Anda di halaman 1dari 28

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori


2.1.1 Persalinan
Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan
plasenta) yang telah cukup bulan dan dapat hidup diluar uterus melalui
jalan lahir atau melalui jalan lain, dengan bantuan atau tanpa bantuan
(kekuatan sendiri) (Manuaba, I.B.G et al. 2010). Persalinan adalah
proses membuka dan menipisnya serviks, dan janin turun ke dalam
jalan lahir. Kelahiran adalah proses dimana janin dan ketuban didorong
keluar melalui jalan lahir. Persalinan dan kelahiran normal adalah
proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-
42 minggu), lahir spontan dengan presentasi belakang kepala yang
berlangsung dalam 18 jam, tanpa komplikasi baik pada ibu maupun
pada janin (Prawirohardjo, S. 2014).
Jenis persalinan berdasarkan umur kehamilan yaitu:
1) Abortus
Abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat
hidup diluar kandungan, berat badan lahir bayi yaitu < 500 gram
atau usia kehamilan kurang dari 20 minggu.
2) Partus immaturus
Partus dari hasil konsepsi pada kehamilan 20-27 minggu dengan
berat badan lahir bayi 500 gram sampai 999 gram.
3) Partus prematurus
Pengeluaran hasil konsepsi pada kehamilan 28-36 minggu dengan
berat badan lahir bayi 1000 gram sampai 2499 gram.
4) Partus maturus atau aterm
Persalinan pada kehamilan 37-42 minggu dengan berat badan lahir
bayi antara 2500 gram sampai 4000 gram.

7 Universitas Muhammadiyah Palembang


8

5) Partus postmaturus atau postterm


Kehamilan postterm disebut juga kehamilan serotinus, kehamilan
lewat waktu, kehamilan lewat bulan, prolong pregnancy, extended
pregnancy, postdate/posdatisme, atau post-term pregnancy. Partus
postmaturus atau postterm adalah persalinan yang terjadi lebih dari
42 minggu dengan berat badan lahir >4000 gram (Prawirohardjo,
S. 2013).

2.1.2 Hipertensi dalam Kehamilan


A. Definisi
Hipertensi dalam kehamilan adalah kenaikan tekanan darah
melebihi batas normal yaitu tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg
atau tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg yang dilihat dari dua kali
pengukuran dengan jeda atau jarak empat jam pada masa
kehamilan (Prawirohardjo, S. 2013).

B. Klasifikasi
Pada dasarnya terdapat 4 jenis hipertensi yang umumnya
terdapat pada saat kehamilan, yaitu:
1. Hipertensi gestasional
Tekanan darah sistolik ≥ 140 atau tekanan darah diastolik ≥ 90
mmHg ditemukan pertama kali sewaktu hamil, tidak ada
proteinuria, tekanan darah kembali ke normal sebelum 12
minggu postpartum. Diagnosis akhir hipertensi gestasional
hanya dapat dibuat postpartum, memiliki gejala atau tanda lain
preeklampsia misalnya dispepsia atau trombositopenia
(Cunningham, FG., et al. 2014).
2. Sindrom preeklampsia dan eklampsia
a. Preeklampsia
Preeklampsia merupakan sindrom spesifik pada kehamilan
yang dapat mempengaruhi hampir semua sistem organ
yang ditandai dengan hipertensi dan proteinuria yang

Universitas Muhammadiyah Palembang


9

terjadi setelah kehamilan 20 minggu. Pada preeklampsia


tekanan darah melebihi 140/90 mmHg dan proteinuria
melebihi 300 mg dalam 24 jam, rasio protein urin yaitu
kreatinin ≥ 0,3 atau protein 30 mg/dL (1+ dipstick) yang
persisten dalam sampel urin acak (Cunningham, FG., et
al. 2014). Menurut Task Force 2013 kriteria diagnostik
preeklampsia terdapat keterlibatan multiorgan meliputi
trombositopenia, disfungsi ginjal, nekrosis hepatoselular
(disfungsi hati), gangguan sistem saraf pusat, dan edema
paru.
b. Eklampsia
Kejang yang tidak disebabkan oleh penyebab lain (seperti
epilepsi) pada perempuan dengan preeklampsia
(Cunningham, FG., et al. 2014).
3. Superimposed preeklampsia pada hipertensi kronik
Proteinuria onset baru ≥ 300 mg/24 jam pada perempuan
hipertensi, tetapi tidak ditemukan proteinuria atau peningkatan
mendadak proteinuria atau tekanan darah atau hitung trombosit
< 100.000/µL pada perempuan yang mengalami hipertensi dan
proteinuria sebelum kehamilan 20 minggu (Cunningham, FG.,
et al. 2014).
4. Hipertensi Kronis
Tekanan darah ≥ 140/90 mmHg terdiagnosis sebelum
kehamilan 20 minggu, tidak disebabkan penyakit trofoblas
gestasional. Hipertensi pertama kali didiagnosis setelah
kehamilan 20 minggu dan menetap setelah 12 minggu
postpartum (Cunningham, FG., et al. 2014).

2.1.3 Preeklampsia
A. Definisi
Preeklampsia merupakan sindrom spesifik pada kehamilan
yang dapat mempengaruhi hampir semua sistem organ yang

Universitas Muhammadiyah Palembang


10

ditandai dengan hipertensi dan proteinuria yang terjadi setelah


kehamilan 20 minggu. Pada preeklampsia tekanan darah melebihi
140/90 mmHg dan proteinuria melebihi 300 mg dalam 24 jam,
rasio protein urin yaitu kreatinin ≥ 0,3 atau protein 30 mg/dL (1+
dipstick) yang persisten dalam sampel urin acak (Cunningham,
FG., et al. 2014). Menurut Task Force 2013 kriteria diagnostik
preeklampsia terdapat keterlibatan multiorgan meliputi
trombositopenia, disfungsi ginjal, nekrosis hepatoselular (disfungsi
hati), gangguan sistem saraf pusat, atau edema paru.
Preeklampsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20
minggu kehamilan disertai proteinuria. Preeklampsia merupakan
penyulit kehamilan yang akut dan dapat terjadi ante, intra dan
postpartum (Prawirohardjo, S. 2013). Preeklampsia adalah
timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan edema akibat
kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera setelah
persalinan (Rohan.H.H., & Siyoto.S, 2013).

