FRAGMENTASI
3. Air Tanah
Kondisi air tanah sangat mempengaruhi proses peledakan, adanya air
menyebabkan bahan peledak harus mengubah air disekitarnya menjadi uap air
selama proses detonasi. Jika kandungan air tanah pada suatu daerah blok
peledakan sangat tinggi, bahan peledak (ANFO) kemungkinan tidak akan
meledak atau rusak dan akan terjadi misfire. Untuk mengatasi hal ini bahan
peledak perlu dibungkus dengan bahan yang tahan air sebelum dimasukkan ke
lubang ledak atau jika lubang ledak sudah terisi air maka air dikeluarkan dengan
udara bertekanan tinggi dari kompresor.
Selain dengan membungkus bahan peledak ANFO dengan kantong
plastik, masalah air dalam lubang ledak juga dapat diatasi dengan mengganti
bahan peledak ANFO dengan HANFO (heavy ANFO) yaitu campuran antara
ANFO dengan emulsi dengan perbandingan tertentu.
5. Pola pemboran
Pola pemboran merupakan suatu pola pada kegiatan pemboran dengan
menempatkan lubang-lubang bor secara sistematis. Berdasarkan letak lubang bor
maka pola pemboran pada umumnya dibedakan menjadi dua macam, yaitu pola
pemboran sejajar (paralel pattern) dan pola pemboran selang-seling (staggered
pattern). Pola pemboran sejajar adalah pola dengan penempatan lubang bor yang
saling sejajar pada setiap kolomnya, sedangkan pola pemboran selang-seling
adalah pola dengan penempatan lubang bor secara selang-seling pada setiap
kolomnya (Gambar 1.2).
Pola pemboran sejajar merupakan pola yang lebih mudah diterapkan
dilapangan, tetapi perolehan fragmentasi batuannya kurang seragam, sedangkan
S Pola pemboran
pola pemboran selang-seling lebih sulit penanganannya di lapangan namun
sejajar (paralel).
fragmentasi batuannya lebih baik dan seragam, hal ini disebabkan karena
S =bekerja
distribusi energi peledakan yang dihasilkan lebih optimal Spasi dalam batuan.
B = Burden
(Gambar 1.3) B
Bidang bebas
S Pola pemboran
selang-seling
(staggered).
B S = Spasi
B B = Burden
Bidang bebas
Gambar 1.2
Pola pemboran
Bidang Bebas
PARALEL PATTERN
Lubang ledak
Lubang ledak
Gambar 1.3
Pengaruh energi ledakan pada pola pemboran
6. Geometri peledakan
Geometri peledakan merupakan suatu rancangan yang diterapkan pada suatu
peledakan yang meliputi burden, spasi, stemming, subdrilling, powder charge, tinggi
jenjang dan kedalaman lubang ledak.
Perhitungan geometri peledakan berdasarkan rumusan C. J. Konya yang
didasarkan atas perbedaan berat jenis batuan (SG) yaitu berat jenis rata-rata, berat
jenis minimum dan berat jenis maksimum sehingga akan didapat tiga rancangan
geometri yang dapat diterapakan sesuai dengan kondisi lapangan. Ketiga rancangan
geometri tersebut dapat ditabulasikan pada Tabel 1.1, dengan bentuk rancangannya
pada Gambar 1.2.
Tabel 1.1
Perbedaan geometri peledakan berdasarkan berat jenis batuan
Geometri Peledakan B S T J H PC
berat jenis batuan rata-rata 6,3 7 4,4 1,9 13,9 9,5
berat jenis batuan minimal 6,7 7,4 4,7 2 14 9,3
berat jenis batuan maksimal 5,9 6,7 4,1 1,8 13,8 9,7
Gambar 1.4
Geometri peledakan yang didasari aturan C.J. Konya
1) Ratio spasi terhadap burden
Ratio spasi terhadap burden juga mempengaruhi tingkat fragmentasi hasil
peledakan. Burden dan spasi berkaitan dengan diameter lubang bor, kedalaman, jenis
batuan dan panjang kolom isian. Spasi lubang ledak yang lebih kecil dari burden
cenderung menyebabkan splitting prematur antar lubang ledak. Hal ini menyebabkan
lepasnya gas ledakan secara prematur ke udara. Hilangnya energi pengangkatan
mengurangi proses pemecahan dan menghasilkan slab batuan berukuran besar.
Bagian muka lereng antar lubang ledak tetap utuh dan akan menyebabkan kesulitan
dalam penggalian dan toe tak terbongkar. Besarnya ratio spasi terhadap burden
(Ks) =1 – 2. Burden yang berlebihan menyebabkan :
Fragmentasi menjadi lebih kasar, produktifitas yang lebih rendah
Terjadi overbreak, getaran tanah dan menambah kestabilan dinding.
