Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN KASUS

Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik


di Bagian Saraf

“MYELITIS, TB, PNEUMONIA DAN HIV”

Diajukan Kepada:
Pembimbing: dr. Nurtakdir Kurnia Setiawan, Sp.S, MSc

Disusun Oleh:
Adillia Yurivka U.S. H2A011001

KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN SARAF


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH AMBARAWA
2016
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. S
Umur : 30 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Kalidukuh, Kabupaten Semarang
Pekerjaan : Swasta
Pendidikan : SLTP
Status : Sudah menikah
No. RM : 0966xx
Masuk RS : 18 Februari 2016

II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara Autoanamnesis dengan pasien tanggal 27
Februari 2016, pukul 06.30
Keluhan utama :
Kaki sulit digerakan
Riwayat Penyakit Sekarang :
± 6 bulan SMRS pasien mulai mengeluhkan batuk. Awalnya pasien
mengaku sedang dalam pengobatan penyakit HIV tetapi karena gejala mual
dan muntah, pasien berhenti minum obat dan munculah gejala batuk. Batuk
dirasakan kering dan jarang, hanya saat pasien bangun dari tidur dan
menjelang tidur. Biasanya saat pasien terkena debu batuk akan dirasakan
semakin parah, sedangan saat pasien meminum obat dari warung batukpun
mereda. Pasien mengeluhkan sering diare dan tidak nafsu makan sehingga
berat badan pasien turun, pasien tidak mengeluhkan adanya mual ataupun
muntah, tidak ada kelemahan anggota gerak badan, pelo, maupun perot.
± 3 bulan SMRS pasien mengeluh batuk yang awalnya dirasakan kering
kemudian lama-kelamaan disertai dahak berwarna kehijauan dengan
konsistensi kenyal serta lengket dan mudah untuk dikeluarkan. Saat itu pasien
berobat ke puskesmas dan mendapatkan obat batuk sirup, stelah meminumnya
batukpun mereda. Pasien mengeluhkan sering mual-mual tanpa muntah, berat

2
badan turun drastis tetapi tidak ada kelemahan anggota gerak badan, pelo,
maupun perot.
± 1 bulan SMRS pasien mulai mengeluhkan batuk yang dialaminya
semakin parah. Kali ini dahak dari batuk susah sekali untk dikeluarkan
sehingga tenggorokan pasien sering merasa gatal. Walaupun pasien sudah
meminum oabat batuk tidak kunjung mereda. Batuk semakin sering dirasakan
saat itu. Pasien juga mengeluhkan sering mual-mual dan muntah, sariawan
pada gusi dan bibir, berat badan turun drastis sehingga pasien merasa kurus
sekali, tidak ada kelemahan anggota gerak badan, pelo, maupun perot.
Saat pasien masuk rumah sakit mengeluhkan batuk dirasakan semakin
parah. Batuk saat itu sulit untuk dikeluakan dahaknya sehingga pasien
merasakan sering mual dan ingin muntah. Batuk disakan hampir setiap saat.
Pasien mengaku tidak minum obat apapun karena perasaan mual dan muntah
tersebut. Obat dari warungpun tidak membuat batuk menjadi reda. Selain
batuk pasien mengeluhkan diare disertai lendir, sariawan pada mulut yang
tidak kunjung sembuh, penurunan berat badan disertai mulai lemasnya kedua
kaki terutama kaki kiri. Dari IGD pasien dimasukan dalam kasus interna
sehingga dirawat oleh TS IPD.
± 5 hari setelah masuk rumah sakit pasien mengeluhkan kaki kiri sama
sekali tidak bisa digerakan sehingga TS IPD mengkonsultasikan pada bagian
syaraf. Awalnya saat pasien baru masuk RS mengeluhkan kedua kaki terasa
lemas lama kelamaan kaki kiri tidak bisa digerakan sama sekali, kaki tidak
bisa diangkat dan hanya bisa menggeser kakinya saja. Keluhan ini dirasakan
setiap saat tanpa jeda waktu. Pasien dapat merasaan perabaan tetapi tidak bisa
menggerakan kaki kiri. Tidak ada hal yang bisa memperingan keluhanya
tersebut ataupun memperberat keluhanya. Saat ini kaki kanan pasien juga
terasa masih lemas sehingga Pasien hanya bisa berbaring. Selain tidak bisa
digerakan, pasien juga merasa kesemutan dan terasa baal pada kaki kirinya.
Tidak ada bicara pelo maupun perot.

3
Riwayat Penyakit Dahulu :
- Riwayat hal seperti ini sebelumnya : disangkal
- Riwayat trauma sebelumnya : disangkal
- Riwayat kejang : disangkal
- Riwayat stroke : disangkal
- Riwayat hipertensi : disangkal
- Riwayat kencing manis : disangkal
- Riwayat alergi : disangkal
- Riwayat batuk lama : diakui
- Riwayat PMS : diakui (HIV)

Riwayat Penyakit Keluarga :


- Riwayat HT & DM : disangkal
- Riwayat batuk lama : disangkal
- Riwayat PMS : disangkal

Riwayat Pribadi Sosial Ekonomi :


Pasien tidak merokok dan tidak minum minuman keras. Pasien
mendapatkan pengobatan rutin HIV dari rumah sakit tetapi putus obat sejak
1 bulan SMRS. Pasien datang menggunakan asuransi jamkesda.

