Anda di halaman 1dari 58

Objektif

Memahami definisi kejang dan status epileptikus dan

bahayanya terhadap gangguan metabolisme serebral

Memahami gejala, diagnosis dan penyebab kejang dan

status epileptikus

Memahami prognosis kejang dan status epileptikus

Memahami penatalaksanaan kejang dan status

epileptikus
Definisi
Tradisional:”….aktivitas bangkitan terus
menerus lebih dari 30 menit atau ≥ 2 rentetan
bangkitan tanpa adanya periode sadar penuh
diantara bangkitan tersebut”
Modern : > 5-10 menit.
Praktis : Setiap pasien yang masih disaksikan
kejang hendaklah dianggap status konvulsif.
Etiologi
25

20

15

10

DeLorenzo et al, Epilepsia’92


Etiologi
• Proses akut:
– Imbalans elektrolit, mis: Na+, Ca 2+
– Cerebrovascular accident
– Trauma
– Toksisitas Obat
– Anoxia serebral
– Infeksi SSP
– Sepsis
– Gagal Ginjal
• Proses kronik:
– Riwayat epilepsi
– Kepatuhan OAE yang tidak baik atau perubahan jenis OAE
– Alkoholisme kronik
– Tumor otak atau SOL
Kejang
• salah satu intracranial secondary insult
• yang sering dilihat manisfestasi motorik
• terjadi selama beberapa detik sampai menit
• terjadi perubahan hemodinamik dan respirasi,
terutama terlihat dari denyut jantung dan
tekanan darah

Mirski MA. Presentation and Pathophysiology of Seizures in the Critical Care Environment: An Overview. Dalam:
Varelas PN, Susan S. Spencer SS. Seizures in Critical Care:A Guide to Diagnosis and Therapeutics. Humana Press
Inc.New Jersey. 2005:1-20 6
Status Epileptikus

generalized convulsive status epilepticus (GCSE)


klasik berupa manifestasi motorik atau dapat
manifestasi motorik yang subtle jika status epileptikus
memanjang
focal motor status epilepticus (FMSE), atau epilepsia
partialis continuans,
relatif jarang ditemukan berupa kedutan motoris
yang kontinyu pada satu ekstemitas atau sisi wajah,
jenis ini sulit dikontrol dengan obat

Mirski MA. Presentation and Pathophysiology of Seizures in the Critical Care Environment: An Overview.
Dalam: Varelas PN, Susan S. Spencer SS. Seizures in Critical Care:A Guide to Diagnosis and Therapeutics. Humana Press Inc.New Jersey. 2005:1-20

7
Status Epileptikus

nonconvulsive status epilepticus (NCSE)


variasi yang luas dari kejang nonmotorik yang
kontinyu, dapat berupa absence status epileptikus,
parsial-komplek status epileptikus, subtle status
epileptikus, nontonik–klonik status epileptikus dan
subklinikal status epileptikus, dimana pada tipe ini
lebih sering ditemukan pasien tanpa terlihat kejang
tetapi kesadarannya menurun bahkan koma

Mirski MA. Presentation and Pathophysiology of Seizures in the Critical Care Environment: An Overview.
Dalam: Varelas PN, Susan S. Spencer SS. Seizures in Critical Care:A Guide to Diagnosis and Therapeutics. Humana Press Inc.New Jersey. 2005:1-20

8
Nonconvulsive status epilepticus (NCSE)

• Manifestasi klinis bermacam-macam termasuk koma,


konfusi, somnolen, perubahan affek, fugue states,
aphasia, abnormal autonomik, gejala vegetative,
delusi, halusinasi dan paranoia
• dapat dibagi menjadi umum (absence), fokal (parsial
komplek) atau lainnya
• Keadaan epileptic twilight state, dimana intact
arousal dengan impairment of attention juga dapat
merupakan gejala nonconvulsive seizure
• Nonconvulsive status epilepticus (NCSE) harus
merupakan diagnosis banding dari koma dimana
sampai 8% pasien koma ternyata mengalami
nonconvulsive status epilepticus (NCSE)
Bassin S, Smith TL,BleckTP. Clinical review: Status epilepticus. Critical Care 2002, 6:137-142