B. Faktor risiko
Ada beberapa faktor risiko yang terkait dengan preeklampsia
antara lain, yaitu :
1. Primigravida
Primigravida mempunyai risiko lebih besar terjadinya
preeklampsia jika dibandingkan dengan multigravida. Hal ini
dikarenakan ketika kehamilan pertama pembentukan human
leukocyte antigen protein G (HLA-G) terhadap antigen
plasenta tidak sempurna (Prawirohardjo, S. 2013).
2. Genetik
Faktor genetik merupakan unsur yang penting dalam terjadi
preeklampsia. Preeklampsia adalah hasil interaksi ratusan gen
baik ibu maupun ayah yang mengendalikan fungsi enzimatik
dan metabolik yang beragam di seluruh sistem organ.
Berkaitan dengan hal ini, ekspresi fenotipe akan berbeda

Universitas Muhammadiyah Palembang


11

meskipun genotipe sama, bergantung pada interaksi dengan


faktor lingkungan (Cunningham, F.G. et.al. 2014).

Tabel 2.1 Gen-gen yang berkaitan dengan preeklampsia


Gen Fungsi yang Kromosom Kaitan
(Polimorfisme) dipengaruhi biologis
MTHFR Metilen 1p36.3 Penyakit
tetrahidrofolat vaskular
reduktase
F5 (leiden) Faktor VLeiden 1q23 Trombofilia
AGT (M235tT) Angiotensinogen 1q42-q43 Pengaturan
tekanan
darah
HLA (beragam) Antigen leukosit 6p21.3 Imunitas
manusia
NOS3 (Glu 298 Nitrat oksida 7q36 Fungsi
Asp) endotel endotel
vaskular
F2 (G20210A) Protombin (faktor 11p11-q12 Koagulasi
II)
ACE (I/DatIntro Enzim pengubah 17q23 Pengaturan
16) angiotensin tekanan
darah
Sumber : Cunningham, FG., et al. 2014

3. Usia ibu
Kehamilan dibawah usia 20 tahun dan kehamilan diatas usia
35 tahun berisiko tinggi terjadinya preeklampsia dibandingkan
dengan wanita yang hamil pada usia reproduksi (20-35 tahun).
Ibu yang hamil pada usia < 20 tahun mempunyai risiko
preeklampsia 3,58 kali lebih besar dibandingkan ibu hamil
yang berusia 20-35 tahun, sedangkan usia > 35 tahun
mempunyai risiko untuk menderita hipertensi kronik yang
akan berlanjut menjadi superimposed preeklampsia ketika

Universitas Muhammadiyah Palembang


12

sedang hamil (Denantika dkk, 2015). Hal ini disebabkan


karena pada usia 20-35 tahun kondisi alat reproduksi sudah
siap untuk menerima kehamilan sehingga pada saat kehamilan
berlangsung tidak terjadi masalah. Pada usia dibawah 20 tahun
organ-organ reproduksi belum siap, selain itu faktor psikologis
yang cenderung kurang stabil juga meningkatkan kejadian
preeklampsia di usia muda. Pada umur 35 tahun ke atas sangat
rentan akan preeklamsia, hal ini terjadi karena perubahan pada
jaringan-jaringan kandungan dan juga jalan lahir tidak lentur
lagi (Situmorang.T.H dkk, 2016).
4. Jarak kehamilan
Ibu hamil dengan jarak kehamilan >5 tahun mempunyai
peluang 4 kali lebih berisiko untuk mengalami preeklampsia
dibandingkan dengan ibu hamil yang jarak kehamilan ≤ 5
tahun (Harutyunya.A. dkk, 2013).
5. Wanita yang mempunyai riwayat preeklampsia pada
kehamilan sebelumnya
Wanita dengan preeklampsia pada kehamilan pertama
memiliki risiko lebih besar pada kehamilan kedua
dibandingkan dengan wanita yang normotensif selama
kehamilan pertama. Sebaliknya, pada wanita yang normotensif
selama kehamilan pertamanya, kejadian preeklampsia pada
kehamilan berikutnya jauh lebih rendah daripada kehamilan
pertama (Cunningham, F.G. et.al. 2014).
6. Obesitas
Obesitas selain menyebabkan kolesterol tinggi dalam darah
juga menyebabkan kerja jantung lebih berat, oleh karena
jumlah darah yang berada dalam badan sekitar 15% dari berat
badan, maka semakin obesitas seseorang semakin banyak
jumlah darah yang terdapat dalam tubuh yang artinya semakin
berat fungsi pemompaan jantung (Suhardiyanto. B., & Marta.
A. 2012).

Universitas Muhammadiyah Palembang


13

7. Kehamilan ganda
Preeklampsia 3 kali lebih sering terjadi pada kehamilan ganda
dari 105 kasus kehamilan ganda didapat 28,6% preeklampsia
(Rozikhan, 2007).
8. Hiperhomosisteinemia
Peningkatan plasma homosistein terjadinya pada 20-30%
wanita dengan preeklampsia. Peningkatan konsentrasi
homosistein berhubungan dengan disfungsi endotel yang
menjadi pusat patofisiologi preeklampsia (Malahayati, I.
2017).
9. Sindrom metabolik
Sindrom metabolik merupakan suatu kumpulan faktor risiko
metabolik yang berkaitan langsung terhadap terjadinya
penyakit kardiovaskuler artherosklerotik. Faktor risiko tersebut
antara lain terdiri dari dislipidemia aterogenik, peningkatan
tekanan darah, peningkatan kadar glukosa plasma, keadaan
prototrombik, dan proinflamasi (Rini. S. 2015).