Anamnesis Sistem :
1. Sistem Serebrospinal :
nyeri kepala (+), pingsan (-), kelemahan anggota gerak (+), wajah
merot (-), bicara pelo (-), kesemutan/baal (+)
2. Sistem Kardiovaskuler :
Riwayat hipertensi (-), riwayat sakit jantung (-), nyeri dada (-)
3. Sistem Respirasi :
Sesak napas (+), batuk (+)
4. Sistem Gastrointestinal :
Mual (+), muntah (+), Diare (+)
5. Sistem Muskuloskeletal :
Kelemahan anggota gerak(+)

4
6. Sistem Integumen :
Ruam merah (-)
7. Sistem Urogenital :
BAK normal

RESUME ANAMNESIS
Pasien perempuan berusia 30 tahun, kesulitan menggerakan kaki sejak 5
hari setelah masuk rumah sakit. Kaki kiri tidak bisa diangkat dan hanya bisa
menggeser saja. Pasien dapat merasaan perabaan tetapi tidak bisa
menggerakanya, kesemutan dan terasa baal. Kaki kanan pasien juga terasa
masih lemas sehingga Pasien hanya bisa berbaring Pasien juga mengeluh
demam, diare lama ± 1 minggu SMRS, batuk lama > 6 bulan, penurunan berat
badan dan sariawan hampir diseluruh mulut. Riwayat batuk lama (+), PMS(+)
yaitu HIV tetapi putus obat sejak 1 bulan SMRS. Anamnesis sistem
didapatkan nyeri kepala (+), kelemahan anggota gerak (+), kesemutan/baal
(+), sesak nafas (+), batuk (+), mual (+), muntah (+) dan diare (+).

III. DIAGNOSIS SEMENTARA


Diagnosis Klinis : Kelemahan & penurunan sensorik anggota gerak bawah
akut.
Diagnosis Topis : Medula spinalis segmen torakal bawah
Diagnosis Etiologi : Myelopati dd infeksi, malignancy

DISKUSI I
Dari anamnesa didapatkan kelemahan pada kedua kaki disertai kesemutan,
terasa baal dan penurunan sensibilitas. Dari gejala yang ada pada pasien, dapat
disimpulkan terdapat gangguan pada area motorik, sensorik yang merupakan
karakteristik klinis dari gangguan medula spinalis. Gejala ini merupakan
karakteristik klinis gangguan LMN (Lower Motor Neuron). Hal tersebut diperkuat
dengan tidak ditemukannya penurunan kesadaran, kejang, bicara pelo, mual,
muntah yang biasanya megindikasikan adanya gangguan pada otak.
Berdasarkan pemeriksaan klinis dan studi fisiologis, dikenal 2 tipe paresis,
yaitu Akibat keterlibatan upper motor neuron (UMN) dan akibat keterlibatan

5
lower motor neuron (LMN). Salah satu kumpulan kelainan akibat adanya lesi
LMN yaitu Myelitis. Lower motor neuron (LMN) merupakan kumpulan saraf-
saraf motorik yang berasal dari batang otak, menyalurkan impuls motorik pada
bagian perjalanan akhir ke sel otot skeletal. Ciri-ciri klinik pada lesi LMN, yaitu:
1. kelumpuhan atau kelemahan bersifat flasid
2. penurunan tonus otot
3. paralisis flaksid otot
4. atropi otot
5. atoni
6. hiporefleks atau arefleks
Pasien sedang mengalami serangan HIV yang merupakan kasus infeksi
sistem kekebalan tubuh yang aktif akibat virus. Adanya virus yang menyerang
jaringan tubuh menyebabkan inflamasi dan dapat menyebabkan kerusakan myelin
dalam sumsum tulang belakang. Iskemia dapat terjadi di dalam sumsum tulang
belakang akibat penyumbatan pembuluh darah atau mempersempit, atau faktor-
faktor lain yang kurang umum. Pembuluh darah membawa oksigen dan nutrisi ke
jaringan saraf tulang belakang dan membawa sisa metabolik. Ketika
arterivenosus menjadi menyempit atau diblokir, mereka tidak dapat memberikan
jumlah yang cukup sarat oksigen darah ke jaringan saraf tulang belakang. Ketika
wilayah tertentu dari sumsum tulang belakang menjadi kekurangan oksigen, atau
iskemik, sel saraf memburuk relative dengan cepat. Kerusakan ini dapat
menyebabkan peradangan luas, kadang-kadang menyebabkan myelitis transversal.
Myelitis transversa dapat bersifat akut (berkembang selama jam sampai beberapa
hari) atau subakut (berkembang lebih dari 2 minggu hingga 6 minggu).

MYELITIS

Definisi
Pada abad ke-19, hampir semua penyakit pada medulla spinalis disebut
myelitis. Dalam Dercum’s Of Nervous Diseases pada 1895, Morton Prince
seorang ahli neuro pernah menulis tentang myelitis traumatik, myelitis kompresif
dan sebagainya, yang agak memberikan kejelasan tentang arti terminologi
tersebut. Dengan bertambah majunya pengetahuan neuropatologi, satu persatu
penyakit di atas dapat diseleksi hingga yang tergolong benar-benar karena radang

6
atau inflmasi saja yang masih tertinggal 1. Menurut Plum dan Olsen (1981) serta
Banister (1978) myelitis adalah terminologi nonspesifik, yang artinya tidak lebih
dari radang medulla spinalis. Tetapi Adams dan Victor (1985) menulis bahwa
myelitis adalah proses radang infektif maupun non-infektif yang menyebabkan
kerusakan hingga nekrosis pada substansia grisea dan alba.2,3
Definisi Acute Transverse Myelitis (ATM) menurut NINDS ( National
Institute of Neurological Disorders and stroke) 2012 adalah kelainan neurologi
yang disebabkan oleh peradangan sepanjang medulla spinalis baik melibatkan satu
tingkat atau segmen dari medulla spinalis. Istilah mielitis menunjukkan
peradangan pada medulla spinalis, trasversa menunjukkan posisi dari peradangan
sepanjang medulla spinalis.1 Beberapa literature sering menyebutnya sebagai
myelitis transverse maupun myelitis transverse akut. Bahkan bentuk subakut dari
myelitis juga disebut sebagai myelitis transverse akut. Sebagai hasilnya, makna
“Acute Transverse Myelitis” sering tumpang tindih dengan “Myelitis
Transverse”.2 Menurut Varina (2012), Acute Transverse Myelitis (ATM) adalah
sekumpulan kelainan neurologi yang disebabkan oleh proses inflamasi pada saraf
tulang belakang dan berakibat hilangnya fungsi motorik dan sensorik di bawah
tingkat lesi.3

