Anda di halaman 1dari 8

Pemeriksaan dahak

a. Pemeriksaan dahak mikroskopis


Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai keberhasilan
pengobatan dan menentukan potensi penularan. Pemeriksaan dahak untuk penegakan
diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan 3 spesimen dahak yang dikumpulkan dalam
dua hari kunjungan yang berurutan berupa Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS),
• S (sewaktu): dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang berkunjung pertama kali.
Pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot dahak untuk mengumpulkan dahak pagi
pada hari kedua.
• P (Pagi): dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah bangun tidur.
Pot dahak dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di Fasyankes.
• S (sewaktu): dahak dikumpulkan di Fasyankes pada hari kedua, saat menyerahkan dahak
pagi.
Pengambilan 3 spesimen dahak masih diutamakan dibanding dengan 2 spesimen dahak
mengingat masih belum optimalnya fungsi sistem dan hasil jaminan mutu eksternal
pemeriksaan laboratorium.
JENIS TABLET FDC
Jenis-jenis tablet FDC untuk dewasa :
• Tablet yang mengandung 4 macam obat dikenal sebagai tablet 4FDC.
Setiap tablet mengandung:
– 75 mg Isoniasid (INH)
– 150 mg Rifampisin
– 400 mg Pirazinamid
– 275 mg Etambutol
Tablet ini digunakan untuk pengobatan setiap hari dalam tahap intensif dan untuk sisipan. Jumlah tablet yang digunakan
disesuaikan dengan berat badan penderita.
• Tablet yang mengandung 2 macam obat dikenal sebagai tablet 2FDC.
Setiap tablet mengandung:
– 150 mg Isoniasid (INH)
– 150 mg Rifampisin
Tablet ini digunakan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu dalam tahap lanjutan. Jumlah tablet yang digunakan
disesuaikan dengan berat badan penderita.
Disamping itu, tersedia obat lain untuk melengkapi paduan obat kategori 2, yaitu:
– Tablet Etambutol @ 400 mg,
– Streptomisin injeksi, vial @ 750 mg atau vial @ 1 gr
– Aquabidest.

Efek Samping Obat TB


1. Isoniazid (INH)
–neuropati perifer (kesemutan, rasa terbakar di kaki). Efek ini dapat dikurangi dengan pemberian piridoksin dengan dosis 100 mg
perhari atau dengan vitamin B kompleks. Pada keadaan tersebut pengobatan dapat diteruskan. Kelainan lain ialah menyerupai
defisiensi piridoksin ( syndrom pellagra)
–Hepatitis. Hentikan OAT dan pengobatan sesuai dengan pedoman TB pada keadaan khusus.
2. Rifampisin
–Sindrom flu berupa demam, menggigil dan nyeri tulang, gangguan sistem pencernaan, hipersensitivitas.
–Hepatitis, Purpura, anemia hemolitik yang akut, syok dan gagal ginjal
–Rifampisin dapat menyebabkan warna merah pada air seni, keringat. Air mata, air liur. karena proses metabolisme obat
3. Pirazinamid
–Hepatitis
–Nyeri sendi juga dapat terjadi (beri aspirin) dan kadang-kadang dapat menyebabkan sarangan arthritis Gout, hal ini
kemungkinan disebabkan berkurangnya ekskresi dan penimbuhan asam urat (hiperuricemia)
4. Etambutol
Gangguan penglihatan berupa berkurangnya ketajaman, buta warna untuk warna merah dan hijau. Gangguan penglihatan akan
kembali normal dalam beberapa minggu setelah obat dihentikan.Sebaiknya etambutol tidak diberikan pada anak karena risiko
kerusakan okuler sulit untuk dideteksi.
5. Streptomisin
kerusakan syaraf kedelapan yang berkaitan dengan keseimbangan dan pendengaran. Gejala efekya samping yang terlibat ialah
telinga mendenging (tinitus), pusing dan kehilangan keseimbangan.
Reaksi hipersensitivitas kadang terjadi berupa demam yang timbul tiba-tiba disertai sakit kepala, muntah dan eritema pada kulit.
Efek samping sementara dan ringan (jarang terjadi) seperti kesemutan sekitar mulut dan telinga yang mendenging dapat terjadi
segera setelah suntikan.
Streptomisin dapat menembus barrier plasenta sehingga tidak boleh diberikan pada wanita hamil sebab dapat merusak syaraf
pendengaran janin

