bervariasi di negara-negara lain.6 Angka mortalitas di rumah sakit
lebih tinggi pada STEMI namun mortalitas jangka panjang didapati dua kali lebih
Oleh karena itu, manajemen yang optimal terhadap kondisi NSTEMI sangat
diagnosis yang cepat dan tepat, stratifikasi resiko, tindakan terapi yang sesuai
miokard.3,6
4
BAB 2
LAPORAN KASUS
2.2 ANAMNESIS
Keluhan Utama : Nyeri dada kiri
Keluhan Tambahan : pusing, mual
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang dengan nyeri dada kiri menjalar ke leher dan lengan kiri yang
dirasakan tadi pagi ±5 jam sebelum masuk rumah sakit. , Nyeri dada dirasakan
seperti tertimpa benda berat. Nyeri dada dirasakan pasien selama 30 menit.Nyeri
dada dirasakan saat pasien sedang istirahat. Pasien mengeluhkan pusing dan mual,
Pasien mengaku tidak ada riwayat trauma sebelumnya, Keluhan sesak nafas
disangkal. BAB dan BAK tidak ada keluhan
Riwayat Penyakit Dahulu
PJK : disangkal
Hipertensi : disangkal
DM : sejak 2 tahun yang lalu
5
b. Status General
Kulit
Warna : Sawo Matang
Turgor : Kembali Cepat
Ikterus : (-)
Anemia : (-)
Sianosis : (-)
Edema : (-)
Kepala
Bentuk : Kesan Normocepali
Rambut : Bewarna hitam, alopesia (-)
Mata : Cekung (-), Reflek cahaya (+/+), Sklera ikterik (-/-),
Conj.palpebra inf pucat (-/-)
Telinga : Sekret (-/-), Perdarahan (-/-)
Hidung : Sekret (-/-), Perdarahan (-/-), NCH (-/-)
6
Mulut
Bibir : Pucat (-), Sianosis (-)
Gigi Geligi : Karies (-)
Lidah : Beslag (-), Tremor (-)
Mukosa : Basah (+)
Tenggorokan : Tonsil dalam batas normal
Faring : Hiperemis (-)
Leher
Bentuk : Kesan simetris
Kel. Getah Bening : Kesan simetris, Pembesaran (-)
Peningkatan TVJ : R+2 cmH2O
Axilla : Pembesaran KGB (-)
Thorax
Thorax depan
1. Inspeksi
Bentuk dan Gerak : Normochest, pergerakan simetris
Tipe Pernafasan : Abdominal-thorakal
Retraksi : (-)
2. Palpasi
Stem Fremitus Paru kanan Paru kiri
Lap. Paru atas Normal Normal
Lap. Paru tengah Normal Normal
Lap. Paru bawah Normal Normal
3. Perkusi
Paru kanan Paru kiri
Lap. Paru atas Sonor Sonor
Lap. Paru tengah Sonor Sonor
4. Auskultasi
Suara Pokok Paru kanan Paru kiri
Lap. Paru atas Vesikuler Vesikuler
Lap. Paru tengah Vesikuler Vesikuler
Lap. Paru bawah Vesikuler Vesikuler
Suara Tambahan Paru kanan Paru kiri
Lap. Paru atas Rh (-), Wh (-) Rh (-), Wh (-)
Lap. Paru tengah Rh (-), Wh (-) Rh (-), Wh (-)
Lap. Paru bawah Rh (-), Wh (-) Rh (-), Wh (-)
Thoraks Belakang
1. Inspeksi
Bentuk dan Gerak : Normochest, pergerakan simetris
Tipe pernafasan : Abdominal-thorakal
Retraksi : (-)
2. Palpasi
Stem Fremitus Paru kanan Paru kiri
Lap. Paru atas Normal Normal
Lap. Paru tengah Normal Normal
Lap. Paru bawah Normal Nomal
3. Perkusi
Paru kanan Paru kiri
Lap. Paru atas Sonor Sonor
Lap. Paru tengah Sonor Sonor
Lap. Paru bawah Sonor Sonor
4. Auskultasi
Suara pokok Paru kanan Paru kiri
Lap. Paru atas Vesikuler Vesikuler
8
Ekstremitas
Urinalisis
Makroskopis
Warna Kuning
Kejernihan Jernih
Berat Jenis 1,015 1,003 – 1,030
pH 6,5 5,0 – 9,0
Leukosit Negatif Negatif
Protein Negatif Negatif
Glukosa Negatif Negatif
Keton Negatif Negatif
Nitrit Negatif Negatif
Urobillinogen Negatif Negatif
Billirubin Negatif Negatif
10