Etiologi
ATM terjadi karena berbagai etiologi seperti infeksi langsung oleh virus,
bakteri, jamur, maupun parasit, human immunodeficiency virus (HIV), varicella
zoster, cytomegalovirus, dan TBC. Namun juga dapat disebabkan oleh proses non -
infeksi atau melalui jalur inflamasi. ATM sering terjadi setelah infeksi atau setelah
vaksinasi. ATM dapat juga terjadi sebagai komplikasi dari syphilis, campak, penyakit
lyme, dan beberapa vaksinasi seperti chikenpox dan rabies.1
Faktor etiologi lain yang dikaitkan dengan kejadian ATM adalah penyakit
autoimmune sistemik (SLE, multiple sklerosis, Sjogren’s syndrome), sindrom
paraneoplastik, penyakit vaskuler, iskemik sumsum tulang belakang meskipun tidak
jarang tidak ditemukannya faktor penyebab ATM sehingga disebut sebagai
"idiopatik".4

Klasifikasi

7
2.2.1. Menurut Onset
Menurut Sema et.al. (2007) perjalanan klinis antara onset hingga munculnya gejala
klinis myelitis dibedakan atas:6
a) Akut.
Gejala berkembang cepat dan mencapai puncaknya dalam waktu beberapa hari.
b) Sub Akut.
Perjalanan klinis penyakit berkembang dalam waktu 2 minggu.
c) Kronik.
Perjalanan klinis penyakit berkembang dalam waktu lebih dari 2 minggu.

2.2.2. Menurut NINDS


Adapun beberapa jenis dari myelitis menurut NINDS 20121,2 :
a) Myelitis yang disebabkan oleh virus.
1. Poliomielitis, group A dan B Coxsackie virus, echovirus
2. Herpes zoster.
3. Rabies.
4. Virus B2.
b) Myelitis yang merupakan akibat sekunder dari penyakit pada meningens dan
medula spinal.
1. Myelitis sifilitika
2. Meningoradikulitis kronik (tabes dorsalis)
3. Meningomielitis kronik
4. Myelitis piogenik atau supurativa
5. Meningomielitis subakut
6. Myelitis tuberkulosa
7. Meningomielitis tuberkulosa
8. Infeksi parasit dan fungus yang menimbulkan granuloma epidural,
meningitis lokalisata atau meningomielitis dan abses.
c) Myelitis (mielopati) yang penyebabnya tidak diketahui.
1. Pasca infeksiosa dan pasca vaksinasi.
2. Kekambuhan sklerosis multipleks akut dan kronik
3. Degeneratif atau nekrotik
2.2.3. Menurut Lokasi dan Distribusi Myelitis

8
1. Myelitis transversa apabila mengenai seluruh potongan melintang medula
spinalis
2. Poliomyelitis apabila mengenai substansia grisea
3. Leukomyelitis apabila mengenai substansia alba
Istilah mielopati digunakan bagi proses non inflamasi medulla spinalis misalnya yang
disebabkan proses toksis, nutrisi, metabolik dan nekrosis6

Patofisiologi

Hingga saat ini, para peneliti tidak dapat menentukan secara pasti penyebab
ATM. Satu teori utama yang menyebabkan ATM adalah imun memediasi inflamasi
sebagai hasil akibat terpapar dengan antigen viral3
Pada kasus ATM post infeksi, mekanisme sistem immun baik pada viral atau
infeksi bakteri tampaknya berperan penting dalam menyebabkan kerusakan saraf
spinal. Walaupun peneliti belum mengetahui secara tepat mekanisme kerusakan saraf
spinal. Rangsangan sistem immun sebagai respon terhadap infeksi menunjukkan
bahwa suatu reaksi autoimun yang bertanggung jawab. Molekuler mimikri dari viral
dapat menstimulasi generasi antibodi yang dapat memberikan reaksi silang dengan
antigennya sendiri, menghasilkan formasi imun kompleks dan aktivasi dari
complement-mediated atau cellmediated yang dapat menimbulkan injury terhadap
jaringannya sendiri. Infeksi juga dapat menyebabkan kerusakan langsung jaringan
saraf tulang belakang3,6
Pada penyakit autoimun, sistem imun yang secara normal melindungi tubuh
terhadap organisme, melakukan kesalahan dengan menyerang jaringan tubuh sendiri
yang menyebabkan inflamsi dan pada beberapa kasus merusak mielin medulla
spinalis. ATM juga terdapat pada beberapa penyakit autoimun seperti systemic lupus
erythematosus, Sindrom Sjogren's, dan sarcoidosis6
Beberapa kasus ATM disebabkan oleh malformasi arteri-vena spinalis
(kelainan yang merubah aliran darah) atau penyakit vaskuler seperti atherosklerosis
yang menyebabkan iskemik. Sehingga menurunkan kadar oksigen pada jaringan
medulla spinalis. Iskemik dapat disebabkan perdarahan (hemorragik) dalam medulla
spinalis, pembuluh darah yang menyumbat atau sempit, atau faktor lainnya.
Pembuluh darah membawa oksigen dan nutrisi ke jaringan medulla spinalis dan
membuang hasil metabolisme. Saat pembuluh darah tersumbat atau menyempit dan
tidak dapat membawa sejumlah oksigen ke jaringan medulla spinalis. Saat area