9
kejang nonconvulsive

• sulit untuk dikenali


• perekaman EEG secara kontinyu (cEEG)
• respon klinis berupa perubahan hemodinamik
yang sifatnya mendadak, berulang dengan pola
yang sama dapat membantu menegakkan
diagnosis kejang
• berbagai mekanisme dapat menimbulkan
perubahan denyut jantung selama kejang
10
kejang

peningkatan aktifitas saraf otonom adrenergik


→ takiaritmia
pelepasan listrik dari fokus epileptik
→ perubahan irama dan kecepatan denyut
jantung

Smith EW. Lim SH. Heart rate changes during partial seizures: A study amongst Singaporean patients. BMC
Neurology 2001, 1:5

11
kejang
Fase inisial
– peningkatan aktivitas simpatik akan mempengaruhi
sistemik dan otak
– tekanan darah, kadar glukosa dan laktat ↗
– pH↘
Fase lanjut(> 30 menit)
– tekanan darah , kadar glukosa ↘ (bahkan lebih rendah
dari normal)
– kadar laktat normal → kompensasi sistem respiratori
– hipertermia

12
kejang
Keadaan ini bukan lebih baik
↗ tekanan darah ≈ ↗ cerebral blood flow ≈ ↗
kebutuhan 

↘ tekanan darah ≈ ↘ cerebral blood flow ≠


kebutuhan 

peningkatan suhu → ketidakseimbangan>>

13
Perubahan klinis saat kejang
EEG
frekuensi nafas
frekuensi denyut jantung
EKG
tekanan darah
saturasi oksigen
heart rate variability
cardiac vagal tone

O’Regan ME, Brown JK. Changes in Cardiac and Respiratory Function during Seizures. Developmental Medicine
& Child Neurology 2005, 47: 4–914
Perubahan klinis saat kejang
Pada kejang fokal sering ditemukan frekuensi
nafas yang abnormal
 takipnoea (56%)
 apnoea (30%)
 frequent respiratory pauses (70%)
 hipoksemia (40%)

15
Perubahan klinis saat kejang
Peningkatan tekanan darah tidak sebanding
dengan lamanya kejang tetapi sesuai dengan
luas area otak yang tereksitasi

Epstein MA, Sperling MR, O'Connor MJ. Cardiac rhythm during temporal lobe seizures. Neurology
1992;42;5016
Bahaya Status Konvulsif

Kejang lama akan menyebabkan


kerusakan otak permanen

Cedera
Otak
Komplikasi Sistemik Status Konvulsif
• SSP
– Hipoksia serebral o Metabolik
– Edema Serebral o Dehidrasi
– Perdarahan serebral o Gangguan elektrolit:
– Trombosis vena serebral hiponatremia, hipoglikemia,
hiperkalemia
• Kardiovaskular o Asidosis metabolik
– Infark miokard o Nekrosis tubular asidosis
– Hipo/hipertensi o Nekrosis hepatik akut
– Aritmia o Pankreatitis akut
– Henti jantung
– Syok Kardiogenik o Lain-lain
• Sistem Respirasi o Sindroma disfungsi organ
multiple
– Apnea/hypopnea
o DIC
– Gagal Napas
o Rhabdomyolisis
– Pneumonia aspirasi
– Hipertensi pulmoner
– Emboli paru
Kejang dan Cedera Otak
• Sangat sering ditemukan (19% pasien Cedera
otak)
• nonconvulsive seizure 34-92%
• 76 % dari pasien tersebut mengalami
nonconvulsive status epileptikus

Claassen J, Mayer SA, Kowalski RG, EmersonRG, Hirsch LJ.


Detection of electrographic seizures with continuous EEG monitoring in critically ill patients. Neurology
2004;62:1743–8

20
Resiko kejang

Annegers JF, Hauser WA, Coan SP, Rocca WA.