Mikroskopis :
Sedimen urin :
Leukosit 2-4 0 – 5 LPB
Eritrosit 1–2 0 – 2 LPB
Epitel 6–8 0 – 2 LPK
Diabetes
Elektrolit
Natrium 152 mmol/L 132 - 146 mmol/L
Kalium 4,2 mmol/L 3,7 – 5,4 mmol/L
Klorida 107 mmol/L 98 - 106 mmol/L
12
2.4.2 Elektrokardiografi
tanggal 8-oktober-2018
Gel P : 0,08 s
Q patologis : (-)
T- Inverted : (-)
RVH : (-)
LVH : (-)
Kesimpulan :
Hipokinetik Anteroseptal
EF 48% Sesuai dengan CAD
14
2.5 Resume
Pasien datang dengan nyeri dada kiri menjalar ke leher dan lengan kiri
yang dirasakan tadi pagi ±5 jam sebelum masuk rumah sakit. , Nyeri dada
dirasakan seperti tertimpa benda berat. Nyeri dada dirasakan pasien selama 30
menit.Nyeri dada dirasakan saat pasien sedang istirahat. Pasien mengeluhkan
pusing dan mual, Pasien mengaku tidak ada riwayat trauma sebelumnya, Keluhan
sesak nafas disangkal. BAB dan BAK tidak ada keluhan Pasien mempunyai
Riwayat Diabetes Mellitus sejak 2 tahun yang lalu dan rutin mengkonsumsi obat
gula berupa Glibenklamid 1x5 mg.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan kesadaran compos mentis E4 V5 M6,
TD: 145/80 mmHg, HR : 93 x/menit ireguler, RR : 20 x/menit, T: 36,30C. Pada
pemeriksaan laboratorium didapatkan peningkatan CKMB, peningkatan glukosa
darah sewaktu. Pada hasil EKG didapatkan gambaran RBBB komplit.
Pemeriksaan echocardiography didapatkan kesimpulan Hipokinetik Anteroseptal
EF 48% Sesuai dengan CAD.
2.6 Diagnosa
Non-ST Elevation Miokard Infark
DM tipe 2 normalweight
2.7 Penatalaksanaan
- Bedrest
- O2 2-4 l/i
- Diet jantung II
- IVFD RL 20 gtt/i
- IV Ranitidin 1 amp
- Glibenclamid 1 x 5 mg
- Aspilet 1 x 80 mg
- SC fondaparinux 2,5 mg/24 jam
- Clopidogrel 1 x 75 mg
- ISDN 3 x 5 mg
15
2.8 Prognosis
Quo ad Vitam : dubia ad bonam
Quo ad Sanactionam : dubia ad bonam
Quo ad Functionam : dubia ad bonam
Status Follow Up
Tanggal S O A Th
PBJ
BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Berdasarkan spektrum SKA, NSTEMI didefinisikan sebagai gambaran
EKG depresi segmen ST atau inversi gelombang T prominen dengan biomarker
nekrosis yang positif ( mis, troponin) dengan tidak dijumpainya elevasi segmen
ST pada gambaran EKG dan sesuai dengan gambaran klinis (rasa tidak nyaman
pada dada atau sesuai dengan angina).8
2.2 Patofisiologi
Ciri khas patofisiologi kondisi NSTEMI adalah akibat ketidakseimbangan
antara suplai dan demand oksigen miokard. Mekanisme yang paling sering terlibat
dalam ketidakseimbangan tersebut disebabkan oleh menurunnya suplai oksigen ke
miokard, melalui lima mekanisme dibawah ini:2
15
42
2. Penyebab lain yang juga sering adalah obstruksi dinamis, yang dapat dipicu
oleh spasme fokal terus menerus dari segmen arteri koroner epicardial
(Prinzmetal’s angina). Spasme lokal ini disebabkan oleh hiperkontraktilitas
otot polos vaskular dan atau disfungsi endotel. Spasme pembuluh darah besar
dapat terjadi pada puncak obstruksi atau plak, yang mengakibatkan angina
yang berasal dari campuran kondisi tersebut atau NSTEMI/UA. Obstruksi
koroner dinamik dapat pula disebabkan oleh disfungsi mikrovaskular difus,
sebagai contoh akibat disfungsi endotel atau konstriksi abnormal dari
pembuluh darah kecil intramural.