9
medulla spinalis menjadi kekurangan oksigen atau iskemik. Sel dan serabut saraf
mulai mengalami perburukan secara cepat. Kerusakan ini menyebabkan inflamasi
yang luas kadang-kadang menyebabkan ATM.6
Ketika TM timbul tanpa penyakit penyerta yang tampak, hal ini diasumsikan
untuk menjadi idiopatik. TM idiopatik diasumsikan untuk sebagai hasil dari aktivasi
abnormal sistem imun melawan medulla spinalis. Makroskopis pada medulla spinalis
yang mengalami peradangan akan tampak edema, hiperemi dan pada kasus berat
terjadi perlunakan (mielomalasia).3
Mikroskopis akan tampak pada leptomening tampak edema, pembuluh –
pembuluh darah yang melebar dengan infiltrasi perivaskuler dan pada medulla
spinalis tampak pembuluh darah yang melebar dengan infiltrasi perivaskuler
(limfosit/leukosit) di substansia grisea dan alba. Tampak pula kelainan degeneratif
pada sel - sel ganglia, pada akson – akson dan pada selubung mielin, disamping itu
tampak adanya hiperplasia dari mikroglia. Traktus – traktus panjang disebelah atas
atau bawah daripada segemen yang sakit dapat memperlihatkan kelainan – kelainan
degeneratif3

Tanda dan gejala klinis ATM


Medula spinalis adalah struktur yang relatif sempit di mana traktus motorik,
sensorik, dan otonom berada saling berdekatan. Oleh karena itu, lesi di medulla
spinalis dapat memiliki efek dalam semua modalitas ini. Namun, efek tersebut tidak
selalu seragam dimana tingkat keparahan atau simetris di seluruh modalitas berbeda.
Pemeriksaan klinis dengan fokus pada penyelidikan untuk sensorik tulang belakang
dan tingkat motorik, akan membantu dalam lokalisasi lesi.3
ATM terjadi secara akut (terjadi dalam beberapa jam sampai beberapa hari)
atau subakut (terjadi dalam satu atau dua minggu). Gejala umum yang muncul
melibatkan gejala motorik, sensorik dan otonom. Beberapa penderita juga
melaporkan mengalami spasme otot, gelisah, sakit kepala, demam, dan hilangnya
selera.3
Dari beberapa gejala, muncul empat gejala klasik ATM yaitu kelemahan otot atau
paralisis kedua lengan atau kaki, nyeri, kehilangan rasa pada kaki dan jari – jari kaki,
disfungsi kandung kemih dan buang air besar
Gejala sensorik pada ATM1,3 :

10
1) Nyeri adalah gejala utama pada kira-kira sepertiga hingga setengah dari semua
penderita ATM. Nyeri terlokalisir di pinggang atau perasaan yang menetap
seperti tertusuk atau tertembak yang menyebar ke kaki, lengan atau badan.
2) Gejala lainnya berupa parastesia yang mendadak (perasaan yang abnormal
seperti terbakar, gatal, tertusuk, atau perasaan geli) di kaki, hilangnya sensorik.
Penderita juga mengalami gangguan sensorik seperti kebas, perasaan geli,
kedinginan atau perasaan terbakar. Hampir 80 % penderita ATM mengalami
kepekaan yang tinggi terhadap sentuhan misalnya pada saat perpakaian atau
sentuhan ringan dengan jari menyebabkan ketidaknyamanan atau nyeri
(allodinia). Beberapa penderita juga mengalami kepekaan yang tinggi terhadap
perubahan temperatur atau suhu panas atau dingin.
Gejala motorik pada ATM: beberapa penderita mengalami tingkatan kelemahan
yang bervariasi pada kaki dan lengan. Pada awalnya penderita dengan ATM terlihat
bahwa mereka terasa berat atau menyerat salah satu kakinya atau lengan mereka
karena terasa lebih berat dari normal. Kekuatan otot dapat mengalami penurunan.
Beberapa minggu penyakit tersebut secara progresif berkembang menjadi kelemahan
kaki secara menyeluruh, akhirnya menuntut penderita untuk menggunakan suatu kursi
roda. Terjadi paraparesis (kelemahan pada sebagian kaki). Paraparesis sering menjadi
paraplegia (kelemahan pada kedua kaki dan pungung bagian bawah).1.5
Gejala otonom pada ATM berupa gangguan fungsi kandung kemih seperti
retensi urin dan buang air besar hingga gangguan pasase usus dan disfungsi seksual
sering terjadi. Tergantung pada segmen medulla spinalis yang terlibat, beberapa
penderita mengalami masalah dengan sistem respiratori. Pemulihan dapat tidak
terjadi, sebagian atau komplit dan secara umum dimulai dalam satu sampai tiga bulan.
Dan pemulihan tampaknya tidak akan terjadi, jika tidak ada perkembangan dalam tiga
bulan. ATM biasanya adalah penyakit monofasik dan jarang rekuren.5

Diagnosis Dan Pemeriksaan Penunjang ATM


ATM memiliki diagnosis diferensial yang luas. Riwayat medis, tinjauan sistem
medis, sosial serta riwayat perjalanan, dan pemeriksaan fisik secara umum dapat
memberikan petunjuk saat itu terhadap kemungkinan infeksi maupun penyebab
paraneoplastik, serta penyebab terkait dengan inflamasi sistemik atau penyakit
autoimun seperti lupus eritematosus sistemik, Sindrom Sjögre, dan sarkoidosis.5 Dari
anamnesis didapatkan riwayat kelemahan motorik berupa kelemahan pada tubuh