C. Patofisiologi
Penyebab preeklampsia hingga kini belum diketahui dengan
jelas. Banyak teori telah dikemukakan tentang terjadinya
preeklampsia, tetapi tidak satupun teori tersebut yang dianggap
mutlak benar. Menurut Cunningham, F.G. et.al. 2014, teori-teori
tersebut diantaranya adalah :
1. Vasospasme
Vasokonstriksi pembuluh darah menyebabkan
peningkatan resistensi sehingga terjadi preeklampsia. Pada saat
yang sama, kerusakan sel endotel menyebabkan kebocoran
interstisial yang dimana blood constituent, termasuk platelet
dan fibrinogen, disimpan di subendotel. Dengan berkurangnya
aliran darah karena maldistribusi, iskemia dari jaringan

Universitas Muhammadiyah Palembang


14

sekitarnya akan mengakibatkan nekrosis, perdarahan, dan


karakteristik gangguan organ lainnya.
2. Aktivasi sel endotel
Selama dua dekade terakhir, aktivasi sel endotel telah
menjadi pusat dalam pemahaman mengenai terjadinya
preeklampsia. Diperkirakan adanya faktor yang tidak diketahui
kemungkinan berasal dari plasenta disekresikan ke dalam
sirkulasi maternal dan mempengaruhi aktivasi dan disfungsi
endotel vaskular. Sindrom klinis preeklampsia diduga
merupakan hasil dari perubahan sel endotel. Endotelium yang
masih utuh memiliki sifat antikoagulan, sel endotel
menurunkan respon otot polos pembuluh vaskular untuk
melepaskan nitrit oksida. Sel endotel yang rusak atau
diaktifkan dapat menghasilkan sedikit nitrit oksida dan
mensekresi substansi yang menyebabkan koagulasi dan
meningkatkan sensitivitas terhadap vasopresor. Selanjutnya
bukti aktivasi endotel termasuk perubahan karakteristik
morfologi endotel kapiler glomerular, meningkatnya
permeabilitas kapiler, dan konsentrasi zat yang berhubungan
dengan aktivasi endotel di darah meningkat
3. Prostaglandin
Sejumlah prostanoid dianggap sebagai pusat
patofisiologi preeklampsia. Secara khusus, respon pressor
menurun terlihat pada kehamilan normal setidaknya sebagian
karena respon vaskular menurun dimediasi oleh sintesis
prostaglandin endotel. Berbeda dengan kehamilan normal,
produksi prostasiklin endotel menurun pada preeklampsia yang
dimediasi oleh fosfolipase A2. Pada saat yang sama, sekresi
tromboksan A2 oleh platelet meningkat, dan rasio prostasiklin
tromboksan A2 menurun.

Universitas Muhammadiyah Palembang


15

4. Nitrit Oksida
Vasodilator ini disintesis dari L-arginin oleh sel endotel.
Inhibisi sintesis nitrit oksida meningkatkan sintesis tekanan
arteri rata-rata, menurunkan detak jantung dan membalikkan
refraktori yang diinduksi kehamilan terhadap vasopresor. Pada
manusia, kemungkinan nitrit oksida merupakan senyawa yang
mempertahankan karakteristik perfusi fetoplasenta tekanan
rendah dengan keadaan tervasodilatasi. Senyawa ini juga
diproduksi oleh endotel fetus dan meningkat pada
preeklampsia, diabetes melitus, dan infeksi. Namun, efek
produksi nitrit oksida pada preeklampsia masih belum jelas,
sindrom ini dikaitkan dengan menurunnya ekspresi sintesis
nitrit oksida, endotel, sehingga meningkatnya inaktivasi nitrit
oksida.
5. Endotelin
Asam amino peptida-21 merupakan vasokonstriktor kuat,
dan endotelin-1 (ET-1) merupakan isoform utama yang
diproduksi oleh endotel manusia. Kadar plasma ET-1
meningkat pada kehamilan wanita normotensif, tetapi wanita
dengan preeklampsia memiliki kadar yang lebih tinggi lagi.
Pengobatan wanita preeklampsia dengan magnesium sulfat
menurunkan konsentrasi ET-1.
6. Teori iskemia plasenta, radikal bebas dan disfungsi endotel
a. Iskemia plasenta dan pembentukan radikal bebas
Kegagalan remodeling arteri spiralis menyebabkan
aliran darah uteroplasenta menurun, dan terjadilah
hipoksia dan iskemia plasenta. Plasenta yang mengalami
iskemia dan hipoksia akan menghasilkan radikal bebas.
Salah satu radikal bebas yang dihasilkan adalah radikal
hidroksil yang sangat toksik, khususnya terhadap
membran sel endotel pembuluh darah. Radikal hidroksil
akan merusak membran sel yang mengandung banyak

Universitas Muhammadiyah Palembang


16

asam lemak tidak jenuh menjadi peroksida lemak.


Peroksida lemak selain akan merusak membran sel, juga
akan merusak nukleus, dan protein sel endotel.
b. Peroksida lemak sebagai oksidan pada hipertensi dalam
kehamilan
Peroksida lemak sebagai oksidan/radikal bebas yang
sangat toksis ini akan beredar di seluruh tubuh dalam
aliran darah dan akan merusak membran sel endotel.
Membran sel endotel lebih mudah mengalami kerusakan
oleh peroksida lemak karena letaknya langsung
berhubungan dengan aliran darah dan mengandung banyak
asam lemak tidak jenuh. Asam lemak tidak jenuh sangat
rentan terhadap oksidan radikal hidroksil, yang akan
berubah menjadi peroksida lemak.
c. Disfungsi sel endotel
Akibat sel endotel terpapar terhadap peroksida
lemak, maka terjadi kerusakan sel endotel yang
kerusakannya dimulai dari membran sel endotel.
Kerusakan membran sel endotel mengakibatkan
terganggunya fungsi endotel bahkan rusaknya seluruh
struktur sel endotel. Pada waktu terjadi kerusakan sel
endotel yang mengakibatkan disfungsi sel endotel, maka
akan terjadi :
1) Gangguan metabolisme prostaglandin karena salah satu
fungsi sel endotel adalah memproduksi prostaglandin.
2) Agregasi sel-sel trombosit pada daerah endotel yang
mengalami kerusakan. Agregasi sel trombosit ini
adalah untuk menutup tempat-tempat di lapisan endotel
yang mengalami kerusakan. Agregasi ini memproduksi
tromboksan (TXA2) suatu vasokonstriktor kuat. Pada
preeklampsia kadar tromboksan lebih tinggi dari kadar