Untuk menjamin ketersediaan OAT untuk setiap pasien, OAT disediakan dalam bentuk paket. Satu paket dibuat untuk satu
pasien untuk satu masa pengobatan. Paket OAT anak berisi obat untuk tahap intensif, yaitu Rifampisin (R), Isoniazid (H),
Pirazinamid (Z); sedangkan untuk tahap lanjutan, yaitu Rifampisin (R) dan Isoniasid (H).
Dosis

 INH: 5-15 mg/kgBB/hari, dosis maksimal 300 mg/hari


 Rifampisin: 10-20 mg/kgBB/hari, dosis maksimal 600 mg/hari
 Pirazinamid: 15-30 mg/kgBB/hari, dosis maksimal 2 000 mg/hari
 Etambutol: 15-20 mg/kgBB/hari, dosis maksimal 1 250 mg/hari
 Streptomisin: 15–40 mg/kgBB/hari, dosis maksimal 1 000 mg/hari

Untuk meningkatkan kepatuhan pasien dalam menjalani pengobatan yang relatif lama dengan jumlah obat yang banyak, paduan
OAT disediakan dalam bentuk Kombinasi Dosis Tetap = KDT (Fixed Dose Combination = FDC). Tablet KDT untuk anak
tersedia dalam 2 macam tablet, yaitu:

 Tablet RHZ yang merupakan tablet kombinasi dari R (Rifampisin), H (Isoniazid) dan Z (Pirazinamid) yang digunakan
pada tahap intensif.
 Tablet RH yang merupakan tablet kombinasi dari R (Rifampisin) dan H (Isoniazid) yang digunakan pada tahap
lanjutan.

Pada keadaan TB berat, baik pulmonal maupun ekstrapulmonal seperti TB milier, meningitis TB, TB sendi dan tulang, dan lain-
lain:

 Pada tahap intensif diberikan minimal 4 macam obat (INH, Rifampisin, Pirazinamid, Etambutol atau Streptomisin).
 Pada tahap lanjutan diberikan INH dan Rifampisin selama 10 bulan.
 Untuk kasus TB tertentu yaitu TB milier, efusi pleura TB, perikarditis TB, TB endobronkial, meningitis TB dan
peritonitis TB diberikan kortikosteroid (prednison) dengan dosis 1–2 mg/kg BB/hari, dibagi dalam 3 dosis. Lama
pemberian kortikosteroid adalah 2–4 minggu dengan dosis penuh dilanjutkan tappering off dalam jangka waktu 2–6
minggu. Tujuan pemberian steroid ini untuk mengurangi proses inflamasi dan mencegah terjadi perlekatan jaringan
Sasaran pengobatan tuberkulosis paru adalah meringankan tanda dan gejala tuberkulosis paru serta membunuh dan
membersihkan Mycobacterium tuberculosis.

Pengobatan tuberkulosis paru ini mempunyai tujuan antara lain mengidentifikasi secara cepat kasus baru tuberkulosis paru,
mengisolasi pasien yang positif menderita tuberkulosis paru untuk mencegah penyebaran penyakit, mengatasi secara cepat tanda
dan gejala yang muncul, meningkatkan kepatuhan pasien selama pengobatan, serta menyembuhkan pasien secepat mungkin
(umumnya setelah 6 bulan pengobatan) dengan tidak mempengaruhi penggunaan obat oral anti diabetes.

