Anda di halaman 1dari 35

0

PAPER/MATERI
GEOTEKNIK TAMBANG TERBUKA

Disusun sebagai syarat memenuhi tugas matakuliah Geoteknik Tambang dengan


dosen pembimbing Yustinus Hendra Wiryanto,S.Si, MT.,M.Sc

OLEH :

YUSUF ADI WINATA MANULLANG ( DBD 114 117 )

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS PALANGKA RAYA
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN
2017
1

I. PENDAHULUAN

1.1. UMUM

Geoteknik adalah merupakan salah satu dari banyak alat dalam

perencanaan atau design tambang, data geoteknik harus digunakan secara benar

dengan kewaspadaan dan dengan asumsi-asumsi serta batasan-batasan yang ada

untuk dapat mencapai hasil seperti yang diinginkan.

Dalam penambangan secara tambang terbuka (open pit), sudut

kemiringan adalah satu faktor utama yang mempengaruhi bentuk dari final pit dan

lokasi dari dinding-dindingnya. Dikarenakan dari perbedaan dari keadaan

geologinya, maka kemiringan optimum dapat beragam diantara berbagai pit dan

bahkan dapat beragam pula dalam satu pit yang sama. Sudut pit pada umumnya

dapat dikatakan sebagai sejumlah waste yang harus dipindahkan untuk

menambang bijih.

SURFACE
0
44

470
420 380

PIT
BOTTOM

410
430 490

Gambar 1.1. Contoh dalam satu pit terdapat sudut-


sudut kemitingan yang berbeda

Sumber: Surface Mining 2nd Edition, Kennedy, 1990


2

TUJUAN

1. Pit slope diusahakan harus dibuat setajam mungkin dengan tanpa

menimbulkan kerugian ekonomi secara keseluruhan yang disebabkan karena

ketidak setabilan kemiringan dan tanpa membahayakan keamanan dari pekerja

maupun peralatan

2. Menetapkan besarnya sudut kemiringan pit yang dianggap aman pada suatu

pertambangan. Analisa harus mengidentifikasi daerah yang mempunyai

potensi longsor atau daerah berbahaya lainnya.

OBSERVASI UMUM

1. Memaksimalkan sudut kemiringan pit membantu mengoptimalkan pit dalam

segi ekonomi (mengurangi strip ratio secara keseluruhan)

2. Pada umumnya kerugian secara ekonomi yang diakibatkan karena ketidak

setabilan lereng, adalah:

 Kehilangan bijih

 Biaya stripping tambahan, karena push back baru untuk recover bijih yang

tertutup longsoran.

 Biaya pembersihan longsoran

 Biaya yang diasosiasikan dengan pembuatan jalur jalan angkut baru.

 Keterlambatan produksi.

 Produksi yang tidak efisien dikarenakan tidak adanya akses ke/dari

beberapa area kerja.

3. Gambar dibawah adalah ilustrasi ringkasan fungsi utama dari stabilitas

kemiringan dalam penambangan open pit dan untuk nilai ekonomi yang

potensial dan meningkatkan keamatan.


3

Reduction of stripping ratio


Reduction of incured cost doe
Economi to deferred stripping
c Posible increas in ore reserve

Dsign
Better awareness of condition
of slopes
Design of support system if
Safety required and economically
justified
Water control surface and
undergrouns

Slope
Stability

Reduction of damage to slopes


Economi and improved fragmentation
c from beter blasting techniques.
Excavation Safety Berms
Safety

Economi Reduction of losses do to


c failure
Failure
Ability to live with a failure
Prediction
Prevention of hazards to
Safety personel and equipment

(Brawner and Milligan 1971)


4

1.2. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEMANTAPAN LERENG.

Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam menganalisis kemantapan

suatu lereng adalah sebagai berikut:

1.2.1. PENYEBARAN BATUAN.

Jenis batuan atau tanah, penyebaran dan hubungan antar batuan yang

terdapat didaerah penyelidikan harus diketahui. Ini perlu dilakukan karena sifat-

sifat fisis dan mekanis suatu batuan akan berbeda dengan batuan lainnya, sehingga

kekuatan menahan bebannya juga akan berbeda

1.2.2. RELIEF PERMUKAAN BUMI

Relief permukaan bumi akan berpengaruh terhadap laju erosi dan

pengendapan, dan juga akan menentukan arah aliran air permukaan dan air tanah,

hal ini disebabkan karena pada daerah yang curam, kecepatan aliran air

permukaan tinggi dan mengakibatkan pengikisan lebih intensif dibandingkan

dengan daerah yang landai. Karena erosi yang intensif, maka akan banyak

dijumpai singkapan batuan dan ini akan menyebabkan pelapukan yang lebih

cepat. Batuan yang lapuk mempunyai kekuatan yang rendah sehingga kemantapan

lereng menjadi berkurang.

1.2.3. STRUKTUR GEOLOGI.

Disini struktur geologi yang perlu diperhatikan adalah: patahan (sesar),

kekar, bidang perlapisan, perlipatan, ketidak selarasan dan struktur-struktur

geologi lainnya. Struktur geologi ini adalah merupakan hal yang penting didalam

analisis kemantapan lereng, karena struktur geologi adalah merupakan bidang

lemah didalam suatu masa batuan dan dapat menurunkan kemantapan lereng.
5

1.2.4. IKLIM

Iklim berpengaruh terhadap kemantapan lereng karena iklim

mempengaruhi perubahan temperatur. Temperatur yang cepat sekali berubah

dalam waktu yang singkat akan mempercepat proses pelapukan batuan. Untuk

daerah tropis pelapukan lebih cepat dibandingkan dengan daerah dingin, oleh

karena itu singkapan batuan pada lereng di daerah tropis akan lebih cepat lapuk

dan ini akan mengakibatkan lereng mudah longsor.

1.2.5. GEOMETRI LERENG

Geommetri lereng mencakup tinggi lereng dan sudut kemiringan lereng,

lereng yang terlalu tinggi akan mengakibatkan menjadi tidak mantap dan

cenderung untuk lebih mudah longsor dibanding dengan lereng yang tidak terlalu

tinggi dan dengan jenis batuan penyusun yang sama.. demikian pula dengan sudut

lereng, semakin besar sudut kemiringan lereng, maka akan semakin tidak mantap.

Muka air tanah yang dangkal menjadikan lereng sebagian besar basah

dan batuannya mempunyai kandungan air yang tinggi, kondisi ini menjadikan

kekuatan batuan menjadi rendah dan batuan juga akan menerima tambahan beban

air yang dikandung, sehingga menjadikan lereng lebih mudah longsor.

1.2.6. GAYA LUAR

Gaya luar ini berupa getaran-getaran yang berasaldari sumber yang

berada didekat lereng tersebut. Getaran ini misalnya ditimbulkan oleh peledakan,

lalu-lintas kendaraan dan sebagainya. Gaya luar ini sedikit banyak dapat

mempengaruhi kemantapan suatu lereng.


6

1.3. JENIS-JENIS LONGSORAN.

Jenis atau bentuk longsoran tergantung pada jenis material penyusun dari

suatu lereng dan juga struktur geologi yang berkembang didaerah tersebut. Karena

batuan dan tanah mempunyai sifat yang berbeda, maka jenis longsorannyapun

sakan berbeda pula. Adapun jenis-jenis dari longsoran yang umum dijumpai

adalah sebagai berikut:

1.3.1. LONGSORAN BIDANG.

Gambar 1.2. Longsoran Bidang

Bidang Bebas

Bidang Gelincir





Gambar 1.3. Penampang Lereng dan bidang bebas longsoran bidang

Longsoran ini disebabkan karena adanya struktur geologi yang

berkembang seperti kekar (joint) ataupun patahan yang dapat merupakan bidang

luncur.