Universitas Muhammadiyah Palembang


17

prostasiklin sehingga terjadi vasokonstriksi dengan


terjadi kenaikan tekanan darah.
3) Perubahan khas pada endotel kapilar glomerulus
4) Peningkatan permeabilitas kapilar
5) Peningkatan produksi bahan-bahan vasopresor yaitu
endotelin
6) Peningkatan faktor koagulasi
7. Protein Angiogenik dan Antiangiogenik
Vaskulogenesis plasenta terbukti terjadi 21 hari setelah
konsepsi. Kelompok gen vascular endothelial growth factor
(VEGF) dan angiopoietins (Ang) merupakan protein
angiogenik yang paling banyak dipelajari. Ketidakseimbangan
angiogenik digunakan untuk menggambarkan jumlah faktor
antiangiogenik yang berlebihan yang diduga distimulasi oleh
hipoksia yang memburuk pada uteroplasenta. Jaringan
trofoblas perempuan yang diperkirakan akan menderita
preeklampsia menunjukkan terdapatnya produksi berlebihan
setidaknya dua peptide antiangiogenik yang masuk ke sirkulasi
maternal.
a. Soluble Fms-like tyrosine kinase 1 (sFlt-1) merupakan
varian dari reseptor Flt-1 untuk placental growth factor
(PIGF) dan VEGF. Meningkatnya kadar maternal sFlt-1
menginaktifkan dan mengurangi kadar PIGF dan VEGF
yang bebas beredar menyebabkan terjadinya disfungsi
endotel. Kadar sFlt1 di maternal mulai meningkat dalam
beberapa bulan sebelum ibu menderita preeklampsia.
b. Soluble endoglin (sEng) merupakan molekul dari plasenta
yang menghalangi endoglin (CD105) yang merupakan
koreseptor dari bagian Transforming Growth Factor
(TGF). Bentuk endoglin yang larut menghambat berbagai
isotop TGF dari pengikatan ke reseptor endotel dan
mengakibatkan menurunnya vasodilatasi yang tergantung

Universitas Muhammadiyah Palembang


18

pada nitrit oksida endotel. Kadar serum sEng mulai


meningkatkan beberapa bulan sebelum gejala klinis
preeklampsia timbul.

D. Manifestasi klinis
Penyebab preeklampsia masih belum diketahui, manifestasi
klinis preeklampsia mulai tampak sejak awal kehamilan berupa
perubahan patofisiologi yang timbul sepanjang kehamilan dan
akhirnya menjadi nyata secara klinis. Tanda klinis ini merupakan
akibat vasospasme, disfungsi endotel dan iskemia. Sejumlah besar
dampak sindrom preeklampsia pada ibu biasanya diuraikan
persistem organ, manifestasi klinis ini sering kali multipel dan
bertumpang tindih secara klinis.
1. Sistem kardiovaskular
Gangguan berat pada fungsi kardiovaskular normal lazim
terjadi pada preeklampsia. Gangguan ini berkaitan dengan
peningkatan afterload jantung yang disebabkan preeklampsia,
preload jantung, dan aktivasi endotel disertai ekstravasasi
cairan intravaskular kedalam ruang ekstrasel dan yang paling
penting kedalam paru-paru.
2. Darah dan koagulasi
Kelainan hematologis timbul pada beberapa perempuan
dengan preeklampsia. Salah satu kelainan yang lazim dijumpai
adalah trombositopenia. Selain itu, kadar beberapa faktor
pembekuan darah dalam plasma dapat berkurang dan eritrosit
dapat memperlihatkan bentuk yang aneh serta mengalami
hemolisis cepat.
3. Homeostasis volume
a. Perubahan endokrin
Kadar renin, angiotensin II, angiotensin 1-7, dan aldosteron
dalam plasma meningkat secara nyata selama kehamilan
normal. Pada kasus preeklampsia, meskipun volume darah

Universitas Muhammadiyah Palembang


19

berkurang, nilai-nilai ini berkurang secara nyata tetapi tetap


diatas nilai saat tidak hamil.
b. Perubahan cairan dan elektrolit
Pada perempuan dengan preeklampsia berat, volume cairan
ekstrasel yang bermanifestasi sebagai edema biasanya jauh
lebih besar dibandingkan pada perempuan dengan
kehamilan normal.
4. Ginjal
Selama kehamilan normal, aliran darah ginjal dan laju filtrasi
glomerulus meningkat secara bermakna, dengan memburuknya
preeklampsia akan timbul sejumlah perubahan anatomis dan
patofisiologi yang reversibel. Secara klinis perfusi ginjal dan
filtrasi glomerulus berkurang akibat penurunan volume
plasma, sebagian besar penurunan ini terjadi akibat
meningkatnya resistensi arteriol aferen. Penurunan filtrasi
menyebabkan nilai kreatinin serum meningkat yaitu 1 mg/mL
atau dapat lebih tinggi. Pada preeklampsia kadar natrium urin
dan kadar asam urat plasma biasanya meningkat sedangkan
ekskresi kalsium dalam urin berkurang akibat peningkatan
reabsorpsi kalsium ditubulus. Adanya proteinuria dalam
derajat apapun akan menegakkan diagnosis preeklampsia.
Nekrosis tubular akut jarang disebabkan oleh preeklampsia
saja. Meskipun derajat ringan penyakit ini dapat ditemukan
pada kasus yang tidak ditatalaksana, gagal ginjal secara klinis
selalu disebabkan oleh hipotensi akibat perdarahan yang
bersamaan.
5. Hepar
Perubahan pada hepar perempuan yang mengalami
preeklampsia digambarkan oleh lesi khas yang lazim
ditemukan adalah daerah-daerah perdarahan periportal pada
tepi hepar. Keterlibatan simtomatik, biasanya bermanifestasi
sebagai nyeri tekan derajat sedang hingga berat pada kuadran

Universitas Muhammadiyah Palembang


20

kanan atas atau pertengahan epigastrium. Pada beberapa kasus


terjadi peningkatan kadar amino serum-aspartat transferase
(AST) atau alanin transferase (ALT).
6. Otak
Edema otak menyeluruh dapat timbul pada sindrom
preeklampsia dan biasanya bermanifestasi sebagai perubahan
status mental yang bervariasi dari kebingungan hingga koma.
Nyeri kepala dan skotomata diduga timbul akibat hiperperfusi
serebrovaskular yang memiliki predileksi pada lobus
oksipitalis.
7. Perfusi uteroplasenta
Terganggunya perfusi uteroplasenta akibat vasospasme hampir
pasti merupakan penyebab utama meningkatnya angka
kesakitan dan kematian perinatal (Cunningham, FG., et al.
2014).

