Anda di halaman 1dari 39

BAB 1

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Definisi

Skizofrenia berasal dari bahasa Yunani, “shizein” yang berarti “terpisah” atau

“pecah”, dan “phren” yang artinya “jiwa”. Pada skizofrenia terjadi pecahnya atau

ketidakserasian antara afeksi, kognitif, dan perilaku. Secara umum, gejala skizofrenia

dapat dibagi menjadi tiga golongan, yaitu gejala positif, gejala negatif, dan gangguan

dalam hubungan interpersonal.

Skizofrenia adalah diagnosis kejiwaan yang menggambarkan gangguan mental

dengan karakter abnormalitas dalam persepsi atau gangguan mengenai realitas.

Abnormalitas persepsi dapat berupa gangguan komunikasi sosial yang nyata. Sering

terjadi pada dewasa muda, ditegakkan melalui pengalaman pasien dan dilakukan

observasi tingkah laku, serta tidak dibutuhkan adanya pemeriksaan laboratorium.

Berdasarkan PPDGJ III, skizofrenia adalah suatu deskripsi sindrom dengan

variasi penyebab (banyak belum diketahui) dan perjalanan penyakit (tak selalu bersifat

kronis atau “deteriorating”) yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada

perimbangan pengaruh genetik, fisik, dan sosial budaya. Pada umumnya ditandai oleh

penyimpangan yang fundamental dan karakteristik dari pikiran dan persepsi, serta oleh

afek yang tidak wajar (inappropriate) atau tumpul (blunted), kesadaran yang jernih

(clear consciousness) dan kemampuan intelektual biasanya tetap terpelihara, walaupun

kemunduran kognitif tertentu dapat berkembang kemudian.

1
Skizofrenia merupakan suatu gangguan psikotik yang kronik, sering mereda,

namun hilang timbul dengan manifestasi klinis yang amat luas variasinya. Menurut

Eugen Bleuler, skizofrenia adalah suatu gambaran jiwa yang terpecah belah, adanya

keretakan atau disharmoni atara proses pikir, perasaan, dan perbuatan.

1.2 Epidemiologi

John McGrath PhD dari Pusat Penelitian Kesehatan Mental Queensland, Wacol,

Australia, dalam simposium bertema Psychosis Round the World, yang membahas data

terbaru epidemiologi skizofrenia, memberikan presentasi sistematik untuk memandang

kejadian skizofrenia. Ia mengatakan, kejadian skizofrenia pada pria lebih besar daripada

wanita. Kejadian tahunan berjumlah 15,2% per 100.000 penduduk, kejadian pada

imigran dibanding penduduk asli sekitar 4,7%, kejadian pada pria 1,4% lebih besar

dibandingkan wanita. Di indonesia, menurut dr.Irmasyah, hampir 70% mereka yang

dirawat di bagian psikiatri karena skizofrenia. Angka di masyarakat berkisar 1-2% dari

seluruh penduduk pernah mengalami skizofrenia dalam hidup mereka.2

1.3 Etiologi

Skizofrenia merupakan suatu bentuk psikosis yang sering dijumpai sejak dulu.

Meskipun demikian pengetahuan tentang faktor penyebab dan patogenesisnya masih

minim diketahui. Adapun beberapa faktor etiologi yang mendasari terjadinya

skizofrenia, antara lain:

2
Genetik

Dapat dipastikan bahwa ada faktor genetik yang turut menentukan timbulnya

skizofrenia. Hal ini telah dibuktikan dengan penelitian tentang keluarga-keluarga

penderita skizofrenia dan terutama anak-anak kembar satu telur. Angka kesakitan bagi

saudara tiri adalah 0,9-1,8%; bagi saudara kandung 7-15%; bagi anak dengan salah satu

orang tua yang menderita skizofrenia 7-16%; bila kedua orang tua menderita skizofrenia

40-68%; bagi kembar dua telur (heterozigot) 2-15%; bagi kembar satu ttelur

(monozigot) 61-86%.

Diperkirakan bahwa yang diturunkan adalah potensi untuk mendapatkan

skizofrenia (bukan penyakit itu sendiri) melalui gen yang resesif. Potensi ini mungkin

kuat, mungkin juga lemah, tetapi selanjutnya tergantung pada lingkungan individu itu

apakah akan terjadi manifestasi skizofrenia atau tidak.

Endokrin

Dahulu dikira bahwa skizofrenia mungkin disebabkan oleh gangguan endokrin.

Teori ini dikemukakan karena skizofrenia sering timbul pada waktu pubertas, waktu

kehamilan atau puerperium dan waktu klimakterium. Tetapi hal ini tidak dapat

dibuktikan.

Metabolisme

Ada orang yang menyangka bahwa skizofrenia disebabkan oleh gangguan

metabolisme, karena penderita dengan skizofrenia tampak pucat dan tidak sehat. Ujung

extremitas agak sianotik, nafsu makan berkurang dan berat menurun. Hipotesis ini tidak

dibenarkan oleh banyak sarjana. Belakangan ini teori metabolisme mendapat perhatian

3
lagi karena penelitian dengan memakai obat halusinogenik, seperti meskalin dan asam

lisergik diethilamide (LSD-25). Obat-obat ini dapat menimbulkan gejala-gejala yang

mirip dengan gejala-gejala skizofrenia, tetapi reversibel. Mungkin skizofrenia

disebabkan oleh suatu inborn error of metabolism, tetapi hubungan terakhir belum

ditemukan.

Teori-teori tersebut di atas ini dapat dimasukkan ke dalam kelompok teori

somatogenik, yaitu teori yang mencari penyebab skizofrenia dalam kelainan badaniah.

Kelompok teori lain adalah teori psikogenik, yaitu skizofrenia diaggap sebagai suatu

gangguan fungsional dan penyebab utama adalah konflik, stress psikologis dan

hubungan antarmanusia yang mengecewakan.

Kemudian muncil teori lain yang menganggap skizofrenia sebagai suatu sindrom

yang dapat disebabkan oleh bermacam-macam penyebab, antara lain keturunan,

pendidikan yang salah, maladaptasi, tekanan jiwa, penyakit badani seperti lues otakm

atherosclerosis otak dan penyakit lain yang belum diketahui.

Akhirnya timbul pendapat bahwa skizofrenia itu suatu gangguan psikosomatis,

gejala-gejala pada badan hanya sekunder karena gangguan dasar yang psikogenik, atau

merupakan manifestasi somatic dari gangguan psikogenik. Tetapi pada skizofrenia

justru kesukarannya adalah untuk menentukan mana yang primer dan mana yang

sekunder, mana yang merupakan penyebab dan mana yang hanya akibat saja.

Neurokimia

Hipotesis dopamin menyatakan bahwa skizofrenia disebabkan oleh overaktivitas

pada jaras dopamine mesolimbik. Hal ini didukung oleh temuan bahwa amfetamin,

4
yang kerjanya meningkatkan pelepasan dopamine, dapat menginduksi psikosis yang

mirip skizofrenia; dan obat antipsikotik (terutama antipsikotik generasi pertama atau

antipsikotik tipikal/klasik) bekerja dengan memblok reseptor dopamine, terutama

reseptor D2.2,3

1.4 Pemeriksaan Fisik

1. Status fisik

Sifat keluhan pasien penting untuk menentukan dibutuhkan atau tidaknya suatu

pemeriksaan fisik lengkap. Gejala fisik seperti nyeri kepala dan palpitasi

memerlukan pemeriksaan medis yang menyeluruh untuk menentukan bagian dari

proses somatik. Bila ada, yang berperan menyebabkan penderitaan tersebut. Hal

yang sama dapat digunakan pada gejala mental misalnya depresi, ansietas,

halusinasi, dan waham kejar, yang bisa jadi merupakan ekspresi dan proses

somatik. Terkadang keadaan menyebabkan kita perlu menunda pemeriksaan medis

lengkap. Misalnya, pasien dengan waham atau panik dapat menunjukkan

perlawanan sikap bertahan atau keduanya. Pada keadaan ini, riwayat medis harus

diperoleh dari anggota keluarga bila memungkinkan. Namun, kecauali ada alasan

mendesak untuk melanjutkan pemeriksaan fisik, hal itu sebaiknya ditunda sampai

pasien menurut.

