Anda di halaman 1dari 19

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK

PADA KLIEN DENGAN PNEUMONIA

A. Konsep Dasar Penyakit


1. Definisi
Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru
(alveoli) biasanya disebabkan oleh masuknya kuman bakteri, yang ditandai oleh
gejala klinis batuk, demam tinggi dan disertai adanya napas cepat ataupun tarikan
dinding dada bagian bawah ke dalam. Dalam pelaksanaan Pemberantasan
Penyakit ISPA (P2ISPA) semua bentuk pneumonia baik pneumonia maupun
bronchopneumonia disebut pneumonia (Depkes RI, 2012). Pneumonia merupakan
penyakit batuk pilek disertai napas sesak atau napas cepat. Napas sesak ditandai
dengan dinding dada bawah tertarik ke dalam, sedangkan napas cepat diketahui
dengan menghitung tarikan napas dalam satu menit. Untuk balita umur 2 tahun
sampai 5 tahun tarikan napasnya 40 kali atau lebih dalam satu menit, balita umur
2 bulan sampai 2 tahun tarikan napasnya 50 kali atau lebih per menit, dan umur
kurang dari 2 bulan tarikan napasnya 60 kali atau lebih per menit (Depkes, 2011).
Pneumonia adalah suatu radang paru yang disebabkan oleh bermacam-
macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing (Ngastiyah, 2005).
Menurut Muttaqin (2008) pneumonia adalah proses inflamasi parenkim paru yang
terdapat konsolidasi dan terjadi pengisian alveoli oleh eksudat yang disebabkan
oleh bakteri, virus, dan benda–benda asing. Pneumonia adalah infeksi saluran
pernafasan akut bagian bawah yang mengenai parenkim paru. Menurut anatomis
pneumonia pada anak dibedakan menjadi 3 yaitu pneumonia lobaris, pneumonia
lobularis (bronchopneumonia), Pneumonia interstisialis (Mansjoer, 2000).
Sebagian besar pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme (virus/bakteri) dan
sebagian kecil disebabkan oleh hal lain seperti aspirasi dan radiasi. Di negara
berkembang, pneumonia pada anak terutama disebabkan oleh bakteri. Bakteri
yang sering menyebabkan pneumonia adalah Streptococcus pneumoniae,
Haemophilus influenzae, dan Staphylococcus aureus (Said, 2010).
2. Etiologi
Pneumonia yang ada di kalangan masyarakat umumnya disebabkan oleh
bakteri, virus, mikoplasma (bentuk peralihan antara bakteri dan virus) dan
protozoa.
a. Bakteri
Pneumonia yang dipicu bakteri bisa menyerang siapa saja, dari bayi
sampai usia lanjut. Sebenarnya bakteri penyebab pneumonia yang paling umum
adalah Streptococcus pneumoniaesudah ada di kerongkongan manusia sehat.
Begitu pertahanan tubuh menurun oleh sakit, usia tua atau malnutrisi, bakteri
segera memperbanyak diri dan menyebabkan kerusakan. Balita yang terinfeksi
pneumonia akan panas tinggi, berkeringat, napas terengah-engah dan denyut
jantungnya meningkat cepat (Misnadiarly, 2008).
b. Virus
Setengah dari kejadian pneumonia diperkirakan disebabkan oleh virus.
Virus yang tersering menyebabkan pneumonia adalah Respiratory Syncial Virus
(RSV). Meskipun virus-virus ini kebanyakan menyerang saluran pernapasan
bagian atas, pada balita gangguan ini bisa memicu pneumonia. Tetapi pada
umumnya sebagian besar pneumonia jenis ini tidak berat dan sembuh dalam
waktu singkat. Namun bila infeksi terjadi bersamaan dengan virus influenza,
gangguan bisa berat dan kadang menyebabkan kematian (Misnadiarly, 2008).
c. Mikoplasma
Mikoplasma adalah agen terkecil di alam bebas yang menyebabkan
penyakit pada manusia. Mikoplasma tidak bisa diklasifikasikan sebagai virus
maupun bakteri, meski memiliki karakteristik keduanya. Pneumonia yang
dihasilkan biasanya berderajat ringan dan tersebar luas. Mikoplasma menyerang
segala jenis usia, tetapi paling sering pada anak pria remaja dan usia muda. Angka
kematian sangat rendah, bahkan juga pada yang tidak diobati (Misnadiarly, 2008).
d. Protozoa
Pneumonia yang disebabkan oleh protozoa sering disebut pneumonia
pneumosistis. Termasuk golongan ini adalah Pneumocystitis Carinii Pneumonia
(PCP). Pneumonia pneumosistis sering ditemukan pada bayi yang prematur.
Perjalanan penyakitnya dapat lambat dalam beberapa minggu sampai beberapa
bulan, tetapi juga dapat cepat dalam hitungan hari. Diagnosis pasti ditegakkan jika
ditemukan P. Carinii pada jaringan paru atau spesimen yang berasal dari paru
(Djojodibroto, 2009).