E. Komplikasi
Terdapat berbagai komplikasi preeklampsia diantaranya
adalah :
1. Sindrom HELLP (Hemolysis, Elevated Liver enzyme, Low
Platelets)
Sindrom HELLP ialah preeklampsia disertai timbulnya
hemolisis, peningkatan enzim hepar, disfungsi hepar, dan
trombositopenia. Diagnosis sindrom HELLP antara lain
didahului tanda dan gejala yang tidak khas (malaise, lemah,
nyeri kepala, mual, muntah), tanda-tanda hemolisis
intravaskular (khususnya kenaikan LDH (dehidrogenase
laktat), AST dan bilirubin indirek, tanda kerusakan atau
disfungsi sel hepatosit hepar (kenaikan ALT, AST, LDH), dan
trombositopenia ≤ 150.000/ml (Prawirohardjo, S. 2013).

Universitas Muhammadiyah Palembang


21

Berdasarkan kadar trombosit darah, klasifikasi sindrom


HELLP menurut Misissippi, yaitu :
1) Klas 1 : kadar trombosit ≤ 50.000/ml, LDH ≥ 600 IU/l,
AST dan/atau ALT ≥ 40 IU/l.
2) Klas 2 : Kadar trombosit 50.000 s.d 100.000/ml, LDH ≥
600 IU/l, AST dan/atau ALT ≥ 40 IU/l.
3) Klas 3 : Kadar trombosit > 100.000/ml, LDH ≥ 600 IU/l,
AST dan/atau ALT ≥ 40 IU/l (Prawirohardjo, S. 2013).
Klasifikasi sindrom HELLP menurut Tennesse, yaitu :
1) Sindrom HELLP komplit jika disertai seluruh kriteria
tersebut (hemolisis, peningkatan enzim hepar, dan
trombositopenia).
2) Sindrom HELLP parsial jika hanya terdapat satu atau dua
dari kriteria tersebut (Haq, A.N., 2014).
2. Gagal ginjal akut
Gagal ginjal akut terjadi akibat nekrosis tubulus ginjal. Bila
sebagian besar kedua korteks ginjal mengalami nekrosis, maka
terjadi nekrosis korteks ginjal yang bersifat irreversibel
(Prawirohardjo, S. 2013).
3. Gangguan penglihatan
Skotomata, penglihatan kabur, atau diplopia merupakan gejala
yang sering didapatkan pada preeklampsia. Kebutaan lebih
jarang ditemukan, biasanya reversibel dan dapat timbul dari
tiga daerah potensial. Ketiga daerah ini adalah korteks visual
pada lobus oksipitalis, nukleus genikulatum lateral, dan retina.
Di retina, lesi dapat mencakup iskemia, infark, dan ablasio
(Cunningham, FG., et al. 2014).
4. Edema serebri
Gejala-gejala edema serebri bervariasi dari letargi,
kebingungan, dan penglihatan kabur hingga obtundasi dan
koma. Perempuan preeklampsia sangat rentan terhadap
peningkatan tekanan darah yang hebat dan mendadak, yang

Universitas Muhammadiyah Palembang


22

akan memperburuk edema vasogenik menyeluruh secara akut


(Cunningham, FG., et al. 2014).
5. Perdarahan intrakranial
Perdarahan intrakranial meskipun jarang, dapat terjadi pada
preeklampsia (Prawirohardjo, S. 2013).
6. Edema paru
Penderita preeklampsia mempunyai risiko besar terjadinya
edema paru. Edema paru dapat disebabkan oleh payah jantung
kiri, kerusakan sel endotel pada pembuluh darah kapilar paru,
dan menurunnya diuresis (Prawirohardjo, S. 2013).
7. Eklampsia
Eklampsia merupakan kasus akut pada penderita preeklampsia
yang disertai dengan kejang menyeluruh dan koma. Pada
penderita preeklampsia yang akan kejang umumnya memberi
gejala-gejala atau tanda-tanda yang khas, yang dapat dianggap
sebagai tanda prodoma akan terjadinya kejang. Preeklampsia
yang disertai dengan tanda-tanda prodoma ini disebut sebagai
impending eclampsia atau imminent eclampsia
(Prawirohardjo,S. 2013).
8. Kenaikan morbiditas dan mortalitas janin
Preeklampsia memberi pengaruh buruk pada kesehatan janin
yang disebabkan oleh menurunnya perfusi uteroplasenta,
hipovolemi, vasospasme, dan kerusakan sel endotel pembuluh
darah plasenta. Dampak preeklampsia pada janin adalah
IUGR, oligohidramnion, prematuritas, dan solusio plasenta
(Prawirohardjo, S. 2013).

2.1.4 Berat badan lahir bayi


A. Definisi
Berat badan adalah suatu indikator kesehatan bayi baru lahir.
Berat badan lahir bayi adalah berat badan bayi yang di timbang
dalam waktu 1 jam pertama setelah lahir. Pengukuran ini dilakukan

Universitas Muhammadiyah Palembang


23

di tempat fasilitas (Rumah sakit, Puskesmas dan Polindes), sedang


bayi yang lahir di rumah waktu pengukuran berat badan dapat
dilakukan dalam waktu 24 jam (Kosim dkk, 2014).

