Anda di halaman 1dari 16

TUGAS TERSTRUKTUR

BLOK REPRODUCTIVE SYSTEM 2


PERDARAHAN POST PARTUM ET CAUSA
RETENSIO PLASENTA

Dosen Pembimbing:
dr.Citra Destya Rahma Putri

Disusun Oleh:
NURMA AULIA URROHMAH
21601101102

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM MALANG
2018

1
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT. atas segala limpahan rahmat
dan karuniaNya, akhirnya penyusunan dapat menyelesaikan tugas terstruktur dengan judul
Perdarahan Post Partum Et Causa Retensio Plasenta dengan baik dan tepat waktu. Tulisan ini
dibuat untuk memenuhi tugas terstruktur pada Blok Reproductive System 2.

Bersama ini penyusun juga menyampaikan terima kasih kepada dr.Citra Destya Rani
selaku dosen pembimbing dan teman-teman tutorial 12.

Semoga tugas ini dapat bermanfaat untuk penyusun dan pembaca. Selain itu penyusun
sangat menyadari bahwa tugas ini tentu jauh dari kata sempurna. Untuk itu kritik dan saran
sangat diharapkan demi perbaikan dan penyempurnaan tugas ini.

Malang, 30 Desemberber 2018


Penyusun

NURMA AULIA URROHMAH


21601101102

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Menurut Departemen Kesehatan RI tahun 2017, Indonesia menjadi negara kedua di Asia
dengan kasus kematian mternal sebanyak 1712 di tahun 2017. Tiga Penyebab utama kematian
maternal adalah perdarahan, hipertensi dalam kehamilan dan infeksi dimana perdarahan
bertanggung jawab atas 30 % kematian maternal. Secara umum perdarahan yang dapat
menyebabkan kematian maternal adalah perdarahan post partum (PPP) dan post partum
hemorrhage (PPH). Sebagian besar kematian tersebut terjadi dalam waktu 4 jam pasca
persalinan.

Perdarahan post partum didefinisikan sebagai perdarahan lebih dari 500 cc setelah
persalinan pervaginam atau lebih dari 1000 cc setelah persalinan abdominal yang berasal dari
tempat implantasi plasenta, robekan jalan lahir, dan jaringan disekitarnya Perdarahan post
partum dibedakan menjadi dua, yakni perdarahan post partum primer dan perdarahan post
partum sekunder. Perdarahan post partum primer terjadi setelah 24 jam pertama pasca
persalinan sedangkan perdarahan post partum sekunder terjadi setelahnya. Beberapa faktor
yang dapat menjadi penyebab terjadinya perdarahan post partum diantaranya adalah atonia
uteri yang diikuti dengan hematoma vagina, plasenta adheren, partus presipitatus, persalinan
karena induksi oksitosin, inversi uterus, episiostomi yang melebar, ruptur uteri, trombofilia,
solusio plasenta, maupun retensio plasenta (Ramanathan dan Arulkumaran, 2006).

Menurut WHO 15-20% kematian ibu diakibatkan retensio plasenta. Retensio plasenta
adalah tidak lahirnya plasenta dalam waktu lebih dari 30 menit. Waktu rata-rata terjadinya
pelepasan plasenta saat persalinan adalah 8-9 menit. Retensio plasenta merupakan salah satu
keadaan patologis yang dapat mengakibatkan perdarahan pasca persalinan yang dapat
mengancam jiwa ibu dengan perdarahan yang hebat dan dapat mengakibatkan kematian
apabila tidak mendapatkan penanganan dan perawatan medis dengan tepat.

1.2 Tujuan Penulisan


1. Untuk mengetahui tentang perdarahan post partum dan tatalaksananya.
2. Untuk mengetahui tentang retensio plasenta dan tatalaksananya.

3
BAB II
KONSEP TEORI
2.1 Perdarahan Post Partum
2.1.1 Definisi

Perdarahan postpartum adalah perdarahan pervaginam yang melebihi 500 mL dari


organ-organ reproduksi setelah selesainya kala tiga persalinan.

2.1.2 Etiologi
o Atonia Uteri
o Retensio plasenta
o Robekan jalan lahir
o Kelainan pembekuan darah
o Inversion uteri
o Laserasi perineum/vagina
o Sisa plasenta yang tertinggal
2.1.3 Klasifikasi
 Perdarahan postpartum dini (Early PPH) yaitu perdarahan yang terjadi pada 24 jam
pertama setelah lahirnya bayi.
 Perdarahan postpartum lanjut (Late PPH) yaitu perdarahan yang terjadi pada masa
nifas (puerperium), tidak termasuk 24 jam pertama.
2.1.4 Kriteria diagnosis
 Perdarahan terus menerus setelah lahirnya bayi.
 Pucat dan terdapat tanda-tanda syok atau presyok (tekanan darah rendah, nadi cepat
dan lemah, ekstremitas dingin), perdarahan terus mengalir pervaginam.