3. Patofisiologi
Pneumonia dapat terjadi akibat menghirup bibit penyakit di udara, atau
kuman di tenggorokan terhisap masuk ke paru-paru, penyebaran bisa juga melalui
darah dari luka di tempat lain misalnya di kulit, jika melalui pernapasan/saluran
pernapasan, agen (bibit penyakit) yang masuk akan dilawani oleh berbagai sistem
pertahanan tubuh manusia. Misalnya dengan batuk-batuk atau pertahanan oleh
sel-sel pada lapisan lendir tenggorok, hingga gerakan rambut-rambut halus (silia)
untuk mengeluarkan mukus (lendir) tersebut keluar, tentu itu semua tergantung
besar kecilnya ukuran penyebab tersebut (keperawatan medikal bedah Barbara C.
Long).
Pneumonia bakteri menyerang baik ventilasi maupun difusi, serta reaksi
inflamasi yang dilakukan oleh pneumotoraks terjadi pada alveoli dan
menghasilkan eksudat, yang mengganggu gerakan dan difusi oksigen serta karbon
dioksida. Sel-sel darah putih kebanyakan neutrofil juga bermigrasi ke dalam
alveoli dan memenuhi ruang yang cukup karena sekresi, edema mukosa dan
bronkospasme, menyebabkan oklusi parsialbronki atau alveoli yang
mengakibatkan penurunan tahanan oksigen alveolar. Darah vena yang memasuki
paru-paru lewat melalui area yang kurang terventilasi dan keluar ke sisi kiri
jantung tanpa mengalami oksigenasi. Pada pokoknya, darah terpiraudari sisi kanan
ke sisi jantung. Percampuran darah yang teroksigenasi dan tidak teroksigenasi ini
akhirnya mengakibatkan hipoksemia arterial.
Sindrom pneumonia atipikal, pneumonia yang berkaitan dengan
mikoplasma, fungus, klamidia demam dan penyakit legionnaires;
pneumocyistcarnill, dan virus termasuk ke dalam sindrom pneumonia atipikal.
Pneumonia mikoplasma adalah penyebab pneumonia atipikal primer yang paling
umum. Mikoplasma adalah organisme yang kecil di kelilingi oleh membran
berlapis tiga tanpa dinding sel, organisme ini tumbuh pada media kultur khusus
tetapi berbeda dari virus. Pneumonia mikoplasma paling sering terjadi pada anak-
anak yang sudah kesat dan dewasa muda.
Pneumonia kemungkinan ditularkan oleh droplet pernapasan yang
terinfeksi, melalui kontak individu ke individu, pasien dapat diperiksa terhadap
antibodi mikoplasma. Inflamasi infiltrat lebih kepada interstisial ketimbang
alveolar, pneumonia ini menyebar ke seluruh saluran pernapasan, termasuk
bronkiolus, secara umum, pneumonia ini mempunyai ciri bronkopneumonia, sakit
telinga dan meningitis bulous merupakan hal yang umum terjadi. Pneumonia
atipikal dapat menimbulkan masalah yang sama baik dalam ventilasi maupun
difusi seperti yang diuraikan dalam pneumonia bakterial (Dasar-Dasar Ilmu
Penyakit Paru, 2006).

4. Klasifikasi Pneumonia
a. Pneumonia Lobaris
Terjadi pada seluruh atau satu bagian besar dari lobus paru dan bila kedua
lobus terkena bisa dikatakan sebagai pneumonia lobaris.
b. Pneumonia Interstisial
Pneumonia interstisial dapat terjadi di dalam dinding alveolar dan jaringan
peribronkhial serta interlobaris.
c. Bronkhopneumonia
Terjadi pada ujung akhir bronkhiolus yang dapat tersumbat oleh eksudat
mukopurulen untuk membentuk bercak konsolidasi dalam lobus.
Pneumonia dibagi dalam tiga kelompok yaitu, sebagai berikut :
a. Pneumonia sangat berat : Pneumonia sangat berat ditandai dengan kesulitan
bernafas dengan stridor (mengorok), kejang, adanya nafas Cepatdan penarikan
dinding dada ke dalam, pada anak-anak akan disertai mengi (mengeluarkan
bunyi saat menarik nafas), dan sulit menelan makanan/minuman. Pneumonia
sangat berat harus segera dirujuk baik ke puskesmas atau ramah sakit.
b. Pneumonia berat : Pneumonia berat ditandai dengan nafas cepat tanpa
penarikan dinding dada ke dalam, pada anak akanmengalami mengi.
c. Pneumonia: Pneumonia ditandai dengan nafas cepat tanpa penarikan dinding
dada ke dalam.