Longsoran bidang dapat terjadi bila kondisi-kondisi seperti dibawah ini

terpenuhi semua:

1. Jurus bidang luncur sejajar atau mendekati sejajar terhadap jurus bidang
7

permukaan lereng dengan perbedaan maksimal 200

2. Kemiringan bidang luncur harus lebih kecil dari kemiringan bidang

permukaan lereng, atau pada gambar adalah  > .

3. Kemiringan bidang luncur lebih besar dari sudut geser dalam atau  > .

4. Bidang bebas yang merupakan batas lateral dari masa batuan yang longsor

1.3.2. LONGSORAN BAJI.

Gambar 1.4. Longsoran Baji

Sama halnya dengan longsoran bidang, longsoran baji ini juga

diakibatkan oleh adanya struktur geologi yang berkembang. Perbedaannya adalah

adanya dua struktur geologi (dapat sama jenis atau berbeda jenis dan dapat single

ataupun set) yang berkembang dan saling berpotongan

Longsoran baji ini terjadi bila dua buah jurus bidang diskontinue

berpotongan dan besar sudut garis potong kedua bidang tersebut (i) lebih besar

dari sudut geser dalam () dan lebih kecil dari sudut kemiringan lereng (i).

1.3.3. LONGSORAN GULING.


8

Gambar 1.5. Longsoran Guling

Pada longsoran guling (toppling) imi struktur geologi yang berkembang

adalah hampir sama dengan yang berkembang pada longsoran bidang,

perbedaanya adalah struktur yang berkembang mempunyai kemiringan yang

merupakan bidang lemahnya relatif tegak dan berbentuk kolom.

1.3.4. LONGSORAN BUSUR.

Gambar 1.6. Longsoran Busur

Longsoran busur biasanya terjadi pada material tanah atau batuan lunak

dengan struktur kekar yang rapat. Bidang longsornya berbentuk busur

1.4. DATA SEBAGAI DASAR ANALISIS.

Data utama yang dibutuhkan sebagai dasar analisis kemantapan suatu

lereng batuan adalah: geometri lereng, struktur batuan, serta sifat fisik dan
9

mekanik batuan.

 Geometri Lereng.

Geometri lereng yang perlu diketahui adalah:

1. Orientasi (jurus dan kemiringan) lereng

2. Tinggi dan kemiringan lereng (tiap jenjang ataupun total)

3. Lebar Jenjang (berm)

 Struktur Batuan

Struktur batuan yang mempengaruhi kemantapan suatu lereng adalah adanya

bidang-bidang lemah, yaitu: bidang patahan (sesar), perlapisan dan rekahan.

 Sifat Fisik dan Sifat Mekanik Batuan.

Sifat fisik dan sifat mekanik batuan yang diperlukan sebagai dasar analisis

kemantapan lereng adalah:

1. Bobot isi batuan.

2. Porositas batuan

3. Kandungan air dalam batuan.

4. Kuat tekan, kuat tarik dan kuat geser batuan.

5. sudut geser dalam

Data utama tersebut diatas dapat diperoleh dengan penyelidikan-penyelidikan

di lapangan dan dilaboratorium.

A. Penyelidikan di Lapangan.

Penyelidikan dilapangan dapat dilakukan dengan:

1. Pengukuran untuk mendapatkan data geometri lereng.

2. Seismik refraksi untuk mendapatkan data litologi.

3. Pemboran inti dan pembuatan terowongan (adit) untuk mendapatkan

data litologi, struktur batuan dan contoh batuan untuk dianalisis di


10

laboratorium.

4. Piezometer untuk mengetahui tinggi muka air tanah.

5. Uji batuan di lapangan (insitu test) untuk mendapatkan data tentang sifat

mekanik batuan. (misalnya dengan block shear test).

B. Penyelidikan dilaboratorium.

Sifat fisik dan sifat mekanik batuan diperoleh dari hasil uji coba (test) di

laboratorium terhadap sample batuan yang diambil dari lapangan.