3. Penyempitan pembuluh darah tanpa spasme atau trombus. Kondisi ini terjadi
pada pasien dengan atherosklerosis progresif atau akibat restenosis setelah
percutaneous coronary intervention (PCI).
4. Diseksi arteri koroner (dapat terjadi sebagai penyebab SKA pada wanita-
wanita peripartum).
5. UA sekunder, yang kondisi pencetus nya terdapat diluar arteri koroner. Pasien
dengan UA sekunder biasanya, namun tidak selalu, memiliki penyempitan
atherosklerotik koroner yang membatasi perfusi miokard dan sering memiliki
angina kronik stabil. UA sekunder dapat dipresipitasi oleh kondisi-kondisi
seperti peningkatan kebutuhan oksigen miokard (demam, takikardia,
tirotoksikosis), penurunan aliran darah koroner (hipotensi) atau penurunan
pasokan oksigen miokard (anemia atau hipoksemia).
Tabel.1 Penyebab NSTEMI8
43
2.4 Diagnosis
Gejala utama dari NSTEMI adalah nyeri dada yang khas. Diagnosis kerja
NSTEMI dipikirkan dengan menyingkirkan diagnosis lain berdasarkan EKG
(tidak didapatinya ST elevasi persisten), selanjutnya biomarker-biomarker seperti
troponin akan membedakan NSTEMI dengan UA, modalitas imaging digunakan
untuk menyingkirkan diferensial diagnosis.6
a. Anamnesis
Nyeri dada akut adalah salah satu alasan utama pasien-pasien datang ke
unit gawat darurat dan diketahui pasien selama ini sebagai pertanda SKA, namun
setelah evaluasi lebih lanjut hanya sekitar 15-20% pasien dengan nyeri dada akut
yang betul-betul mengalami SKA. Sehingga perlu pula diketahui gejala-gejala
lain yang sering dialami namun kurang diwaspadai oleh pasien NSTEMI. Oleh
karena itu pendekatan yang tepat akan keluhan nyeri dada harus dilakukan.3,8
Presentasi klinis dari NSTEMI meliputi berbagai gejala yang cukup luas.
Presentasi klinis yang selama ini umum diketahui antara lain:6
Gambaran klinis nyeri dada pada NSTEMI adalah rasa berat atau tekanan
pada daerah retrosternal (angina) yang menjalar hingga ke lengan kiri, leher, atau
rahang, yang dapat bersifat intermiten (umumnya berlangsung selama beberapa
menit) atau persisten. Keluhan ini dapat diikuti dengan keluhan lainnya seperti
fatik yang ekstrim, diaphoresis, nausea, nyeri perut, dyspnoea, dan syncope.
Dapat pula didapati keluhan tidak khas lainnya seperti epigastric pain, masalah
44
pencernaan, nyeri dada seperti ditikam, nyeri dada dengan ciri pleuritik, atau
bertambahnya sesak napas.6
Munculnya keluhan-keluhan tersebut setelah aktifitas fisik atau
berkurang saat istirahat atau setelah penggunaan nitrat, mendukung diagnosis
iskemia. Dalam anamnese perlu pula ditanyakan dan dievaluasi adanya faktor
resiko standar seperti usia, diabetes mellitus, hipertensi, merokok, riwayat
keluarga, episode angina, konsumsi aspirin, riwayat serupa mengalami hal yang
sama, penyakit jantung koroner sebelumnya, dislipidemia, dan lain sebagainya.