Pasien tuberkulosis paru dapat dikelompokkan menjadi 4 kategori yaitu kategori 1, kategori 2, kategori 3, dan sisipian.

a. Kategori 1 adalah penderita baru tuberkulosis paru dengan hasil test Bakteri Tahan Asam (BTA) positif,
penderita tuberkulosis paru BTA negatif rontgen positif sakit berat, dan penderita tuberkulosis ekstra paru berat.
b. Kategori 2 adalah pasien tuberkulosis paru kambuh, penderita gagal, dan penderita dengan pengobatan setelah
lalai.
c. Kategori 3 adalah penderita baru BTA negatif dan rontgen positif sakit ringan, serta pada penderita ekstra paru
ringan.
d. Pasien yang tergolong kategori sisipan apabila pada akhir tahap intensif pengobatan baik pada penderita
kategori 1 atau kategori 2, dimana hasil pemeriksaan BTA masih positif.

Pengobatan tuberkulosis paru diberikan dalam dua tahap, yaitu tahap intensif dan tahap lanjutan. Pada tahap intensif penderita
mendapat OAT selama 2 bulan, apabila hasil pemeriksaan BTA pada akhir tahap ini negatif, maka dapat dilanjutkan dengan
pengobatan tahap lanjutan tetapi jika hasil pemeriksaan BTA masih positif maka diberikan tahap sisipan terlebih dahulu sebelum
masuk ke tahap lanjutan. Pasien dengan kategori 1, pada tahap intensif akan mendapat kombinasi Obat Anti Tuberkulosis yaitu
isoniazid, rifampisin, pirazinamid, dan etambutol selama 2 bulan diberikan setiap hari, pada tahap lanjutan yaitu isoniazid,
rifampisin diberikan 3 kali dalam seminggu selama 4 bulan. Pasien dengan kategori 2, pada tahap intensif mendapat OAT selama
3 bulan yang terdiri dari 2 bulan dengan isoniazid, rifampisin, pirazinamid, etambutol, dan suntikan streptomisin diberikan setiap
hari, serta 1 bulan dengan isoniazid, rifampisin, pirazinamid, dan etambutol diberikan setiap hari. Setelah tahap intensif, diteruskan
dengan tahap lanjutan selama 5 bulan dengan kombinasi OAT isoniazid, rifampisin, dan etambutol diberikan 3 kali dalam seminggu.
Pasien tuberkulosis paru dengan kategori 3 pada tahap intensif mendapat kombinasi OAT isoniazid, rifampisin, dan pirazinamid
diberikan setiap hari selama 2 bulan. Setelah tahap intensif, diteruskan tahap lanjutan dengan kombinasi OAT isoniazid dan
rifampisin diberikan 3 kali dalam seminggu selama 4 bulan. Pada tahap sisipan akan mendapat kombinasi OAT isoniazid,
rifampisin, pirazinamid, dan etambutol diberikan setiap hari selama 1 bulan.

Obat pilihan

1. isoniazid
Nama generik : isoniazid

Nama dagang : inoxin®, kapedoxin®, pulmolin®, suprazid®

Indikasi : tuberkulosis dalam kombinasi dengan obat lain

Kontra-indikasi : penyakit hati yang aktif

Bentuk sediaan : tablet


Dosis dan aturan pakai : dewasa : 5 mg/kg per hari (dosis yang biasanya 300 mg/hari), 10
mg/kg/hari 3 kali seminggu atau 15 mg/kg 2 kali seminggu (maksimal 900 mg)
Anak : 10-15 mg/kg/hari dalam 12 dosis terbagi (maksimal 300 mg/hari), 20-30 mg/kg 3
kali seminggu (maksimal 900 mg)
Efek samping : mual, muntah, konstipasi, neuritis perifer, dengan dosis tinggi, neuritis
optic, kejang, episode psikosis, vertigo, reaksi hipersensitif seperti demam, eritema
multiforme, purpura, agranulositosis, anemia hemolitik, anemia aplastik, hepatitis
(terutama pada usia lebih dari 35 tahun), sindrom Sistemik Lupus Eritema, elagra,
hiperrefleksia,hiperglikemia dan ginekomastia

Resiko khusus : kelainan fungsi hati

Pemberian Isoniazid selalu disertai dengan pemberian piridoksin (Vitamin B6)