5. Manifestasi klinis
Beberapa faktor yang mempengaruhi gambaran klinis pneumonia pada
anak adalah imaturitas anatomik dan imunologik, mikroorganisme penyebab yang
luas, gejala klinis yang kadangkadang tidak khas terutama pada bayi, terbatasnya
penggunaan prosedur diagnostik invasif, etiologi non infeksi yang relatif lebih
sering, dan faktor patogenesis (Said, 2010).
Menurut Said (2010) gambaran klinis pneumonia pada bayi dan anak
bergantung pada berat-ringannya infeksi, tetapi secara umum adalah sebagai
berikut:
a. Gejala infeksi umum, yaitu demam, sakit kepala, gelisah, malaise, penurunan
nafsu makan, keluhan Gastro Intestinal Tarcktus (GIT) seperti mual, muntah
atau diare: kadang-kadang ditemukan gejala infeksi ekstrapulmoner.
b. Gejala gangguan respiratori, yaitu batuk, sesak napas, retraksi dada, takipnea,
napas cuping hidung, air hunger, merintih, dan sianosis. Pada pemeriksaan
fisis dapat ditemukan tanda klinis seperti pekak perkusi, suara napas melemah,
dan ronki, akan tetapi pada neonatus dan bayi kecil, gejala dan tanda
pneumonia lebih beragam dan tidak selalu jelas terlihat. Pada perkusi dan
auskultasi paru umumnya tidak ditemukan kelainan.

6. Faktor-faktor penyebab pneumonia


Banyak faktor risiko yang dapat menyebabkan terjadinya pneumonia pada
balita (Depkes, 2004), diantaranya :
a. Faktor risiko yang terjadi pada balita
Salah satu faktor yang berpengaruh pada timbulnya pneumonia dan berat
ringannya penyakit adalah daya tahan tubuh balita. Daya tahan tubuh tersebut
dapat dipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya :
\
1) Status gizi
Keadaan gizi adalah faktor yang sangat penting bagi timbulya pneumonia.
Tingkat pertumbuhan fisik dan kemampuan imunologik seseorang sangat
dipengaruhi adanya persediaan gizi dalam tubuh dan kekurangan zat gizi
akan meningkatkan kerentanan dan beratnya infeksi suatu penyakit seperti
pneumonia (Dailure, 2000).
2) Status imunisasi
Kekebalan dapat dibawa secara bawaan, keadaan ini dapat dijumpai pada
balita umur 5-9 bulan, dengan adanya kekebalan ini balita terhindar dari
penyakit. Dikarenakan kekebalan bawaan hanya bersifat sementara, maka
diperlukan imunisasi untuk tetap mempertahankan kekebalan yang ada
pada balita (Depkes RI, 2004). Salah satu strategi pencegahan untuk
mengurangi kesakitan dan kematian akibat pneumonia adalah dengan
pemberian imunisasi. Melalui imunisasi diharapkan dapat menurunkan
angka kesakitan dan kematian penyakit yang dapapat dicegah dengan
imunisasi.
3) Pemberian ASI (Air Susu Ibu)
Asi yang diberikan pada bayi hingga usia 4 bulan selain sebagai bahan
makanan bayi juga berfungsi sebagai pelindung dari penyakit dan infeksi,
karena dapat mencegah pneumonia oleh bakteri dan virus. Riwayat
pemberian ASI yang buruk menjadi salah satu faktor risiko yang dapat
meningkatkan kejadian pneumonia pada balita (Dailure, 2000).
4) Umur Anak
Umur merupakan faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian
pneumonia. Risiko untuk terkena pneumonia lebih besar pada anak umur
dibawah 2 tahun dibandingkan yang lebih tua, hal ini dikarenakan status
kerentanan anak di bawah 2 tahun belum sempurna dan lumen saluran
napas yang masih sempit (Daulaire, 2000).
b. Faktor Lingkungan
Lingkungan khususnya perumahan sangat berpengaruh pada peningkatan
resiko terjadinya pneumonia. Perumahan yang padat dan sempit, kotor dan tidak
mempunyai sarana air bersih menyebabkan balita sering berhubungan dengan
berbagai kuman penyakit menular dan terinfeksi oleh berbagai kuman yang
berasal dari tempat yang kotor tersebut (Depkes RI, 2004), yang berpengaruh
diantaranya :
1) Ventilasi
Ventilasi berguna untuk penyediaan udara ke dalam dan pengeluaran udara
kotor dari ruangan yang tertutup. Termasuk ventilasi adalah jendela dan
penghawaan dengan persyaratan minimal 10% dari luas lantai. Kurangnya
ventilasi akan menyebabkan naiknya kelembaban udara. Kelembaban yang
tinggi merupakan media untuk berkembangnya bakteri terutama bakteri
patogen (Semedi, 2001).
2) Polusi Udara
Pencemaran udara yang terjadi di dalam rumah umumnya disebabkan oleh
polusi di dalam dapur. Asap dari bahan bakar kayu merupakan faktor
risiko terhadap kejadian pneumonia pada balita. Polusi udara di dalam
rumah juga dapat disebabkan oleh karena asap rokok, kompor gas, alat
pemanas ruangan dan juga akibat pembakaran yang tidak sempurna dari
kendaraan bermotor (Lubis, 2009).

