3 Stroke Umum
3 Stroke Umum
STROKE
I. Prevalensi Stroke
1. Di negara industri, stroke umumnya merupakan penyebab kematian nomor tiga pada
kelompok usia lanjut setelah penyakit jantung dan kanker.
2. Insiden stroke adalah 200 per 100.000 penduduk dalam satu tahun.
3. Bila dilihat dari usia, angka kejadian dalam dalam satu tahun dikelompokkan sebagai
berikut :
Usia 35-44 tahubn insidennya adalah 0,2 0/00
Usia 45-54 tahun insidennya adalah 0,7 0/00
Usia 55-64 tahun insidennya adalah 1,8 0/00
Usia 65-74 tahun insidennya adalah 2,7 0/00
Usia 75-84 tahun insidennya adalah 10,4 0/00
Usia 85 tahun ke atas insidennya adalah 13,9 0/00
Dengan insiden diatas dapat disimpulkan bahwa angka kejadian makin meningkat
dengan bertambahnya usia manusia.
4. Di AS stroke merupakan peringkat ketiga penyebab kematian. Diperkirakan angka
kejadian 400.000 setiap tahunnya, kira-kira 200.000 orang dengan kematian dan
200.000 orang dengan gejala sisa
5. Di United Kingdom terdapat 110.000 kasus baru setiap tahunnya sedangkan di
Australia 250.000 orang setiap tahunnya.
6. 10% - 15% lebih banyak terserang pada laki-laki dibandingkan pada perempuan.
7. Di Indonesia belum ada data pasti. Sebagai gambaran di R. Irna B Lt. I Ka, dari 900
kasusu pada tahun 1996, 25% adalah kasus stroke dan kebanyakan mengenai usia
diatas 50 tahun dan beberapa mengenai usia di bawah 35 tahun.
2. Emboli
Emboli cerebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan darah,
lemak, udara. Pada umumnya emboli berasal dari thrombus di jantung yang terlepas
dan menyumbat sistem arteri cerebral. Emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala
timbul kurang dari 10-30 detik. Beberapa keadaan di bawah ini dapat menimbulkan
emboli :
- Katup-katup jantung yang rusak akibat Rheumatik Heart Disease (RHD)
- Myokard infark
- Fibrilasi
Keadaan aritmia menyebabkan berbagai bentuk pengosongan ventrikel sehingga
darah terkumpul dan terbentuk gumpalan kecil dan sewaktu-waktu kososng
sama sekali dengan mengeluarkan embolus-embolus kecil.
- Endokarditis oleh bakteri dan non bakteri, menyebabkan terbentuknya
gumpalan-gumpalan pada endocardium
3. Hemorhagi
Perdarahan intra kranial atau intra cerebral termasuk perdarahan dalam ruang sub
arachnoid atau kedalam jaringan otak sendiri. Perdarahan ini dapat terjadi karena
atherosclerosis dan hypertensi. Akibat pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan
perembesan darah kedalam parenkhim otak yang dapat mengakibatkan penekanan,
pergeseran, dan pemisahan jaringan otak yang berdekatan sehingga otak akan
membengkak, jaringan otak tetekan sehingga terjadi infark otak, oedema dan
mungkin herniasi otak.
Penyebab perdarahan otak yang paling lazim terjadi :
- Aneurysma Berry; biasanya defek kongenital
- Aneurysma Fusiformis dari Artherosklerosis
- Aneurysma Myocotik dari vasculitis nekrose dan emboli septis
- Malformasi Arteriovenous; terjadi hubungan persambungan pembuluh darah
arteri, sehingga darah arteri langsung masuk vena
- Ruptur arteriol cerebral; akibat hypertensi yang menimbulkan penebalan dan
degenerasi pembuluh darah.
4. Hypoksia Umum
- Hipotensi yang parah
- Cardiac pulmonary arrest
- Cardiac output turun akibat aritmia
5. Hipoksia Setempat
- Spasme arteri cerebral yang disertai perdarahan sub Arachnoid
- Vasokontriksi arteri otak disertai saki kepala migrain.