2. pirazinamid
Nama generik : pirazinamid

Nama dagang : corsazinamid®, prazina®, sanazet®, TB Zet®


Indikasi : tuberkulosis dalam kombinasi dengan obat lain

Kontra-indikasi : porfiria gangguan fungsi hati berat, hipersensitifitas terhadap


pirazinamid

Bentuk sediaan : tablet

Dosis dan aturan pakai : dewasa : 15-30 mg/kg/hari, 50 mg/kg dua kali seminggu, 25-30
mg/kg ( maksimal 2,5 g) 3 kali seminggu.
anak : 15-30 mg/kg/hari (maksimal 2 g/hari), 50 mg/kg/dosis 2 kali seminggu (maksial 4
g/dosis)
Efek samping : hepatotoksisitas termasuk demam, anoreksia, hepatomegali, splenomegali,
jaundice, kerusakan hati, mual, muntah, urtikaria, artralgia, anemia sideroblastik.

Resiko khusus : kelainan hati kronik

3. rifampisin
Nama generik : rifampisin

Nama dagang : lanarif®, medirif®, rifabiotic®, rimactane®, rifamtibi®, rifacin®


Indikasi : bruselosis, legionelosis, infeksi berat stafilokokus kombinasi dengan obat lain.
Tuberkulosis dalam kombinasi dengan obat lain

Kontra-indikasi : jaundice

Bentuk sediaan : kapsul, kaptab

Dosis dan aturan pakai : 10 mg/kg (8-12 mg/kg) per hari, maksimal 600 mg/hari 2 atau 3
kali seminggu

Efek samping : gangguan saluran cerna seperti anoeksia, mual, muntah, sakit kepala, pada
terapi interminten dapat terjadi sindrom influenza, gangguan respirasi (nafas pendek),
kolaps dan syok, anemia hemolitik, gagal ginjal akut, purpura, trobositopenia, gangguan
funsgsi hati, jaundice, kemerahan, urtikaria, ruam. Efek samping yang lain : udem,
kelemahan otot, miopati, lekopenia, eosinofilia, gangguan menstruasi, warna kemerahan
pada urin, saliva dan cairan tubuh lainnya, tromboplebtis pada pemberian per infus jangka
panjang

Resiko khusus : wanita pengguna kontrasepsi, penderita Diabetes Mellitus

4. etambutol
Nama generik : etambutol

Nama dagang : bacbutol®, corsabutol®, parabutol®


Indikasi : tuberkulosis dalam kombinasi dengan obat lain

Kontra-indikasi : anak di bawah 6 tahun, neurotis optik, gangguan penglihatan

Bentuk sediaan : tablet

Dosis dan aturan pakai : dewasa : 15-25 mg/kg/hari, 50 mg/kg 2 kali seminggu, 25-30
mg/kg 3 kali seminggu
anak (di atas 6 tahun) : 15-20 mg/kg/hari (maksimal 1 g/hari), 50 mg/kg 3 kali seminggu
(maksimal 4 g/dosis)
Efek samping : neuritis optic, buta warna merah/hijau, neuritis perifer

Resiko khusus : kelainan ginjal

5. streptomisin
Nama generik : streptomisin

Nama dagang : streptomisin sulfat meiji®


Indikasi : tuberkulosis dalam kombinasi dengan obat lain

Kontra-indikasi : hipersensitif terhadap aminoglikosida

Bentuk sediaan : serbuk injeksi 1g/vial, 5 g/vial

Dosis dan aturan pakai : dewasa : 15 mg/kg/hari (maksimal 1g), 25-30 mg/kg 2 kali
seminggu (maksimal 1,5g), 25-30 mg/kg 3 kali seminggu (maksimal 1g)
anak : 20-40 mg/kg/hari (maksimal 1 g/hari), 20-40 mg/kg 2 kali seminggu (maksimal 1
g), 25-30 mg/kg 3 kali seminggu)
Efek samping : ototoksisitas, nefrotoksisitas yang biasanya terjadi pada orang tua atau
gangguan fungsi ginjal

Resiko khusus : wanita hamil, kelainan ginja

DOTS (Directly Observed Treatment Short-course)


Merupakan strategi penanggulangan Tuberkulosis di Rumah Sakit melalui pengobatan jangka pendek dengan pengawasan
langsung. DOTs adalah tempat untuk konsultasi pasien TB.