Pemeriksaan Neurologis

Selama proses anamnesis pada kasus tersebut, tingkat kesadaran dan atensi

pasien terhadap detil pemeriksaan, pemahaman, ekspresi wajah, cara bicara, postur,

dan cara berjalan perlu diperhatikan. Pemeriksaan neurologis dilakukan untuk dua

5
tujuan. Tujuan pertama dicapai melalui pemeriksaan neurologis rutin, yaitu

terutama dirancang untuk mengungkap asimetri fungsi motorik, persepsi, dan

refleks pada kedua sisi tubuh yang disebabkan oleh penyakit hemisferik fokal.

Tujuan kedua tercapai dengan mencari untuk memperoleh tanda yang selama ini

dikaitkan dengan disfungsi otak difus atau penyakit lobus frontal. Tanda ini

meliputi refleks mengisap, mencucur, palmomental, dan refleks genggam serta

menetapnya respons terhadap ketukan di dahi. Sayangnya, kecuali refleks genggam,

tanda seperti itu tidak berkaitan erat dengan patologi otak yang mendasari.2

2. Status mental

 Deskripsi umum

o Penampilan

Postur, pembawaan, pakaian, dan kerapihan. Penampilan pasien skizofrenia

dapat berkisar dari orang yang sangat berantakan, menjerit-jerit, dan

teragitasihingga orang yang terobsesi tampil rapi, sangat pendiam, dan

imobil.

o Perilaku dan aktivitas psikomotor yang nyata

Kategori ini merujuk pada aspek kuantitatif dan kualitatif dari perilaku

motorik pasien. Termasuk diantaranya adalah manerisme, tik, gerakan tubuh,

kedutan, perilaku streotipik, ekopraksia, hiperaktivitas, agitasi, sikap

melawan, fleksibilitas, rigiditas, gaya berjalan, dan kegesitan.

o Sikap terhadap pemeriksa

6
Sikap pasien terhadap pemeriksa dapat dideskripsikan sebagai kooperatif,

bersahabat, penuh perhatian, tertarik, balk-blakan, seduktif, defensif,

merendahkan, kebingungan, apatis, bermusuhan, suka melucu,

menyenangkan, suka mengelak, atau berhati-hati.

 Mood dan afek

Mood didefinisikan sebagai emosi menetap dan telah meresap yang mewarnai

persepsi orang tersebut terhadap dunia.

Afek didefinisikan sebagai responsivitas emosi pasien saat ini, yang tersirat dari

ekspresi wajah pasien, termasuk jumlah dan kisaran perilaku ekspresif.

 Kakteristik gaya bicara

Pasien dapat digambarkan sebagai banyak bicara, cerewet, fasihm pendiam,

tidak spontan, atau terespons normal terhadap petunjuk dari pewawancara. Gaya

bicara dapat cepat atau lambat, tertekan, tertahan, emosional, dramatis, monoton,

keras, berbisik, cadel, terputus-putus, atau bergumam. Gangguan bicara,

contohnya gagap, dimasukkan dalam bagian ini.

 Persepsi

Gangguan persepsi, seperti halusinasi dan ilusi mengenai dirinya atau

lingkungannya, dapat dialami oleh seseorang. Sistem sensorik yang terlibat

(contohnya: auditorik, visual, olfaktorik, atau taktil) dan isi ilusi atau halusinasi

tersebut harus dijelaskan.

 Halusinasi senestik

Halusinasi senestik merupakan sensasi tak berdasar akan adanya keadaan organ

tubuh yang terganggu. Contoh halusinasi senestik mencakup sensasi terbakar

7
pada otak, sensasi terdorong pada pembuluh darah, serta sensasi tertusuk pada

sumsum tulang.

 Ilusi

Sebagaimana dibedakan dari halusinasi, ilusi merupakan distorsi citra yang

nyata, sementara halusinasi tidak didasarkan pada citra atau sensasi yang nyata.

Ilusi dapat terjadi pada pasien skizofrenik selama fase aktif, namun dapat pula

terjadi dalam fase prodromal dan selama periode remisi.

 Isi pikir dan kecenderungan mental

o Proses pikir (bentuk pemikiran)

Pasien dapat memiliki ide yang sangat banyak atau justru miskin ide. Dapat

terjadi proses pikir yang cepat, yang bila berlangsung sangat ekstrim, disebut

flight of ideas. Seorang pasien juga dapat menunjukkan cara berpikir yang

lambat atau tertahan. Gangguan kontinuitas pikir meliputi pernyataan yang

bersifat tangensial, sirkumstansial, meracau, suka mengelak, atau

perseveratif.

Bloking adalah suatu interupsi pada jalan pemikiran sebelum suatu ide selesai

diungkapkan. Sirkumstansial mengisyaratkan hilangnya kemampuan berpikir

yang mengarah ke tujuan dalam mengemukakan suatu ide, pasien

menyertakan banyak detail yang tidak relevan dan komentar tambahan namun

pada akhirnya mampu ke ide semula. Tangensialitas merupakan suatu

gangguan berupa hilangnya benang merah pembicaraan pada seorang pasien

dan kemudian ia mengikuti pikiran tangensial yang dirangsang oleh berbagai

stimulus eksternal atau internal yang tidak relevan dan tidak pernah kembali

8
ke ide semula. Gangguan proses pikir dapat tercermin dari word salad

(hubungan antarpemikiran yang tidak dapat dipahami atau inkoheren), clang

association (asosiasi berdasarkan rima), punning (asosiasi berdasarkan makna

ganda), dan neologisme (kata-kata baru yang diciptakan oleh pasien melalui

kombinasi atau pemadatan kata-kata lain).

o Isi pikir

Gangguan isi pikir meliputi waham, preokupasi, obsesi, kompulsi, fobia,

rencana, niat, ide berulang mengenai bunuh diri atau pembunuhan, gejala

hipokondriakal, dan kecenderungan antisosial tertentu.

 Sensorium dan kognisi

Pemeriksaan ini berusaha mengkaji fungsi organik otak dan inteligensi pasien,

kemampuan berpikir abstrak, serta derajat tilikan dan daya nilai.

o Kesadaran

Gangguan kesadaran biasanya mengindikasikan adanya kerusakan organik

pada otak.

o Orientasi dan memori

Ganggaun orientasi biasanya dibagi berdasarkan waktu, tempat, dan orang.

o Konsentrasi dan perhatian

Konsentrasi pasien terganggu karena berbagai allasan. Gangguan kognitif,

ansietas, depresi, dan stimulus internal, seperti halusinasi auditorik, semuanya

dapat berperan menyebabkan gangguan konsentrasi.

o Membaca dan menulis

o Kemampuan visuospasial

9
Pasien diminta untuk menyalin suatu gambar, misalnya bagian depan jam

dinding atau segilima bertumpuk.

o Pikiran abstrak

Kemampuan untuk menangani konsep-konsep. Pasien mungkin memiliki

gangguan dalam membuat konsep atau menangani ide.

o Informasi dan inteligensi

 Impulsivitas, Kekerasan, Bunuh diri, dan Pembunuhan

Pasien mungkin tidak dapat mengendalikan impuls akibat suatu gangguan

kognitif atau psikotik atau merupakan hasil suatu defek karakter yang kronik,

seperti yang dijumpai pada gangguan kepribadian.