DAFTAR PUSTAKA
Donna D. I, and Varner Bayne Marylin, Medical Surgical Nursing A Nursing Prosess
Approach, Saunders Company, Philadelphia, 1991
Barbara C. Long, perawatan Medikal Bedah, Edisi II, terjemahan, IAPK Pajajaran Bandung,
1996
Pusdiknakes, Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Persyarafan, Jakarta. 1993
PERAWATAN FASE REHABILITASI
Rehabilitasi segera dimulai pada saat pasien terkena stroke. Pasien dengan hemiplegi
mengalami paralisis unilateral dan membutuhkan perawatan rehabilitasi intensif
secepatnya dengan tujuan : (1) untuk mencegah deformitas, (2) memulihkan tangan
dan kaki yang terkena efek, (3) menolong pasien mencapai kemandirian dalam
memelihara personal hygine dan memakai pakaiannya.
Pada saat kontrol dari otot-otot volunter hilang, fleksi yang kuat dari otot akan
menekan kontrol otot ekstensor. Tangan cenderung aduksi ( otot adduksi lebih kuat
dari otot abduksi ) dan akan berotasi internal. Siku dan pergelangan tangan
cenderung fleksi, kaki yang sakit cenderung berotasi eksterna pada persendian tulang
paha dan fleksi pada lutut, sedangkan pergelangan kaki akan bersupinasi dan
cenderung ke arah plantar fleksi.
Pengaturan posisi
Memperbaiki posisi di tempat tidur merupakan hal yang penting sebagai bagian dari
pencegahan kontraktur, mengurangi tekanan dan membantu memelihara kesejajaran
tubuh. Papan tempat tidur di bawah matras memberikan dukungan kuat pada tubuh.
Pasien akan tetap rata/datar di tempat tidur kecuali diajak melakukan aktivitas sehari-
hari. Mempertahankan posisi lurus di tempat tidur untuk jangka waktu yang lama
merupakan salah satu penyebab terjadinya deformitas sendi panggul. Papan kaki
dapat digunakan dalam jangka waktu tertentu untuk menjaga kaki pada sudut yang
benar saat pasien dalam keadaan supinasi (dorsal). Ini akan mencegah pemendekan
kaki ( footdrop ) dan pemendekan otot tumit sebagai akibat kontraktur otot
gastrocnemius. Bagaimanapun juga, para ahli therapi merasakan bahwa penggunaan
papan kaki secara kontinyu akan menstimulasi bagian permukaan plantar kaki
menjadi plantar fleksi. Jika bagian ekstremitas yang terkena dalam keadaan spastik,
gunakan pembatas tempat tidur untuk menjaga ekstremitas di tempat tidur.
Karena otot fleksi lebih kuat dibandingkan otot ektensi, maka penting untuk
melakukan pembidaian pada bagian posterior pada malam hari untuk mencegah
fleksi dari ekstremitas yang terkena. Jika pembidaian tidak efektif, gunakanlah gips
pembalut pada ekstremitas yang terkena efek, apit dan ganjal bagian posteriornya.
Bagian tumit harus diganjal dengan bantal atau selimut wool. Kaki diletakkan pada
gips pembalut dan balut dengan perban elastis untuk menjaga kaki dalam posisi
ekstensi. Pembidaian bagian posterior ekstremitas hanya dilakukan pada malam hari
untuk mencegah perubahan posisi saat pasien tidur.
Untuk mencegah rotasi eksternal paha gunakan “trochanter roll” yang
diletakkan dari atas lutut sampai di bawah pinggang sehungga tulang sendi paha
terletak di antara dua bagian ini. Ini mengakibatkan lutut tidak akan berotasi secara
berlebihan dan mencegah paha dari pergeseran. Lihat gambar.
Untuk mencegah adduksi dari lengan yang sakit, tempatkan bantal di aksila.
Ini akan menjauhkan lengan dari dada. Bantal diletakkan di bawah lengan dan lengan
ditempatkan pada posisi netral (tanpa fleksi), dimana siku lebih tinggi dari bahu dan
pergelangan tangan lebih tinggi daripada siku. Posisi ini mencegah terjadinya edema
dan fibrosis serta mempercepat pulihnya kontrol lengan penderita. Lihat gambar.