2) Stemming
Stemming adalah tempat material penutup di dalam lubang ledak, yang
letaknya di atas kolom isian bahan peledak.
Stemming akan menambah fragmentasi dan perpindahan batuan dengan
mengurangi keluarnya gas ledakan bertekanan tinggi ke udara bebas. Fungsi
stemming adalah agar terjadi keseimbangan tekanan dan mengurung gas-gas hasil
ledakan sehingga dapat menekan batuan dengan energi yang maksimal. Disamping
itu stemming juga berfungsi untuk mencegah agar tidak terjadi batuan terbang
(flyrock) dan ledakan tekanan udara (airblast) saat peledakan.
a. Jenis stemming
Material berbutir, kering merupakan stemming terbaik karena mereka
mempunyai resistensi inersial dan resistensi friksi tinggi untuk menahan. Panjang
stemming dapat dikurangi jika digunakan stemming yang efektif akan menghasilkan
distribusi bahan peledak dan memperbaiki fragmentasi.
Ukuran butir stemming 10 – 15% dari diameter lubang ledak merupakan
material stemming yang paling efektif . Material stemming yang saling mengunci
akan memberikan drajat pengurungan gas hasil ledakan yang lebih baik daripada
material dengan ukuran halus.
b. Panjang stemming
Stemming yang tidak memadai menambah hancurnya batuan di bagian atas,
tetapi mengurangi fragmentasi secara keseluruhan dan perpindahan karena gas keluar
ke udara bebas lebih cepat dan mudah. Disamping itu juga menimbulkan batu
terbang (fly rock), overbreak pada permukaan dan ledakan udara (air blast). besarnya
ratio stemming (Kt) = 0,5 - 1
8. Pola penyalaan
Urutan dimana lubang ledak dinyalakan dan interval waktu antar detonasi
berikutnya mempunyai pengaruh yang besar terhadap kinerja peledakan secara
keseluruhan (lihat Gambar 1.5). Kinerja peledakan produksi hanya dapat
dioptimalkan bila isian diledakkan dalam suatu urutan yang terkendali pada selang
yang sesuai. Alokasi waktu tunda yang optimum untuk suatu peledakan bergantung
pada beberapa faktor dianyaranya :
Sifat massa batuan (rock mass properties)
Geometri peledakan
Diameter, kemiringan dan panjang lubang ledak
Karakteristik bahan peledak
Sistem inisiasi
Jenis dan lokasi primer
Batasan lingkungan
Hasil yang diinginkan
Gambar 3.11
Pengaruh waktu tunda
Gambar 1.5
Kurva pengaruh besarnya powder factor terhadap prosentase bongkah untuk
rancangan geometri peledakan berdasarkan densitas batuan rata-rata
Pada gambar diatas untuk kisaran powder factor 0,27 – 0,38 kg/m3 dengan
powder charge antara 5,5 – 7,5 m dan volume batuan yang terbongkar 529 m 3 akan
menghasilkan prosentase bongkah sebesar 3,8% sampai 14,8%.
Tabel 1.2
Pengaruh burden dan spasi Terhadap prosentase bongkah
Prosentase Bongkah PC
B = 6,3 B = 6,5 B=7 B = 7,5 B=8 B = 8,5 B=9 B = 9,5 B = 10
S = 7,0 3,8 4,5 6,6 8,8 11,1 13,5 15,8 18,1 20,3
S = 7,5 4,3 5,1 7,4 9,7 12,2 14,7 17,1 19,4 21,7
S = 8,0 4,9 5,8 8,2 10,7 13,3 15,8 18,3 20,7 23,0
S = 8,5 5,5 6,4 9,0 11,7 14,4 17,0 19,6 22,0 24,3
S = 9,0 6,1 7,1 9,8 12,6 15,4 18,2 20,8 23,3 25,6
S = 9,5 6,8 7,8 10,7 13,6 16,5 19,3 22,0 24,5 26,8
S = 10,0 7,4 8,6 11,6 14,5 17,6 20,5 23,2 25,7 28,1
S = 10,5 8,1 9,3 12,5 15,6 18,7 21,6 24,4 26,9 29,3
S = 11,0 8,8 10,1 13,4 16,6 19,8 22,8 25,5 28,1 30,4
Gambar 1.6
Kurva pengaruh burden dan spasi terhadap prosentase bongkah dengan PC 7,5 m
Dari analisis Kuzram diperoleh nilai kisaran atau range burden, spasi dan
powder factor untuk tiap powder charge (PC) yang dapat ditabulasikan sebagai
berikut :
Tabel 1.3
Range burden, spasi dan powder factor pada powder charge 6,0 m – 7,5 m