Anda di halaman 1dari 16

PREVALENSI, ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO

STROKE

I. Prevalensi Stroke
1. Di negara industri, stroke umumnya merupakan penyebab kematian nomor tiga pada
kelompok usia lanjut setelah penyakit jantung dan kanker.
2. Insiden stroke adalah 200 per 100.000 penduduk dalam satu tahun.
3. Bila dilihat dari usia, angka kejadian dalam dalam satu tahun dikelompokkan sebagai
berikut :
 Usia 35-44 tahubn insidennya adalah 0,2 0/00
 Usia 45-54 tahun insidennya adalah 0,7 0/00
 Usia 55-64 tahun insidennya adalah 1,8 0/00
 Usia 65-74 tahun insidennya adalah 2,7 0/00
 Usia 75-84 tahun insidennya adalah 10,4 0/00
 Usia 85 tahun ke atas insidennya adalah 13,9 0/00
Dengan insiden diatas dapat disimpulkan bahwa angka kejadian makin meningkat
dengan bertambahnya usia manusia.
4. Di AS stroke merupakan peringkat ketiga penyebab kematian. Diperkirakan angka
kejadian 400.000 setiap tahunnya, kira-kira 200.000 orang dengan kematian dan
200.000 orang dengan gejala sisa
5. Di United Kingdom terdapat 110.000 kasus baru setiap tahunnya sedangkan di
Australia 250.000 orang setiap tahunnya.
6. 10% - 15% lebih banyak terserang pada laki-laki dibandingkan pada perempuan.
7. Di Indonesia belum ada data pasti. Sebagai gambaran di R. Irna B Lt. I Ka, dari 900
kasusu pada tahun 1996, 25% adalah kasus stroke dan kebanyakan mengenai usia
diatas 50 tahun dan beberapa mengenai usia di bawah 35 tahun.

II. Penyebab stroke


Beberapa keadaan di bawah ini dapat menyebabkan stroke antara lain :
1. Thrombosis Cerebral
Thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga
menyebabkan ischemi jaringan otak yang dapat menimbulkan oedema dan kongesti
di sekitarnya. Thrombosis biasanya terjadi pada orangtua yang sedang tidur atau
bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena penurunan aktifitas simpatis dan penurunan
tekanan darah yang dapat menyebabkan ischemi cerebral. Tanda dan gejala
neurologis seringkali memburuk pada 48 jam setelah thrombosis.
Beberapa keadaan dibawah ini dapat menyebabkan thrombosis otak :
a. Atherosklerosis
Atherosklerosis adalah mengerasnya pembuluh darah serta berkurangnya
kelenturan/elastisitas dinding pembuluh darah. Manifestasi klinis atheroskelrosis
bermacam-macam. Kerusakan dapat terjadi melalui mekanisme berikut :
- Lumen arteri menyempit dan mengakibatkan berkurangnya aliran darah
- Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadi thrombosis
- Merupakan tempat terbentuknya thrombus, kemudian melepaskan kepingan
thrombus (embolus)
- Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian robek dan
terjadi perdarahan.
b. Hypercoagulasi pada polycytemia
Darah bertambah kental, peningkatan viskositas/hematokrit meningkat dapat
melambatkan aliran darah cerebral.
c. Arteritis (radang pada arteri).

2. Emboli
Emboli cerebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan darah,
lemak, udara. Pada umumnya emboli berasal dari thrombus di jantung yang terlepas
dan menyumbat sistem arteri cerebral. Emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala
timbul kurang dari 10-30 detik. Beberapa keadaan di bawah ini dapat menimbulkan
emboli :
- Katup-katup jantung yang rusak akibat Rheumatik Heart Disease (RHD)
- Myokard infark
- Fibrilasi
Keadaan aritmia menyebabkan berbagai bentuk pengosongan ventrikel sehingga
darah terkumpul dan terbentuk gumpalan kecil dan sewaktu-waktu kososng
sama sekali dengan mengeluarkan embolus-embolus kecil.
- Endokarditis oleh bakteri dan non bakteri, menyebabkan terbentuknya
gumpalan-gumpalan pada endocardium