Penyelidikan dilaboratorium dilakukan dengan:

1. Uniaxial compresive test

2. Triaxial test

3. Direct shear test

4. Penentuan bobot isi batuan, kandungan air dan porositas batuan.

BAB II

ANALISA KEMANTAPAN LERENG

2.1. DASAR-DASAR MEKANIKA LONGSORAN.

Sifat-sifat material yang relevan dengan masalah kemantapan lereng


11

adalah sudut geser dalam (), cohesi (C) dan berat jenis batuan ().

Sudut geser dalam 

Tegangan normal 

Tegangan geser 
Tegangan geser

 Kohesi C

Tegangan normal 

Gambar 2.1.
Hubungan antara tegangan geser  dengan tegangan normal 

Dalam gambar diatas menjelaskan secara sederhana tentang suatu

spesimen batuan yang mengandung bidang discontinue dan kemudian padanya

bekerja tegangan geser dan tegangan normal sehingga akan menyebabkan batuan

tersebut retak pada bidang diskontinue dan mengalami geseran. Tegangan geser

yang dibutuhkan sehingga batuan tersebut retak dan bergeser, akan bertambah

sesuai pertambahan tegangan normal. Pada grafik hal ini berhubungan secara

linier membentuk suatu garis yang membentuk sudut sebesar  terhadap

horizontal. Sudut inilah yang dinamakan sudut geser dalam.

Bila tegangan normal dibuat nol dan kemudian batuan diberikan tegangan geser

sampai batuan tersebut mulai retak, maka harga tegangan geser yang
12

dibutuhkanpadasaat batuan mulai retak adalah merupakan harga kohesi (C) dari

batuan tersebut.

Hubungan antara tegangan geser () dan tegangan normal () dapat

dinyatakan sebagai berikut:


  c   tan  ...................................................... 1

2.1.1. LONGSORAN YANG DIAKIBATKAN BEBAN GRAVITASI

W Sin  W Cos 

W

Gambar 2.2. Kesetimbangan benda diatas bidang miring

Masa seberat W yang berada dalam keadaan setimbang diatas suatu

bidang yang membentuk sudut  terhadap horizontal.

Gaya berat yang mempunyai arah vertikal dapat diuraikan pada arah sejajar dan

tegak lurus bidang miring. Komponen gaya berat yang sejajar bidang miring dan

yang cenderung menyebabkan benda untuk menggelincir adalah w sin .

Sedangkan komponen gaya yang tegak lurus bidang dan merupakan gaya yang

menahan benda untuk menggelincir adalah W cos  atau gaya normal. Gaya

normal dapat dituliskan sebagai:


13

W .Cos
  ............................................................... 2
A

dimana:

A = luas dasar benda

diasumsikan bahwa tegangan geser didefinisikan oleh persamaan 1 dan

disubsitusikan tegangan normal dari persamaan 2, dihasilkan persamaan:

W . cos
 c . tan  atau
A

R  cA  W . cos . tan  .................................................. 3

dimana:

R = A adalah gaya geser yang menahan benda tergelincir kebawah

Benda dalam kondisi batas kesetimbangan apabila gaya yang menyebabkan benda

tergelincir tepat sama dengan gaya yang menahan benda atau dapat dinyatakan

dengan persamaan sebagai berikut:


W sin   cA  W . cos . tan  ........................................ 4

bila harga kohesi c = 0, maka kondisi batas kesetimbangan dapat dinyatakan

dengan persamaan sebagai berikut


   ....................................................................... 5

yang dapat diturunkan dari persamaan (4)

2.1.2. PENGARUH TEKANAN AIR PADA TEGANGAN GESER.

Analogi dibawah untuk memudahkan pengertian pengaruh tekanan air

pada tegangan geser.

R
14

W sin 1
1
W cos 1

Gambar 2.3. Bejana terisi air diatas bidang miring

Sebuah bejana diisi air dan diletakkan diatas bidang bidang miring,

susunan gaya yang bekerja pada sebuah benda diatas bidang miring adalah seperti

yang telah dibahas diatas (gambar 2-2). Untuk penyederhanaan, kohesi antara

dasar bejana dan bidang miring diasumsikan nol. Menurut persamaan (5) bejana

dan isinya akan mulai tergelincir pada saat 1 = .

