Neuromuscular junction
Myasthenia gravis
Infantile and non infantile botulism
Muscle
Hereditary
Dystrophic myopathies
Congenital myophaties
Myotonic disorders
Metabolic myophaties
Acquired
Dermatomyositis/polimyositis
Endocrine
Latrogenic (steroid)
Bell’s Palsy
A. Definisi
Bell’s palsy adalah kelumpuhan fasialis perifer akibat proses non-supuratif, non-
neoplasmatik, non-degeneratif primer namun sangat mungkin akibat edema jinak pada
bagian nervus fasialis di foramen stilomastoideus atau sedikit proksimal dari foramen
tersebut, yang mulanya akut dan dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan.
B. Etiologi
Banyak kontroversi mengenai etiologi dari Bell’s palsy, tetapi ada 4 teori yang
dihubungkan dengan etiologi Bell’s palsy yaitu :
i. Teori Iskemik vaskuler
Nervus fasialis dapat menjadi lumpuh secara tidak langsung karena gangguan
regulasi sirkulasi darah di kanalis fasialis.
ii. Teori infeksi virus
Virus yang dianggap paling banyak bertanggungjawab adalah Herpes Simplex
Virus (HSV), yang terjadi karena proses reaktivasi dari HSV (khususnya tipe 1).
iii. Teori herediter
Kanalis fasialis yang sempit
iv. Teori imunologi
Dikatakan bahwa Bell’s palsy terjadi akibat reaksi imunologi terhadap infeksi virus
yang timbul sebelumnya atau sebelum pemberian imunisasi.
C. Patofisiologi
Apapun sebagai etiologi Bell’s palsy, proses akhir yang dianggap
bertanggungjawab atas gejala klinik Bell’s palsy adalah proses edema yang selanjutnya
menyebabkan kompresi nervus fasialis. Gangguan atau kerusakan pertama adalah
endotelium dari kapiler menjadi edema dan permeabilitas kapiler meningkat, sehingga
dapat terjadi kebocoran kapiler kemudian terjadi edema pada jaringan sekitarnya dan
akan terjadi gangguan aliran darah sehingga terjadi hipoksia dan asidosis yang
mengakibatkan kematian sel. Kerusakan sel ini mengakibatkan hadirnya enzim
proteolitik, terbentuknya peptida-peptida toksik dan pengaktifan kinin dan kallikrein
sebagai hancurnya nukleus dan lisosom. Jika dibiarkan dapat terjadi kerusakan jaringan
yang permanen.
D. Gambaran klinis
Biasanya timbul secara mendadak, penderita menyadari adanya kelumpuhan pada
salah satu sisi wajahny. Bell’s palsy hampir selalu unilateral. Gambaran klinis dapat
berupa hilangnya semua gerakan volunter pada kelumpuhan total. Pada sisi wajah yang
terkena, ekspresi akan menghilang sehingga lipatan nasolabialis akan menghilang, sudut
mulut menurun, bila minum atau berkumur air menetes dari sudut ini, kelopak mata tidak
dapat dipejamkan sehingga fisura papebra melebar serta kerut dahi menghilang. Bila
penderita disuruh untuk memejamkan matanya maka kelopak mata pada sisi yang
lumpuh akan tetap terbuka (disebut lagoftalmus) dan bola mata berputar ke atas. Keadaan
ini dikenal dengan tanda dari Bell (lagoftalmus disertai dorsorotasi bola mata). Karena
kedipan mata yang berkurang maka akan terjadi iritasi oleh debu dan angin, sehingga
menimbulkan epifora. Dalam mengembungkan pipi terlihat bahwa pada sisi yang lumpuh
tidak mengembung.
E. Terapi
Terapi medikamentosa: Golongan kortikosteroid sampai sekarang masih kontroversi.
Juga dapat diberikan neurotropik.
Inti nervus fasialis juga dapat dibagi menjadi kelompok atas dan bawah. Inti bagian atas
mensarafi otot wajah bagian atas dan inti bagian bawah mensarafi otot wajah bagian bawah. Inti
nervus fasialis bagian bawah mendapat innervasi kontralateral dari korteks somatomotorik dan
inti nervus fasialis bagian atas mendapat inervasi dari kedua belah korteks somatomotorik. Oleh
karena itu, pada paresis nervus fasialis UMN (karena lesi di korteks atau kapsula interna) otot
wajah bagian bawah saja yang jelas paretik, sedangkan otot wajah atas tidak jelas lumpuh.
Sebaliknya, pada kelumpuhan nervus fasialis LMN (karena lesi infranuklearis), baik otot wajah
atas maupun bawah, kedua-duanya jelas lumpuh.