Penting pula mengidentifikasi kondisi-kondisi klinis lainnya yang dapat
mencetuskan NSTEMI seperti anemia, infeksi, inflamasi, demam dan kelainan
metabolik atau endokrin (umumnya tiroid).6
Pasien-pasien yang mengalami NSTEMI tidak selalu datang dengan
keluhan rasa tidak nyaman pada daerah dada. Studi Framingham adalah studi
pertama yang menunjukkan bahwa setengah dari pasien infark miokard tidak
menunjukkan gejala dan tidak disadari oleh pasien. Canto et al menemukan bahwa
sepertiga dari 434.877 pasien yang telah dikonfirmasi mengalami infark miokard
pada National Registry of Myocardial Infarction datang ke rumah sakit dengan
gejala selain rasa tidak nyaman pada daerah dada. Kondisi ini sepertinya lebih
sering muncul pada pasien-pasien berusia tua, wanita, memiliki diabetes dan atau
memiliki gagal jantung sebelumnya.8
Tabel. 2 Tingkatan angina pektoris berdasarkan Canadian Cardiovascular
Society8
45
b. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik pada NSTEMI bisa saja normal. Setiap pasien dengan
SKA harus diukur tanda-tanda vital nya (tekanan darah dikedua lengan jika
disangkakan diseksi, frekuensi detak jantung, dan suhu) dan selanjutnya harus
menjalani pemeriksaan fisik jantung dan dada yang lengkap.8 Tujuan utama dari
pemeriksaan fisik adalah untuk menyingkirkan penyebab nyeri dada non kardiak
dan kelainan jantung non iskemik (emboli paru, diseksi aorta, perikarditis,
penyakit jantung katup) atau kemungkinan penyebab diluar jantung seperti
penyakit paru akut (pneumothoraks, pneumonia, efusi pleura).3,6
Pemeriksaan fisik seperti diaphoresis, pucat, kulit dingin, sinus takikardia,
suara jantung ketiga atau keempat, ronkhi basah basal, dan hipotensi
menunjukkan kemungkinan area iskemik yang luas dan beresiko tinggi.
Pemeriksaan fisik lain seperti pucat, banyak keringat dan tremor dapat
mengarahkan ke kondisi-kondisi pencetus seperti anemia dan tirotoksikosis.6
Perbedaan tekanan darah pada anggota gerak atas dan bawah, nadi yang
iregular, murmur jantung, friction rub, nyeri saat palpitasi dan massa regio
abdomen adalah pemeriksaan fisik yang mungkin didapati pada kondisi selain
NSTEMI.6
c. Pemeriksaan Electrokardiogram
EKG 12 lead saat istirahat merupakan alat diagnostik lini pertama dalam
penilaian pasien-pasien yang disangkakan NSTEMI. EKG harus didapat dalam 10
menit setelah kontak medis pertama dan secepatnya diinterpretasikan oleh dokter.
Karakteristik abnormalitas gambaran EKG yang ditemui pada NSTEMI adalah
depresi segmen ST atau elevasi transient dan atau perubahan pada gelombang T
(inversi gelombang T, gelombang T yang datar, gelombang T pseudo-normal).3,6
Jumlah lead yang menunjukkan depresi segmen ST dan derajat depresi
segmen ST mengindikasikan luas dan keparahan iskemia dan berkorelasi dengan
prognosis. Deviasi segmen ST yang baru, bahkan hanya 0,05 mV merupakan hal
46
yang penting dan spesifik dalam hal iskemik dan prognosis. Depresi segmen ST >
2 mm meningkatkan resiko mortalitas. Inversi gelombang T juga sensitif untuk
iskemik namun kurang spesifik, kecuali bila ≥ 0,3mV baru dinyatakan
bermakna.3,5
Jika EKG inisial normal atau inkonklusif, perekaman EKG ulangan
sebaiknya dilakukan saat pasien mengalami gejala dan gambaran EKG ini
dibandingkan dengan gambaran EKG saat pasien dalam kondisi asimtomatis.