Penanggulangan Tuberkulosis merupakan program nasional yang harus dilaksanakan di seluruh Unit Pelayanan Kesehatan
termasuk Rumah Sakit. Khusus bagi pelayanan pasien tuberkulosis di Rumah Sakit dilakukan dengan strategi DOTS. Hal ini
memerlukan pengelolaan yang lebih spesifik, karena dibutuhkan kedisplinan dalam penerapan semua standar prosedur
operasional yang ditetapkan, disamping itu perlu adanya koordinasi antar unit pelayanan dalam bentuk jejaring serta penerapan
standar diagnosa dan terapi yang benar, dan dukungan yang kuat dari jajaran direksi rumah sakit berupa komitmen dalam
pengelolaan penanggulangan TB.

Fokus utama DOTS adalah penemuan dan penyembuhan pasien, prioritas diberikan kepada pasien TB tipe menular. Strategi ini
akan memutuskan penularan TB dan dengan demikian menurunkan insidens TB di masyarakat. Menemukan dan menyembuhkan
pasien merupakan cara terbaik dalam upaya pencegahan penularan TB.

Upaya penanggulangan TB dimulai pada awal tahun 1990-an WHO dan IUALTD (International Union Against Tb and Lung
Diseases) telah mengembangkan strategi penanggulangan TB yang dikenal sebagai strategi DOTS, dan telah terbukti sebagai
strategi penanggulangan yang secara ekonomis paling efektif (cost efective).

WHO telah merekomendasikan strategi DOTS sebagai strategi dalam penanggulangan TB sejak tahun 1995. Bank dunia
menyatakan strategi DOTS sebagai salah satu intervensi kesehatan yang paling efektif. Integrasi ke dalam pelayanan kesehatan
dasar sangat dianjurkan demi efisiensi dan efektifitasnya. Satu studi cost benefit yang dilakukan oleh WHO di indonesia
menggambarkan bahwa dengan menggunakan strategi DOTS, setiap dolar yang digunakan untuk membiayai program
penanggulangan TB akan menghemat sebesar US$ 55 selama 20 tahun.

Strategi DOTS terdiri dari 5 komponen kunci:

1. Komitmen politis
2. Pemeriksaan dahak mikroskopis yang terjamin mutunya
3. Pengobatan jangka pendek yang standar bagi semua kasus TB dengan tatalaksana kasus yang tepat, termasuk
pengawasan langsung pengobatan.
4. Jaminan ketersediaan OAT yang bermutu.
5. Sistem pencatatan dan pelaporan yang mampu memberikan penilaian terhadap hasil pengobatan pasien dan kinerja
program secara keseluruhan.

Strategi DOTS di atas telah dikembangkan oleh kemitraan global dalam penanggulangan TB (stop TB partnership) dengan
memperluas strategi DOTS sebagai berikut:

1. Mencapai, mengoptimalkan dan mempertahankan mutu DOTS


2. Merespon masalah TB-HIV, MDR-TB dan tantangan lainnya
3. Berkontribusi dalam penguatan siten kesehatan
4. Melibatkan semua pemberi pelayanan kesehatan baik pemerintah maupun swasta
5. Memberdayakan pasien dan masyarakat
6. Melaksanakan dan mengembangkan riset.

Tim DOTS di Rumah Sakit

Adanya pengorganisasian kelompok SMF (staf medis fungsional) berasal dari unit terkait dengan pasien TB dalam wadah
fungsional yaitu Tim DOTS. Yang terdiri dari:

1. Ketua Tim DOTS rumah sakit

Ketua tim adalah seorang dokter spesial paru atau penyakit dalam atau dokter umum yang bersertifikat Pelatihan Pelayanan
Tuberkulosis dengan Atrategi DOTS di Rumah Sakit (PPTSDOTS).