3. Hemorhagi
Perdarahan intra kranial atau intra cerebral termasuk perdarahan dalam ruang sub
arachnoid atau kedalam jaringan otak sendiri. Perdarahan ini dapat terjadi karena
atherosclerosis dan hypertensi. Akibat pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan
perembesan darah kedalam parenkhim otak yang dapat mengakibatkan penekanan,
pergeseran, dan pemisahan jaringan otak yang berdekatan sehingga otak akan
membengkak, jaringan otak tetekan sehingga terjadi infark otak, oedema dan
mungkin herniasi otak.
Penyebab perdarahan otak yang paling lazim terjadi :
- Aneurysma Berry; biasanya defek kongenital
- Aneurysma Fusiformis dari Artherosklerosis
- Aneurysma Myocotik dari vasculitis nekrose dan emboli septis
- Malformasi Arteriovenous; terjadi hubungan persambungan pembuluh darah
arteri, sehingga darah arteri langsung masuk vena
- Ruptur arteriol cerebral; akibat hypertensi yang menimbulkan penebalan dan
degenerasi pembuluh darah.
4. Hypoksia Umum
- Hipotensi yang parah
- Cardiac pulmonary arrest
- Cardiac output turun akibat aritmia
5. Hipoksia Setempat
- Spasme arteri cerebral yang disertai perdarahan sub Arachnoid
- Vasokontriksi arteri otak disertai saki kepala migrain.

III. Faktor Resiko Stroke


Faktor resiko bagi stroke adalah kelainan atau penyakit yang membuat seseorang lebih
rentan terhadap serangan stroke.
1. Faktor resiko yang kuat ( mayor )
Faktor resiko kuat besar pengaruhnya terhadap kemungkinan mendapatkan stroke :
- Tekanan darah tinggi (hipertensi)
- Penyakit jantung
 Myocard Infark
 Disritmia
 Penyakit Katup jantung
 Gagal jantung kongestif
- Sudah ada manifestasi atherosklerosis secara klinis
 Angina pectoris
 Gangguan pembuluh darah carotis
- Diabetes Mellitus
- Polisitemia
- Pernah mendapatkan stroke
2. Faktor resiko yang lemah ( Minor )
- Hyperlipidemia
- Hematokrit tinggi
- Merokok
- Obesitas
- Kadar asam urat yang tinggi
- Kurang gerak badan/olahraga
- Fibrinogen yang tinggi
3. Faktor lain
Faktor lain yang mungkin menyebabkan stroke antara lain :
- Sifilis
- Malaria

DAFTAR PUSTAKA
Donna D. I, and Varner Bayne Marylin, Medical Surgical Nursing A Nursing Prosess
Approach, Saunders Company, Philadelphia, 1991
Barbara C. Long, perawatan Medikal Bedah, Edisi II, terjemahan, IAPK Pajajaran Bandung,
1996
Pusdiknakes, Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Persyarafan, Jakarta. 1993
PERAWATAN FASE REHABILITASI
Rehabilitasi segera dimulai pada saat pasien terkena stroke. Pasien dengan hemiplegi
mengalami paralisis unilateral dan membutuhkan perawatan rehabilitasi intensif
secepatnya dengan tujuan : (1) untuk mencegah deformitas, (2) memulihkan tangan
dan kaki yang terkena efek, (3) menolong pasien mencapai kemandirian dalam
memelihara personal hygine dan memakai pakaiannya.
Pada saat kontrol dari otot-otot volunter hilang, fleksi yang kuat dari otot akan
menekan kontrol otot ekstensor. Tangan cenderung aduksi ( otot adduksi lebih kuat
dari otot abduksi ) dan akan berotasi internal. Siku dan pergelangan tangan
cenderung fleksi, kaki yang sakit cenderung berotasi eksterna pada persendian tulang
paha dan fleksi pada lutut, sedangkan pergelangan kaki akan bersupinasi dan
cenderung ke arah plantar fleksi.