Perbandingan dengan EKG sebelumnya akan sangat bernilai pada pasien-pasien
dengan kelainan jantung terdahulu, seperti hipertropi ventrikel kiri atau infark
miokard sebelumnya. Perekaman EKG sebaiknya diulangi setidaknya pada 3 jam
(6-9 jam) dan 24 jam setelah masuk ke rumah sakit. Pada kondisi dimana terjadi
nyeri dada berulang atau muncul gejala-gejala lainnya, pemeriksaan EKG dapat
diulangi secepatnya.6
Harus diingat bahwa gambaran EKG normal tidak menyingkirkan
kemungkinan NSTEMI. Terutama iskemik pada daerah arteri sirkumfleks atau
iskemik ventrikel kanan terisolasi dapat luput dari gambaran EKG 12 lead, namun
dapat terdeteksi pada lead V7-V9 dan pada lead V3R dan V4R.6
Infark Aneurism
Perikarditis pulmonal Anemia a Esofagitis Fraktur iga
aorta
Pneumoni
Kardiomiopati a Penyakit Ulkus Injury
Pleuritis serebro peptikum otot/inflamasi
vaskular
Pneumoth Pankreatiti
Kelainan oraks s Kostokondritis
katup
Kolesistiti
Kardiomiopati s Herpes zoster
Tako-Tsubo
50
Trauma
Kardiak
Coronary Events) (Tabel 2), sedangkan CRUSADE (Can Rapid risk stratification
segera) bagi seorang dengan NSTEMI. Stratifikasi risiko TIMI ditentukan oleh
jumlah skor dari 7 variabel yang masingmasing setara dengan 1 poin. Variabel
tersebut antara lain adalah usia ≥65 tahun, ≥3 faktor risiko, stenosis koroner
≥50%, deviasi segmen ST pada EKG, terdapat 2 kali keluhan angina dalam 24
jam yang telah lalu, peningkatan marka jantung, dan penggunaan asipirin dalam 7
hari terakhir. Dari semua variabel yang ada, stenosis koroner ≥50% merupakan
variabel yang sangat mungkin tidak terdeteksi. Jumlah skor 0-2: risiko rendah
kejadian kardiovaskular <19,9%); dan skor 5-7 : risiko tinggi (risiko kejadian
51
UAP/NSTEMI.
kelas Killip, tekanan darah sistolik, deviasi segmen ST, cardiac arrest saat tiba di
ruang gawat darurat, kreatinin serum, marka jantung yang positif dan frekuensi
perawatan di rumah sakit dan dalam 6 bulan setelah keluar dari rumah sakit.
Untuk prediksi kematian di rumah sakit, pasien dengan skor risiko GRACE ≤108
52
dianggap mempunyai risiko rendah (risiko kematian <1%). Sementara itu, pasien
dengan skor risiko GRACE 109-140 dan >140 berturutan mempunyai risiko
kematian menengah (1-3%) dan tinggi (>3%). Untuk prediksi kematian dalam 6
bulan setelah keluar dari rumah sakit, pasien dengan skor risiko GRACE ≤88
dianggap mempunyai risiko rendah (risiko kematian <3%). Sementara itu, pasien
dengan skor risiko GRACE 89-118 dan >118 berturutan mempunyai risiko
berdasarkan indikator klinis gagal jantung sebagai komplikasi infark miokard akut
dan ditujukan untuk memperkirakan tingkat mortalitas dalam 30 hari (Tabel 2).
Klasifikasi Killip juga digunakan sebagai salah satu variabel dalam klasifikasi
GRACE.
54
mayor selama perawatan dirangkum dalam CRUSADE bleeding risk score, antara
lain kadar hematokrit, klirens kreatinin, laju denyut jantung, jenis kelamin, tanda
gagal jantung, penyakit vaskular sebelumnya, adanya diabetes, dan tekanan darah
1. Strategi invasif segera (<2 jam, urgent) (Kelas I-C). Dilakukan bila pasien
memenuhi salah satu kriteria risiko sangat tinggi (very high risk)
58
2. Strategi invasif awal (early) dalam 24 jam (Kelas I-A) Dilakukan bila pasien
memiliki skor GRACE >140 atau dengan salah satu kriteria risiko tinggi (high
risk) primer
3. Strategi invasif awal (early) dalam 72 jam (Kelas I-A) Dilakukan bila pasien
memenuhi salah satu kriteria risiko tinggi (high risk) atau dengan gejala berulang
III-A)
Dalam strategi konservatif, evaluasi invasif awal tidak dilakukan secara rutin.