11
seperti paresis pada kedua tungkai yang terdai secara progesif dalam beberapa
minggu. Kelainan fungsi sensorik berupa rasa nyeri terutama di daerah pinggang, lalu
perasaan kebas atau seperti terbakar yang terjadi secara mendadak pada tangan
maupun kaki. Lalu kelainan fungsi otonom seperti retensi urin, urinary urgency
maupun konstipasi. Kelainan neurologis berupa defisit motorik, sensorik dan otonom
adalah suatu titik terang untuk diagnosis mielopati. Gejala dan tanda-tanda myelitis
biasanya berkembang selama jam sampai hari dan biasanya bilateral, namun
unilateral atau nyata presentasi asimetris dapat terjadi.3,5
Pemeriksaan penunjang untuk diagnosis ATM berupa MRI dan pungsi lumbal.
MRI direkomendasikan untuk menyingkirkan adanya lesi struktural, terutama yang
setuju untuk intervensi bedah saraf mendesak. Seluruh saraf tulang belakang harus
dicitrakan sehingga hasil negatif dapat dihindari.2,5
Langkah pertama dalam evaluasi diagnostik ATM untuk menyingkirkan lesi
akibat compression (penekanan). Jika dicurigai mielopati, MRI spinal cord harus
diperoleh sesegera mungkin dengan pemakain kontras godalinium. Jika tidak ada lesi
struktural seperti massa tulang belakang atau spondylolisthesis, maka langkah kedua
adalah untuk mengidentifikasi ada atau tidaknya peradangan saraf tulang belakang
dengan pungsi lumbal. Tidak adanya pleositosis akan mengarah pada pertimbangan
penyebab peradangan dari mielopati seperti arteriovenous malformation (AVM),
emboli fibrocartilaginous, radiasi. Pungsi lumbal dengan pengambilan sampel cairan
cerebrospinal (CSF) untuk menentukan adanya peradangan. Analisis isi seluler CSF
akan menentukan jumlah sel darah putih yang dapat terakumulasi dalam cairan, yang
nantinya dapat berfungsi sebagai indikator dari besarnya peradangan.2,5
Selain neuroimaging dari spinal cord dan laboratorium CSF, darah/ tes serologi
sering membantu dalam mengesampingkan adanya gangguan sistemik seperti
penyakit rematologi (misalnya, penyakit Sjogren atau lupus eritematosa sistemik ),
gangguan
metabolisme. Tes laboratorium seperti : indeks IgG, vPCR virus, antibodi lyme dan
mikoplasma, dan VDRL terjadinya myelitis setelah infeksi atau vaksinasi tidak
menghalangi kebutuhan untuk evaluasi lebih lanjut dalam menentukan etiologinya
seperti infeksi sifilis, HIV, campak, rubella dan lainnya, karena infeksi atau imunisasi
juga dapat memicu serangan myelitis.2,5

12
Penatalaksanaan

Tujuan terapi selama fase akut mielitis adalah untuk menghambat


progresivitas dan menginisiasiresolusi lesi spinal yang terinflamasi sehingga dapat
mempercepat perbaikan secara klinis.Kortikosteroid merupakan terapi lini
pertama. Sekitar 50-70% pasien mengalami perbaikan parsial atau komplit.
Regimen intravena dosis tinggi (1000 mg metilprednisolon setiap hari,biasanya
selama 3-5 hari) diberikan kepada pasien. Regimen oral dapat digunakan pada
kasuspasien mielitis episode ringan yang tidak perlu dirawat inap. Pemberian
glukokortikoid atauACTH, biasanya diberikan pada penderita yang datang
dengan gejala awitanya sedangberlangsung dalam waktu 10 hari pertama atau
bila terjadi progresivitas defesit neurologik.
Glukokortikoid dapat diberikan dalam bentuk prednison oral 1 mg/kg berat
badan/hari sebagaidosis tunggal selama 2 minggu lalu secara bertahap dan
dihentikan setelah 7 hari. Bila tidak dapat diberikan per oral dapat pula diberikan
metil prednisolon intravena dengan dosis 0,8mg/kg/hari dalam waktu 30 menit.
Selain itu ACTH dapat diberikan secara intramuskular denagndosis 40 unit dua
kali per hari (selama 7 hari), lalu 20 unit dua kali per hari (selama 4hari) dan
20unit dua kali per hari (selama 3 hari). Untuk mencegah efek samping
kortikosteroid, penderitadiberi diet rendah garam dan simetidin 300 mg 4 kali/hari
atau ranitidin 150 mg 2kali/hari. Selainitu sebagai alternatif dapat diberikan
antasid per oral.Efek yang tidak diinginkan pada terapi kortikosteroid
yaitu gejala gastrointestinal,insomnia, nyeri kepala, kecemasan, hipertensi,
manic, hiperglikemia, dan gangguan elektrolit.
Terapi dengan plasma exchange bermanfaat pada pasien yang tidak respon
denganpemberian kortikosteroid. Hipotensi, gangguan elektrolit,
koagulopati, trombositopenia,thrombosis yang berhubungan dengan pemasangan
kateter, dan infeksi merupakan komplikasidari tindakan ini.Plasmapharesis
berguna pada pasien yang masih memiliki sisa fungsi sensorimotor saatpertama
kali serangan, tetapi pada pasien yang kehilangan fungsi sensorimotor
mengalamiperbaikan hanya ketika diterapi dengan siklofosfamid dan
plasmapharesis. Pada pasien demyelinisasi, imunomodulator long-acting atau
terapi imunosupressan menunjukkan pengurangan risiko serangan berulang.