Pengaturan posisi
Memperbaiki posisi di tempat tidur merupakan hal yang penting sebagai bagian dari
pencegahan kontraktur, mengurangi tekanan dan membantu memelihara kesejajaran
tubuh. Papan tempat tidur di bawah matras memberikan dukungan kuat pada tubuh.
Pasien akan tetap rata/datar di tempat tidur kecuali diajak melakukan aktivitas sehari-
hari. Mempertahankan posisi lurus di tempat tidur untuk jangka waktu yang lama
merupakan salah satu penyebab terjadinya deformitas sendi panggul. Papan kaki
dapat digunakan dalam jangka waktu tertentu untuk menjaga kaki pada sudut yang
benar saat pasien dalam keadaan supinasi (dorsal). Ini akan mencegah pemendekan
kaki ( footdrop ) dan pemendekan otot tumit sebagai akibat kontraktur otot
gastrocnemius. Bagaimanapun juga, para ahli therapi merasakan bahwa penggunaan
papan kaki secara kontinyu akan menstimulasi bagian permukaan plantar kaki
menjadi plantar fleksi. Jika bagian ekstremitas yang terkena dalam keadaan spastik,
gunakan pembatas tempat tidur untuk menjaga ekstremitas di tempat tidur.
Karena otot fleksi lebih kuat dibandingkan otot ektensi, maka penting untuk
melakukan pembidaian pada bagian posterior pada malam hari untuk mencegah
fleksi dari ekstremitas yang terkena. Jika pembidaian tidak efektif, gunakanlah gips
pembalut pada ekstremitas yang terkena efek, apit dan ganjal bagian posteriornya.
Bagian tumit harus diganjal dengan bantal atau selimut wool. Kaki diletakkan pada
gips pembalut dan balut dengan perban elastis untuk menjaga kaki dalam posisi
ekstensi. Pembidaian bagian posterior ekstremitas hanya dilakukan pada malam hari
untuk mencegah perubahan posisi saat pasien tidur.
Untuk mencegah rotasi eksternal paha gunakan “trochanter roll” yang
diletakkan dari atas lutut sampai di bawah pinggang sehungga tulang sendi paha
terletak di antara dua bagian ini. Ini mengakibatkan lutut tidak akan berotasi secara
berlebihan dan mencegah paha dari pergeseran. Lihat gambar.

Untuk mencegah adduksi dari lengan yang sakit, tempatkan bantal di aksila.
Ini akan menjauhkan lengan dari dada. Bantal diletakkan di bawah lengan dan lengan
ditempatkan pada posisi netral (tanpa fleksi), dimana siku lebih tinggi dari bahu dan
pergelangan tangan lebih tinggi daripada siku. Posisi ini mencegah terjadinya edema
dan fibrosis serta mempercepat pulihnya kontrol lengan penderita. Lihat gambar.

Jari-jemari juga harus diatur posisinya karena mengalami fleksi. Tempatkan


tangan pada posisi sedikit supinasi dimana ini merupakan posisi fungsionalnya. Jika
ekstremitas atas mengalami kelemahan gunakan bidai (splint) untuk menguatkan
posisi fungsional tersebut. Lihat gambar.

Perubahan posisi
Posisi pasien harus diubah setiap dua jam. Untuk menempatkan pasien pada
posis miring, letakkan bantal diantara kedua kaki sebelum pasien dimiringkan.
Pasien bisa dimiringkan ke kanan maupun kiri tetapi batasi waktu miring ke sisi yang
sakit karena jika terlalu lama akan merusak sensasi pada bagian tersebut. Dengan
demikian paha atas tidak akan mengalami fleksi akut. Lihat gambar.

Tempatkan pasien pada posisi prone selama 15 menit sampai setengah jam
setiap harinya. Letakkan bantal kecil di bawah pelvis antara pusar sampai pangkal
paha. Lihat gambar. Posisi ini membuat tulang paha hiperekstensi diaman hal ini
bermanfaat untuk pemulihan ke kondisi normal. Posisi prone juga membantu
mengalirkan sekresi bronkhial dan mencegah deformitas /contraktur sendi bahu dan
lutut.

Latihan
Ekstremitas yang sakit dilatih secara pasif sampai tingkat ROM penuh 4 – 5x
sehari untuk mencegah kontraktur. Pengulangan bentuk aktivitas akan memperbaiki
fungsi sistem syaraf pusat. Untuk pertamakali, ekstremitas biasanya akan mengalami
kelelahan/kelemahan. Jika hal ini terjadi, turunkan tingkat latihan. Observasi
terjadinya nafas pendek, nyeri dada, sianosis dan peningkatan denyut nadi selama
periode latihan.
Frekwensi latihan dengan jangka waktu singkat tapi teratur akan lebih baik
daripada latihan dengan jangka waktu lama tetapi tidak teratur. Keteraturan latihan
sangat penting untuk proses pemulihan fungsi. Penguatan otot dan peningkatan ROM
yang efektif hanya dapat dicapai melalui latihan teratur setiap hari.
Berikan motivasi dan ingatkan pasien untuk melakukan latihan pada bagian
yang sehat setiap harinya. Jadwal tertulis dapat digunakan untuk mengingatkan
pasien terhadap latihan yang harus dilakukannya. Perawat harus tetap mengawasi dan
memberikan dukungan selama latihan. Pasien dapat menopangkan kakinya yang
sakit pada kaki yang sehat untuk menggerakkannya saat latihan. Latihan di tempat
tidur perlu diberikan sebelum latihan ambulasi dan berikan informasi kepada pasien
tentang tujuan dari latihan tersebut. Latihan otot guadriceps dan gluteal dimulai
secepatnya untuk meningkatkan kekuatan otot yang diperlukan saat berjalan. Itu bisa
dilakukan sampai lima kali sehari dengan durasi 10 menit setiap kalinya.