Dasar bejana kini dilubangi sehingga air dapat masuk ke celah antara

dasar bejana dan bidang miring dan memberikan tekanan air sebesar u atau gaya

angkat sebesar U = uA, dimana A adalah luas dasar bejana.

Gaya normal W.cos 2 sekarang dikurangi oleh gaya angkat U, dan besarnya gaya

gaya yang menahan gelinciran dapat dirumuskan dalam persamaan sebagai

berikut:
R  W . cos 2  U . tan  ................................................. 6

Dimisalkan berat per unit volume dari bejana yang berisi air adalah t, dan berat

per unit volume air adalah w, maka W = t – h – A dan U - w . hw . A, dimana h

dan hw adalah seperti yang tertera pada gambar 2-4 dibawah.


15

U
R

U
W sin 2
2
W cos 2

Gambar 2.4. Tekanan air pada celahantara bejana dan bidang miring

Besarnya hw  h. cos 2 dan

w
U  .................................................... 7
t  W . cos 2

Substitusikan ke persamaan (6) didapat:

 w 
R  W . cos 21  . tan  ........................................ 8
 t 

dan kondisi bataskesetimbangan yang terdefinisi pada persamaan (4) menjadi:

 w 
tan 2  1  . tan  ........................................ 9
 t 

Dimisalkan sudut geser antar muka bejana/bidang miring adalah 30 0, sebelum

bocor bejana akan tergelincir pada kemiringan bidang 1 =300 (persamaan 5).

Dengan kata lain bejana bocor akan tergelincir pada kemiringan yang lebih kecil,

hal ini disebabkan karena adanya U yang mengurangi gaya normal sehingga

mengurangi gaya yang menahan bejana untuk tergelincir. Berat total bejana dan

air hanya sedikit lebih besar dari berat air. Dimisalkan w / t = 0,9 dan  = 300,

persamaan (9) menunjukkan bahwa bejana yang bocor akan tergelincir pada

kemiringan bidang 2 = 30018’

2.2. METODE ANALISIS


16

Ada beberapa cara yang dapat dipakai untuk melakukan analisis terhadap

kemantapan lereng, baik untuk batuan maupun untuk tanah. Pada bukaan atau

penggalian yang tidak terlalu dalam, umumnya metode yang digunakan adalah

metode untuk tanah. Dibawah ini akan diberikan tentang berbagai metode analisis

kemantapan lereng dengan membuat model grafis lereng secara dua dimensi.

2.2.1. Metode Swedia.

Metode ini digunakan dengan asumsi bidang longsor berbentuk busur

lingkaran. Harga faktor keamanan (F) dihitung dengan persamaan sebagai berikut:

l
F   C '.l  tan  '.W . cos   u.l   ..........................10
W . sin 

dimana:

W = berat beban total irisan

l = panjang ab (gambar 2-5)

b = lebar irisan

c’ = kohesi efektif

’ = sudut geser dalam efektif


17

Titik pusat rotasi

n b

n+1
En
w Xn+1
Xn

a ll En+1

b

Gambar 2.5. Diagram daya pada analisis metode lapis

2.2.2. METODE BISHOP.

Metode ini pada dasarnya sama dengan metode swedia, tetapi dengan

memperhitungkan gaya-gaya antar irisan yang ada. Metode Bishop

mengasumsikan bidang longsor berbentuk busur lingkaran (gambar 2-5)

Pertama yang harus diketahui adalah geometri dari lereng dan juga titik

pusat busur lingkaran bidang luncur, serta letak rekahan. Untuk menentukan titik

pusat busur lingkaran bidang luncur dan letak rekahan pada longsoran busur

dipergunakan grafik seperti pada lampiran E.