Perilaku kekerasan lazim dijumpai di antara pasien skizofrenik yang tidak

diobati. Waham yang bersifat kejar, episode kekerasan sebelumnya, dan defisit

neurologis merupakan faktor resiko perilaku kekerasan atau impulsif.

Kurang lebih 50 persen pasien skizofrenik mencoba bunuh diri, dan 10 sampai

15 persen pasien skizofrenia meninggal akibat bunuh diri. Mungkin faktor yang

paling tidak diperhitungkan yang terlibat dalam kasus bunuh diri pasien ini

adalah depresi yang salah diagnosis sebagai afek mendatar atau efek samping

obat. Faktor pemicu lain untuk bunuh diri mencakup perasaan kehampaan

absolut, kebutuhan melarikan diri dari penyiksaan mental, atau halusinasi

auditorik yang memerintahkan pasien mebunuh diri sendiri.

Saat seorang pasien skizofrenik benar-benar melakukan pembunuhan, hal itu

mungkin dilakukan dengan alasan yang aneh atau tak disangka-sangka yang

didasarkan pada halusinasi atau waham.

10
 Daya nilai dan tilikan

Daya nilai : aspek kemampuan pasien untuk melakukan penilaian sosial.

Dapatkah pasien meramalkan apa yang akan dilakukannya dalam situasi

imajiner. Contohnya: apa yang akan pasien lakukan ketika ia mencium asap

dalam suasana gedung bioskop yang penuh sesak?

Tilikan: tingkat kesadaran dan pemahaman pasien akan penyakitnya. Pasien

dapat menunjukkan penyangkalan total akan penyakitnya atau mungkin

menunjukkan sedikit kesadaran kalau dirinya sakit namun menyalahkan orang

lain, faktor eksternal, atau bahkan faktor organik. Mereka mungking menyadari

dirinya sakit, namun menganggap hal tersebut sebagai sesuatu yang asing atau

misterius dalam dirinya.

 Realiabilitas

Kesan psikiater tentang sejauh mana pasien dapat dipercaya dan kemampuan

untuk melaporkan keadaanya secara akurat. Contohnya, bila pasien terbuka

mengenai penyalahgunaan obat tertentu secara aktif mengenai keadaan yang

menurut pasien dapat berpengaruh buruk (mislnya, bermasalah dengan hukum),

psikiater dapat memperkirakan bahwa realiabilitas pasien adalah baik.2,3

3. Pemeriksaan tambahan

Tes psikologis: tes inteligensi, tes kepribadian, tes ketangkasan atau bakat, dan tes

neuropsikologis.

11
 Tes inteligensi

Dapat ditentukan HI (hasil bagi inteligensi) atau IQ (Intelligence Quotient)

sebagai suatu cara numerik untuk menyatakan taraf inteligensi. Rumusnya

sebagai berikut:

Umur mental

HI= ------------------------- x 100

Umur kalender

Umur mental didapat dari tes inteligensi. Umur kalender diambil paling tinggi

15 (biarpun sebenarnya lebih), karena tes inteligensi yang ada sekarang sukar

untuk mengukur perbedaan inteligensi di atas umur 15 tahun.

 Tes kepribadian

Tes kepribadian lebih sukar dibuat, dipakai dan dinilai sehingga reliabilitas dan

validitas kurang dari tes inteligensi. Hal ini disebabkan antara lain karena begitu

banyaknya sifat kepribadian manusia dan sukarnya mencari parameter atau

indikatro yang tepat dan dapat diukur untuk suatu sifat kepribadian tertentu.

Kepribadian adalah keseluruhan perilaku manusia atau perannya dalam

hubungan antar manusia, pribadinya dapat dibedakan dari pribadi lain. Peran ini

bukan saja perilaku yang nyata, tetapi juga sikap internal, kecenderungan

bertindak dan hambatan. Kepribadian dapat dievaluasi dengan cara observasi,

12
wawancara, atau melalui daftar pertanyaan, tes melengkapi kalimat atau tes

proyeksi.

 Tes neuropsikologis

Tes neuropsikologis merupakan tes yang mempelajari hubungan antara otak dan

perilaku dengan menggunakan prosedur tes yang terstandarisasi dan objektif.

Tes ini menguji kemampuan kognitif. Tujuan tes neuropsikologis adalah

identifikasi, kuantifikasi, dan deskripsi perubahan kognitif dan perilaku yang

disebabkan oleh disfungsi otak. Dalam hal ini, ranah (domain) yang dievaluasi

adalah kemampuan berbahasa, memori, penalaran dan pertimbangan intelektual,

fungsi visual-motor, fungsi sensori-perseptual, dan fungsi motorik.2,3

1.5 Pemeriksaan Penunjang

Meskipun pemeriksaan laboratorium adalah pemeriksaan penunjang, tetapi

peranannya penting dalam menjelaskan dan menkuantifikasi disfungsi neurofisiologis,

memilih pengobatan, dan memonitor respon klinis. Hasil pemeriksaan laboratorik harus

dapat diintegrasikan dengan data riwayat penyakit, wawancara dan pemeriksaan

psikiatrik untuk memperoleh gambaran komprehensif tentang diagnosis dan pengobatan

yang diperlukan oleh pasien.

Sampai saat ini belum ada konsensus mengenai tes apa saja yang digunakan

sebagai penyaring, tetapi beberapa tes berikut patut untuk dipertimbangkan:

13
1. Pemeriksaan darah lengkap

2. Elektrolit serum

3. Glukosa darah

4. Tes fungsi hepar

5. Tes fungsi ginjal

6. Kalsium serum

7. Uji fungsi tiroid

8. Pemeriksaan penyaring untuk sifilis (VDRL dan TPHA)

9. Tes urin untuk obat terlarang.2,3

1.6 Gambaran klinis

Skizofrenia merupakan penyakit kronik. Sebagian kecil dari kehidupan mereka

berada dalam kondisi akut dan sebagian besar penderita berada lebih lama (bertahun-

tahun) dalam fase residual yaitu fase yang memperlihatkan gambaran penyakit yang

“ringan”. Selama periode residual, pasien lebih menarik diri atau mengisolasi diri, dan

“aneh”. Gejala-gejala penyakit biasanya terlihat lebih jelas oleh orang lain. Pasien dapat

kehilangan pekerjaan dan teman karena ia tidak berminat dan tidak mampu berbuat

sesuatu atau karena sikapnya yang aneh. Pemikiran dan pembicaraan mereka samar-

samar sehingga kadang-kadang tidak dapat dimengerti. Mereka mungkin mempunyai

keyakinan yang salah yang tidak dapat dikoreksi. Penampilan dan kebiasaan-kebiasaan

mereka mengalami kemunduran serta afek mereka terlihat tumpul. Meskipun mereka

dapat mempertahankan inteligensia yang mendekati normal, sebagian besar performa uji

kognitifnya buruk. Pasien dapat menderita anhedonia yaitu ketidakmampuan merasakan

14
rasa senang. Pasien juga mengalami deteorisasi yaitu perburukan yang terjadi secara

berangsur-angsur.

Gejala Positif dan Negatif

Gejala positif mencakup waham dan halusinasi. Gejala negatif meliputi afek

mendatar atu menumpul, miskin bicara (alogia) atau isi bicara, bloking, kurang merawat

diri, kurang motivasi, anhedonia, dan penarikan diri secara sosial.

Gangguan Pikiran

- Gangguan proses pikir

Pasien biasanya mengalami gangguan proses pikir. Pikiran mereka sering tidak

dapat dimengerti oleh orang lain dann terlihat tidak logis. Tanda-tandanya adalah:

1. Asosiasi longgar: ide pasien sering tidak menyambung. Ide tersebut seolah dapat

melompat dari satu topik ke topik lain yang tak berhubungan sehingga

membingungkan pendengar. Gangguan ini sering terjadi misalnya di

pertengahan kalimat sehingga pembicaraan sering tidak koheren.