Latihan otot guadriceps


Intruksikan pasien untuk menggerakkan otot guadriceps (pada bagian anterior
paha) dengan menegakkan tumit dan menekankan bagian polipteal ke tempat tidur.
Kontraksikan otot sampai hitungan ke-5 dan relaksasikan sampai hitungan ke-5.
Ulangi latihan pada kaki yang lain.

Latihan otot gluteal


Kontraksikan (tekan dan angkat) pantat secara bersamaan samapai hitungan
ke-5 dan relaksasikan sampai hitungan ke-5. Ulangi latihan tersebut dengan
memperhatikan keadaan pasien.

Perawatan pada ekstremitas atas yang sakit


Jika lengan pasien mengalami paralise kompleks, maka pada bahu dapat
terjadi subluksasi (dislokasi inkomplit) karena topangan berat dari lengan yang
mengalami paralise. Gendongan akan mencegah komplikasi ini dan akan membantu
pasien mempertahankan keseimbangan saat ambulasi. Subluksasi dapat dicegah saat
pasien duduk dengan meletakkan bantal dibawah lengan untuk menyangga dan
mengistirahatkan lengan pada bahu kursi. Gendongan dilepas saat terjadi spastisitas
karena spasme dari otot bahu akan mencegah terjadinya subluksasi.
Kesulitan dan rasa sakit saat menggerakkan bahu merupakan akibat dari
kurang bergerak. Pasien dapat melatih lengan yang sakit dengan menggerakkannya
naik turun dengan lengan yang sehat. Tali atau kawat dapat diikatkan pada pintu dan
ujungnya dipegang pasien. Pasien berlatih menarik tali tersebut ke atas dan kebawah
bergantian dengan lengan yang sakit dan lengan yang sehat. Kombinasi penggunaan
gendongan dan latihan ROM akan mencegah rasa sakit dan kekakuan bahu serta
terjadinya subluksasi. Intruksikan pasien untuk menggerakkan pergelangan dan
seluruh jari yang sakit sesering mungkin.

Mobilisasi pasien
Jika kondisi pasien sudah mengijinkan, bantu pasien untuk bangun dari
tempat tidur. Biasanya jika hemiplegi disebabkan oleh trombosis, program
rehabilitasi aktif dimulai segera setelah pasien sadar. Sedangkan pasien yang
mengalami perdarahan cerebral tidak boleh mengikuti latihan sebelum tanda
perdarahan hilang.

Latihan duduk
Pasien dengan hemiplegi cenderung kehilangan rasa keseimbangan dan
membutuhkan latihan untuk memulihkan keseimbangan pada posisi duduk sebelum
berlatih keseimbangan pada posisi berdiri.
Sebelum pasien duduk dari posisi recumbent, cek tekanan darah untuk
mengobservasi terjadinya hipotensi orthostatik. Penurunan tekanan darah
menunjukkan meluasnya kerusakan pada area iskemik.
Pasien dibantu untuk duduk di tempat tidur dengan langkah sebagai berikut :
1. Pegang tangan pasien pada pergelangannya dan letakkan tangan pasien sejajar
pinggangnya.
2. Fleksikan siku yang sehat dengan sudut 90 0 dan minta untuk menekan tempat
tidur
3. Posisi duduk dicapai dengan mengalihkan berat ke tangan yang sehat saat
kontraksi abdomen
4. Tumpukan tangan pasien di tempat tidur dalam posisi lurus untuk menegakkan
badan pasien serta meluruskan bahunya.
Kemudian bantu pasien untuk duduk di tepi tempat tidur. Langkahnya adalah
sebagai berikut :
1. Turunkan ketinggian tempat tidur
2. Intruksikan pasien untuk meletakkan kaki yang sehat di bawah kaki yang lemah
dan minta untuk menggerakkannya ke sisi tempat tidur
3. Intruksikan pasien menekan tempat tidur dengan bertumpu siku yang sehat pada
sudut 900 dan mencapai posisi duduk dengan mengalihkan berat badan ke tangan
yang sehat saat memindahkan kaki yang sakit dengan kaki yang sehat ke tepi
tempat tidur. Karena gaya gravitasi, kedua gerakan tersebut akan bersumbu pada
pantat.
4. Saat posisi duduk tercapai tumpukan kedua tangan pasien di tempat tidur untuk
menjaga keseimbangannya.
5. Perawat berdiri di depan pasien untuk mengobservasi dan jika perlu membantu
mempertahankan posisi pasien
 Perubahan raut muka, nafas pendek, peningkatan denyut nadi merupakan indikasi
bahwa pasien harus dikembalikan ke posisi semula. Durasi latihan duduk bisa
ditingkatkan bila kondisi pasien mengijinkan.