Perubahan posisi
Posisi pasien harus diubah setiap dua jam. Untuk menempatkan pasien pada
posis miring, letakkan bantal diantara kedua kaki sebelum pasien dimiringkan.
Pasien bisa dimiringkan ke kanan maupun kiri tetapi batasi waktu miring ke sisi yang
sakit karena jika terlalu lama akan merusak sensasi pada bagian tersebut. Dengan
demikian paha atas tidak akan mengalami fleksi akut. Lihat gambar.
Tempatkan pasien pada posisi prone selama 15 menit sampai setengah jam
setiap harinya. Letakkan bantal kecil di bawah pelvis antara pusar sampai pangkal
paha. Lihat gambar. Posisi ini membuat tulang paha hiperekstensi diaman hal ini
bermanfaat untuk pemulihan ke kondisi normal. Posisi prone juga membantu
mengalirkan sekresi bronkhial dan mencegah deformitas /contraktur sendi bahu dan
lutut.
Latihan
Ekstremitas yang sakit dilatih secara pasif sampai tingkat ROM penuh 4 – 5x
sehari untuk mencegah kontraktur. Pengulangan bentuk aktivitas akan memperbaiki
fungsi sistem syaraf pusat. Untuk pertamakali, ekstremitas biasanya akan mengalami
kelelahan/kelemahan. Jika hal ini terjadi, turunkan tingkat latihan. Observasi
terjadinya nafas pendek, nyeri dada, sianosis dan peningkatan denyut nadi selama
periode latihan.
Frekwensi latihan dengan jangka waktu singkat tapi teratur akan lebih baik
daripada latihan dengan jangka waktu lama tetapi tidak teratur. Keteraturan latihan
sangat penting untuk proses pemulihan fungsi. Penguatan otot dan peningkatan ROM
yang efektif hanya dapat dicapai melalui latihan teratur setiap hari.
Berikan motivasi dan ingatkan pasien untuk melakukan latihan pada bagian
yang sehat setiap harinya. Jadwal tertulis dapat digunakan untuk mengingatkan
pasien terhadap latihan yang harus dilakukannya. Perawat harus tetap mengawasi dan
memberikan dukungan selama latihan. Pasien dapat menopangkan kakinya yang
sakit pada kaki yang sehat untuk menggerakkannya saat latihan. Latihan di tempat
tidur perlu diberikan sebelum latihan ambulasi dan berikan informasi kepada pasien
tentang tujuan dari latihan tersebut. Latihan otot guadriceps dan gluteal dimulai
secepatnya untuk meningkatkan kekuatan otot yang diperlukan saat berjalan. Itu bisa
dilakukan sampai lima kali sehari dengan durasi 10 menit setiap kalinya.
Mobilisasi pasien
Jika kondisi pasien sudah mengijinkan, bantu pasien untuk bangun dari
tempat tidur. Biasanya jika hemiplegi disebabkan oleh trombosis, program
rehabilitasi aktif dimulai segera setelah pasien sadar. Sedangkan pasien yang
mengalami perdarahan cerebral tidak boleh mengikuti latihan sebelum tanda
perdarahan hilang.
Latihan duduk
Pasien dengan hemiplegi cenderung kehilangan rasa keseimbangan dan
membutuhkan latihan untuk memulihkan keseimbangan pada posisi duduk sebelum
berlatih keseimbangan pada posisi berdiri.
Sebelum pasien duduk dari posisi recumbent, cek tekanan darah untuk
mengobservasi terjadinya hipotensi orthostatik. Penurunan tekanan darah
menunjukkan meluasnya kerusakan pada area iskemik.
Pasien dibantu untuk duduk di tempat tidur dengan langkah sebagai berikut :
1. Pegang tangan pasien pada pergelangannya dan letakkan tangan pasien sejajar
pinggangnya.
2. Fleksikan siku yang sehat dengan sudut 90 0 dan minta untuk menekan tempat
tidur
3. Posisi duduk dicapai dengan mengalihkan berat ke tangan yang sehat saat
kontraksi abdomen
4. Tumpukan tangan pasien di tempat tidur dalam posisi lurus untuk menegakkan
badan pasien serta meluruskan bahunya.