7. Pencegahan
Untuk mencegah pneumonia perlu partisipasi aktif dari masyarakat atau
keluarga terutama ibu rumah tangga, karena pneumonia sangat dipengaruhi oleh
kebersihan di dalam dan di luar rumah. Pencegahan pneumonia bertujuan untuk
menghindari terjadinya penyakit pneumonia pada balita. Berikut adalah upaya
untuk
mencegah terjadinya penyakit pneumonia :
a. Perawatan selama masa kehamilan
Untuk mencegah risiko bayi dengan berta badan lahir rendah, perlu gizi
ibu selama kehamilan dengan mengkonsumsi zat-zat bergizi yang cukup bagi
kesehatan ibu dan pertumbuhan janin dalam kandungan serta pencegahan terhadap
hal-hal yang memungkinkan terkenanya infeksi selama kehamilan.
b. Perbaikan gizi balita
Untuk mencegah risiko pneumonia pada balita yang disebabkan karena
malnutrisi, sebaiknya dilakukan dengan pemberian ASI pada bayi neonatal sampai
umur 2 tahun. Karena ASI terjamin kebersihannya, tidak terkontaminasi serta
mengandung faktor-faktor antibodi sehingga dapat memberikan perlindungan dan
ketahanan terhadap infeksi virus dan bakteri. Oleh karena itu, balita yang
mendapat ASI secara ekslusif lebih tahan infeksi dibanding balita yang tidak
mendapatkannya.
c. Memberikan imunisasi lengkap pada anak
Untuk mencegah pneumonia dapat dilakukan dengan pemberian imunisasi
yang memadai, yaitu imunisasi anak campak pada anak umur 9 bulan, imunisasi
DPT (Difteri, Pertusis, Tetanus) sebanyak 3 kali yaitu pada umur 2 bulan, 3 bulan
dan 4 bulan.
d. Memeriksakan anak sedini mungkin apabila terserang batuk.
Balita yang menderita batuk harus segera diberi pengobatan yang sesuai
untuk mencegah terjadinya penyakit batuk pilek biasa menjadi batuk yang disertai
dengan napas cepat/sesak napas.
e. Mengurangi polusi di dalam dan di luar rumah
Untuk mencegah pneumonia disarankan agar kadar debu dan asap
diturunkan dengan cara mengganti bahan bakar kayu dan tidak membawa balita
ke dapur serta membuat lubang ventilasi yang cukup. Selain itu asap rokok,
lingkungan tidak bersih, cuaca panas, cuaca dingin, perubahan cuaca dan dan
masuk angin sebagai faktor yang memberi kecenderungan untuk terkena penyakit
pneumonia.
f. Menjauhkan balita dari penderita batuk.
Balita sangat rentan terserang penyakit terutama penyakit pada saluran
pernapasan, karena itu jauhkanlah balita dari orang yang terserang penyakit batuk.
Udara napas seperti batuk dan bersin-bersin dapat menularkan pneumonia pada
orang lain. Karena bentuk penyakit ini menyebar dengan droplet, infeksi akan
menyebar dengan mudah. Perbaikan rumah akan menyebabkan berkurangnya
penyakit saluran napas yang berat. Semua anak yang sehat sesekali akan
menderita salesma (radang selaput lendir pada hidung), tetapi sebagian besar
mereka menjadi pneumonia karena malnutrisi.

8. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan laboratorium
1) Pemeriksaan darah
Umumnya pada pneumonia bakteri didapatkan leukositosis, dengan
predominan polimorfonuklir. Namun bila terdapat leukopenia
menunjukkan prognosis buruk. Kadang-kadang ditemukan anemia ringan
atau sedang. Cairan pleura menunjukkan eksudat dengan sel
polimorfonuklir berkisar 300-100.000/mm3, protein diatas 2,5 g/dl dan
glukosa darah. Pada infeksi sterptokokus didapatkan titer antistreptolisin
serum meningkat dan dapat menyokong diagnosis.
2) Pemeriksaan sputum
Untuk pemeriksaan mikrobiologik spesimen dapat berasal dari usap
tenggorok, sekresi nasofaring, bilasan bronkus, atau sputum, darah,
aspirasi trakea, pungsi pleura, aspirasi paru. Diagnosis barn definitif bila
kuman ditemukan dari darah, cairan pleura atau aspirasi paru. Sebagai
upaya diagnosis cepat akhir-akhir ini dikembangkan berbagai pemeriksaan
imunologik dalam mendeteksi baik antigen maupun antibodi spesifik
terhadap kuman penyebab. Spesimen yang dipakai ialah darah atau urine.
Teknik pemeriksaan yang dikembangkan antara lain counter
immunoelectrophoresis, ELISA, latex agglutination atau coaglutination.
Walaupun menjanjikan harapan namun upaya ini belum sepenuhnya
memuaskan.
3) Untuk pemeriksaan AGD
b. Pemeriksaan radiologic
Gambaran radiologik pneumonia pneumokokus bervariasi dari infiltrat
ringan sampai bercak-bercak konsolidasi merata (bronkopneumonia) kedua lapang
paru atau konsolidasi pada satu. lobus (pneumonia lobaris). Perubahan radiologi
tidak selalu berhubungan dengan gambaran klinis. Kadang-kadang konsolidasi
sudah ditemukan pada radiologi sebelum timbul gejala klinik. Pada bayi dan anak
kecil gambaran konsolidasi lobus jarang ditemukan. Efusi pleura dengan adanya
cairan sering ditemukan terutama pada permulaan penyakit dan pada pasien yang
belum dapat terapi namun belum merupakan empiema.
Resolusi infiltrat sering memerlukan waktu lebih lama setelah gejala klinik
menghilang. Menetapnya gambaran infiltrat menunjukkan adanya proses yang
mendasarinya seperti adanya benda asing atau defisiensi imun.Pada pneumonia
streptokokus gambaran radiologik menunjukkan bronkopneumonia difus atau
infitrat interstitial, sering disertai efusi pleura yang berat. Kadang-kadang terdapat
adenopati hilus.
Pneumonia stafilokokus mempunyai gambaran radiologik tidak khas pada
permulaan penyakit. Infiltrat mula-mula berupa bercak-bercak dan kemudian
memadat dan mengenai keseluruhan lobus atau hemitoraks. Perpadatan
hemitoraks umumnya mengenai paru kanan (65%), hanya kurang 20% yang
mengenai kedua paru (bilateral). Efusi pleura atau empiema sering terjadi,
seperempatnya berupa piopneumotorak. Sering pula ditemukan abses-abses kecil
dan pneumatokel dengan berbagai ukuran.Walaupun tidak khas namun bila terjadi
progresifitas yang sangat cepat yaitu terjadinya efusi pleura atau piopneumatorak
dalam beberapa jam dengan atau tanpa pneumatokel dapat merupakan indikasi
kuat adanya pneumonia stafilokokus. Foto dada dibuat dengan frekuensi yang
lebih sering terjadi jika tersangka pneumonia stafilokokus. Perbaikan klinik
biasanya mendahului perbaikan radiologik dengan beberapa hari sampai beberapa
minggu dan pneumatokel mungkin menetap secara asimptomatik sampai
berbulan-bulan.

9. Komplikasi
Komplikasi yang sering terjadi pada penderita pneumonia yaitu:
a. Hipotensi, syok dan gagal pernafasan Pasien biasanya memberikan respons
terhadap pengobatan dalam 24-48 jam setelah terapi antibiotik diberikan.
Komplikasi ini biasanya ditemukan terutama pada pasien yang tidak mendapat
pengobatan spesifik, mendapat pengobatan yang tidak mencukupi atau
menunda pengobatan atau terapi anti mikroba dimana organisme
menginfeksinya resisters.
b. Atelektasis dan Efusi Pleural Akteletasis akibat obstruksi bronkus oleh
penumpukan sekresi dapat terjadi pada sembarang fase dari pneumonia akut.
Sedangkan ifusi pleura terjadinya penumpukan cairan dalam rongga pleura.
c. Delirium Adalah kemungkinan komplikasi lain dan dianggap sebagai
kedaruratan medisketika hal ini terjadi. Keadaan ini mungkin disebabkan oleh
hipoksia, meningitis, atau Sindrom putus zat alkohol.
d. Superinfeksi Dapat terjadi dengan pemberian dosis antibiotik yang cukup
besar seperti penisilin atau penggunaan kombinasi antibiotik.
e. Komplikasi lain meliputi asidosis metabolisms, penyakit multilobar dan
dehidrasi.