Latihan berdiri
Bila pasien sudah bisa duduk dengan seimbang, mulai latih pasien untuk
berdiri. Ia perlu memakai sepatu yang pas untuk berjalan dan untuk seluruh aktivitas
ambulasi.
 Dudukkan pasien di tepi tempat tidur dan letakkan dua kursi di kedua sisi pasien.
Jika pasien tidak cukup kuat untuk memegang dan menekan kursi tersebut
dengan tangannya yang sakit, tangan tersebut dapat ditumpangkan pada ujung
lengan kursi. Posisi ini dapat menguatkan keseimbangan pasien.
 Bantu pasien ke posisi berdiri dengan memeluk pinggangnya dengan tangan
perawat dan meletakkan lutut perawat di sisi luar lutut pasien. Ini dapat
memberikan dukungan yang kuat pada posisi berdiri dan mencegah lutut pasien
tertekuk. Pasien mesti melakukan latihan ini berulang-ulang sampai mandiri.
Tangan pasien hendaknya dibiarkan bebas untuk menyeimbangkan posisinya.
 Berdirilah dibelakang pasien dan stabilkan posisinya. Tempatkan sebuah
waistband atau sabuk pengaman disekeliling pasien agar pasien dapat menjaga
keseimbangannya.
 Pusing, perubahan warna muka, peningkatan denyut nadi mengisyaratkan bahwa
pasien harus kembali ke posisi duduk. Jika tanda tersebut berlanjut, pasien mesti
diistirahatkan kembali di tempat tidur. Pengulangan latihan secara teratur akan
memperkuat pasien.
 Jika pasien merasa kesulitan dalam latihan berdiri, sebuah meja dapat menolong
pasien berdiri. Pasien harus mampu berdiri secara mandiri sebelum mulai latihan
berjalan.

Berjalan
Tongkat paralel (paralel bars )dapat digunakan saat pasien mulai belajar
berjalan. Sebuah kursi atau kursi roda harus disiapkan bila pasien mengalami
kelelahan atau rasa pusing. Langkah-langkah ambulasi pasien adalah sebagai
berikut :
 Intruksikan pasien untuk berdiri diantara tongkat paralel dengan pengalihan berat
badan ke kaki dan tangan yang sehat sejauh 10 cm di depan badannya.
 Intruksikan pasien untuk mengalihkan berat badannya ke kaki yang sehat dan
menggerakkan kaki yang sakit saat mejejakkan tongkat ke lantai.
 Kemudian pasien mengalihkan beratnya ke kaki yang lemah dan mengerakkan
yang sehat ( Jika otot-otot pasien amat lemah, stimulasi elektrik perlu digunakan.
Menstimulasi otot secara elektrik dapat meningkatkan kekuatan, memulihkan
atropi dan memperbaiki kontrol volunter )
Latihan ambulasi ini dilakukan dengan durasi yang tidak terlalu lama tetapi
sering. Jika pasien sudah cukup kuat dan merasa mampu, pasien dapat berjalan
dengan alat bantu tongkat aluminium. Tongkat dengan tiga atau empat ujung dapat
lebih membantu pasien untuk berjalan.

Penguatan
Jika pasien mengalami kelemahan atau lumpuhnya otot guadriceps, sendi
lutut dapat dibantu dengan pemasangan splint pada bagian belakang lutut.
Keuntungan dari splint ini adalah : (1) tonus otot akan meningkat sampai mampu
untuk melakukan aksi reflek (2) pasien lebih setimbang dalam melakukan latihan (3)
posisi yang jelek dapat diperbaiki. Jika kondisi pasien membaik, lepaskan splint.