B. Klasifikasi
Menurut Kosim dkk 2014, Berat badan lahir bayi dapat
dikelompokkan menjadi :
1. Bayi Berat Lahir Rendah
Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) adalah berat badan lahir
bayi kurang dari 2500 gram tanpa memandang usia gestasi
(Kosim dkk, 2014). Ada beberapa cara dalam mengelompokkan
BBLR (Proverawati, A., & Ismawati C. 2010) :
1) Menurut harapan hidupnya
a. Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) dengan berat lahir 1500-
2500 gram.
b. Bayi Berat Lahir Sangat Rendah (BBLSR) dengan berat
lahir 1000-1500 gram.
c. Bayi Berat Lahir Ekstrim Rendah (BBLER) dengan berat
lahir kurang dari 1000 gram.
2) Menurut masa gestasinya
a. Prematuritas murni yaitu masa gestasinya kurang dari 37
minggu dan berat badannya sesuai dengan berat badan
untuk masa gestasi atau biasa disebut neonatus kurang
bulan sesuai untuk masa kehamilan (NKB-SMK).
b. Dismaturitas yaitu bayi lahir dengan berat badan kurang
dari berat badan seharusnya untuk masa gestasi. Bayi
mengalami retardasi pertumbuhan intrauterin dan bayi
kecil untuk masa kehamilannya (KMK).

Universitas Muhammadiyah Palembang


24

Beberapa penyebab dari BBLR menurut Proverawati, A.


& Ismawati C. 2010 yaitu:
1. Faktor ibu
a. Penyakit
1) Mengalami komplikasi kehamilan seperti anemia,
perdarahan antepartum, preeklampsia berat,
eklampsia, dan infeksi kandung kemih
2) Menderita penyakit seperti malaria, infeksi menular
seksual, hipertensi, HIV/AIDS, TORCH, dan penyakit
jantung
3) Penyalahgunaan obat, merokok, dan konsumsi
alkohol
b. Kehamilan
1) Kehamilan pada usia < 20 tahun atau > 35 tahun
2) Jarak kelahiran yang terlalu dekat atau pendek
(kurang dari 1 tahun)
3) Mempunyai riwayat BBLR sebelumnya
c. Keadaan sosial ekonomi
1) Kejadian tertinggi pada golongan sosial ekonomi
rendah. Hal ini dikarenakan keadaan gizi dan
pengawasan antenatal yang kurang
2) Aktivitas fisik yang berlebihan
2. Faktor janin
Faktor janin meliputi kelainan kromosom, infeksi janin
kronik, gawat janin, dan kehamilan kembar.
3. Faktor plasenta
Faktor plasenta disebabkan oleh hidramnion, plasenta previa,
solutio plasenta, sindrom tranfusi bayi kembar (sindrom
parabiotik), dan ketuban pecah dini.

Universitas Muhammadiyah Palembang


25

4. Faktor lingkungan
Faktor lingkungan yang berpengaruh antara lain tempat
tinggal di dataran tinggi, terkena radiasi, serta terpapar zat
beracun.

Masalah pada bayi lebih sering dijumpai pada bayi kurang


bulan dan BBLR dibanding dengan bayi cukup bulan dan bayi
berat lahir normal. Bayi kurang bulan dan BBLR sering
mempunyai masalah sebagai berikut:
1) Ketidakstabilan suhu
Ketidakstabilan suhu terjadi akibat peningkatan hilangnya
panas, kurangnya lemak subkutan, rasio luas permukaan
terhadap berat badan yang besar serta produksi panas
berkurang akibat lemak coklat yang tidak memadai dan
ketidakmampuan untuk menggigil.
2) Kesulitan pernafasan
Kesulitan pernafasan terjadi akibat defisiensi surfaktan paru,
risiko aspirasi akibat belum terkoordinasinya refleks batuk,
refleks menghisap, refleks menelan, dan otot pembantu
pernafasan yang lemah.
3) Kelainan gastrointestinal dan nutrisi
Kelainan gastrointestinal dan nutrisi terjadi akibat motilitas
usus yang menurun, refleks hisap yang buruk, pengosongan
lambung tertunda, pencernaan dan absorpsi vitamin yang
larut dalam lemak berkurang, defisiensi enzim laktase pada
brush border usus, menurunnya cadangan kalsium, fosfor,
protein dan zat besi dalam tubuh, dan meningkatnya risiko
enterokolitis nekritikans.
4) Imaturitas hati
Konjugasi dan ekskresi bilirubin terganggu dan terjadi
defisiensi faktor pembekuan yang tergantung pada vitamin K.

Universitas Muhammadiyah Palembang


26

5) Imaturitas ginjal
Ketidakmampuan untuk mengekskresi solute load besar,
akumulasi asam anorganik dengan asidosis metabolik dan
ketidakseimbangan elektrolit.
6) Imaturitas imunologis
Tidak banyak transfer imunoglobulin G maternal melalui
plasenta selama trimester ketiga, fagositosis terganggu, dan
penurunan faktor komplemen.
7) Kelainan neurologis
Refleks isap dan telan yang imatur, penurunan motilitas usus,
apnea dan bradikardia berulang, perdarahan intraventrikel
dan leukomalasia periventrikel, pengaturan fungsi cerebral
yang buruk, Hypoxic ischemia encephalopaty (HIE),
retinopati, kejang, dan hipotonia.
8) Kelainan kardiovaskular
Kelainan kardiovaskular berupa Patent ductus arteriosus
(PDA), hipotensi atau hipertensi.
9) Kelainan hematologis
Kelainan hematologis berupa anemia, hiperbilirubinemia,
Disseminated Intravascular Coagulation (DIC), dan
Hemorrhagic Disease Of The Newborn (HDN).
10) Metabolisme
Kelainan metabolisme berupa hipokalsemia dan hipoglikemia
atau hiperglikemia (Kosim dkk, 2014).

2. Bayi Berat Lahir Normal


Bayi berat lahir normal adalah 2.500-4.000 gram dengan
usia gestasi 37-42 minggu (Kosim dkk, 2014).