2. Anggota

Terdiri dari:

◦ SMF Paru

◦ SMF Penyakit Dalam

◦ SMF Kesehatan Anak


◦ SMF lainnya bila ada (Bedah, Obgyn, Kulit dan Kelamin, Saraf, dll)

◦ Instalasi Laboratorium (PA, PK, Mikro)

◦ Instalasi Farmasi

◦ Perawat Rawat Inap dan Perawat Rawat Jalan terlatih

◦ Petugas pencatatan dan pelaporan, serta

◦ Petugas PKMRS

Tugas Tim DOTS di Rumah Sakit adalah:

Menjamin terselenggaranya pelayanan TB dengan membentuk unit DOTS di rumah sakit sesuai dengan strategi DOTS termasuk
sisitem jejaring internal dan eksternal. Dimana Tim DOTS di rumah sakit melakukan:

1. Perencanaan terhadap semua kebutuhan bagi terselenggaranya pelayanan TB di rumah sakit, meliputi diantaranya:
tenaga terlatih, pencatatan dan pelaporan.
2. Pelaksanaan termasuk mengadakan rapat rutin untuk membicarakan semua hal temuan terkait dengan pelaksanaan
pelayanan terhadap pasien TB di RS.
3. Monitoring dan Evaluasi terhadap pelayanan DOTS di RS dan dalam pelaksanaannya berkoordinasi dengan setiap SMF
dan unit DOTS.

Tatalaksana Pasien TB di DOTS yaitu:

1. Penemuan tersangka TB

◦ Pasien dengan gejala utama pasien TB paru: batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih dianggap sebagai seorang
tersangka pasien TB, dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung.

◦ Pemeriksaan terhadap kontak pasien TB, terutama mereka yang BTA positif dan pada keluarga anak yang menderita TB yang
menunjukkan gejala sama, harus diperiksa dahaknya.

2. Diagnosis TB

◦ Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari, yaitu sewaktu-pagi-sewaktu (SPS).

◦ Diagnosis TB Paru pada orang dewasa ditegakkan dengan ditemukannya kuman TB melalui pemeriksaan dahak :BTA.
Pemeriksaan lain seperti foto thoraks, biakan dan uji kepekaan dapat juga sebagai penunjang diagnosis.

3. Pengobatan TB

Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai
penularan dan mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap OAT (obat anti tuberkulosis).

Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap awal (intensif) dan lanjutan.

◦ Tahap Awal

pada tahap awal ini pasien mendapatkan obat setiap hari dan perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi
obat, bila pengobatan tahap awal ini diberikan secara tepat biasanya pasien menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2
minggu, sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif dalam 2 bulan.

◦ Tahap Lanjutan

Pasien mendapat obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama (kurang lebih4 -6 bulan), tahap lanjutan ini
penting untuk membunuh kuman persister sehingga mencegah kekambuhan.

4. Rujukan

◦ Melakukan rujukan ke UPK lain bagi pasien yang ingin pindah dengan menggunakan formulir rujukan yang ada.
Formulir Pencatatan dan Pelaporan TB di DOTS

1. Formulir TB.01 : Kartu Pengobatan Pasien TB


2. Formulir TB.02 : Kartu Identitas Pasien
3. Formulir TB.03 : Register TB Kabupaten
4. Formulir TB.04 : Register Laboratorium TBC
5. Formulir TB.05 : Formulir Permohonan Laboratorium TBC Untuk Pemeriksaan Dahak
6. Formulir TB.06 : Daftar Suspek Yang Diperiksa Dahak SPS
7. Formulir TB.09 : Formulir Rujukan/Pindah pasien TB
8. Formulir TB.10 : Formulir Hasil Akhir Pengobatan Dari Pasien TB Pindahan

Melalui strategi DOTS ini diharapkan dapat menurunkan angka kesakitan dan angka kematian TB, memutuskan rantai penularan,
serta mencegah MDR-TB, dengan target program penanggulanga TB adalah tercapainya penemuan pasien baru TB BTA positif
paling sedikit 70 % dari perkiraan dan menyembuhkan 85 % dari semua pasien tersebut serta mempertahankannya. Target ini
diharapkan dapat menurunkan tingkat prevalensi dan kematian akibat TB hingga separuhnya dan mencapai tujuan
MDGs (millenium development goals) pada tahun 2015. (sumber dari buku Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis : Depkes RI,
2011).

Anda mungkin juga menyukai