Pemakaian kursi roda


Jika pasien memerlukan kursi roda, model dengan roda yang digerakkan
dengan tangan adalah yang paling cocok. Kursi roda tersebut haruslah cukup rendah
sehingga pasien dapat menjejakkan kakinya di lantai dan baik untuk digunakan di
rumah. Untuk menggerakkan kursi roda, tangan kanan mengendalikan pergerakan
roda dan kaki yang sehat mengendalikan arah kursi roda.
Saat pasien pindah dari kursi roda, rem tangan harus terpasang di sisi kanan
dan kiri kursi roda. Tehnik memindahkan pasien dari kursi roda adalah sebagai
berikut :
 Pasien menghentikan kursi roda dan bergeser ke depan.
 Pasien bertumpu pada lengan kursi dengan tangan yang sakit saat bergerak
kedepan dan berdiri.
 Lutut yang sakit harus dalam posisi lurus sehingga memungkinkan pasien
bertumpu pada kakinya dan bisa berpindah ke tempat duduk lain.
Pemakaian kursi roda dapat membuat pasien lebih mandiri dalam pemenuhan
kebutuhan sehari-harinya. Jika pasien memerlukan kursi roda untuk seterusnya,
diperlukan petunjuk-petunjuk khusus untuk pasien.

LATIHAN ADL PADA PASIEN STROKE


Pada saat pasien mampu untuk duduk, anjurkan ia untuk membantu kebutuhannya
sendiri ( personal hygine dan berpakaian ). Tahap pertama adalah meminta pasien
untuk mengerjakan aktivitas ringan dengan bagian tubuh yang sehat seperti menyisir
rambut, menyikat gigi, bercukur dengan pisau cukur elektrik, mengelap badan,
makan dan lain-lain yang bisa dikerjakan dengan satu tangan serta sesuai dengan
kebutuhannya. Bila pasien merasa kaku untuk pertamakalinya, minta pasien untuk
terus mencoba dan mengulangi latihan sehingga bagian yang sehat akan semakin
kuat. Penggunaan alat bantu akan membantu beberapa latihan untuk mengurangi
kelemahan pasien.
Latihan sederhana yang dapat dilakukan di tempat tidur misalnya berpakaian. Rasa
percaya diri pasien akan meningkat bila ia dapat berpakaian sendiri. Intruksikan
keluarga untuk memilih pakaian yang longgar. Pakaian dengan kancing yang
sederhana yang letaknya di depan atau di samping merupakan yang paling cocok
untuk latihan ini. Daya keseimbangan pasien akan membaik jika aktivitas berpakaian
dapat dilakukan dalam posisi duduk. Latih pasien secara bertahap misalnya dengan
memakai pakaian dalam terlebih dahulu, kemudian celana dan baju.