2. Pemasukan berlebihan: arus pikiran pasien secara terus-menerus mengalami

gangguan karena pikirannya sering dimasuki informasi yang tidak relevan.

3. Neologisme: pasien menciptakan kata-kata baru (yang bagi mereka meungkin

mengandung arti simbolik)

4. Terhambat: pembicaraan tiba-tiba berhenti (sering pada pertengahan kalimat)

dan disambung kembali beberapa saat kemudian, biasanya dengan topik lain. Ini

dapat menunjukkan bahwa ada interupsi.

15
5. Klang asosiasi: pasien memilih kata-kata berikut mereka berdasarkan bunyi

kata-kata yang baru saja diucapkan dan bukan isi pikirannya.

6. Ekolalia: pasien mengulang kata-kata atau kalimat-kalimat yang baru saja

diucapkan oleh seseorang.

7. Konkritisasi: pasien dengan IQ rata-rata normal atau lebih tinggi, sangat buruk

kemampuan berpikir abstraknya.

8. Alogia: pasien berbicara sangat sedikit tetapi bukan disengaja (miskin

pembicaraan) atau dapat berbicara dalam jumlah normal tetapi sangat sedikit ide

yang disamapaikan (miskin isi pembicaraan).

- Gangguan isi pikir

1. Waham: suatu kepercayaan palsu yang menetap yang taksesuai dengan fakta dan

kepercayaan tersebut mungkin “aneh” atau bisa pula “tidak aneh” tetapi sangat

tidak mungkin dan tetap dipertahankam meskipun telah diperlihaykan bukti-

bukti yang jelas untuk mengkoreksinya. Waham sering ditemui pada gangguan

jiwa berat dan beberapa bentuk waham yang spesifik sering ditemukan pada

skizofrenia. Semakin akut skizofrenia semakin sering ditemui waham

disorganisasi atau waham tidak sistematis:

a. Waham kejar

b. Waham kebesaran

c. Waham rujukan

d. Waham penyiaran pikiran

e. Waham penyisipan pikiran

16
2. Tilikan

Kebanyakan pasien skizofrenia mengalami pengurangan tilikan yaitu pasien

tidak menyadari penyakitnya serta kebutuhannya terhaap pengobatan, meskipun

gangguan yang ada pada dirinya dapat dilihat oleh orang lain.

Gangguan Persepsi

- Halusinasi

Halusinasi paling sering ditemui, biasanya berbentuk pendengaran tetapi bisa juga

berbentuk penglihatan, penciuman, dan perabaan. Halusinasi pendengaran dapat

pula berupa komentar tentang pasien atau peristiwa-peristiwa sekitar pasien.

Komentar-komentar tersebut dapat berbentuk ancaman atau perintah-perintah

langsung ditujukan kepada pasien (halusinasi komando). Suara-suara sering

diterima pasien sebagai sesuatu yang berasal dari luar kepala pasien dan kadang-

kadang pasien dapat mendengar pikiran-pikiran mereka sendiri berbicara keras.

Suara-suara cukup nyata menurut pasien kecuali pada fase awal skizofrenia.

- Ilusi dan depersonalisasi

Pasien juga dapat mengalami ilusi atau depersonalisasi. Ilusi yaitu adanya

misinterpretasi panca indera terhadap objek. Depersonalisasi yaitu adanya perasaan

asing terhadap diri sendiri. Derealisasi yaitu adanya perasaan asing terhadap

lingkungan sekitarnya misalnya dunia terlihat tidak nyata.

17
Gangguan Perilaku

Salah satu gangguan aktivitas motorik pada skizofrenia adalah gejala katatonik

yang dapat berupa stupor atauh gaduh gelisah. Paien dengan stupor tidak bergerak,

tidak berbicara, dan tidak berespons, meskipun ia sepenuhnya sadar. Sedangkan pasien

dengan katatonik gaduh gelisah menunjukkan aktivitas motorik yang tidak terkendali.

Kedua keadaan ini kadang-kadang terjadi bergantian. Pada stupor katatonik juga bisa

didapati fleksibilitas serea dan katalepsi. Gejala katalepsi adalah bila suatu posisi

badan dipertahankan untuk waktu yang lama. Sedangkan fleksibilitas serea adalah bila

anggota badan dibengkokkan terasa suatu tahanan seperti pada lilin atau malam dan

posisi itu dipertahankan agak lama.

Gangguan perilaku lain adalah stereotipi dan manerisme. Berulang-ulang

melakukan suatu gerakan atau mengambil sikap badan tertentu disebut stereotipi.

Misalnya, menarik-narik rambutnya, atau tiap kali bila mau menyuap nasi mengetuk

piring dulu beberapa kali. Keadaan ini dapat berlangsung beberapa hari sampai

beberapa tahun. Stereotipi pembicaraan dinamakan verbigrasi, kata atau kalimat

diulang-ulangi, hal ini sering juga terdapat pada gangguan otak orgnaik. Manerisme

adalah stereotipi tertentu pada skizofrenia, yang dapat dilihat dalam bentuk grimas pada

mukanya atau keanehan berjalan dan gaya berjalan.

Gangguan Afek

Kedangkalan respons emosi, misalnya penderita menjadi acuh tak acuh

terhadap hal-hal yang penting untuk dirinya sendiri sepertti keadaan keluarganya dan

masa depannya. Perasaan halus sudah hilang. Parathimi, apa yang seharusnya

18
menimbulkan rasa senang dan gembira, pada penderita timbul rasa sedih atau marah.

Paramimi, penderita merasa senang dan gembira, akan tetapi ia menangis. Parathimi

dan paramimi bersama-sama dinamakan incongruity of affect dalam bahasa inggris dan

inadequat dalam bahasa belanda.

Kadang-kadang emosi dan afek serta ekspresinya tidak mempunyai kesatuan,

misalnya sesudah membunuh anaknya penderita menangis berhari-hari, tetapi mulutnya

seperti tertawa.semua ini merupakan gangguan afek dan emosi yang khas untuk

skizofrenia. Gangguan afek dan emosi lain adalah:

Emosi berlebihan, sehingga kelihatan seperti dibuat-buat, seperti pada penderita sedang

bersandiwara.

Yang penting juga pada skizofrenia adalah hilangnya kemampuan untuk

mengadakan hubungan emosi yang baik (emotional rapport). Karena itu sering kita

tidak dapat merasakan perasaan penderita. Karena terpecah-belahnya kepribadian, maka

dual hal yang berlawanan mungkin timbul bersama-sama, misalnya mencintai dan

membenci satu orang yang sama; menangis dan tertawa tentang satu hal yang sama. Ini

dinamakan ambivalensi afektif.1-3

1.7 Diagnosis

Adanya halusinasi atau waham tidak mutlak untuk diagnosis skizofrenia;

gangguan pada pasien didiagnosis sebagai skizofrenia apabila pasien menunjukkan dua

gejala yang terdaftar sebagai gejala 3 sampai 5 pada kriteria A (1.waham 2. Halusinasi

3. Bicara kacau 4. Perilaku yang sangat kacau/katatonik 5. Gejala negatif, yaitu: afek

medatar, alogia, atau anhedonia). Hanya dibutuhkan satu gejala kriteria A bila

19
wahamnya bizare atau halusinasinya terdiri atas suara yang terus-menerus memberi

komentar terhadap perilaku atau pikiran pasien, atau dua atau lebih suara yang saling

bercakap-cakap. Kriteria B membutuhkan adanya hendaya fungsi, meski tidak

memburuk, yang tampak selama fase aktif penyakit. Gejala harus berlangsung selama

paling tidak 6 bulan dan diagnosis gangguan skizoafektif atau gangguan mood harus

disingkirkan. Setidaknya salah satu hal ini harus ada:

1. Gema pikiran (thought echo)

2. Waham kendali, pengaruh, atau pasivitas

3. Suara-suara halusinasi yang terus-menerus mengomentari perilaku pasien atau saling

mendiskusikan pasien, atau suara halusinasi lain yang berasal dari bagian tubuh

tertentu; dan

4. Waham persisten jenis lain yang secara budaya tidak sesuai dan sangat tidak masuk

akal.