Kemudian bantu pasien untuk duduk di tepi tempat tidur. Langkahnya adalah
sebagai berikut :
1. Turunkan ketinggian tempat tidur
2. Intruksikan pasien untuk meletakkan kaki yang sehat di bawah kaki yang lemah
dan minta untuk menggerakkannya ke sisi tempat tidur
3. Intruksikan pasien menekan tempat tidur dengan bertumpu siku yang sehat pada
sudut 900 dan mencapai posisi duduk dengan mengalihkan berat badan ke tangan
yang sehat saat memindahkan kaki yang sakit dengan kaki yang sehat ke tepi
tempat tidur. Karena gaya gravitasi, kedua gerakan tersebut akan bersumbu pada
pantat.
4. Saat posisi duduk tercapai tumpukan kedua tangan pasien di tempat tidur untuk
menjaga keseimbangannya.
5. Perawat berdiri di depan pasien untuk mengobservasi dan jika perlu membantu
mempertahankan posisi pasien
Perubahan raut muka, nafas pendek, peningkatan denyut nadi merupakan indikasi
bahwa pasien harus dikembalikan ke posisi semula. Durasi latihan duduk bisa
ditingkatkan bila kondisi pasien mengijinkan.
Latihan berdiri
Bila pasien sudah bisa duduk dengan seimbang, mulai latih pasien untuk
berdiri. Ia perlu memakai sepatu yang pas untuk berjalan dan untuk seluruh aktivitas
ambulasi.
Dudukkan pasien di tepi tempat tidur dan letakkan dua kursi di kedua sisi pasien.
Jika pasien tidak cukup kuat untuk memegang dan menekan kursi tersebut
dengan tangannya yang sakit, tangan tersebut dapat ditumpangkan pada ujung
lengan kursi. Posisi ini dapat menguatkan keseimbangan pasien.
Bantu pasien ke posisi berdiri dengan memeluk pinggangnya dengan tangan
perawat dan meletakkan lutut perawat di sisi luar lutut pasien. Ini dapat
memberikan dukungan yang kuat pada posisi berdiri dan mencegah lutut pasien
tertekuk. Pasien mesti melakukan latihan ini berulang-ulang sampai mandiri.
Tangan pasien hendaknya dibiarkan bebas untuk menyeimbangkan posisinya.
Berdirilah dibelakang pasien dan stabilkan posisinya. Tempatkan sebuah
waistband atau sabuk pengaman disekeliling pasien agar pasien dapat menjaga
keseimbangannya.
Pusing, perubahan warna muka, peningkatan denyut nadi mengisyaratkan bahwa
pasien harus kembali ke posisi duduk. Jika tanda tersebut berlanjut, pasien mesti
diistirahatkan kembali di tempat tidur. Pengulangan latihan secara teratur akan
memperkuat pasien.
Jika pasien merasa kesulitan dalam latihan berdiri, sebuah meja dapat menolong
pasien berdiri. Pasien harus mampu berdiri secara mandiri sebelum mulai latihan
berjalan.
Berjalan
Tongkat paralel (paralel bars )dapat digunakan saat pasien mulai belajar
berjalan. Sebuah kursi atau kursi roda harus disiapkan bila pasien mengalami
kelelahan atau rasa pusing. Langkah-langkah ambulasi pasien adalah sebagai
berikut :
Intruksikan pasien untuk berdiri diantara tongkat paralel dengan pengalihan berat
badan ke kaki dan tangan yang sehat sejauh 10 cm di depan badannya.
Intruksikan pasien untuk mengalihkan berat badannya ke kaki yang sehat dan
menggerakkan kaki yang sakit saat mejejakkan tongkat ke lantai.
Kemudian pasien mengalihkan beratnya ke kaki yang lemah dan mengerakkan
yang sehat ( Jika otot-otot pasien amat lemah, stimulasi elektrik perlu digunakan.
Menstimulasi otot secara elektrik dapat meningkatkan kekuatan, memulihkan
atropi dan memperbaiki kontrol volunter )
Latihan ambulasi ini dilakukan dengan durasi yang tidak terlalu lama tetapi
sering. Jika pasien sudah cukup kuat dan merasa mampu, pasien dapat berjalan
dengan alat bantu tongkat aluminium. Tongkat dengan tiga atau empat ujung dapat
lebih membantu pasien untuk berjalan.