Tabel 1. Klasifikasi perdarahan

Faktor Kelas I Kelas II Kelas III Kelas


IV
% 15 20-25 30-35 40
kehilangan
darah
Nadi Normal 100 120 140
(kali/menit)
Tekanan Normal normal 70-80 60
darah
sistolik
(mmHg)
Tekanan 80-90 80-90 50-70 50
arteri
rata-rata
(mmHg)
Perfusi Hipoten Vasokonstrik Pucat, Kolaps
si si lemah, ,
jaringan Postural perifer oligouria anuria

4
2.2 Retensio Plasenta

2.2.1 Definisi

Apabila plasenta belum lahir 30 menit setelah janin lahir, hal itu dapat dinamakan
retensi plasenta. Sebab-sebabnya adalah karena plasenta belum lepas dari dinding uterus,
atau plasenta sudah lepas, akan tetapi belum dilahirkan. Plasenta belum lepas dari dinding
uterus dapatterjadi karena kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta
(placenta adhesiva), plasenta melekat erat pada dinding uterus karena vili korialis
menembus desidua sampai miometrium – sampai di bawah peritoneum (plasenta akreta –
perkreta).

Plasenta yang sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum keluar, disebabkan
tidak adanya usaha untuk melahirkan atau karena salah penanganan kala III, sehingga
terjadi lingkaran konstriksi pada bagian bawah uterus yang menghalangi keluarnya plasenta

2.2.2 Etiologi

Penyebab Retentio Plasenta menurut Sastrawinata (2006:174) adalah:

1. Secara fungsional:
a. His kurang kuat (penyebab terpenting)
b. Plasenta sukar terlepas karena tempatnya (insersi di sudut tuba); bentuknya (plasenta
membranasea, plasenta anularis); dan ukurannya (plasenta yang sangat kecil). Plasenta
yang sukar lepas karena penyebab di atas disebut plasenta adhesive.

2. Secara patologi – anatomi:


a. Plasenta akreta
b. Plasenta inkreta
c. Plasenta perkreta

3. Sebab-sebabnya plasenta belum lahir bisa oleh karena:

1. Plasenta belum lepas dari dinding uterus

2. Plasenta sudah lepas, akan tetapi belum dilahirkan.

Plasenta yang sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum keluar,
disebabkan oleh tidak adanya usaha untuk melahirkan atau karena salah penanganan kala
III, sehingga terjadi lingkaran konstriksi pada bagian bawah uterus yang menghalangi
keluarnya plasenta (inkarserasio plasenta). Menurut Manuaba (2006:301) kejadian
retensio plasenta berkaitan dengan :

1. Grandemultipara dengan implantasi plasenta dalam bentuk plasenta adhesive,


plasenta akreta, plasenta inkreta, dan plasenta perkreta.
2. Mengganggu kontraksi otot rahim dan menimbulkan perdarahan

5
2.3 Patofisiologi Perdarahan Post Partum Akibat Retensio Plasenta

Segera setelah bayi lahir, secara fisiologis akan terjadi rangkaian kontraksi uterus kedua
yang akan memisahkan perlekatan plasenta dari desidua basalis dan mengeluarkannya melalui
vagina. Proses perlahiran plasenta atau afterbirth biasanya selesai dalam 15-30 menit setelah
bayi lahir. Setelah plasenta dikeluarkan, kontraksi miometrium yang berkelanjutan akan
menyebabkan pembuluh darah uterus yang mengalir ke tempat perlekatan plasenta terjepit
untuk mencegah perdarahan (Sherwood, 2012).

Retensio plasenta merupakan keadaan dimana plasenta belum lahir hingga atau bahkan
dapat lebih dari 30 menit pasca persalinan akibat plasenta belum lepas dari dinding uterus
atau plasenta telah lepas namun belum dilahirkan. Apabila selama proses kontraksi uterus
kedua didapatkan perlekatan plasenta dengan desidua basalis sudah terlepas akan tetapi
plasenta belum juga dapat dilahirkan setelah 30 menit pasca persalinan, maka hal ini dapat
menginduksi munculnya perdarahan dan dapat dikategorikan sebagai perdarahan postpartum
karena retensio plasenta. Dapat dikatakan sebagai perdarahan post partum apabila perdarahan
yang terjadi lebih dari 500 cc setelah persalinan pervaginam atau lebih dari 1000 cc setelah
persalinan abdominal (Ramanatan, 2006).