3. Bayi Berat Lahir Lebih


Bayi berat lahir lebih adalah bayi yang dilahirkan dengan
berat badan lahir lebih > 4000 gram (Kosim dkk, 2014). Bayi

Universitas Muhammadiyah Palembang


27

dengan berat badan lahir lebih bisa disebabkan karena adanya


pengaruh dari kehamilan posterm, bila terjadi perubahan
anatomi pada plasenta maka terjadi penurunan berat janin,
setelah umur kehamilan 36 minggu grafik rata-rata pertumbuhan
janin mendatar dan tampak adanya penurunan sesudah 42
minggu. Namun, seringkali plasenta masih dapat berfungsi
dengan baik sehingga berat janin bertambah terus sesuai dengan
bertambahnya umur kehamilan. Risiko persalinan bayi dengan
berat >4000 gram pada kehamilan posterm meningkat 2-4 kali
lebih besar dari kehamilan aterm (Prawirohardjo, S. 2013).

C. Faktor yang mempengaruhi berat badan lahir bayi


Berat badan lahir bayi merupakan hasil interaksi dari
berbagai faktor melalui suatu proses yang berlangsung selama
dalam kandungan. Menurut Rusida dkk 2012, faktor-faktor yang
dapat mempengaruhi berat badan lahir bayi adalah sebagai berikut:
1. Faktor internal yang mempengaruhi berat badan lahir bayi
antara lain sebagai berikut :
a) Usia ibu
Semakin muda dan semakin tua usia seorang ibu yang
sedang hamil, akan berpengaruh terhadap kebutuhan gizi
yang diperlukan. Usia muda perlu tambahan gizi yang
banyak karena selain digunakan untuk pertumbuhan dan
perkembangan dirinya sendiri juga harus berbagi dengan
janin yang sedang dikandung. Usia yang tua perlu energi
yang besar juga karena fungsi organ yang makin melemah
dan diharuskan untuk bekerja maksimal maka memerlukan
tambahan energi yang cukup untuk mendukung kehamilan
yang sedang berlangsung.
b) Jarak kehamilan/kelahiran
Kehamilan yang perlu diwaspadai adalah jarak persalinan
terakhir dengan awal kehamilan sekarang kurang dari 2

Universitas Muhammadiyah Palembang


28

tahun, bila jarak terlalu dekat maka rahim dan kesehatan


ibu belum pulih dengan baik. Keadaan ini perlu
diwaspadai kemungkinan pertumbuhan janin kurang baik,
persalinan lama atau perdarahan.
c) Paritas
Paritas merupakan faktor yang sangat berpengaruh
terhadap hasil konsepsi karena ibu yang pernah hamil atau
melahirkan anak 4 kali atau lebih, selain mukosa-mukosa
dalam rahimnya sudah tidak bagus, kondisi kandungannya
belum terlalu baik dan sempurna untuk janin.
d) Kadar Hemoglobin
Pada ibu hamil yang menderita anemia berat dapat
meningkatkan risiko morbiditas maupun mortalitas ibu
dan bayi, kemungkinan terjadi BBLR dan prematur juga
lebih besar.
e) Status Gizi Ibu Hamil
Status gizi ibu hamil menentukan berat badan lahir bayi
sehingga pemantauan gizi ibu hamil sangatlah penting
dilakukan.
f) Penyakit Saat Kehamilan
Penyakit pada saat kehamilan yang dapat mempengaruhi
berat bayi lahir diantaranya adalah diabetes melitus
gestasional, cacar air, hipertensi, penyakit infeksi TORCH
dll.
2. Faktor eksternal meliputi kondisi lingkungan, pekerjaan ibu
hamil, tingkat pendidikan, pengetahuan gizi, dan sosial
ekonomi.
a) Kondisi lingkungan
Salah satu faktor penyebab bayi berat lahir rendah adalah
tempat tinggal didataran tinggi.

Universitas Muhammadiyah Palembang


29

b) Pekerjaan ibu hamil


Pekerjaan pada ibu hamil dengan beban atau aktivitas
yang terlalu berat dan berisiko akan mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim karena
adanya hubungan aksis fetoplasenta dan sirkulasi
retroplasenta yang merupakan satu kesatuan. Bila terjadi
gangguan atau kegagalan salah satu akan menimbulkan
risiko pada ibu (gizi kurang dan anemia) atau pada janin
(BBLR).
c) Tingkat pendidikan
Pendidikan dapat mempengaruhi seseorang termasuk juga
perilaku seseorang akan pola hidup, terutama dalam
memotivasi sikap berperan serta dalam perkembangan
kesehatan.
d) Pengetahuan gizi
Pengetahuan yang dimiliki seorang ibu akan
mempengaruhi dalam pengambilan keputusan dan juga
akan berpengaruh pada perilakunya. Ibu dengan
pengetahuan gizi yang baik, kemungkinan akan
memberikan gizi yang cukup bagi bayinya.
e) Sosial ekonomi
Seseorang dengan ekonomi yang tinggi kemudian hamil
maka kemungkinan besar sekali gizi yang dibutuhkan
tercukupi ditambah lagi adanya pemeriksaan membuat gizi
ibu semakin terpantau.

2.1.5 Pengaruh Preeklampsia terhadap Berat Badan Lahir Bayi


Preeklampsia merupakan 5-15% penyulit kehamilan dan
merupakan salah satu dari tiga penyebab tertinggi mortalitas dan
morbiditas ibu bersalin. Di Indonesia mortalitas dan morbiditas
preeklampsia masih cukup tinggi. Preeklampsia dapat menyebabkan
morbiditas atau kesakitan pada ibu (kejang eklampsia, perdarahan otak,