A population-based study of seizures after traumatic brain injuries. N Engl J Med 1998;338:20-4

21
22
faktor resiko kejang
– koma saat pemeriksaan
– usia muda; ≤ 18 tahun
– riwayat epilepsi
– didapatkan kejang konvulsi pada pengamatan awal

Jika tidak terdapat faktor resiko atau hanya


satu maka kemungkinan kejang 18%, dua
faktor resiko 40%, tiga faktor resiko 65% dan
jika terdapat semua menjadi 88%
Claassen J, Mayer SA, Kowalski RG, EmersonRG, Hirsch LJ.
Detection of electrographic seizures with continuous EEG monitoring in critically ill patients. Neurology
2004;62:1743–8
23
faktor resiko kejang
– kontusio otak
– subdural hematoma
– fraktur tulang tengkorak
– hilang kesadaran atau amnesia > 24 jam
– usia > 65 tahun

24
faktor resiko kejang
– early seizures
– penurunan kesadaran lebih dari satu minggu
– penetrasi dura
– fraktur impresi yang tidak dikoreksi
– pupil yang tidak reaktif

25
faktor resiko kejang
perdarahan intra serebral
fraktur linier atau impresi
luka tembus
defisit neurologis fokal
amnesia > 24 jam

26
Intracerebral hemorrhage
• lesi yang mengancam jiwa
• efek masa yang progresif
• menimbulkan kerusakan neurologik
• Kejang sering timbul pada perdarahan intra
serebral dan kadang dipakai sebagai gejala kinis
• kejang pada ICH vs lesi iskemik (27,8% vs 6,0%)
• ≈ perdarahan lobar dan subkortikal
• ≈ menurunnya fungsi neurologi
• ≈ perburukan pergeseran garis tengah
Vespa PM, O’Phelan K, Shah M, Mirabelli J, Starkman S, Kidwell C et all.
Acute seizures after intracerebral hemorrhage: A factor in progressive midline shift and
outcome.Neurology 2003;60;1441-627
Terapi profilaksis
• cedera otak berat
• riwayat penurunan kesadaran atau amnesia yang lama
• perdarahan intra serebral
• Kontusio
• fraktur impresi

phenytoin, dimulai dengan IV loading dose sesegera mungkin untuk


menurunkan resiko kejang paska trauma dalam 7 hari (early onset
post-traumatic seizures)
Tetapi profilaksis lanjutan setelah 7 hari dengan phenytoin,
carbamazepine atau valproate tidak secara rutin dianjurkan untuk
mencegah kejang paska trauma yang timbul setelah 7 hari (late
onset post-traumatic seizures)

Chang BS, Lowenstein DH. Practice parameter: Antiepileptic drug prophylaxis in severe traumatic brain
injury:
Report of the Quality Standards Subcommittee of the American Academy of Neurology. Neurology28
2003;60;10-6
29
Tatalaksana
prinsip utama dalam tatalaksana kejang
1.penghentian secepatnya kejang untuk
mencegah secondary physiological dan
biochemical insults yang akan memperberat
cedera
2.pencegahan aktivitas kejang agar jangan
berulang
• Observasi yang ketat pada tanda vital dengan
menjaga oksigenasi dan perfusi yang adekuat.
• Penilaian penyebab kejang harus dibuat dan tidak
boleh berasumsi hanya karena sebab primer di
kepala, karena pada pasien kritis terdapat banyak
stresor metabolik dan farmakologik yang akan
mencetuskan kejang
• Stresor:hipoglikemia, hiponatremia, hipocalcemia,
hipophosphatemia, hipoksemia, hipocarbia,
alcohol/recreational drug withdrawal, demam,
meningoencephalitis dan kegagalan hati atau ginjal
Tatalaksana