Sumber lain menyebutkan bahwa penyebab lain dari retensio plasenta yang berpotensi
mengakibatkan perdarahan post partum adalah karena plasenta yang sukar dilepaskan dengan
manajemen aktif kala tiga akibat adhesi yang kuat antara plasenta dan uterus. Dengan adanya
invasi vili korialis hingga ke miometrium, sehingga pada daerah superfisial miometrium
tumbuh saluran vena di bawah plasenta, menyebabkan terjadinya retensi plasenta yang mana
akan menyebabkan perdarahan ketika plasenta dikeluarkan secara paksa dengan manual
plasenta akibat dari rupturnya sinus-sinus tersebut (Oxorn, 2010).

2.4 Tanda dan Gejala

Pada data subyektif (anamnesa) keluhan dan gejala utama yang dirasakan pasien
dengan perdarahan post partum adalah munculnya perdarahan setelah persalinan, lemah,
keringat dingin, menggigil, dan pucat. Sedangkan pada hasil pemeriksaan fisik dengan
menilai tanda-tanda syok akan didapatkan hasil pucat, akral dingin, takikardi >100x/menit,
hipotensi dengan tekanan darah sistolik <90 mmHg, serta pernafasan hiperpnea. Dilakukan
pula pemeriksaan darah rutin terutama untuk menilai kadar Hb <8 gr% (IDI, 2017).

6
2.5 Penatalaksanaan

Berdasarkan buku Panduan Praktik Klinis, penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada
pasien dengan perdarahan post partum adalah sebagai berikut:

a. Penatalaksanaan awal
1. Segera memanggil bantuan tim
2. Nilai sirkulasi, jalan nafas, dan pernafasan pasien
3. Bila menemukan tanda-tanda syok, lakukan penatalaksanaan syok
b. Pendekatan Tim
1. Berikan oksigen
2. Pasang infus intravena dengan kanul berukuran besar (16 atau 18) dan mulai
pemberian cairan kristaloid (NaCl 0,9% atau Ringer laktat atau Ringer asetat)
sesuai dengan kondisi ibu
3. Lakukan pengawasan tekanan darah, nadi, dan pernafasan ibu
4. Periksa kondisi abdomen: kontraksi uterus, nyeri tekan, parut luka, dan tinggi
fundus uteri
5. Periksa jalan lahir dan area perineum untuk melihat perdarahan dan laserasi
(robekan serviks atau robekan vagina)
6. Periksa kelengkapan plasenta dan selaput ketuban
7. Pasang kateter Folley untuk memantau volume urine dibandingkan dengan
jumlah cairan yang masuk. (Urine normal: 30ml/jam)
8. Jika kadar Hb <8 g/dl rujuk ke layanan sekunder (dokter spesialis obgyn)
9. Jika fasilitas tersedia, ambil sampel darah dan lakukan pemeriksaan: kadar
hemoglobin dan penggolongan ABO
10. Tentukan penyebab dari perdarahan dan lakukan tatalaksana spesifik sesuai
penyebab
c. Penatalaksanaan Lanjutan akibat Retensio Plasenta
1. Berikan 20-40 unit oksitosin dalam 1000 ml larutan NaCl 0,9% atau Ringer
Laktat dengan kecepatan 60 tpm dalam 10 unit IM. Lanjutkan infus oksitosin
20 unit dalam 1000 ml larutan NaCl 0,9% atau Ringer Laktat dengan
kecepatan 40 tpm hingga perdarahan berhenti
2. Lakukan tarikan tali pusat terkendali
3. Bila tarikan tali pusat terkendali tidak berhasil, lakukan plasenta manual secara
hati-hati

7
4. Berikan antibiotik profilaksis dosis tunggal berupa ampisilin 2 gr secara
intravena dan metronidazole 500 mg intravena
5. Segera atasi atau rujuk ke fasilitas yang lebih lengkap bila terjadi komplikasi
perdarahan hebat atau infeksi

Penatalaksanaan lain dalam WHO Guidelines for the Management of Postpartum


Hemorrhage and Retained Placenta disebutkan bahwa penatalaksanaan pada kasus retensio
plasenta adalah sebagai berikut:

1. Jika plasenta tidak lepas secara spontan, maka dapat diberikan oksitosin sebesar 10
IU dan pemberian ergometrin maupun prostaglandin E2 tidak direkomendasikan
2. Setelah itu dievaluasi kurang lebih selama 30 menit untuk melihat apakah plasenta
akan keluar secara spontan atau tidak. Apabila setelah 30 menit plasenta tidak
keluar maka dilakukan plasenta manual
3. Setelah dilakukan plasenta manual, diberikan antibiotik profilaksis berupa
ampisilin atau generasi pertama sefalosporin dengan dosis tunggal.