10. Penatalaksanaan
Pengobatan diberikan berdasarkan etiologi dan uji resistensi tapi karena
hal itu perlu waktu dan pasien pneumonia diberikan terapi secepatnya :
a. Penicillin G: untuk infeksi pneumonia staphylococcus.
b. Amantadine, rimantadine: untuk infeksi pneumonia virus.
c. Eritromisin, tetrasiklin, derivat tetrasiklin: untuk infeksi pneumonia
mikroplasma.
d. Menganjurkan untuk tirah baring sampai infeksi menunjukkan tanda-tanda.
e. Pemberian oksigen jika terjadi hipoksemia.
f. Bila terjadi gagal nafas, diberikan nutrisi dengan kalori yang cukup.
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas Klien
Biodata meliputi dari nama, umur, suku bangsa, status perkawinan, agama,
pendidikan, pekerjaan, alamat, tanggal masuk rumah sakit dan tanggal
pengkajian.
b. Biodata Kesehatan
1) Riwayat Kesehatan
SekarangBiasanya pasien mengeluh dengan keluhan demam beserta batuk
dan flu, sakit kepala, klien tanpak gelisah, sesaknafas dan nyeri dada, tidak
nafsu makan.
2) Riwayat kesehatan dahulu
Apakah pasien sebelumnya pernah menderita penyakit yang sama dan
sebelumnya juga pernah dirawat.
3) Riwayat Kesehatan
Apakah ada anggota keluarga lainnya menderita penyakit yang sama
ataupun mempunyai penyakit keturunan/penyakit menular lainnya.
c. Data Dasar Pengkajian Pasien
Aktivitas dan Istirahat
Gejala : Kelemahan, kelelahan, insomnia
Tanda : Letargi
Penurunan toleransi terhadap aktivitas
Sirkulasi
Gejala : Riwayat adanya / GJKkronis
Tanda : Takikardia
Penampilan kemerahan atau pucat
Integritas Ego
Gejala : Banyaknya stressor, masalah finansial

Makanan dan cairan


Gejala : Kehilangan nafsu makan, mual/muntah
Riwayat Diabetes Mellitus
Tanda : Distensi abdomen
Hiperaktif bunyi usus
Kulit kering dengan turgor buruk
Penampilan kakeksia (malnutrisi)
Neurosensori
Gejala : Sakit kepala daerah frontus (influenza)
Tanda : Perubahan meneal (bingung, somnolen)
Nyeri / Kenyamanan
Gejala : Sakit kepala
Nyeri dada (pleuritik) meningkat oleh batuk : nyeri dada
Substernal (influenza) malgiaarialgia
Tanda : Melindungi area yang sakit (pasien umumnya tidak pada sisi yang
sakit untuk membatasi gerakan)
Pernapasan
Gejala : Riwayat adanya / ISKkronik, PPOM, merokok
sigarettakipneadispnea, progresif, pernapasan dangkal, penggunaan
otot aksesori, pelebaran nasal.
Tanda : Sputum :Merah muda, berkarat atau purulen
Perkusi :Pekakdiatas area yang konsolidasi
Fremitus :Taktis dan vokal bertahap meningkat dengan konsolidasi
gesekan fraksi pleural.
Bunyi napas : menurun atau tidak ada diatas area yang terlibat, atau
nafas bronchial.
Warna pucat atau sianosis bibir/kaku.
Keamanan
Gejala : Riwayat gangguan sistem imun, misal : SLE AIDS penggunaan
steroid atau kemoterapiinstitusionalisasi, ketidakmampuan umum.
Demam (misal 38,5-39,6oC)
Tanda : Berkeringat
Menggigil berulang, gemetaran
Kemerahan mungkin ada pada kasus rubeola atau varisela.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan terbentuknya eksudat
dalam alveoli.
b. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran alveolar-
kapiler.
c. Nyeri berhubungan dengan inflamasi parenkim paru.
d. Ketidakefektifan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia yang berhubungan dengan bau dan rasa sputum, intake makanan
yang menurun.
e. Risiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan
kehilangan cairan berlebihan (demam, berkeringat banyak, napas mulut/
hiperventilasi, muntah)
f. Risiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan utama tubuh
dan imunitas
3. Intervensi
Diagnosa Keperawatan Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi Rasional

Gangguan pertukaran gas Setelah dilakukan asuhan  Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan,  Berguna dalam evaluasi derajat distress
berhubungan dengan keperawatan selama …. x catat pengunaan otot bantu, napas bibir, pernapasan atau kronisnya proses penyakit
ventilasi dan perfusi tidak …. jam diharapkan ketidakmampuan berbicara
seimbang gangguan pertukarangas  Tinggikan kepala tempat tidur, bantu  Pengiriman oksigen dapat diperbaiki
tidak terjadi, dengan kriteria pasien memilih posisi mudah bernapas dengan posisi duduk tinggi dan latihan
hasil: napas untuk menurunkan kolaps jalan
 Menunjukan perbaikan  Kaji secara rutin kulit dan warna napas
ventilasi dan membrane mukosa  Sianosis perifer atau sentral
oksigenasi jaringan  Dorong mengeluarkan sputum mengidentifikasi beratnya hipoksemia
adekuat dengan GDA  Kental, tebal dan banyak secret adalah
dalam normal sumber utama gangguan pertukaran gas
 Bebas gejala distress  Auskultasi bunyi napas, catat area pada jalan nafas kecil
pernapasan penurunan aliran udara dan bunyi  Bunyi napas mungkin redup karena
 Berpartisipasi dalam tambahan penurunan aliran udara atau area
program pengobatan konsolidasi
dalam yingkat  Palpasi fremitus
kemampuan/ situasi  Penurunan getaran vibrasi diduga ada
pengumpulan cairan atau udara terjebak
 Awasi tingkat kesadaran/ status mental
 Gelisah dan ansietas adalah manifestasi
 Evaluasi tingkat toleransi aktivitas, umum pada hipoksia
berikan lingkungan tenang dan kalem.  Selama distress pernapasan berat pasien
secara total tidak mampu melakukan
aktifitas sehari-hari