Strategi ini dilakukan pada pasien yang tidak memenuhi kriteria risiko tinggi dan
• Tidak ada kelainan pada EKG awal atau kedua (dilakukan pada jam ke-6 hingga
9)
• Tidak ada peningkatan nilai troponin (saat tiba atau antara jam ke-6 hingga 9)
Penentuan risiko rendah berdasarkan risk score seperti GRACE dan TIMI
2.6 Penatalaksanaan
1. Manajemen Terapi
Pasien dengan sangkaan SKA harus dievaluasi dengan cepat. Keputusan
yang dibuat berdasarkan evaluasi awal terhadap pasien memiliki konsekuensi
klinis dan ekonomis yang bermakna. Pasien NSTEMI atau diduga NSTEMI yang
dalam keadaan stabil sebaiknya dirawat inap dan menjalani tirah baring dengan
monitoring ritme EKG berkelanjutan dan diobservasi akan kemungkinan iskemik
berulang. Pasien dengan resiko tinggi, termasuk mereka dengan rasa tidak nyaman
pada dada yang terus menerus dan atau hemodinamik tidak stabil sebaiknya
dirawat di unit koroner (coronary care unit) dan diobservasi setidaknya 24-48
jam.3
2. Terapi Suportif
Bisoprolol B1 - 10 mg/hari
titrasi sampai
maksimum 2x25
mg/hari
b. Nitrat
Keuntungan terapi nitrat terletak pada efek dilatasi vena yang
mengakibatkan berkurangnya preload dan volume akhir diastolic ventrikel kiri
sehingga konsumsi oksigen miokardium berkurang. Keuntungan terapeutik dari
penggunaan nitrat berhubungan dengan efek venodilator yang menyebabkan
penurunan preload miokard dan volume end diastolik ventrikel kiri yang akhirnya
menyebabkan penurunan konsumsi oksigen miokard. Selain itu nitrat akan
menyebabkan dilatasi arteri koroner normal maupun arteri koroner yang
mengalami aterosklerotik dan meningkatkan aliran kolateral koroner.6
Pada pasien dengan NSTEMI yang memerlukan perawatan rumah sakit,
penggunaan nitrat intravena lebih efektif dibandingkan nitrat sublingual untuk
mengurangi gejala dan depresi segmen ST. Dosis harus di up titrasi sampai gejala
(angina atau dyspnoe) berkurang atau munculnya efek samping (sakit kepala atau
hipotensi). Efek lain dari nitrat adalah dilatasi pembuluh darah koroner baik yang
normal maupun yang mengalami aterosklerosis.6
1. Nitrat oral atau intravena efektif menghilangkan keluhan dalam fase akut dari
episode angina (Kelas I-C).
64
2. Terapi Antiplatelet
1. Aspirin harus diberikan kepada semua pasien tanda indikasi kontra dengan
dosis loading 150-300 mg dan dosis pemeliharaan 75-100 mg setiap
harinya untuk jangka panjang, tanpa memandang strategi pengobatan yang
diberikan (Kelas I-A).
2. Penghambat reseptor ADP perlu diberikan bersama aspirin sesegera
mungkin dan dipertahankan selama 12 bulan kecuali ada indikasi kontra
seperti risiko perdarahan berlebih (Kelas I-A).
3. Penghambat pompa proton (sebaiknya bukan omeprazole) diberikan
bersama DAPT (dual antiplatelet therapy - aspirin dan penghambat
reseptor ADP) direkomendasikan pada pasien dengan riwayat perdarahan
saluran cerna atau ulkus peptikum, dan perlu diberikan pada pasien dengan
beragam faktor risiko seperti infeksi H. pylori, usia =65 tahun, serta
konsumsi bersama dengan antikoagulan atau steroid (Kelas I-A).
4. Penghentian penghambat reseptor ADP lama atau permanen dalam 12
bulan sejak kejadian indeks tidak disarankan kecuali ada indikasi klinis
(Kelas I-C).