Penatalaksanaan lain yang dianjurkan menurut WHO dalam Midwifery Education


Modules adalah:

1. Menilai kondisi ibu: tekanan darah, nadi, kesadaran ibu dan kontraksi uterus serta
menilai seberapa banyak jumlah darah yang hilang selama perdarahan berlangsung
2. Memberikan oksitosin 10 IU IM
3. Pasang infus dengan cairan Ringer Laktat, dan apabila ada syok diberikan infus 1
L selama 15 menit hingga kondisi ibu stabil
4. Kemudian pasang kateter untuk mengosongkan vesica urinaria
5. Lakukan tarikan tali pusat terkendali apabila uterus berkontraksi dengan baik
6. Lakukan pemijatan pada uterus untuk mendorong terjadinya kontraksi uterus dan
mengeluarkan gumpalan darah jika ada
7. Periksa plasenta yang telah keluar dan pastikan kotiledonnya lengkap
8. Tambahkan oksitosin 20 IU ke dalam 1 L NaCl 0,9% atau Ringer Laktat sebanyak
40 tpm
9. Apabila tarikan tali pusat terkendali tidak berhasil dilakukan, maka perlu
dilakukan evaluasi vagina secara manual dan apabila plasenta tetap tidak dapat
dikeluarkan maka dilakukan plasenta manual

8
2.6 Komplikasi dan Prognosis

Komplikasi yang dapat ditemui pada pasien dengan perdarahan post partum akibat
retensio plasenta secara umum adalah syok dan juga dapat berujung pada kematian apabila
penanganan yang dilakukan tidak cepat dan tepat. Sedangkan prognosis umumnya dubia ad
bonam, tergantung dari jumlah perdarahan, dan kecepatan penatalaksanaan dan penanganan
yang dilakukan.

9
BAB III
MAPPING
3.1 Mapping Patofisiolgi

Plasenta Plasenta
Sebab fungsional Sebab patologi
belum sudah
anatomi
(perlekatan lepas dari lepas tapi
abnormal) dinding belum
uterus dilahirkan

 His yang kurang kuat


 Tempat melekatnya yang
kurang menguntungkan
 Ukuran plasenta
terlalukecil
 Lingkaran kontriksi pada
bagian bawah perut

Retensio plasenta

Uterus tidak dapat berkontraksi secara


efektif (retraksi dan kontraksi otot uterus

Sinus-sinus maternalis tetap


terbuka sehingga penutupan
pembuluh darah terhambat

Perdarahan

10
3.2 SOAP

Subjective Objective Assessement Planning


Keluhan dan Pemeriksaan fisik: Diagnosis Penatalaksanaan awal
gejala utama: - Nilai tanda- klinis 1. Segera memanggil
- Perdarahan tanda syok: ditekakkan bantuan tim
setelah pucat, akral berdasarkan 2. Nilai sirkulasi, jalan
persalinan dingin, penyebab nafas, dan
- Lemah gelisah, utama dari pernafasan pasien.
- Keringat tekanan darah perdarahan 3. Bila menemukan
dingin menurun/hipo post partum. tanda-tanda
- Menggigil tensi, nadi: -PPP akibat syok,lakukan
- Pucat >100x/menit, retensio penatalaksanaan
RR: > plasenta/plasen syok
20x/menit ta belum Pendekatan Tim
- Nilai tanda- dilahirkan 1. Berikan oksigen
tanda vital: dalam 30 menit 2. Pasang infus
nadi setelah bayi intravena dengan
>100x/menit, lahir kanul berukuran
pernapasan besar (16 atau 18)
hiperpnea, dan mulai
tekanan darah pemberian cairan
sistolik <90 kristaloid (NaCl
mmHg dan 0,9% atau Ringer
periksa suhu laktat atau Ringer
tubuh. asetat) sesuai
Pemeriksaan dengan kondisi ibu
obstetrik: 3. Lakukan
- Perhatikan pengawasan tekanan
kontraksi, darah, nadi, dan
letak dan pernafasan ibu
konsistensi 4. observasi kondisi
uterus abdomen: kontraksi
- Lakukan uterus, nyeri tekan,
pemeriksaan parut luka, dan