Diagnosis juga dapat ditegakkan bila setidaknya dua hal berikut ada:

1. Halusinasi persisten dalam modalitas apapun, bila terjadi setiap hari selama

sekurangnya 1 bulan, atau bila disertai waham

2. Neologisme, kata baru yang diciptakan oleh pasien, seringkali dengan

menggabungkan suku kata atau dari kata-kata lain.

3. Perilaku katatonik, seperti eksitasi, postur atau fleksibilitas serea, negativisme,

mutisme, dan stupor

20
4. Gejala negatif, seperti apatis yang nyata, miskin isi pembicaraan, dan respons

emosional tumpul serta ganjil (harus ditegaskan bahwa hal ini bukan disebabkan depresi

atau pengobatan antipsikotik).

1.8 Jenis – Jenis Skizofrenia

a. Tipe paranoid

Skizofrenia tipe ini ditandai dengan preokupasi terhadap satu atau lebih waham

atau halusinasi auditorik yang sering serta tidak adanya perilaku spesifik yang

sugestif untuk tipe hebrefrenik atau katatonik. Secara klasik, skizofrenia tipe

paranoid terutama ditandai dengan adanya waham kejar atau kebesaran. Pasien

skizofrenia paranoid biasanya mengalami episode pertama penyakit pada usia yang

lebih tua dibanding pasien skizofrenia hebefrenik dan katatonik. Pasien yang

skizofrenianya terjadi pada akhir usia 20-an atau 30-an biasanya telah memiliki

kehidupan sosial yang mapan yang dapat membantu mengatasi penyakitnya, dan

sumber ego pasien paranoid cenderung lebih besar dibanding pasien skizofrenia

hebefrenik atau katatonik. Pasien skizofrenia paranoid menunjukkna regresi

kemampuan mental, respons emosional, dan perilaku yang lebih ringan

dibandingkan pasien skizofrenia tipe lain. Pasien skizofrenia paranoid biasanya

tegang, mudah curiga, berjaga-jaga, berhati-hati, dan terkadang bersikap

bermusuhan atau agresif, namun mereka kadang-kadang dapat mengendalikan diri

mereka secara adekuat pada situasi sosial. Inteligensi mereka dalam area yang tidak

dipengaruhi psikosisnya cenderung tetap utuh.

b. Tipe disorganized

21
Skizofrenia tipe disorganized (sebelumnya disebut hebefrenik) ditandai dengan

regresi nyata ke perilaku primitif, tak terinhibisi, dan kacau serta dengan tidak

adanya gejala yang memenuhi kriteria tipe katatonik. Onset subtipe ini biasanya

dini, sebelum usia 25 tahun. Pasien hebefrenik biasanya aktif namun dalam sikap

yang nonkonstruktif dan tak bertujuan. Gangguan pikir menonjol dan kontal dengan

realitas buruk. Penampilan pribadi dan perilaku sosial berantakan, respons

emosional mereka tidak sesuai dan tawa mereka sering meledak tanpa alasan jelas.

Seringai atau meringis yang tak pantas lazim dijumpai pada pasien inim yang

perilakunya paling baik dideskripsikan sebagai konyol atau tolol.

c. Tipe katatonik

Pasien mempunyai paling sedikit satu dari beberapa bentuk katatonia:

- Stupor katatonik atau mutisme yaitu pasien tidak berespons terhadap lingkungan

atau orang. Pasien menyadari hal-hal yang sedang berlangsung di sekitarnya.

- Negativsme katatonik yaitu pasien melawan semua perintah-perintah atau usaha-

usaha untuk menggerakkan fisiknya.

- Rigiditas katatonik yaitu pasien secara fisik sangat kaku atau rigid.

- Postur katatonik yaitu pasein mempertahankan posisi yang tak biasa atau aneh.

- Kegembiraan katatonik yaitu pasien sangat aktif dan gembira. Mungkin dapat

mengancam jiwanya (misalnya, karena kelelahan).

d. Tipe tak terinci

Pasien mempunyai halusinasi, waham, dan gejala-gejala psikosis aktif yang

menonjol (misalnya: kebingungan, inkoheren) atau memenuhi kriteria skizofrenia

22
tetapi tidak dapat digolongkan pada tipe paranoid, katatonik, hebefrenik, residual,

dan depresi pasca skizofrenia.

e. Tipe residual

Pasien dalam keadaan remmsi dari keadaan akut tetapi masih memperlihatkan

gejala-gejala residual (penarikan diri secara sosial, afek datar atau tak serasi,

perilaku eksentrik, asosiasi melonggar, atau pikiran tak logis).

f. Skizofrenia simpleks

Skizofrenia simpleks adalah sulatu diagnosis yang sulit dibuat secara meyakinka

karena bergantung pada pemastian perkembangan yang berlangsung perlahan,

progresif dari gejala “negatif” yang khas dari skizofrenia residual tanpa adanya

riwayat halusinasi, waham atau manifestasi lain tentang adanya suatu episode

psikotik sebelumnya, dan disertai degan perubahan-perubahan yang bermakna pada

perilaku perorangan, yang bermanifestasi sebagai kehilangan minat yang mencolok,

kemalasan, dan penarikan diri secara sosial.1,3

1.9 Patofisiologi

Neurobiologi

Terdapat peningkatan jumlah penelitian yang mengindikasikan adanya peran

patofisiologis area otak tertentu, termasuk sistem limbik, korteks frontal, serebelum, dan

ganglia basalis. Keempat area ini saling terhubung sehingga disfungsi satu area dapat

melibatkan proses patologi primer di tempat lain. Pencitraan otak manusia hidup dan

pemeriksaan neuropatologi jaringan otak postmortem menyatakan sistem limbik sebagai

23
lokasi potensial proses patologi primer pada setidaknya beberapa, bahkan mungkin

sebagian besar, pasien skizofrenia.

Dua are yang menjadi subjek penelitian aktif adalh waktu ketika suatu lesi

neuropatologi terlihat di otak serta interaksi lesi tersebut dengan stresor sosial dan

lingkungan. Dasar penampakan abnormalitas otak mungkin terletak pada pembentukan

abnormal atau pada degenerasi neuron setelah pembentukan. Namun, fakta bahwa

kembar monozigotik memiliki angka kejadian bersama sebesar 50% menyiratkan

adanya interaksi yang masih sangat sedikit diketahui antara lingkungan dan timbulnya

skizofrenia. Di lainppihak, faktor yang mengatur ekspresi gen baru mulai dipahami.

Meski kembar monozigotik mempunyai informasi genetik yang sama, regulasi gen yang

berbeda sepanjang hidup mungkin menyebabkan salah satu kembar monozigotik

mengalami skizofrenia, sementara kembarannya tidak.

Neuroanatomik, Neurofungsional, dan Neurokognitif

CT-scan dan MRI secara konsisten menunjukkan peningkatan volume ventrikel

lateral dan ketiga pada pasien skizofrenia. Studi ini umumnya juga menunjukkan

pengurangan volume otak secara keseluruhan pasien skizofrenia dan pengurangan

tertentu dalam ukuran dari struktur lobus temporal medial, seperti amigdala dan

hipokampus. Selain itu, penelitian telah melaporkan penurunan ukuran dari thalamus

dan kelainan pada garis tengah daerah perkembangan. Tak satu pun dari perubahan ini

spesifik untuk skizofrenia, meskipun beberapa telah terbukti ada pada pasien dengan

episode penyakit pertama dan tidak menggunakan obat sebelumnya.