5. Ticagrelor direkomendasikan untuk semua pasien dengan risiko kejadian
iskemik sedang hingga tinggi (misalnya peningkatan troponin) dengan
dosis loading 180 mg, dilanjutkan 90 mg dua kali sehari. Pemberian
dilakukan tanpa memandang strategi pengobatan awal.Pemberian ini juga
dilakukan pada pasien yang sudah mendapatkan clopidogrel (pemberian
clopidogrel kemudian dihentikan) (Kelas I-B).
67
4. Antikogulan.
Terapi antikoagulan harus ditambahkan pada terapi antiplatelet secepat
mungkin.
1. Pemberian antikoagulan disarankan untuk semua pasien yang mendapatkan
terapi antiplatelet (Kelas I-A).
2. Pemilihan antikoagulan dibuat berdasarkan risiko perdarahan dan iskemia, dan
berdasarkan profil efikasi-keamanan agen tersebut. (Kelas I-C).
3. Fondaparinuks secara keseluruhan memiliki profil keamanan berbanding risiko
yang paling baik. Dosis yang diberikan adalah 2,5 mg setiap hari secara subkutan
(Kelas I-A).
4. Bila antikoagulan yang diberikan awal adalah fondaparinuks, penambahan
bolus UFH (85 IU/kg diadaptasi ke ACT, atau 60 IU untuk mereka yang
mendapatkan penghambat reseptor GP Iib/IIIa) perlu diberikan saat IKP (Kelas I-
B).
5. Enoksaparin (1 mg/kg dua kali sehari) disarankan untuk pasien dengan risiko
perdarahan rendah apabila fondaparinuks tidak tersedia (Kelas I-B).
69
6. Heparin tidak terfraksi (UFH) dengan target aPTT 50-70 detik atau heparin
berat molekul rendah (LMWH) lainnya (dengan dosis yang direkomendasikan)
diindaksikan apabila fondaparinuks atau enoksaparin tidak tersedia (Kelas I-C).
7. Dalam strategi yang benar-benar konservatif, pemberian antikoagulasi perlu
dilanjutkan hingga saat pasien dipulangkan dari rumah sakit (Kelas I-A).
8. Crossover heparin (UFH and LMWH) tidak disarankan (Kelas III-B).
Tabel 5. Jenis dan dosis antikoagulan untuk IMA
Antikoagulan Dosis
maksimal 4000 U.
7. Statin
Tanpa melihat nilai awal kolesterol LDL dan tanpa mempertimbangkan
modifikasi diet, inhibitor hydroxymethylglutary-coenzyme A reductase (statin)
71
2.6 Prognosis
Sejumlah metode untuk penilaian resiko kematian dan kejadian iskemik
pada pasien-pasien dengan NSTEMI telah cukup dikenal, hal ini memberikan
dasar pengambilan keputusan bagi tindakan terapeutik. Thrombolysis In
Myocardial Infarction (TIMI) skor, Platelet glycoprotein IIb/IIIa in Unstable
agina: Receptor Suppression Using Integrilin (PURSUIT) skor, dan Global
Registry of Acute Coronary Events (GRACE) RSs skor dapat dihitung dengan
menggunakan variabel-variabel tertentu yang dinilai saat pasien masuk ke rumah
sakit. Salah satu skor yang sering dipakai yaitu TIMI skor dapat dilihat di tabel 7.
Dengan skor TIMI dapat dinilai semua sebab mortalitas, resiko infark
miokard baru atau berulang, atau iskemik berulang yang berat yang membutuhkan
tindakan revaskularisasi dalam 14 hari. Skor 0-1 berarti resiko untuk mengalami
semua hal diatas tersebut adalah 4,7%, skor 2 resiko 8,3%, skor 3 resiko 13,2%,
skor 4 resiko 19,9 %, skor 5 resiko 26,2%, skor 6-7 resiko 40,9 %.2 Untuk skor
TIMI < 3 dikatakan resiko rendah, skor TIMI 3-4 resiko menengah dan skor TIMI
5-7 adalah resiko tinggi.
76
BAB 4
PEMBAHASAN
Pasien umur 53 tahun datang ke IGD dengan keluhan nyeri didada kiri yang
menjalar ke leher dan lengan kiri yang telah dirasakan tadi pagi ±5 jam sebelum
masuk rumah sakit. tidak ada riwayat trauma sebelumnya, batuk tidak ada, demam
tidak ada, BAB dan BAK tidak ada keluhan.