11
dalam/ VT tinggi fundus uteri
(vaginal 5. observasi jalan lahir
touche) untuk dan area perineum
menilai untuk melihat
adanya perdarahan dan
perdarahan, laserasi (robekan
keutuhan serviks atau robekan
plasenta, tali vagina) untuk
pusat, dan menentukan lokasi
robekan pada perdarahan
daerah vagina 6. Periksakelengkapan
Pemeriksaan plasenta dan selaput
penunjang: ketuban, jika belum
- Pemeriksaan lengkap dilakukan
darah rutin: manual plasenta
terutama dengan menyusuri
untuk menilai bagian dalam uterus
kadar Hb < 8 7. Pasang kateter
gr% Folley untuk
- Pemeriksaan memantau volume
golongan urine dibandingkan
darah dengan jumlah
- Pemeriksaan cairan yang masuk.
waktu (Urine normal:
perdarahan 30ml/jam)
dan waktu 8. Jika kadar Hb <8
pembekuan g/dl rujuk ke
darah (untuk layanan sekunder
menyingkirka (dokter spesialis
n penyebab obgyn)
gangguan 9. Jika fasilitas
pembekuan tersedia, ambil
darah) sampel darah dan
lakukan

12
pemeriksaan: kadar
hemoglobin dan
penggolongan
ABOTentukan
penyebab dari
perdarahan dan
lakukan tatalaksana
spesifik sesuai
penyebab
Penatalaksanaan
Lanjutan akibat Retensio
Plasenta
 Berikan 20-40 unit
oksitosin dalam
1000 ml larutan
NaCl 0,9% atau
Ringer Laktat
dengan kecepatan 60
tpm dalam 10 unit
IM.
 Lanjutkan infus
oksitosin 20 unit
dalam 1000 ml
larutan NaCl 0,9%
atau Ringer Laktat
dengan kecepatan 40
tpm hingga
perdarahan berhenti
 Lakukan tarikan tali
pusat terkendali.
 Bila tarikan tali
pusat terkendali
tidak berhasil,
lakukan plasenta

13
manual secara hati-
hati
 Berikan antibiotik
profilaksis dosis
tunggal berupa
ampisilin 2 gr secara
intravena dan
metronidazole 500
mg intravena
 Segera atasi atau
rujuk ke fasilitas
yang lebih lengkap
bila terjadi
komplikasi
perdarahan hebat
atau infeksi

14
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Terjadinya retensi dari plasenta pasca persalinan selama lebih dari 30 menit dapat
menjadi salah satu faktor resiko terjadinya perdarahan post partum. Disebut sebagai
perdarahan post partum apabila terjadi perdarahan lebih dari 500 cc setelah persalinan
pervaginam atau 1000 cc setelah persalinan abdominal. Penatalaksanaan yang tepat dalam
penanganan perdarahan post partum akibat retensio plasenta akan mencegah kematian
maternal, dan dapat menurunkan angka kematian maternal akibat komplikasi persalinan.

15
DAFTAR PUSTAKA

Anderson, J. M. and Etches D. Prevention and Management of Postpartum Hemorrhage Am


Fam Physician. 2007; 75 (6): 875-882.

Cunningham F. G. dkk., 2006. Perdarahan Obstetri dalam Obstetri Williams Edisi 21 Volume
1. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. Halaman : 685-716

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Situasi Kesehatan Ibu. Jakarta: Departemen


Kesehatan RI; 2017

Hofmeyr, GJ. Abdel-Aleem, H. Abdel-Aleem, MA. Uterine Massage for Preventing


Postpartum Hemorrhage. Cochrane Database Syst Rev; 2008(3)

Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan Primer. Jakarta; 2017

Oxorn, Harry. Ilmu Kebidanan: Patologi dan Fisiologi Persalinan. Yogyakarta: Yayasan
Essentia Medika (YEM); 2010

Ramanathan, G. Arulkumaran, S. Postpartum Hemorrhage. J Obstet Gynaecol Can


2006;28(11):967-973

Sherwood, L. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 8. Jakarta: EGC; 2012

World Health Organization. Maternal Mortality in 2000: Estimates Developed by WHO,


UNICEF, and UNFPA. Geneva; 2004

16

Anda mungkin juga menyukai