Faktor keamanan untuk metode Bishop dapat dirumuskan sebagai

berikut:

 
1  sec  
F   c ' b  W 1  B  tan  '  ..................................11
W . sin   tan  . tan  
1

 F 

18

1
dimana: B  u.
w/b

tahap selanjutnya dalam proses analisis adalah membagi massa material

dalam proses analisis adalah membagi masa material diatas bidang longsor

menjadi beberapa elemen atau potongan. Pada umumnya jumlah potongan

minimum lima untuk menganalisis kasus yang sederhana. Untuk profil lereng

yang kompleks atau yang terdiri dari banyak material yang berbeda, jumlah

elemen harus lebih besar. Parameter yang mutlak dimiliki untuk tiap-tiap elemen

adalah kemiringan dari dasar elemen yaitu sebesar , tegangan vertikal yang

merupakan perkalian antara tinggi h dan berat jenis tanah atau batuan ( ), tekanan

air yang dihasilkan dari perkalian antara tinggi muka air tanah dari dasar elemen

(hw) dan berat jenis air (w) dan kemudian lebar elemen (b). Disamping para meter

tersebut kuat geser juga diperlukan di dalam perhitungan.

Proses selanjutnya adalah interasi faktor keamanan. Masukkan harga

keamanan = 1.00 untuk memecahkan persamaan faktor keamanan ke dalam

persamaan (11). Seandainya nilai faktor keamanan yang didapat dari perhitungan

mempunyai selisih lebih besar dari 0,001 terhadap faktor keamanan yang

diasumsikan, maka perhitungan diulang dengan memakai faktor keamanan hasil

perhitungan sebagai asumsi kedua dari F. Demikian seterusnya hingga perbedaan

antara ke dua F kurang dari 0,001, dan F yang terahir tersebut adalah faktor

keamanan yang paling tepat dari bidang longsor yang telah dibuat.
19

2.2.3. METODE JANBU.

Metode ini digunakan untuk menganalisis lereng yang bidang longsornya

tidak berbentuk busur lingkaran. Bidang longsor pada analisa metode

janbuditentukan berdasarkan zona lemah yang terdapat pada massa batuan atau

tanah. Cara lain yaitu dengan mengasumsikan suatu faktor keamanan tertentu

yang tidak terlalu rendah. Kemudian melakukan perhitungan beberapa kali untuk

mendapatkan bidang longsor yang memiliki faktor keamanan terendah. Faktor

keamanan untuk metode janbu adalah:

foX / 1  Y / F 
F ................................................ 12
Z  Q

dimana:

X = (c’ + (h - whw) tan ’)(1 + tan2 ) x

Y = tan  . tan 

Z = h x sin 

Q = ½ w Z2

F0 = 1 + K (d/L – 1,4 (d/L)2)

Untuk c’ = 0; K = 0,31

Untuk c’ > 0, ’ > 0; K = 0,50

Proses perhitungannya mirip dengan metode Bishop yaitu dengan iterasi faktor

keamanan. Mula-mula dihitung harga X, Y dan Z untuk tiap-tiap elemen.

Jumlahkan Q dengan ∑Z. Masukkan harga faktor keamanan F = 1,00 untuk

memecahkan persamaan faktor keamanan kedalam persamaan (12). Langkah

selanjutnya sama dengan metode bishop hingga didapat faktor keamanan yang

paling tepat untuk bidang longsor tersebut.


20

Rekahan tarik

Muka air tanah

x
x/3
½wX2
H lapisan

Longsoran melalui kaki lereng

X

h
h

hw

x

l

Gambar 2.6. Metode Janbu untuk menganalisis longsoran non circular


21

2.2.4. METODE HOEK DAN BRAY

Parameter ini didapat dari hasil pengujian fisik batuan dan pengujian

mekanik batuan seperti nilai kuat tekan batuan (UCS), kohesi, sudut geser dalam,

densitas material, dan banyak lagi yang nanti akan kita bahas pada kesempatan

lain. Dalam penyelidikan tersebut juga harus dilakukan investigasi dan

pemantauan lapangan secara rutin untuk mengevaluasi potensi-potensi bahaya

pada lereng. Identifikasi kondisi air tanah pada daerah pengamatan dilakukan

terhadap kondisi rembesan air yang dijumpai yaitu:

 kering (completely dry),

 lembab (damp),

 basah (wet),

 menetes (dripping)

 dan mengalir (flowing).