24
Teknik fungsional neuroimaging, seperti tomografi emisi positron (PET),

menunjukkan secara in vivo pengukuran metabolisme glukosa regional atau aliran darah

otak, dimana keduanya mencerminkan aktivitas neuron regional. Sebagian besar

penelitian telah mendeteksi perubahan aktivitas di korteks prefrontal, struktur ganglia

basalis, daerah temporo-limbik, dan thalamus, menunjukkan fungsi sirkuit cortico-

striato-thalamo-kortikal yang terganggu. Penurunan aktivitas dalam korteks prefrontal

pada pasien skizofrenia sering diamati selama tugas aktivasi kognitif dan memori kerja.

Selama halusinasi pendengaran aktif, aktivasi abnormal thalamus, striatum, limbik, dan

daerah paralimbik telah terdeteksi. Pasien skizofrenia yang menampilkan kelainan pada

bagian prefrontal, thalamic, dan cerebellar, menunjukkan gangguan dalam sirkuit

pontine-cerebellar-thalamic-frontal.

Neurokimia

Penemuan menunjukkan bahwa disregulasi dopamin yang kompleks terjadi

dengan aktivitas hiperdopaminergik dalam proyeksi mesencephalic ke striatum limbik

dan aktivitas hipodopaminergik di neokorteks. Bukti dari kegiatan hiperdopaminergik

termasuk hubungan antara efektivitas dopamin reseptor yang mengikat obat dan

pengurangan gejala positif serta peningkatan reseptor D2 dalam studi postmortem dan

PET.

Penelitian terbaru menunjukkan bahwa berbagai gejala positif berhubungan

dengan kelainan dalam penyimpanan dopamin presynaptic, pelepasan, transportasi, dan

reuptake dalam sistem mesolimbik. Hipo-aktivitas dari sistem dopamin ditunjukkan dari

penemuan penurunan onset dopamin pada pasien dengan gejala negatif, dan dalam

25
beberapa penelitian agonis dopamin telah terbukti memperbaiki gejala negatif.

Pencitraan fungsional juga menunjukkan bahwa hipo-frontalitas akan lebih parah pada

pasien dengan gejala negatif.

Serotonergik, glutamatergic, dan sistem neurotransmitter lainnya (misalnya,

gamma-aminobutyric acid [GABA]) telah diselidiki pada skizofrenia, terutama

mengacu pada interaksi dengan sistem dopaminergik.. Dalam studi tentang sistem

GABAergic, penurunan dekarboksilase asam glutamat, enzim GABA-sintesis, telah

diamati dalam korteks prefrontal pada pasien skizofrenia, dan perubahan dalam subtipe

neuron GABAergic telah dilaporkan.

Sistem opioid juga telah dianggap sebagai kandidat yang berpotensial yang

terlibat dalam skizofrenia, didasarkan terutama pada kesamaan antara efek farmakologis

dari terjadinya tanda opioid dan kejiwaan. Hipotesis telah diusulkan pada peningkatan

maupun penurunan level dari berbagai peptide opioid sebagai faktor yang mendasari

sebagai penyebab gejala skizofrenia. Namun, penelitian klinis berdasarkan hipotesis

sering menghasilkan hasil variable atau bermacam-macam.5

1.10 Differential Diagnose

Gangguan Psikotik Lain

Gejala psikotik pada skizofrenia dapat identik dengan gangguan skizofreniform,

gangguan psikotik singkat, gangguan skizoafektif, dan gangguan waham. Gangguan

skizofreniform berbeda dari skizofrenia berupa gejala yang berdurasi setidaknya 1 bulan

26
tapi kurang dari 6 bulan. Gangguan psikotik singkat merupakan diagnosis yang sesuai

bila gejala berlangsung setidaknya 1 hari tapi kurang dari 1 bulan dan bila pasien tidak

kembali ke keadaan fungsi pramorbidnya dalam waktu tersebut. Jika suatu sindrom

manik atau depresif terjadi bersamaan dengan gejala utama skizofrenia, gangguan

skizoafektif adalah diagnosis yang tepat. Waham nonbizar yang timbul selama

sekurangnya 1 bulan tanpa gejala skizofrenia lain atau gangguan mood patut didiagnosis

sebagai gangguan waham.

Gangguan Kepribadian

Berbagai gangguan kepribadian mungkin memiliki sebagian gambaran yang

sama dengan skizofrenia. Gangguan kepribadian skizotipal, skizoid, dan ambang adalah

gangguan kepribadian dengan gejala yang paling mirip. Gangguan kepribadian obsesif-

kompulsif yang parah dapat menyamarkan suatu proses skizofrenik yang mendasari.

Tak seperti skizofrenia, gangguan kepribadian memiliki gejala ringan dan riwayat

terjadi seumur hidup pasien. Gangguan ini juga tidak memiliki tanggal awitan yang

dapat diidentifikasi.

Gangguan Waham

Konsep utama mengenai penyebab gangguan waham adalah perbedaanya

dengan skizofrenia dan gangguan mood. Gangguan waham lebih jarang daripada

skizofrenia maupun gangguan mood, onsetnya lebih lambat daripada skizofrenia dan

dominasi perempuan kurang nyata daripada gangguan mood. 3

27
Kriteria Diagnostik DSM-IV-TR Gangguan Waham.3

A. Waham tidak bizar ( melibatkan situasi yang terjadi dalam kehidupan nyata, seperti

merasa diikuti, diracuni, terinfeksi, dicintai dari jauh, atau dikhianati pasangan atau

kekasih, atau menderita suatu penyakit) sekurang-kurangnya 1 bulan.

B. Kriteria A skizofrenia tidak terpenuhi. Catatan: halusinasi taktil dan olfaktori dapat

terjadi gangguan waham jika sesuai dengan tema waham.

C. Berbeda dengan dampak waham atau hasil akhirnya, fungsi tidak terganggu secara

nyata dan perilaku tidak secara jelas, aneh, atau bizar.

D. Jika episode mood telah terjadi bersamaan dengan waham, durasi totalnya singkat

dibandingkan durasi periode waham.

E. Gangguan tidak disebabkan efek fisiologis suatu zat secara langsung (c/o:

penyalahgunaan, suatu obat) atau kondisi medis umum.

Jenis-jenis waham.3

Pada tipe waham ini, orang lain, biasanya dengan status lebih
Waham erotomania
tinggi, jatuh cinta kepada dirinya.

Pada tipe waham ini, terdapat kekuatan, pengetahuan,

Waham kebesaran penghargaan, identitas yang berlebihan atau hubungan khusus

terhadap orang yang terkenal atau dewa.

Pada tipe waham ini, pasangan seksual seseorang dianggap


Waham cemburu
tidak setia.

Waham kejar Pada tipe waham ini, orang (atau seseorang yang dekat)

28
dianggap diperlakukan dengan kasar.

Pada tipe waham ini, orang mempunyai beberapa cacat fisik


Waham somatik
atau kondisi medis umum.

Pada tipe waham ini ciri khas lebih dari satu tipe di atas tetapi
Waham campuran
tidak ada tema yang menonjol.

1.11 Penatalaksanaan

Pengobatan harus secepat mungkin, karena keadaan psikotik yang lama

menimbulkan kemungkinan lebih besar penderita menuju ke kemunduran mental.

Farmakoterapi

Indikasi pemberian obat antipsikotik pada skizofrenia adalah untuk

mengendalikan gejala aktif dan mencegah kekambuhan. Obat antipsikotik mencakup

dua kelas utama: antagonis reseptor dopamin, dan antagonis serotonin-dopamin.