Universitas Muhammadiyah Palembang


30

edema paru, gagal ginjal akut dan pengumpalan atau pengentalan darah
didalam pembuluh darah) serta morbiditas terhadap janin (pertumbuhan
janin terhambat, kematian janin, solusio plasenta, dan kelahiran
prematur), selain itu preeklampsia juga masih merupakan penyebab
utama kematian pada ibu (Prawirohardjo, S. 2013).
Berat badan lahir bayi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor,
baik faktor ibu, faktor dari janin sendiri maupun faktor plasenta
(Xiong,X.dkk, 2002). Faktor tekanan darah dalam kehamilan
mempunyai pengaruh terhadap berat badan lahir. Tingginya tekanan
darah ibu hamil berkaitan dengan gangguan vaskular yang dapat
mengakibatkan rendahnya asupan nutrisi dan oksigen untuk janin. Hal
ini tentunya dapat mengakibatkan gangguan terhadap proses tumbuh
kembang janin (Barker, DJP, Osmond C. 2006).
Pada kehamilan normal, terjadi invasi trofoblas kedalam lapisan
otot arteri spiralis yang menimbulkan degenerasi lapisan otot tersebut
sehingga terjadi dilatasi arteri spiralis. Invasi trofoblas juga memasuki
jaringan sekitar arteri spiralis yang menyebabkan jaringan matriks
menjadi longgar sehingga terjadi penurunan tekanan darah, penurunan
resistensi vaskular dan peningkatan aliran darah uteroplasenta agar
aliran darah kejanin tercukupi dan perfusi kejaringan juga meningkat,
sehingga dapat menjamin pertumbuhan janin dengan baik. Proses ini
dinamakan remodeling arteri spiralis (Prawirohardjo, S. 2013).
Pada preeklampsia terjadi kegagalan invasi sel-sel trofoblas pada
lapisan otot arteri spiralis dan jaringan matriks sekitarnya. Lapisan otot
arteri spiralis menjadi tetap kaku dan keras akibatnya lumen arteri
spiralis tidak mengalami distensi dan vasodilatasi. Hal tersebut
menyebabkan arteri spiralis relatif mengalami vasokontriksi dan terjadi
kegagalan remodeling arteri spiralis sehingga aliran darah uteroplasenta
menurun dan terjadi hipoksia serta iskemia plasenta. Plasenta yang
mengalami iskemia dan hipoksia akan menghasilkan radikal bebas.
Salah satu radikal bebas yang dihasilkan adalah radikal hidroksil yang
sangat toksik, khususnya terhadap membran sel endotel pembuluh

Universitas Muhammadiyah Palembang


31

darah. Radikal hidroksil akan merusak membran sel yang mengandung


banyak asam lemak tidak jenuh menjadi peroksida lemak. Peroksida
lemak sebagai oksidan/radikal bebas yang sangat toksis ini akan beredar
di seluruh tubuh dalam aliran darah dan akan merusak membran sel
endotel sehingga terjadi disfungsi endotel yang dapat menyebabkan
gangguan metabolisme prostaglandin, agregasi sel-sel trombosit,
perubahan khas pada endotel kapilar glomerulus, peningkatan
permeabilitas kapilar, peningkatan produksi bahan-bahan vasopresor
yaitu endotelin dan peningkatan faktor koagulasi (Prawirohardjo, S.
2013).

Gambar 2.1. Invasi trofoblas pada preeklampsia dan non preeklampsia


Sumber : Cunningham, F.G. et.al. 2014

Menurunnya aliran darah ke plasenta mengakibatkan gangguan


fungsi plasenta, maka fungsi plasenta yang mengalirkan nutrisi dan
oksigen pada janin terganggu. Akibatnya, janin dalam kandungan akan
kekurangan nutrisi dan oksigen serta dapat menyebabkan IUGR.
Keadaan lain juga diperjelas akibat kegagalan arteri spiralis di
miometrium, disamping itu juga terjadi arterosis akut pada arteri
spiralis yang dapat menyebabkan lumen arteri bertambah kecil, keadaan
ini akan menyebabkan infark plasenta dan bisa menyebabkan hipoksia
janin. Preeklampsia juga dapat meningkatkan kejadian morbiditas dan
mortalitas pada neonatus. Penyebab kematian tertinggi menunjukkan
bahwa proporsi neonatal kelompok umur 0-7 hari adalah BBLR sebesar

Universitas Muhammadiyah Palembang


32

35%, dan bayi lahir dengan asfiksia sebesar 33,6%. Penyakit penyebab
kematian neonatal kelompok umur 8-28 hari tertinggi adalah infeksi
(tetanus, sepsis, pneumonia, dan diare) sebesar 57,1%, kemudian
feeding problem sebesar 14,3% (Mallisa, B,. & Towidjojo.V.D. 2014).
Preeklampsia memberi dampak buruk pada kesehatan janin yang
disebabkan oleh menurunnya perfusi uteroplasenta, hipovolemia,
vasospasme, dan kerusakan endotel pembuluh darah plasenta. Dampak
preeklampsia pada janin adalah:
1. IUGR dan oligohidramnion
2. Peningkatan morbiditas dan mortalitas janin, secara tidak langsung
akibat IUGR, prematuritas, oligohidramnion dan solusio plasenta
(Prawirohardjo, S. 2013).

Universitas Muhammadiyah Palembang


33

2.2 Kerangka Teori

Invasi trofoblas Ketidakseimbangan Intoleransi Stres


abnormal faktor angiogenik imunologik oksidatif
dengan faktor
antiangiogenik
Kegagalan ↓ HLA G Apopotosis
remodeling arteri dan nekrotik
spiralis Disfungsi trofoblas
Trofoblas
endotel
lisis oleh sel
Hipoksia dan Lepasnya
NK ibu
iskemia plasenta debris
↓ Prostaglandin
trofoblas
↑ Tromboksan
Radikal A2
Respon inflamasi
bebas

Vasokontriksi arteriola

Preeklampsia

Penurunan aliran utero plasenta

Hipoksia dan iskemia palsenta

Hambatan nutrisi dan oksigenasi

Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)

Universitas Muhammadiyah Palembang


34

2.3 Hipotesis
Ho: Tidak ada perbedaan berat badan lahir bayi pada ibu dengan preeklampsia
dan non preeklampsia di Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang.
H1: Ada perbedaan berat badan lahir bayi pada ibu dengan preeklampsia dan
non preeklampsia di Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang.

Universitas Muhammadiyah Palembang

Anda mungkin juga menyukai