Ketidakefektifan bersihan Setelah dilakukan asuhan  Auskultasi bunyi nafas. Catat adanya  Berapa derajat spasme bronkus terjadi
jalan nafas berhubungan keperawatan selama …. x bunyi napas (mis: mengi, krekels, ronki) dengan obstruksi jalan napas
dengan akumulasi secret …. jam diharapkan jalan  Kaji/pantau frekuensi pernapasan. Catat  Takipnea biasanya ada pada beberapa
di bronkus nafas kembali efektif, rasio inspirasi/ekspirasi derajat dan dapat ditemukan pada
dengan kriteria hasil: penerimaan atau selama stress
 Mempertahankan jalan  Catat adanya / derajat dyspnea (mis:  Disfungsi pernapasan adalah variable yang
nafas paten dengan gelisah, distress pernapasan) tergantung pada tahap kronis selain proses
bunyi nafas bersih/ akut yang meninbulkan perawatan di
jelas  Kaji pasien untuk posisi yang nyaman rumah sakit
 Menunjukan prilaku  Peninggian kepala tempat tidur
untuk memperbaiki mempermudah fungsi pernapasan dalam
jalan nafas (mis: batuk  Observasi karakteristik batuk mengunakan gravitasi
efektif &  Kolaborasi dengan tim kesehatan alin
mengeluarkan secret) dalam pemberian terapi  Batuk dapat menetap tetap tapi tidak
efektif, khususnya bila pasien lansia
 Terapi yang tepat dapat membantu dalam
proses penyembuhan