PENYULUHAN TERHADAP PASIEN DAN KELUARGA


Keluarga memegang peranan penting dalam pemulihan kondisi pasien.
Mereka mungkin sulit untuk menerima ketidakmampuan pasien dan mungkin
mengharapkan keadaan yang kurang realistis. Keluarga mesti diberikan konseling
untuk tidak menolong pasien mengerjakan hal-hal yang semestinya mampu
dikerjakan sendiri oleh pasien. Yakinkan mereka bahwa cinta dan perhatian mereka
merupakan bagian dari therapi terhadap penyembuhan pasien. Keluarga perlu diberi
informasi bahwa rehabilitasi terhadap pasien hemiplegi memerlukan waktu yang
lama dan perkembangannya pun berlangsung secara perlahan. Keluarga harus
mendukung dan memberikan sikap optimis terhadap kesembuhan pasien.
Jika pasien mengalami kerusakan otak, emosinya akan labil. Keluarga harus
disiapkan untuk menghadapi ketidakstabilan emosi pasien. Pasien dapat dengan
mudah menangis atau tertawa, dari perasaan senang tiba-tiba menjadi sedih. Jelaskan
pada pasien bahwa tertawa bukan berarti pasien merasa gembira dan menangis bukan
berarti ia merasa sedih. Jelaskan pula bahwa pasien akan cepat merasa lelah, peka
terhadap peristiwa kecil dan mengalami penurunan daya pikir. Dengan mengikuti
program rehabilitasi, problem tersebut dapat dikurangi. Keluarga dapat berpartisipasi
dengan memberikan dukungan penuh dan berdoa demi kesembuhan pasien.
Sejalan dengan itu, penataan lingkungan rumah diperlukan untuk keamanan
aktivitas pasien. Penggunaan shower akan lebih baik daripada bak mandi bagi pasien
hemiplegi karena pasien tidak cukup kuat untuk duduk dan berdiri dari bak mandi.
Duduk di tempat duduk yang tidak terlalu tinggi akan memudahkan pasien mandi.
Penggunaan sikat mandi yang panjang dengan sabun cair dapat membantu pasien
yang hanya dapat mengfungsikan satu tangannya saja. Jika tidak ada shower,
dekatkan tempat duduk dengan bak mandi dan beri gayung yang ringan. Pegangan
tangan perlu dipasang di kamar mandi dan toilet.
Jika mungkin, sangat baik bila pasien dapat kembali mengerjakan
pekerjaannya dengan beberapa bentuk modifikasi sehingga dirasakan lebih ringan.
Anjurkan pula pasien untuk rutin berkunjung ke pusat rehabilitasi untuk berlatih dan
mengevaluasi perkembangan kesembuhan serta mengatasi ketergantungan.
Untuk mngefektifkan pemulihan, diperlukan kunjungan rumah yang teratur
dari team kesehatan untuk memberikan advis secara teratur. Dengan demikian
konsistensi latihan, konseling keluarga dan kemandirian pasien dapat tercapai.
Intervensi keperawatan yang paling penting pada dengan disfungsi motorik
dan sensorik seperti pada pasien stroke adalah penyuluhan terhadap pasien dan
keluarganya tentang usaha-usaha yang berhubungan dengan kekurangmampuannya.
Penyuluhan bertujuan agar pasien dapat menggunakan indera yang tidak menderita
agar dapat menghindari cidera. Penyuluhan tersebut dapat meliputi :
1. Kebutuhan keamanan
 Kursi beroda harus dikunci bila akan memindahkan pasien
 Pemeriksaan mata yang menderita sesering mungkin
 Harus disertai kesadaran mengatur ekstremitas yang menderita sebelum digerakkan
 Lindungi anggota badan yang paralise dari cidera
 Sepatu pasien harus pas bila akan berjalan atau pindah
2. Pemeliharaan kulit
 Inspeksi kulit secara teratur dengan menggunakan cermin atau alat lain
 Perlu berganti posisi sesering mungkin
 Jangan menggunakan bantal pemanas, botol air panas atau mandi dengan air panas
3. Kebutuhan aktifitas
 Tingkat pergerakan diatur sesuai kemampuan pasien
 Posisi yang tepat
 Perubahan posisi yang sering
4. Pengobatan
 Pemakaian obat, efek samping, dosis, waktu
 Lapor efek samping kepada dokter
 Pentingnya tiak mengkombinasi obat dengan yang bisa mengubah prilaku/alkohol
5. Nutrisi dan diet
 Makanan yang sudah diolah
 Usaha yang dapat mengurangi kesukaran menelan
 Menggunakan alat yang dapat mempermudah cara makan
6. Aktifitas kebutuhan sehari-hari
 Tehnik mengajar mandi, bersoklek, berpakaian
 Penting untuk melakukan aktifitas rekreasi yang bermanfaat
 Memelihara eliminasi urin dan fecal
7. Penyuluhan lain
 Pentingnya masuknya cairan yang cukup
 Perawatan lanjutan, darimana suplay perlengkapan
 Metoda mengurangi rasa frustasi

DAFTAR PUSTAKA
Long, Barbara C, Perawatan Medikal Bedah, Suatu Pendekatan Proses Keperawatan,
Cetakan I Jilid 2, Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran
Bandung, Bandung, 1996
Medical Surgical Nursing,
KEBUTUHAN PSIKOSOSOSIAL PASIEN STROKE
 Korban stroke dapat memperlihatkan masalah-masalah emosional, dan
prilakunya mungkin berbeda dari keadaan sebelum mengalami stroke
 Emosinya dapat labil; misalnya pasien mungkin menangis namun pada saat
berikutnya tertawa tanpa sebab yang jelas.
 Toleransi terhadap stres mungkin menurun. Stres kecil pada status pre stroke
mungkin dirasakan sebagai masalah besar setelah mengalami stroke. Keluarga
mungkin tidak memahami prilaku tersebut.
 Korban stroke dapat menggunakan kata-kata kasar terhadap staf perawatan atau
anggota keluarga mereka, namun keluarga tidak dapat memahami hal tersebut
karena pasien mungkin tidak pernah menggunakan kata-kata kasar seperti itu
sebelumnya. Adalah peran perawat untuk membantu keluarga memahami
perubahan prilaku ini. Sangat banyak yang perawat bisa lakukan untuk
memodifikasi prilaku pasien seperti mengendalikan simulasi dan lingkungan,
memberikan waktu istirahat sepanjang siang hari untuk mencegah pasien dari
kelelahan yang berlebihan, memberi umpan balik positif untuk prilaku yang dapat
diterima atau prilaku yang positif, serta memberikan pengulangan ketika pasien
sedang berusaha untuk belajar kembali satu keterampilan.