Penguatan
Jika pasien mengalami kelemahan atau lumpuhnya otot guadriceps, sendi
lutut dapat dibantu dengan pemasangan splint pada bagian belakang lutut.
Keuntungan dari splint ini adalah : (1) tonus otot akan meningkat sampai mampu
untuk melakukan aksi reflek (2) pasien lebih setimbang dalam melakukan latihan (3)
posisi yang jelek dapat diperbaiki. Jika kondisi pasien membaik, lepaskan splint.
DAFTAR PUSTAKA
Long, Barbara C, Perawatan Medikal Bedah, Suatu Pendekatan Proses Keperawatan,
Cetakan I Jilid 2, Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran
Bandung, Bandung, 1996
Medical Surgical Nursing,
KEBUTUHAN PSIKOSOSOSIAL PASIEN STROKE
Korban stroke dapat memperlihatkan masalah-masalah emosional, dan
prilakunya mungkin berbeda dari keadaan sebelum mengalami stroke
Emosinya dapat labil; misalnya pasien mungkin menangis namun pada saat
berikutnya tertawa tanpa sebab yang jelas.
Toleransi terhadap stres mungkin menurun. Stres kecil pada status pre stroke
mungkin dirasakan sebagai masalah besar setelah mengalami stroke. Keluarga
mungkin tidak memahami prilaku tersebut.
Korban stroke dapat menggunakan kata-kata kasar terhadap staf perawatan atau
anggota keluarga mereka, namun keluarga tidak dapat memahami hal tersebut
karena pasien mungkin tidak pernah menggunakan kata-kata kasar seperti itu
sebelumnya. Adalah peran perawat untuk membantu keluarga memahami
perubahan prilaku ini. Sangat banyak yang perawat bisa lakukan untuk
memodifikasi prilaku pasien seperti mengendalikan simulasi dan lingkungan,
memberikan waktu istirahat sepanjang siang hari untuk mencegah pasien dari
kelelahan yang berlebihan, memberi umpan balik positif untuk prilaku yang dapat
diterima atau prilaku yang positif, serta memberikan pengulangan ketika pasien
sedang berusaha untuk belajar kembali satu keterampilan.
Defisit yang lazim dan reaksi-reaksi emosional terhadap stroke serta intervensi
keperawatan umum yang berhubungan.
PENGOBATAN STROKE
Untuk merawat keadaan akut perlu diperhatikan faktor-faktor kritis sebagai berikut :
1. Menstabilkan tanda-tanda vital
a. Mempertahankan saluran nafas (sering melakukan penghisapan yang dalam,
O2, trakeotomi, pasang alat bantu pernafasan bila batang otak terkena)
b. Kendalikan tekanan darah sesuai dengan keadaan masing-masing individu;
termasuk usaha untuk memperbaiki hipotensi maupun hipertensi
2. Deteksi dan memperbaiki aritmia jantung
3. Merawat kandung kemih. Sedapat mungkin jangan memasang kateter tinggal;
cara ini telah diganti dengan kateterisasi “keluar masuk” setiap 4 – 6 jam.
4. Menempatkan posisi penderita dengan secepat mungkin :
a. Penderita harus dibalik setiap jam dan latihan gerak pasif setiap 2 jam
b. Dalam beberapa hari dianjurkan untuk dilakukan gerakan pasif penuh
sebanyak 50 kali per hari; tindakan ini perlu untuk mencegah tekanan pada
daerah tertentu dan untuk mencegah kontraktur (terutama pada bahu, siku dan
mata kaki)
Tidak satu pun metode pengobatan yang dapat terus menerus memberikan hasil
memuaskan. Ada beberapa metode yang kelihatannya baik, tapi angka mortalitas
masih belum menurun.
Pengobatan konservatif
Pada percobaan vasodilator mampu meningkatkan aliran darah otak (ADO), tetapi
belum terbukti demikian pada tubuh manusia. Dilator yang efektif untuk pembuluh di
tempat lain ternyata sedikit sekali efeknya bahkan tidak ada efek sama sekali pada
pembuluh darah cerebral, terutama bila diberikan secara oral (asam nikotinat,
tolazolin, papaverin