Ketidakefektifan nutrisi: Setelah dilakukan asuhan  Kaji kebiasaan diet, masukan makanan  Pasien distress pernapaan akut sering
kurang dari kebutuhan keperawatan selama …. x saat ini. Catat derajat kesulitan makan. anoreksia karena dispnue, produksi sputum
tubuh berhubungan …. jam diharapkan Evaluasi berat badan dan ukuran tubuh dan obat.
dengan intake makanan kebutuhan nutrisi terpenuhi,  Auskultasi bunyi usus
menurun dengan kriteria hasil:  Penurunan bising usus menunjukan
 Menunjukan penurunan mobilitas gaster dan
peningkatan berat konstipasiyang berhubungan dengan
badan menuju tujuan  Berikan perawatan oral, buang secret, pembatasan masukan cairan
yang tepat berikan wadah khusus untuk sekali pakai  Rasa tak enak, baud an penampilan makan
 Menunjukan/ dan tisu adalah pencegah utama terhadap napsu
perubahan pola hidup  makan dan penyebab utama muntah
untuk  Hindari makanan penghasil gas  Dapat menyebabkan distensi abdomen
mempertahankan berat yang mengganggu napas abdomen dan
badan yang tepat gerakan diagfragma
 Timbang berat badan sesuai indikasi  Berguna untuk menentukan kebutuhan
kalori dan menyusun tujuan berat badan
 Konsul dengan ahli gizi untuk  Metode pemberian kebutuhan makanan dan
memberikan makanan mudah cerna kalori didasari pada suatu kebutuhan nutrisi
Nyeri (akut) berhubungan Setelah dilakukan asuhan 1. Mempertahankan tirah baring selama fase 1. Meminimalkan stimulasi/meningkatkan
dengan inflamasi keperawatan selama … x … akut relaksasi
parenkim paru diharapkan nyeri dapat 2. Aktfitas yang meningkatkan vasokontriksi
2. Hilangkan aktivitas vasokontriksi yang menyebabkan sakit kepala pada peningkatan
terkontrol dengan kriteria
dapat meningkatkan sakit kepala, mis: tekanan vaskuler serebral
hasil: mengejan saat BAB, batuk panjang, 3. Suhu berubah dan gerakan udara dapat
membungkuk menyebabkan nyeri hebat pada pemajaan
 Melaporkan 3. Tutup luka sesegera mungkin kecuali uung saraf
nyeri/ketidaknyamanan perawatan luka bakar metode pemajaan
hilang/terkontrol pada udara terbuka 4. Gerakan dan latihan menurunkan kekakuan
 Menggunakan metode sendi dan kelelahan otot
yang memberikan 4. Ubah posisi sering dengan gerak pasif dan 5. Menurunkan terjadinya distress fisik dan
pengurangan aktif sesuai indikasi emosi sehubungan dengan penggantian
 Mengikuti regimen 5. Lakukan penggantian balutan dan balutan dan dehibremen
farmakologi yang debridemen setelah pasien diberi obat 6. Menurunkan/mengontrol nyeri dan
diresepkan 6. Kolaborasi dengan tim kesehatan lainnya menurunkan rangsangan system saraf
dalam emberian analgesic sesuai indikasi simpatis
yang tepat
Kekurangan volume Setelah dilakukan asuhan 1. Awasi tanda vital, kaji pengisian kapiler 1. Memberikan pedoman untuk penggantian
cairan berhubungan keperawatan selama … x … dan kekuatan nadi perifer cairan dan mengkaji respon kardiovaskuler
dengan kehilangan cairan diharapkan kebutuhan 2. Kaji haluan urine dan observasi warna 2. Penggantian cairan harus dititrasi untuk
mapun karakteristik urine meyakinkan rata-rata haluan urine 30-50
melalui rute abnormal cairan terpenuhi dengan
3. Perkirakan drainase luka dan kehilangan ml/jam
(demam, berkeringn, kriteria hasil: yang tampak 3. Peningkatan permeabilitas kapiler,
hiperventilasi, muntah) 4. Pertahankan pencatattan kumulatif perpindahan protein dan proses inflamasi
 Menunjukan jumlah dan tipe pemasukan cairan 4. Penggantian cepat dengan tipe cairan
perbaikan cairan berbeda dan fluktuasi kecepatan pemberian
dengan haluan urine 5. Pertahankan pemasangan kateter urine untuk mencegah ketidakseimbangan cairan
yang stabil 5. Memungkinkan observasi ketat fungsi ginjal
 TTV dalam rentang 6. Kolaborasi dengan tim kesehatan lainnya dan mencegah stasis urine
dalam pemberian cairan intravena 6. Resusitasi cairan menggantikan kehilangan
normal
cairan dan elektrolitdan membantu
 Membrane mukosa mencegah komplikasi
lembab
Risiko infeksi Setelah dilakukan asuhan  Pantau suhu  Demam dapat terjadi karena infeksi
berhubungan dengan keperawatan selama …. x  Kaji pentingnya latihan napas, batuk  Aktivitas ini meningkatkan mobilitas dan
tidak adekuatnya …. jam diharapkan tidak efektif, perubahan posisi dan masukan pengeluaran secret untuk menurunkan
pertahanan utama tubuh terjadinya infeksi, dengan cairan yang adekuat resiko terjadinya infeksi paru
dan imunitas kriteria hasil:  Observasi warna karakter dan bau sputum  Secret berbau, kuning atau kehijauan
 Tidak adanya tanda- menunjukan adanya infeksi paru
tanda infeksi  Dorong keseimbangan antara aktivitas  Memperbaiki pertahanan pasien terhadap
 Menunjukan teknik/ dan istirahat infeksi
perubahan pola hidup  Diskusikan kebutuhan pemasukan nutrisi  Malnutrisi dapat menurunkan tahan
untuk meningkatkan yang adekuat terhadap infeksi
lingkungan yang aman  Dapatkan specimen sputum dengan batuk  Dilakukan untuk mengetahui penyebab dan
 Mengidentivikasi atau alat penghisap untuk perawatan kerentaan terhadap berbagai antimikrobal
intervensi untuk kuman gram  Dapa diberikan untuk organisme khusus
mencegah/  Berikan antibiotic sesuai indikasi yang teridentifikasi dengan kultur
menurunkan risiko
infeksi
DAFTAR PUSTAKA

Astuti, Widya Harwina. 2010. Asuhan Keperawatan Anak dengan Gangguan


Sistem Pernapasan. Jakarta: TIM

Bare Brenda G, Smeltzer Suzan C. Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8, Vol. 1,


EGC, Jakarta.

Bunner and suddart. (2008). Textbook of Medical Surgical Nursing. Sixth Edition.
J.B. Lippincott Campany. Philadelpia. Hal. 1293 – 1328.

Doengoes Marilynn E. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan; Pedoman Untuk


Perencanaan Dan Pendokumentasian Perawatan. Edisi 3. EGC. Jakarta.

Guyton & Hall. (2007). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Penerbit Buku
Kedoketran EGC. Jakarta

Ngastiyah. (1997). Perawatan Anak Sakit. EGC. Jakarta.

Price Anderson Sylvia, Milson McCarty Covraine, Patofisiologi, buku-2, Edisi 4,


EGC, Jakarta.

Riyadi, Sujono dan Sukarmin. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Anak.


Yogyakarta : Graha Ilmu

Suparman. (1990). Ilmu Penyakit Dalam. EGC. Jakarta

Suriadi, SKp, MSN. 2006. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Jakarta: Sagung
Seto.

Tim Penyusun. Ilmu Penyakit Dalam, Edisi 3. Volume II, 2001, FKUI.

Anda mungkin juga menyukai