Pada penggambaran pola air tanah metode yang dikemukakan oleh Hoek

and Bray dimana metode ini menggambarkan lima buah pola aliran tanah dari

kondisi kering sampai kondisi jenuh, seperti terlihat pada tabel di bawah ini.
22

Gambar 2.7. Analisis muka air tanah

Adapun langkah-langkah dalam melakukan analisa lereng dengan metoda

Hoek dan Bray adalah sebagai berikut:

1. Tentukan kondisi air tanah yang akan terjadi pada lereng dan pilih chart

yang paling mendekati kondisi tersebut.

2. Hitung nilai rasio tak berdimensi c/(gH.tanf) dan temukan nilai ini pada

skala sirkular bagian luar.

3. Ikuti garis radial dari nilai pada langkah 2 sampai perpotongannya dengan

kurva kemiringan lereng.

4. Temukan harga tanf/F atau c/gHF yang sesuai dan hitung Faktor

Keamanan.
23

Gambar 2.8. Slope kemiringan lereng

Berikut chart Hoek and Bray berdasarkan dari kondisi air tanahnya, seperti yang

dijelaskan pada tabel sebelumnya.


24
25
26
27

Sebagai contoh pada analisis fk lereng, dianalisis dengan kondisi lereng

natural, dengan data masukan untuk metoda grafis Hoek and Bray sebagai berikut:
28

Berdasarkan analisis menggunakan metoda grafis Hoek and Bray

diperoleh nilai faktor keamanan lereng dengan kondisi lereng natural, sebesar

pada nilai kritisnya 1,047 FK < 1,25 artinya lereng berada pada kondisi tidak

aman.

2.2.4.1. LONGSORAN BIDANG

dalam menganalisis longsoran bidang dengan metode Hoek dan Bray.

Suatu lereng ditinjau dalam dua dimensi, dengan anggapan-anggapan:

1. Semua syarat untuk terjadinya longsoran bidang terpenuhi.

2. Terdapat regangan tarik tegak (vertikal) yang terisi air sampai kedalaman Zw.

Regangan tarik ini dapat terletak pada muka lereng maupun diatas lereng
29

(gambar 2.9)

3. Tekanan air pada regangan tarik dan sepanjang bidang luncur tersebar secara

linier.

4. Semua gaya yang bekerja pada lereng melalui titik pusat massa batuan yang

akan longsor, sehingga tidak terjadi rotasi (lihat gambar 2.9).

Faktor kemantapan lereng dapat dihitung dengan persamaan :

Gaya  gayaPenahan
F 
Gaya  gayaPenggerak

C. A  (W . cos   U  V . sin ). tan 


F .............................................. 13
W . sin   V . cos 

dimana:

F = Faktor kemantapan lereng

C = Kohesi pada bidang luncur

A = Panjang bidang luncur (m)

 = Sudut kemiringan bidang luncur (0)

 = Sudut geser dalam batuan (0)

W = Berat massa batuan yang akan longsor (ton)

U = Gaya angkat yang ditimbulkan oleh tekanan air disepanjang bidang l uncur

(ton)

U = ⅕ w Zw (H – Z) cosec 

V = Gaya mendatar yang ditimbulkan oleh tekanan air pada regangan tarik (ton)

V = ½ w Zw2

w = Bobot isi air (ton/m2)

Zw = Tinggi kolom air yang mengisi regangan tarik (m)

Z = Kedalaman regangan tarik (m)


30

H = Tinggi lereng (m)

Jika terjadi getaran yang diakibatkan oleh adanya gempa, peledakan

maupun aktivitas manusia lainnya, maka persamaan (13) menjadi:

C. A W  cos .    . sin .    U  V . sin  tan .


F ................................ 14
W  sin .    . cos .    V . cos . 

dimana:

 = percepatan getaran pada arah mendatar (lihat gambar 2.9)

Regangan tarik

w V Z
Zw
Muka
lereng U
H

 
w

Regangan tarik

Muka
lereng H w V Zw

Gambar 2.9. Regangan


Bidang Luncur tarik pada longsoran
  bidang
W

2.2.4.2. LONGSORAN BAJI.


31

Disini hanya akan dibahas longsoran baji yang dibentuk oleh dua bidang

lemah. Dalam analisa dengan menggunakan metode Hoek dan Bray, longsoran

baji dianggap hanya akan terjadi pada garis perpotongan kedua bidang lemah.