Kejang yang tidak berhenti harus diberantas


dengan sedative hypnotic agents dosis tinggi
 lorazepam (1–2 mg)
 diazepam (10–20 mg)
 midazolam (2–5 mg)
 sodium thiopentone (100–300 mg)
 propofol (50–200 mg)
Tatalaksana
kejang berulang atau sulit dihentikan
→ Status Epileptikus:
Benzodiazepine dosis yang lebih tinggi (5–10 mg
lorazepam, 20–40 mg diazepam atau 5–20 mg
midazolam), dan jika kejang terus berlanjut maka
dimulai drip propofol (150 µg/kg/min), thiopental
(0.3–0.4 mg/kg/min), atau pentobarbital (0.2–0.4
mg/kg/min) dengan pemantauan EEG sampai
tercapai gambaran EEG burst suppression
Tatalaksana
Dosis pemeliharaan
Pasien yang belum pernah mendapat obat
phenytoin (15–18 mg/kg loading dose
dilanjutkan 300–400 mg/hari untuk mencapai
kadar terapi 10–20 µ/dL)
valproic acid (15–20 mg/kg loading dose, 600–
3000 mg/hari)
carbamazepine (600–1200 mg/hari)
Pasien yang sudah pernah mendapat obat harus
diperiksa apakah kadar dalam darahnya sudah
mencapai kadar terapi
Beaumont A, Sinson G. Traumatic Brain Injury and Seizures in the ICU. Dalam: Varelas PN, Susan S. Spencer SS.
Seizures in Critical Care:A Guide to Diagnosis and Therapeutics. Humana Press Inc. New Jersey. 2005:81-100
Menit ke – 0
Tegakkan diagnosis

Bila memungkinkan lakukan EEG secepat


mungkin, tetapi jangan sampai menunda
terapi, kecuali verifikasi EEG untuk
diagnosis memang penting
Menit ke – 5
Infus NaCl 0,9% (larutan D5% dapat mengendapkan
phenytoin)
Periksa kimia darah (Elektrolit, Ureum, Creatinin),
hematologi, dan kadar obat anti epilepsi
Periksa KGDS dengan stik gula darah
Jika ada indikasi berikan tiamin 100 mg diikuti glukosa
50% iv bolus
Menit ke – 10
Berikan diazepam 0,2 mg/kg (10-20 mg
iv) selama 2-5 menit

Bila kejang berulang, ulangi pemberian


diazepam dengan dosis yang sama 5
menit kemudian (maksimal 2 kali)
Menit ke – 25
Jika Status Konvulsif berlanjut, berikan
phenytoin 15-20 mg/kg bolus iv pelan-pelan
(kecepatan ≤ 50 mg/menit); pantau TD dan
EKG selama infus

Jika kejang belum berhenti berikan tambahan 5


mg/kg dan, jika perlu tambahkan lagi 5 mg/kg,
maksimum 30 mg/kg
Menit ke – 60 -- ICU
 Jika Status Konvulsif berlanjut, berikan penobarbital (20 mg/kg)
bolus iv (<100 mg/menit) atau
 Barbiturat dengan pentobarbital (5 – 15 mg/kg) pelan-pelan dan
lanjutkan dengan dosis 0,5 – 5 mg/kg/jam;turunkan kecepatan
infus bertahap; pantau TD, EKG, dan pernafasan.
 Jika masih kejang ganti terapi dengan infuspropofol kontinyu (1
mg/kg dalam 5 menit, lalu 2 – 4 mg/kg/jam; sesuaikan hingga 1 –
15 mg/kg/jam) atau gunakan midazolam (0,2 mg/kg injeksi
bolus,di ikutiinfus 0,05 – 0,5 mg/kg/jam)
Algoritma
Urea & elektrolit
Resusitasi Kardiopulmoner DPL
Monitoring CK
IV line Glukosa
Ambil sampel darah LFT
Periksa glukosa Ca2+, PO4-, Mg2+
Toksikologi
AGD

Diazepam
0,2 mg/kg dg kec < 2mg/min

Bangkitan dan
Ya
faktor penyebab
dikoreksi?