13
Disamping terapi medikamentosa maka diet nutrisi juga harus diperhatikan, 125
gramprotein, vitamin dosis tinggi dan cairan sebanyak 3 liter per hari diperlukan.

Prognosis
Masa penyembuhan pada mielitis transversa biasanya dimulai sejak 2-12 minggu
setelah muncul gejala dan dapat berlangsung sampai dengan 2 tahun.
Bagaimanapun, jika tidak ada perkembangan pada 3-6 bulan pengobatan, sangat
kecil kemungkinan untuk sembuh. Sepertiga pasien dengan myelitis transversa
memiliki respon yang baik terhadap pengobatan serta dapat sembuh sepenuhnya.
Sepertiga lainnya dapat memberikan respon terhadap pengobatan namun
mengalami gejala sisa seperti kesulitan berjalan, gangguan sensori dan gangguan
berkemih. Sepertiga lainnya sama sekali tidak dapat sembuh, harus menggunakan
kursi roda dan mungkin mengalami ketergantungan terhadap fungsi dasar
kehidupan sehari-harinya.

IV. PEMERIKSAAN FISIK


Pemeriksaan fisik dilakukan tanggal 27 Februari 2016,pukul 14.30 WIB.
Keadaan Umum :Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
GCS : E4M6V5
Status Gizi : kesan baik

Vital sign
TD : 90/60 mmHg
Nadi : 80 x/menit, irama regular, isi dan tegangan cukup
RR : 20 x/menit
Suhu : 36,8 0 C secara aksiler

Status Internus
Kepala : Mesocephal
Mata : Konjungtiva palpebra anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil
isokor(3mm/3mm),reflek pupil direk (+/+), reflek pupil indirek
(+/+)

14
Telinga : Sekret (-/-)
Hidung : Napas cuping hidung (-/-), sekret (-/-),septum deviasi (-/-)
Mulut : Bibir sianosis (-), karies dentis (-)
Leher : Simetris, pembesaran KGB (-), tiroid (Normal)
Thorax :
Cor :
Inspeksi : Tampak ictus cordis
Palpasi : Ictus cordis teraba di SIC IV LMCS
Perkusi :
- Batas jantung dalam batas normal
Auskultasi: Bunyi jantung I & II (+) normal, bising (-), gallop (-)

Pulmo :
Depan Dextra Sinistra
Inspeksi Pergerakan simetris, Pergerakan simetris,
retraksi (-) retraksi (-)
Palpasi Vokal fremitus normal Vokal fremitus normal
kanan = kiri kanan = kiri
Perkusi Sonor seluruh lapang paru Sonor seluruh lapang
paru
Auskultasi SD paru vesikuler (+), SD paru vesikuler
suara tambahan paru: (+),suara tambahan paru:
wheezing (-), ronki (+) wheezing (-), ronki (+)

Abdomen :
Inspeksi : Dinding abdomen datar, spider naevi (-),warna kulit sama
dengan warna kulit sekitar
Auskultasi : Bising usus (+) normal meningkat
Perkusi : Timpani seluruh regio abdomen, ascites (-)
Palpasi : Hepar & lien tak teraba

Ekstremitas :
Atas : Oedem (-/-), CRT (<2 dtk), Akral dingin (-/-)

15
Bawah : Oedem (-/-), CRT(< 2 dtk), Akral dingin (-/-)
Status Neurologis
Sikap Tubuh : Simetris
Gerakan Abnormal : Tidak ada

Pemeriksaan Saraf Kranial


Nervus Pemeriksaan Kanan Kiri
N. I. Olfaktorius Daya penghidu N N

N. II. Optikus Daya penglihatan N N


Pengenalan warna N N
Lapang pandang N N
N. III. Ptosis - -
Okulomotor Gerakan mata ke medial N N
Gerakan mata ke atas N N
Gerakan mata ke bawah N N
Ukuran pupil 3 mm 3 mm
Bentuk pupil Bulat Bulat
Refleks cahaya langsung + +
Refleks cahaya konsensual + +
N. IV. Troklearis Strabismus divergen - -
Gerakan mata ke lat-bwh - -
Strabismus konvergen - -
N. V. Trigeminus Menggigit - -
Membuka mulut - -
Sensibilitas muka - -
Refleks kornea N N

Trismus - -
N. VI. Abdusen Gerakan mata ke lateral N N
Strabismus konvergen - -
N. VII. Fasialis Kedipan mata N N
Lipatan nasolabial Simetris Simetris
Sudut mulut Simetris Simetris

16
Mengerutkan dahi Simetris Simetris
Menutup mata N N
Meringis N N
Menggembungkan pipi N N
Daya kecap lidah 2/3 ant + +
N. VIII. Mendengar suara bisik + +
Vestibulokoklearis Mendengar bunyi arloji + +
Tes Rinne TDL TDL
Tes Schwabach TDL TDL
Tes Weber TDL TDL
N. IX. Arkus faring Simetris Simetris
Glosofaringeus Daya kecap lidah 1/3 post N
Refleks muntah N
Sengau -
Tersedak -
N. X. Vagus Denyut nadi 80 x/menit
Arkus faring Simetris Simetris
Bersuara N
Menelan N
N. XI. Aksesorius Memalingkan kepala N N
Sikap bahu N N
Mengangkat bahu N N
Trofi otot bahu Eutrofi Eutrofi
N. XII. Sikap lidah N
Hipoglossus Artikulasi N
Tremor lidah -
Menjulurkan lidah Simetris
Trofi otot lidah -
Fasikulasi lidah -