Faktor kemantapan lereng dapat dihitung dengan persamaan sebagai

berikut:

F
3
 C a . X  Cb .Y    A   w    
. tan . a   B  w .Y . tan .b ................. 15
 .H  2   2 

dimana:

Ca = kohesi pada bidang lemah I (ton/m2)

Cb = kohesi pada bidang lemah II (ton/m2)

a = sudut geser dalam, bidang lemah I (0)

b = sudut geser dalam, bidang lemah II (0)

 = bobot isi batuan (ton/m3)

w = bobot isi air (m)

sin . 24
X 
sin . 45 . cos . 2 na

sin .13
Y 
sin .35 . cos .1nb

cos . a  cos . b . cos  n a. nb


A
sin . b  cos . a . cos . na .nb

cos b  cos a . cos . na .nb


B
sin . 5 . sin 2 . na .nb

dimana a dan b adalah kemiringan (dip) dari bidang-bidang I dan II serta 5


32

adalah sudut penunjaman perpotongan bidang lemah I dan II.

Jika pada bidang I dan II tidak terdapat kohesi, serta kondisi lereng kering, maka

persamaan (15) akan menjadi:


F  A. tan . a  B. tan . b

dimana A dan B adalah suatu faktor tanpa satuan yang besarnya tergantung pada

jurus (strike) dan kemiringan (dip) kedua bidang lemahnya. Bidang lemah yang

mempunyai kemiringan lebih kecil selalu dinamakan bidang lemah I, sedangkan

bidang lemah yang satunya lagi dinamakan bidang lemah II.

Bidang 1
Bidang 2

Muka lereng

GAMBAR TIGA DIMENSI

Perpotongan bidang lemah

Distribusi tekanan
Air tanah Keterangan:
 = Kemiringan lereng
 = Kemiringan garis perpotongan bidang

lemah
   = Sudut geser dalam

Tampak samping
Tegak lurus perpotongan bidang lemah

Gambar 2.1-. Model Longsoran Baji


33

Gambar 2.11. Stereoplot data longsoran baji

2.2.4.3. LONGSORAN GULING.

Dengan metode Hoek dan Bray terjadinya longsoran guling dapat

dianalisis dengan menggunakan suatu model yang sederhana. Model tersebut

hanya berlaku untuk kasus-kasus yang sederhana. Untuk menganalisis lereng yang

sebenarnya dilakukan analogi dengan mempertimbangkan variabel-variabel di

lapangan. Model tersebut berupa balok-balok yang disusun pada suatu tangga

yang miring (lihat gambar 2-10). Dengan model tersebut akan dianalisis

kemantapan (kesetabilan) batas suatu lereng terhadap longsoran guling..

kemantapan batas adalah suatu keadaan dimana lereng pada saat akan longsor.

Gaya-gaya yang bekerja pada setiap balok dihitung dengan nilai (angka)

sudut geser dalam () tertentu, sampai diperoleh nilai Po positif terkecil. Nilai Po

tersebut merupakan gaya yang menahan balok 1 (lihat gambar 2-10). Nilai sudut

dalam () yang menghasilkan Po positif terkecil kemudian dipakai sebagai

sebagai dudut geser dalam pada keadaan kemantapan batas. Faktor kemantapan
34

lereng terhadap longsoran guling kemudian dapat dinyatakan dengan persamaan:

tan . .1
F 
tan . .2

dimana:

F = Faktor Kemantapan

1 = sudut geser dalam yang sebenarnya di lapangan (0)

2 = sudut geser dalam pada kritis (kemantapan batas)(0)

Anda mungkin juga menyukai