PENGKAJIAN PSIKOSOSIAL STROKE


 Tipe klien dengan stroke usia lebih dari 60 tahun, adanya hipertensi dan memiliki
berbagai variasi tingkat kelemahan motorik/gerak. Defisit bahasa dan kognitif
mungkin juga terjadi dan klien mungkin mengalami masalah-masalah prilaku dan
memori
 Perawat menentukan reaksi kesakitan dari klien, khususnya yang dihubungkan
dengan perubahan-perubahan pada body image, konsep diri dan kemampuan
untuk tampil/melakukan ADL. Dalam kolaborasi dengan famili/keluarga dan
teman-teman klien, perawat mengidentifikasi kesulitan-kesulitan mekanisme
koping atau perubahan-perubahan kepribadian.
 Perawat mengkaji status finansial klien dan pekerjaannya, sebagaimana adanya
kehidupan klien yang mungkin berubah dan gejala-gejala sisa neurologis akibat
dari CVA. Klien yang tidak memiliki kemampuan asuransi mungkin cemas
dengan bagaimana keluarganya akan menghadapi efek finansial sehingga
merusak kehidupan mereka.
 Perawat juga mengkaji emosi klien yang labil, khususnya jika belahan otak depan
telah terkena.
 Penting bagi perawat untuk menjelaskan adanya emosi yang tidak terkontrol
kepada keluarganya atau hal-hal lain yang penting sehingga mereka tidak merasa
bertanggungjawab terhadap reaksi-reaksi klien.

Defisit yang lazim dan reaksi-reaksi emosional terhadap stroke serta intervensi
keperawatan umum yang berhubungan.

Defisit Emosional Intervensi Keperawatan


Labilitas emosional (menunjukkan reaksi Jangan hargai emosi yang meledak-ledak
dengan mudah atau tidak tepat) pada pasien. Bahwa labilitas emosi
adalah bagian dari penyakit.
Kehilangan kontrol diri dan hambatan Lindungi pasien sesuai kebutuhan
sosial sehingga martabat pasien utuh.
Penurunan toleransi terhadap stres Kontrol besarnya stres yang dialami
pasien
Ketakutan, permusuhan, frustasi dan Terimalah pasien apa adanya dan berikan
marah dukungan.
Kekacauan mental dan keputusasaan Perjelas setiap kesalahan konsep; biarkan
pasien untuk mengungkapkannya
Menarik diri, isolasi Berikan rangsangan dan keamanan,
kenyamanan lingkungan.
Depresi Berikan lingkungan suportif.

PENGOBATAN STROKE
Untuk merawat keadaan akut perlu diperhatikan faktor-faktor kritis sebagai berikut :
1. Menstabilkan tanda-tanda vital
a. Mempertahankan saluran nafas (sering melakukan penghisapan yang dalam,
O2, trakeotomi, pasang alat bantu pernafasan bila batang otak terkena)
b. Kendalikan tekanan darah sesuai dengan keadaan masing-masing individu;
termasuk usaha untuk memperbaiki hipotensi maupun hipertensi
2. Deteksi dan memperbaiki aritmia jantung
3. Merawat kandung kemih. Sedapat mungkin jangan memasang kateter tinggal;
cara ini telah diganti dengan kateterisasi “keluar masuk” setiap 4 – 6 jam.
4. Menempatkan posisi penderita dengan secepat mungkin :
a. Penderita harus dibalik setiap jam dan latihan gerak pasif setiap 2 jam
b. Dalam beberapa hari dianjurkan untuk dilakukan gerakan pasif penuh
sebanyak 50 kali per hari; tindakan ini perlu untuk mencegah tekanan pada
daerah tertentu dan untuk mencegah kontraktur (terutama pada bahu, siku dan
mata kaki)
Tidak satu pun metode pengobatan yang dapat terus menerus memberikan hasil
memuaskan. Ada beberapa metode yang kelihatannya baik, tapi angka mortalitas
masih belum menurun.

Pengobatan konservatif
Pada percobaan vasodilator mampu meningkatkan aliran darah otak (ADO), tetapi
belum terbukti demikian pada tubuh manusia. Dilator yang efektif untuk pembuluh di
tempat lain ternyata sedikit sekali efeknya bahkan tidak ada efek sama sekali pada
pembuluh darah cerebral, terutama bila diberikan secara oral (asam nikotinat,
tolazolin, papaverin

Anda mungkin juga menyukai