3. Unsur masukan
Unsur masukan (input) adalah tenaga, dana dan sarana fisik, perlengkapan serta peralatan.
Secara umum disebutkan bahwa apabila tenaga dan sarana (kuantitas dan kualitas) tidak
sesuai dengan standar yang telah ditetapkan (standardofpersonnel and facilities), serta jika
dana yang tersedia tidak sesuai dengan kebutuhan, maka sulitlah diharapkan baiknya mutu
pelayanan (Bruce 1990).
Unsur lingkungan
Yang dimaksud dengan unsur lingkungan adalah kebijakan,organisasi, manajemen. Secara
umum disebutkan apabila kebijakan,organisasi dan manajemen tersebut tidak sesuai
dengan standar dan atau tidak bersifat mendukung, maka sulitlah diharapkan baiknya mutu
pelayanan.
Unsur proses
Yang dimaksud dengan unsur proses adalah tindakan medis,keperawatan atau non medis.
Secara umum disebutkan apabila tindakan tersebut tidak sesuai dengan standar yang telah
ditetapkan (standard of conduct), maka sulitlah diharapkan mutu pelayanan menjadi baik
(Pena, 1984).
15. Continuing medical education (CME) provides support for continuous improvement and learning to
help physicians address gaps in their professional practice. Many hospitals, as part of their educational
program for physicians, have long offered accredited continuing education activities. Participation in
accredited CME helps physicians meet requirements for renewal of license, maintenance of specialty
board certification, credentialing, membership in professional societies, and other professional
privileges.
Each year, almost 2,000 accredited CME providers offer more than 138,000 activities, with more than
24 million contacts ranging from live meetings and regularly scheduled series such as grand rounds, to
performance improvement projects and medical journals. Hospitals account for a large proportion of the
CME- granting programs with about 35 percent of the activities and 38 percent of the credit hours
offered in 2013. In addition, hospitals account for nearly 90 percent of the activities and credit hours
offered by state medical society accredited providers within the Accreditation Council for Continuing
Medical Education (ACCME) system, reaching nearly 4.5 million health care professionals.1 In fact, more
than 1,100 hospitals and health systems were accredited to provide CME in 2013, and they provided
nearly 48,000 accredited activities.
18. Dampak negatif penggunaan obat yang tidak rasional sangat beragam dan bervariasi tergantung
dari jenis ketidakrasionalan penggunaannya. Dampak negatif ini dapat saja hanya dialami oleh
pasien yaitu berupa efek samping, dan biaya yang mahal, maupun oleh populasi yang lebih luas
berupa resistensi kuman terhadap antibiotik tertentu dan mutu pelayanan pengobatan secara umum.
Salah satu dampak penggunaan obat yang tidak rasional adalah peningkatan angka morbiditas dan
mortalitas penyakit. Sebagai contoh, penderita diare akut non spesifik umumnya mendapatkan
antibiotika dan injeksi, sementara pemberian oralit (yang lebih dianjurkan) umumnya kurang banyak
dilakukan. Padahal diketahui bahwa resiko terjadinya dehidrasi pada anak yang diare dapat
membahayakan keselamatan jiwa anak yang bersangkutan.
Hal yang sama juga terjadi pada penderita ISPA non pneumonia pada anak yang umumnya
mendapatkan antibiotika yang sebenarnya tidak diperlukan. Sebaliknya pada anak yang jelas
menderita pneumonia justru tidak mendapatkan terapi yang adekuat. Dengan demikian tidaklah
mengherankan apabila hingga saat ini angka kematian bayi dan balita akibat ISPA dan diare masih
cukup tinggi di Indonesia.
Penggunaan obat tanpa indikasi yang jelas, atau pemberian obat untuk keadaan yang sama sekali
tidak memerlukan terapi obat, jelas merupakan pemborosan dan sangat membebani pasien. Di sini
termasuk pula peresepan obat yang mahal, padahal alternatif obat yang lain dengan manfaat dan
keamanan sama dengan harga lebih terjangkau telah tersedia.
Dampak lain dari ketidakrasionalan penggunaan obat adalah meningkatkan resiko terjadinya efek
samping serta efek lain yang tidak diharapkan, baik untuk pasien maupun masyarakat.
Beberapa data berikut mewakili dampak negatif yang terjadi akibat penggunaan obat yang tidak
rasional:
Resiko terjadinya penularan penyakit (misalnya hepatitis & HIV) meningkat pada penggunaan injeksi
yang tidak lege artis, (misalnya 1 jarum suntik digunakan untuk lebih dari satu pasien).
Kebiasaan memberikan obat dalam bentuk injeksi akan meningkatkan resiko terjadinya syok
anafilaksis.
Resiko terjadinya efek samping obat meningkat secara konsisten dengan makin banyaknya jenis
obat yang diberikan kepada pasien. Keadaan ini semakin nyata pada usia lanjut. Pada kelompok
umur ini kejadian efek samping dialami oleh 1 di antara 6 penderita usia lanjut yang dirawat di
rumah sakit.
Terjadinya resistensi kuman terhadap antibiotika merupakan salah satu akibat dari pemakaian
antibiotika yang berlebih (overprescribing), kurang (underprescribing), maupun pemberian pada
kondisi yang bukan merupakan indikasi (misalnya infeksi yang disebabkan oleh virus).
Sebagian besar dokter masih cenderung meresepkan antibiotika untuk keluhan batuk dan pilek.
Akibatnya kebutuhan antibiotika menjadi sangat tinggi, padahal diketahui bahwa sebagian besar
batuk pilek disebabkan oleh virus dan antibiotika tidak diperlukan. Dari praktek pengobatan tersebut
tidaklah mengherankan apabila yang umumnya dikeluhkan oleh Puskesmas adalah tidak cukupnya
ketersediaan antibiotik. Akibatnya jika suatu saat ditemukan pasien yang benar-benar menderita
infeksi bakteri, antibiotik yang dibutuhkan sudah tidak tersedia lagi. Yang terjadi selanjutnya adalah
pasien terpaksa diberikan antibiotik lain yang bukan pilihan utama obat pilihan (drug of choice) dari
infeksi tersebut.
Pertama, seolah-olah mutu ketersediaan obat sangat jauh dari memadai. Padahal yang terjadi
adalah antibiotik telah dibagi rata ke semua pasien yang sebenarnya tidak memerlukan.
Kedua, dengan mengganti jenis antibiotik akan berdampak pada tidak sembuhnya pasien (karena
antibiotik yang diberikan mungkin tidak memiliki spektrum antibakteri untuk penyakit tersebut,
misalnya pneumonia diberi metronidazol). Atau penyakit menjadi lebih parah dan pasien kemudian
meninggal.
Ketidakrasionalan pemberian obat oleh dokter juga sering memberi pengaruh buruk bagi pasien
maupun masyarakat. Pengaruh buruk ini dapat berupa ketergantungan terhadap intervensi obat
maupun persepsi yang keliru terhadap pengobatan.
19.