Antagonis Reseptor Dopamin

Antagonis reseptor dopamin efektif dalam penanganan skizofrenia, terutama

terhadap gejala positif. Obat-obatan ini memiliki dua kekurangan utama. Pertama,

hanya presentase kecil pasien yang cukup terbantu untuk dapat memulihkan fungsi

mental normal secara bermakna. Kedua, antagonis reseptor dopamin dikaitkan dengan

efek samping yang mengganggu dan serius. Efek yang paling sering mengganggu aalah

29
akatisia adan gejala lir-parkinsonian berupa rigiditas dan tremor. Efek potensial serius

mencakup diskinesia tarda dan sindrom neuroleptik maligna.

Antagonis Serotonin-Dopamin

SDA menimbulkan gejala ekstrapiramidal ayng minimal atau tidak ada,

berinteraksi dengan subtipe reseptor dopamin yang berbeda di banding antipsikotik

standar, dan mempengaruhi baik reseptor serotonin maupun glutamat. Obat ini juga

menghasilkan efek samping neurologis dan endokrinologis yang lebih sedikit serta lebih

efektif dalam menangani gejala negatif skizofrenia. Obat yang juga disebut sebagai obat

antipsikotik atipikal ini tampaknya efektif untuk pasien skizofrenia dalam kisaran yang

lebih luas dibanding agen antipsikotik antagonis reseptor dopamin yang tipikal.

Golongan ini setidaknya sama efektifnya dengan haloperidol untuk gejala positif

skizofrenia, secara unik efektif untuk gejala negatif, dan lebih sedikit, bila ada,

menyebabkan gejala ekstrapiramidal. Beberapa SDA yang telah disetujui di antaranya

adalah klozapin, risperidon, olanzapin, sertindol, kuetiapin, dan ziprasidon. Obat-obat

ini tampaknya akan menggantikan antagonis reseptor dopamin, sebagai obat lini

pertama untuk penanganan skizofrenia.

Pada kasus sukar disembuhkan, klozapin digunakan sebagai agen antipsikotik,

pada subtipe manik, kombinasi untuk menstabilkan mood ditambah penggunaan

antipsikotik. Pada banyak pengobatan, kombinasi ini digunakan mengobati keadaan

skizofrenia.2,3,6

Kategori obat: Antipsikotik – memperbaiki psikosis dan kelakuan agresif.4

30
Nama Obat

Haloperidol Untuk manajemen psikosis. Juga untuk saraf motor dan suara pada

(Haldol) anak dan orang dewasa. Mekanisme tidak secara jelas ditentukan,

tetapi diseleksi oleh competively blocking postsynaptic dopamine

(D2) reseptor dalam sistem mesolimbic dopaminergic;

meningkatnya dopamine turnover untuk efek tranquilizing.

Dengan terapi subkronik, depolarization dan D2 postsynaptic

dapat memblokir aksi antipsikotik.

Risperidone Monoaminergic selective mengikat lawan reseptor D2 dopamine

(Risperdal) selama 20 menit, lebih rendah afinitasnya dibandingkan reseptor 5-

HT2. Juga mengikat reseptor alpha1-adrenergic dengan afinitas

lebih rendah dari H1-histaminergic dan reseptor alpha2-adrenergic.

Memperbaiki gejala negatif pada psikosis dan menurunkan

kejadian pada efek ekstrpiramidal.

Olanzapine Antipsikotik atipikal dengan profil farmakologis yang melintasi

(Zyprexa) sistem reseptor (seperti serotonin, dopamine, kolinergik,

muskarinik, alpha adrenergik, histamine). Efek antipsikotik dari

perlawanan dopamine dan reseptor serotonin tipe-2. Diindikasikan

untuk pengobatan psikosis dan gangguan bipolar.

Clozapine Reseptor D2 dan reseptor D1 memblokir aktifitas, tetapi

(Clozaril) nonadrenolitik, antikolinergik, antihistamin, dan reaksi arousal

menghambat efek signifikan. Tepatnya antiserotonin. Resiko

terbatasnya penggunaan agranulositosis pada pasien nonresponsive

31
atau agen neuroleptik klasik tidak bertoleransi.

Quetiapine Antipsikotik terbaru untuk penyembuhan jangka panjang. Mampu

(Seroquel) melawan efek dopamine dan serotonin. Perbaikan lebih awal

antipsikotik termasuk efek antikolinergik dan kurangnya distonia,

parkinsonism, dan tardive diskinesia.

Aripiprazole Memperbaiki gejala positif dan negatif skizofrenia. Mekanisme

(Abilify) kerjanya belum diketahui, tetapi hipotesisnya berbeda dari

antipsikotik lainnya. Aripiprazole menimbulkan partial dopamine

(D2) dan serotonin (5HT1A) agonis, dan antagonis serotonin

(5HT2A).

32
Nama Obat Sediaan Dosis Anjuran

Haloperidol (Haldol) Tab. 2 – 5 mg 5 – 15 mg/hari

Risperidone Tab. 1 – 2 – 3
2 – 6 mg/hari
(Risperdal) mg

Olanzapine (Zyprexa) Tab. 5 – 10 mg 10 – 20 mg/hari

Clozapine (Clozaril) Tab. 25 – 100


25 – 100 mg/hari
mg

Quetiapine (Seroquel) Tab. 25 – 100

mg 50 – 400 mg/hari

200 mg

Aripiprazole (Abilify) Tab. 10 – 15 mg 10 – 15 mg/hari

Profil Efek Samping

Efek samping obat anti-psikosis dapat berupa:

 Sedasi dan inhibisi psikomotor (rasa mengantuk, kewaspadaan berkurang, kinerja

psikomotor menurun, kemampuan kognitif menurun).

 Gangguan otonomik (hipotensi, antikolinergik/parasimpatolitik: mulut kering,

kesulitan miksi&defekasi, hidung tersumbat, mata kabur, tekanan intraokuler

meninggi, gangguan irama jantung).

 Gangguan ekstrapiramidal (distonia akut,akathisia, sindrom parkinson: tremor,

bradikinesia, rigiditas).

33
 Gangguan endokrin (amenorrhoe, gynaecomastia), metabolik (jaundice),

hematologik (agranulocytosis), biasanya pada pemakaian panjang.

Efek samping ini ada yang dapat di tolerir pasien, ada yang lambat, ada yang sampai

membutuhkan obat simptomatik untuk meringankan penderitaan pasien.

Efek samping dapat juga irreversible : Tardive dyskinesia (gerakan berulang

involunter pada: lidah, wajah, mulut/rahang, dan anggota gerak, dimana pada waktu

tidur gejala tersebut menghilang). Biasanya terjadi pada pemakaian jangka panjang

(terapi pemeliharaan) dan pada pasien usia lanjut. Efek samping ini tidak berkaitan

dengan dosis obat anti-psikosis.

Pada penggunaan obat anti-psikosis jangka panjang, secara periodik harus dilakukan

pemeriksaan laboratorium: darah rutin, urin lengkap, fungsi hati, fungsi ginjal, untuk

deteksi dini perubahan akibat efek samping obat.

Obat anti-psikosis hampir tidak pernah menimbulkan kematian sebagai akibat

overdosis atau untuk bunuh diri. Namun demikian untuk menghindari akibat yang

kurang menguntungkan sebaiknya dilakukan “lacage lambung” bila obat belum lama

dimakan.

Interaksi Obat

 Antipsikosis + antidepresan trisiklik = efek samping antikolinergik meningkat (hati-

hati pada pasien dengan hipertrofi prostat, glaukoma, ileus, penyakit jantung).