17
Pemeriksaan Motorik

B B 5555 5555 N N Eu Eu
G K Tn Tr
+↓ - 4444 1111 N N Eu Eu

+ + - - +
RF RP Cl
+↑ +↑ + + +

Pemeriksaan Sensibilitas: parapestesia ekstremitas bawah setinggi


medulla spinalis L1-2
Pemeriksaan Fungsi Vegetatif:
- Miksi : BAK normal, inkontinentia urine (-), retensio urine (-),
anuria (-)
- Defekasi : BAB Diare berlendir (+), inkontinentia alvi (-), retensio
alvi (-),

Pemeriksaan Rangsang Meningeal :


Kaku kuduk : (-)
Kernig sign : (-)
Brudzinsky I : (-)
Brudzinsky II : (-)
Brudzinsky III : (-)
Brudzinsky IV : (-)

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium
a. Tanggal 19/02/2016
Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan Satuan
Hemoglobin 7,0 13,2 - 17,3 g/dl
Leukosit 7,5 3,8-10,5 Ribu
Eritrosit 2,51 4,5-5,8 Juta
Hematokrit 21,1 37-47 %

18
Trombosit 313 H 150-400 Ribu
MCV 83,9 82-95 fL
MCH 28,5 >27 Pg
MCHC 33,9 32-37 g/dl
RDW 13,8 10-15 %
MPV 16,7 7-11 mikro m3
Limfosit 2,1 1,0-4,5 103/mikro m3
Monosit 0,1 0,2-1,0 103/mikro m3
Granulosit 2,1 2-4 103/mikro m3
Limfosit% 18,9 25 – 40 %
Monosit% 3,5 2–8 %
Granulosit% 74,5 50- 80 %
PCT 0,297 0,2 - 0,5 %
PDW 12,3 10 – 18 %
Glukosa puasa 85 74 – 106 mg/dL
G2PP 95 <120
SGOT 30 0 – 50 U/L
SGPT 19 0 – 50 IU/L
Ureum 29,2 10 – 50 mg/dL
Kreatinin 0,62 0,62 - 1,1 mg/dL
Asam Urat 3,29 2–7 mg/dL
Cholesterol 166 < 200 mg/dL
dianjurkan,
200 - 239
res sedang,
> 240 resti
HDL 38 28 – 63 mg/dL
LDL 111 < 150 mg/dL
Trigliserida 85 70 – 140 mg/dL

19
2. Rontgen THL AP/LATERAL

Hasil:
-Alignment masih normal
-Tak tampak kompresi maupun listesis
-Tak tampak penyempitan diskus intervertebralis
-Pedikulus prosesus spinosus masih intak

3. Rontgen Thorax PA

Hasil:
-Cor: Bentuk dan letak normal
-Pulmo: Corakan meningkat, bercak lapangan atas paru kiri, parakardial
kanan dan kiri
-kedua sudut kostofrenikus lancip

20
Kesan :
-Cor tak membesar
-Suspek proses spesifik (TB/Pneumoni)

VI. DIAGNOSIS AKHIR


Diagnosis Klinis : Paraparesitesia spastik akut
Diagnosis Topis : MedulaSpinalis setinggi L1-2
Diagnosis Etiologi : Myelitis dengan infeksi dd viral, bacterial, fungi

DISKUSI II

Pada pemeriksaan fisik, didapatkan kesadaran pasien E4M6V5 yang


menunjukkan bahwa pasien compos mentis. Tekanan darah pasien 90/60 mmHg.
Nadi 80x/menit, irama regular, isi dan tegangan cukup , laju napas 20x/menit,
suhu36,80C secara aksiler. Didapatkan demam yang merupakan tanda adanya
infeksi. Pada pemeriksaan fisik didapatkan gerakan ekstremitas inferior terbatas,
kekuatan motorik ekstremitas bawah kanan 4 dan kiri 1, refleks fisiologis (+),
reflek patologis ekstremitas bawah (+) terjadi hipestesi mulai dari T12-L2, clonus
(+/+) serta ada gangguan pada fungsi vegetative yaitu BAB diare berlendir.
Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan hasil yang bermakna yaitu Hb
7,0 yang menunjukan anemia ET 2,51 dan HT 21,1. Pemeriksaan foto Vertebrae
Thoracolumbal AP/ Lateral tidak menunjukan adanya kelainan pasca trauma jatuh
yang dialami pasien, sehingga kelemahan post trauma dapat disingkirkan.
Pemeriksaan x-foto thorax AP menunjukan Cor tampak tak membesar dan
Pulmo : corakan bronkovaskular memadat, tampak bercak/ infiltrat di lapangan
atas paru kiri, parakardial kanan dan kiri parakardial. Terlihat adanya proses
spesifik pada pasien, selain itu dari segi klinis ditemukan adanya gejala
TB/pnrumonia. Diagnosis pasti myelitis TB adalah dengan px mikrobiologi
jaringan tulang atau abses yang menunjukan BTA positif. Selain itu dapat
dilakukan uji tuberkulin, PCR, IgG TB, pasien telah dilakukan uji BTA dengan
hasil BTA posif sehingga dapat menegakan diagnosis TB serta foto rontgen yang
menunjukan adanya infirltrat pada lapang paru kir atas yang menunjukan adanya
pneumonia.