Tidak
Tidak
Fenitoin
20 mg/kg dg kec <50 mg/kg
ATAU
Fosfenitoin
Equivalen fenitoin20 mg/kg dg kec <150 mg/kg

Pertahankan keadaan
Ya
Penyembuhan tsb sambil
Bangkitan berhenti?
Pemulihan kesadaran
Tidak
Fenitoin
Dosis tambahan 5-10mg/kg sampai total 30mg/kg
ATAU
Fosfenitoin
Equivalen fenitoin 5-10mg/kg sampai total 30mg/kg

Ya
Bangkitan berhenti?

Tidak
Tidak

ICU atau adakah Ya


gangguan Anestesia umum
sistemik mayor? Propofol ATAU Thiopental

Tidak
60 menit
Bangkitan berhenti?
Efek samping fenitoin (IV cepat)
• Hipotensi
• bradikardia
• aritmia
• cardiovascular collapse
• Iritasi vena
• thrombophlebitis Purple Glove Syndrome.pptx

44
Purple Glove Syndrome

45
Efek samping (concentration-related)
• >20 mcg/mL : Far lateral nystagmus
• >30 mcg/mL : 45° lateral gaze nystagmus and
ataxia
• >40 mcg/mL : perubahan mental
• >100 mcg/mL : mati

46
Perhatian !!!
• Intra vena loading, oral loading dan
start/restart oral dose akan mencapai kadar
serum ≥ 10 µ/dL
• Kadar terapi akan tercapai dalam 3-5 hari
• steady state pada tercapai dalam 7-10 hari
• Pada pasien cedera otak berat yang dirawat di
ICU dapat terjadi variabilitas yang luas dari
kadar serum phenytoin

47
Perhatian !!!
loading dose phenytoin 15–20 mg/kg dilanjutkan 300
mg/hari sebagai dosis maintenance

hari ke 1
41,18% dengan kadar < 10 µ/dL
38,24% dengan kadar 10,1-20 µ/dL
20,59% dengan kadar >20 µ/dL
hari ke 5
47,06% dengan kadar < 10 µ/dL
29,41% dengan kadar 10,1-20 µ/dL
23,53% dengan kadar >20 µ/dL

Pillai LV, Vaidya N, Khade AD, Hussainy S.


Variability of serum phenytoin level in critically ill head injured patients in intensive care unit. Indian J
Crit Care Med 2008,12:24-7
48
Prognosis status konvulsif

• Mortalitas 17-23%
• Defisit neurologi baru : ~11%
• Perburukan fungsional ~23%
• Prediktor buruknya keluaran
– Usia
– Etiologi
– Lamanyakejang
Kesimpulan
Pengenalan jenis kejang harus lebih ketat,
tidak hanya generalized convulsive seizure
yang merupakan kejang yang klasik tetapi juga
focal motor seizure dan nonconvulsive seizure
mempunyai variasi yang luas, terutama jika
berlanjut menjadi status epileptikus.

50
Kesimpulan
Penggunaan cEEG sebaiknya dilakukan pada
pasien dengan resiko tinggi tetapi jika tidak
ada maka gejala otonom berupa perubahan
hemodinamik yang sifatnya mendadak,
berulang dengan pola yang sama dan
beberapa manifestasi klinis dapat dicurigai
sebagai kejang.

51
Kesimpulan
Manifestasi klinis lain seperti koma, konfusi,
somnolen, perubahan affek, fugue states,
aphasia, abnormal autonomik, gejala
vegetative, delusi, halusinasi dan paranoia juga
dapat membantu menegakkan diagnosis
kejang.

52
Kesimpulan
Terdapat dua prinsip utama dalam tatalaksana
kejang
Pertama penghentian secepatnya kejang
untuk mencegah secondary physiological dan
biochemical insults yang akan memperberat
cedera
Kedua pencegahan aktivitas kejang agar
jangan berulang.

53
Kesimpulan
Pada pasien yang mendapatkan terapi
phenytoin harus diukur secara periodik kadar
dalam plasma walaupun pada pasien telah
tidak didapatkan kejang atau tanda intoksikasi.

54
This is your brain

55
This is seizure

56
57
Any question ?!#*?

58

Anda mungkin juga menyukai