 Antipsikosis + antianxietas = efek sedasi meningkat, bermanfaat untuk kasus

dengan gejala dan gaduh gelisah yang sangat hebat.

34
 Antipsikosis + antikonvulsan = ambang konvulsi menurun, kemungkinan serangan

kejang meningkat, oleh karena itu dosis antikonvulsan harus lebih besar. Yang

paling minimal menurunkan ambang kejang adalah antipsikosis Haloperidol.

 Antipsikosis + antasida = efektivitas obat antipsikosis menurn disebabkan

gangguan absorpsi.

Terapi Psikososial

- Pelatihan keterampilan sosial

Peatihan keterampilan sosial kadang-kadang disebut sebagai terapi

keterampilan perilaku. Terapi ini secara langsung dapat mendukung dan berguna

untuk pasien bersama dengan terapi farmakologis. Selain gejala yang biasa tampak

pada pasien skizofrenia, beberapa gejala yang paling jelas terlihat melibatkan

hubungan orang tersebut dengan orang lain, termasuk kontak mata yang buruk,

keterlambatan respons yang tidak lazim, ekspresi wajah yang aneh, kurangnya

spontanitas dalam situasi sosial, serta persepsi yang tidak akurat atau kurangnya

persepsi emosi pada orang lain. Pelatihan keterampilan perilaku diarahkan ke

perilaku ini melalui penggunaan video tape berisi orang lain dan si pasien, bermain

drama dalam terapi, dan tugas pekerjaan rumah untuk keterampilan khusus yang

dipraktekkan.

- Terapi kelompok

Terapi kelompok untuk oragn dengan skizofrenia umumnya berfokus pada

rencana, masalah, dan hubungan dalam kehidupan nyata. Kelompok dapat

berorientasi perilaku, psikodinamis atau berorientasi tilikan, atau suportif.

35
- Terapi perilaku kognitif

Terapi perilaku kognitif telah digunakan pada pasien skizofrenia untuk

memperbaiki distorsi kognitif, mengurangi distraktibilitas, serta mengoreksi

kesalahan daya nilai. Terdapat laporan adanya waham dan halusinasi yang

membaik pada sejumlah pasien yang menggunakan metode ini. Pasien yang

mungkin memperoleh manfaat dari terapi ini umumnya aalah yang memiliki tilikan

terhadap penyakitnya.

- Psikoterapi individual

Pada psikoterapi pada pasien skizofrenia, amat penting untuk membangun

hubungan terapeutik sehingga pasien merasa aman. Reliabilitas terapis, jarak

emosional antaraterapis dengan pasien, serta ketulusan terapis sebagaimana yang

diartikan oleh pasien, semuanya mempengaruhi pengalaman terapeutik. Psikoterapi

untuk pasien skizofrenia sebaiknya dipertimbangkan untuk dilakukan dalamm

jangka waktu dekade, dan bukannya beberapa sesi, bulan, atau bahakan tahun.

Beberapa klinisi dan peneliti menekankan bahwa kemampuan pasien skizofrenia

utnuk membentuk aliansi terapeutik dengan terapis dapat meramalkan hasil akhir.

Pasien skizofrenia yang mampu membentuk aliansi terapeutik yang baik cenderung

bertahan dalam psikoterapi, terapi patuh pada pengobatan, serta memiliki hasil

akhir yang baik pada evaluasi tindak lanjut 2 tahun. Tipe psikoterapi fleksibel yang

disebut terapi personal merupakan bentuk penanganan individual untuk pasien

skizofrenia yang baru-baru ini terbentuk. Tujuannya adalah meningkatkan

36
penyesuaian personal dan sosial serta mencegah terjadinya relaps. Terapi ini

merupakan metode pilihan menggunakan keterampilan sosial dan latihan relaksasi,

psikoedukasi, refleksi diri, kesadaran diri, serta eksplorasi kerentanan individu

terhadap stress. 2,3

1.12 Komplikasi

Beberapa individu yang mengalami skizofrenia dapat terkena stroke dan

mengalami kerusakan otak, yang tidak disadarinya. Kurangnya kesadaran tentang

skizofrenia dan penyakit manik-depresi merupakan keadaan biasa dialami penderita

yang tidak memperhatikan pengobatannya. Terdapat pula komplikasi sosial, dimana

penderita dikucilkan oleh masyarakat. Setelah itu dapat juga menjadi korban kekerasan

dan melukai diri sendiri. Pada komplikasi depresi, penderita dapat melakukan tindakan

bunuh diri. Disamping bunuh diri karena depresi dan halusinasi, penderita skizofrenia

yang tadinya tidak merokok, banyak menjadi perokok berat ini diperkirakan karena

faktor obat, yang memblok satu reseptor dalam otak (nikotin). Reseptor nikotin yang

menimbulkan rasa senang, pikiran jernih, mudah menangkap sesuatu. Akibatnya

penderita skizofrenia mencari kompensasi dengan mengambil nikotin dari luar, dari

rokok. Dan resiko dari perokok memperpendek usia, karena adanya penyakit saluran

pernapasan, kanker, jantung, dan penyakit fisik lainnya.

Kemudian, dengan penggunaan antipsikotik, ada tekanan terhadap hormon

estrogen, testosteron, dan hormon-hormon tersebut memproteksi tulang sehingga dapat

terjadi osteoporosis.4

37
1.13 Prognosis

Sejumlah studi menunjukkan bahwa selama periode 5 sampai 10 tahun setelah

rawat inap psikiatrik yang pertama untuk skizofrenia, hanya sekitar 10-20% persen yang

dapat dideskripsikan memiliki hasil akhir yang baik. Lebih dari 50% pasien dapat

digambarkan memiliki hasil akhir yang buruk, dengan rawat inap berulang, eksaserbasi

gejala, episode gangguan mood mayor, dan percobaan bunuh diri. Namun, skizofrenia

tidak selalu memiliki perjalanan penyakit yang memburuk dan sejumlah faktor

dikaitkan dengan prognosis yang baik. Angka pemulihan yang dilaporkan berkisar dari

10-60%, dan taksiran yang masuk akal adalah bahwa 20-30% pasien terus mengalami

gejala sedang, dan 40-60% pasien tetap mengalami hendaya secara signifikan akibat

gangguan tersebut selama hidup mereka.3

1.14 Pencegahan

Mengingat belum bisa diketahui penyebab pastinya, jadi skizofrenia tidak bisa

dicegah. Lantaran pencegahannya sulit, maka deteksi dan pengendalian dini penting,

terutama bila sudah ditemukan adanya gejala. Dengan pengobatan dini, bila telah

didiagnosis dapat membuat penderita normal kembali, serta mencegah terjadinya gejala

skizofrenia berkelanjutan.4

38
DAFTAR PUSTAKA

1. Amir N. Skizofrenia. Dalam: Elvira SD, Hadisukanto G, penyunting. Buku ajar

psikiatri. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;

2010.h.170-94.

2. Amir N. Skizofrenia. Semijurnal farmasi & kedokteran Feb 2006;24:31-40.

3. Muttaqin H, Sihombing RNE, penyunting. Skizofrenia. Dalam: Sadock BJ,

Sadock VA. Kaplan & sadock’s concise textbook of clinical psychiatry. Edisi

ke-2. Jakarta: EGC; 2010.h.147-75.

4. Maramis WF. Catatan ilmu kedokteran jiwa. Edisi ke-2. Surabaya: Airlangga

University Press; 2009.h.195-277.

5. Sobell JL, Mikesell MJ, Mcmurray CT. Genetics and etiopathophysiology of

schizophrenia. Mayo Clin Proc Oct 2005;77:1068-82.

6. Safitri A, penyunting. Obat antipsikosis. Dalam: Neal MJ. Medical

pharmacology at a glance. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2006.h.60-1.

39

Anda mungkin juga menyukai