21
VI. PENATALAKSANAAN
Farmakologi
1. Infus RL 20 tpm
2. ARV 1x1
3. FDC OAT 1x1
4. Anemolat 1x1
5. Ambroxol 3x1
6. Piracetam 3x 3 gr
7. Metilcobalamin 1×1 amp
8. Ceftriakson 2 x 1 gr

Non Farmakologi
 Rawat Inap
 Bedrest

VII. PROGNOSIS
1. Quo ad vitam : dubia
2. Quo ad Sanam : dubia
3. Quo ad Functionam : dubia

Diskusi III
Injeksi Piracetam 3x3 gram
Meningkatkan energi (ATP) otak, meningkatkan aktifitas adenylat kinase(AK)
yang merupakan kunci metabolisme energi dimana mengubah ADP menjadi ATP
dan AMP, meningkatkan sintesis dan pertukaran cytochrome b5 yang merupakan
komponen kunci dalam rantai transport elektron dimana energi ATP diproduksi
di mitokondria. Piracetam juga digunakan untuk perbaikan defisit neurologi
khususnya kelemahan motorik dan kemampuan bicara pada kasus-kasus cerebral
iskemia, dan juga dapat mengurangi severitas atau kemunculan post
traumatik/concussion sindrom. Piracetam mempengaruhi aktifitas otak melalui
berbagai mekanisme antara lain: Merangsang transmisi neuron di otak,
Merangsang metabolimse otak, Memperbaiki mikrovaskular tanpa efek
vasodilatasi.

22
Injeksi Metilcobalamin 1x1
Mecobalamin merupakan bentuk vitamin B12 dengan gugus metil aktif yang
berperan dalam reaksi transmetilasi dan merupakan bentuk paling aktif
dibandingkan dengan homolog vitamin B12 lainnya dalam tubuh, dalam hal
kaitannya dengan metabolisme asam nukleat, protein dan lemak.
Mecobalamin/methylcobalamin meningkatkan metabolisme asam nukleat,
protein dan lemak. Mecobalamin bekerja sebagai koenzim dalam sintesa metionin.
Mecobalamin terlibat dalam sintesis timidin pada deoksiuridin dan mempercepat
sintesis DNA dan RNA. Pada penelitian lain ditemukan mecobalamin
mempercepat sintesis lesitin, suatu komponen utama dari selubung
mielin.Mecobalamin diperlukan untuk kerja normal sel saraf. Bersama asam folat
dan vitamin B6, mecobalamin bekerja menurunkan kadar homosistein dalam
darah. Homosistein adalah suatu senyawa dalam darah yang diperkirakan
berperan dalam penyakit jantung.

Injeksi Ceftriaxone 2 x 1 gr
Ceftriaxone merupakan golongan sefalosporin yang mempunyai spektrum luas
dengan waktu paruh eliminasi 8 jam. Efektif terhadap mikroorganisme gram
positif dan gram negatif. Dengan menghambat pembentukan dinding kuman.
Dosis IV pada dewasa 0,5-2g. Efek bakterisida ceftriaxone dihasilkan akibat
penghambatan sintesis dinding kuman.Ceftriaxone mempunyai stabilitas yang
tinggi terhadap beta-laktanase, baik terhadap penisilinase maupun sefalosporinase
yang dihasilkan oleh kuman gram-negatif, gram-positif. Pada pasien ini diberikan
antibiotik ceftriaxone karena antibiotik ini efektif terhadap bakteri gram positif
maupun negatif, dan belum ada penelitian di Indonesia yang menunjukan tingkat
keresistensian.

23
Follow Up
Subjective
26/02/2016 27/02/2016 28/02/2016 29/02/2016 01/03/2016
Paraparesis +++ ++ ++ - -
Hipestesia ++++ +++ ++ ++ -
Kesemutan +++ ++ ++ + -
pada kaki
Kesemutan ++ + - - -
jari tangan
Nyeri - - - - -
pinggang
Nyeri pada + + + - -
kaki

Objective
26/02/2016 27/02/2016 28/02/2016 29/02/2016 01/03/2016
KU S. Sedang S. Sedang S.ringan S.ringan S.ringan
GCS E4V5M6 E4V5M6 E4V5M6 E4V5M6 E4V5M6
TD 110 / 90 100/80 100/80 90/60 98/67
Nadi 88 x/m 80 x/m 80 x/m 85 x/m 80 x/m
Pernapasan 22 x/m 22 x/m 20 x/m 20 x/m 20 x/m
Suhu 37 °C 36,8 °C 36,7°C 36,6°C 36,6 °C
Motorik 5555/5555 5555/5555 5555/5555 5555/5555 5555/5555
4444/1111 4444/1111 4444/2222 5555/3333 5555/4444

Assesment & Planning


21/01/2016 22/02/2016 23/02/2016 24/02/2016 25/02/2016
Assesment Mielitis
Planning 1. Infus RL 20 tpm
2. ARV 1x1
3. FDC OAT 1x1
4. Anemolat 1x1

24
5. Ambroxol 3x1
6. Piracetam 3x 3 gr
7. Metilcobalamin 1×1 amp
8. Ceftriakson 2 x 1 gr

25
DAFTAR PUSTAKA

1. Kamus Kedokteran Dorland. 2007


2. Transverse Myelitis fact sheet. National Institute of Neurological Disorders
and Stroke. 2012.
3. Douglas Kerr. The history of TM: The Origins Of The Name And The
Identification Of The Disease. The transverse myelitis association. 2013.
4. Timothy W West. Transverse Myelitis-A Review Of The Presentation,
Diagnosis And Initial Management. 2013.
5. Varina L. Wolf, Pamela J. Lupo and Timothy E. Lotze. Pediatric Acute
Transverse Myelitis Overview and Differential Diagnosis. J Child Neurol.
2012; 27: 1426.
6. Elliot M. Frohman and Dean M. Wingerchuk. Transverse Myelitis. N Engl J
Med. 2010: 363;6

26

Anda mungkin juga menyukai