Pada anamnesis, ditemukan bahwa pasien tidak mempunyai riwayat
penyakit hipertensi baik pada diri sendiri maupun pada keluarga. Tapi pasien
memiliki riwayat DM tipe 2 normoweight yang sudah dialami sejak 2 tahun yang
lalu.
Nyeri yang dirasakan oleh pasien itu diakibatkan karena menyempitnya
arteri koroner yang disebabkan oleh trombus yang terdapat pada plak
ateroskelotik yang terganggu dan biasanya nonoklusif. Mikroemboli dari agregat
trombosit dan komponen-komponen dari plak yang terganggu tersebut diyakini
bertanggung jawab terhadap keluarnya markers miokard pada pasien-pasien
NSTEMI. Sehingga kurangnya asupan oksigen ke otot otot jantung yang akan
memberikan manifestasi nyeri seperti yang pasien rasakan
Diagnosis pada pasien ini adalah Non ST Elevasi Miokar Infark (NSTEMI).
Yang dari hasil EKG pasien tidak didapatinya RBBB complete ,selanjutnya
biomarker-biomarker seperti troponin akan membedakan NSTEMI dengan UAP
dari hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan CK-MB 35 menandakan telah
terjadi kerusakan pada jantung akut atau akut miokard infark sedangkan untuk
pembeda antara NSTEMI dengan UAP yaitu troponin I tidak dapat dilihat karena
reagentnya sedang kosong, modalitas imaging digunakan untuk menyingkirkan
diferensial diagnosis.
Pada tatalaksana pasien ini adalah bedrest dan diberikan aspilet, ISDN,
clopidogrel dan Glibenclamid. Aspilet merupakan golongan obat NSAID
memiliki efek anti inflamasi yang mencegah terbentuknya trombus yang nantinya
akan menyumbat pembuluh darah jantung, ISDN atau Isosorbide Dinitrate adalah
obat yang bekerja untuk melebarkan pembuluh darah agar aliran darah kejantung
77
KESIMPULAN
NSTEMI merupakan salah satu bagian dari sindroma koroner akut yang
ditandai dengan gambaran EKG depresi segmen ST atau inversi gelombang T
prominen dengan biomarker nekrosis jantung yang positif (mis, troponin) namun
tidak dijumpainya elevasi segmen ST pada gambaran EKG. Dalam rentang 4
tahun, mortalitas jangka panjang untuk pasien-pasien NSTEMI didapati dua kali
lebih tinggi, sehingga diagnosis yang cepat dan tepat, stratifikasi resiko, tindakan
terapi yang sesuai untuk mengembalikan aliran darah pembuluh koroner serta
mengurangi iskemik miokard harus dapat dilakukan terutama melalui empat
komponen utama terapi pada NSTEMI yaitu pemberian antiiskemia,
antiplatelet/antikoagulan, terapi invasif (kateterisasi dini/revaskularisasi), dan
perawatan sebelum meninggalkan RS dan sesudah meninggalkan RS.
Pada Tn. A, berusia 53 tahun dengan keluhan nyeri didada yang menjalar
ke leher dan lengan kiri, dengan hasil EKG yaitu RBBB complete, dengan tirah
baring dan pemberian oksigen serta aspilet, ISDN, clopidogrel dan Glibenclamid
diharapkan dapat mengurangi dan mengontrol infark miokarnya, kadar gula
darahnya dan mencegah timbulnya komplikasi.
43
DAFTAR PUSTAKA
44
45
11. Harun S, Alwi I. Infark Miokard Akut Tanpa Elevasi ST dalam Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V. Jakarta : Interna Publishing; 2009. Hlm 1757-
1766
12. ACCF/AHA. ACCF/AHA Pocket Guideline Management of Patients With
Unstable Angina/Non–ST-Elevation Myocardial Infarction (Adapted from the
2007 ACCF/AHA Guideline and the 2011 ACCF/AHA Focused Update).
13. Goncalves PA, Ferreira J, Aguiar C, Gomes RS.TIMI, PURSUIT, and GRACE
risk scores: sustained prognostic value and interaction with revascularization in
NSTE-ACS. European Heart Journal (2005) 26, 865–872