TB Paru Ped
TB Paru Ped
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. R
Umur : 7 tahun
Agama : Islam
Suku : Jawa
Umur : 32 tahun
Pekerjaan : Buruh
Pendidikan : SMP
Umur : 30 tahun
Pendidikan : SMP
1
Penghasilan :-
No. CM : 645170
Anamnesis dengan pasien dan orang tua pasien dilakukan pada tanggal 28 Febuari 2013
di poliklinik anak pukul 11.00 WIB.
Sejak 1 bulan yang lalu terdapat keluhan batuk pada pasien. Batuk dirasakan berdahak
namun sulit untuk dikeluarkan. Pasien mengatakan bahwa dahak pernah keluar sedikit dan
berwarna hijau kekuningan dan tidak pernah disertai darah. Batuk dirasakan terus-menerus
dan tidak dipengaruhi oleh dingin. Selain itu juga terdapat sesak, sesak dirasakan jika pasien
batuk. Pasien sudah mengkonsumsi obat batuk yang dibeli diwarung namun keluhan batuk
tetap ada.
Semenjak sakit ini nafsu makan menjadi berkurang. Ibu pasien tidak pernah secara rutin
mengontrol berat badan pasien, namun ibu pasien merasakan bahwa pasien tampak mengurus
dan juga celana pasien menjadi lebih longgar dibandingkan sebelumnya.
Pasien mengatakan tidak terdapat keluhan pusing, pilek, nyeri menelan, mimisan, gusi
berdarah, riwayat perdarahan lain, mual, muntah, nyeri perut, serta tidak terdapat benjolan di
leher, ketiak, maupun selangkangan. Buang air besar 1x sehari, konsistensi lunak. Buang air
kecil lancar, tidak terdapat rasa nyeri dan perih saat berkemih. Ayah serta kakek pasien
merupakan perokok aktif.
Sejak kurang lebih 2 minggu yang lalu timbul panas, panas dirasakan terus menerus
sepanjang hari namun tidak tinggi, hanya hangat-hangat saja. Tidak disertai menggigil
maupun keringat malam.
1 minggu setelah demam timbul, ibu pasien membawa pasien untuk berobat ke poliklinik
anak RSUD kardinah, kemudian pasien disarankan untuk melakukan pemeriksaan foto
Rontgen dada dan pemeriksaan laboratorium darah.
2
1 minggu kemudian pasien kembali kontrol ke poliklinik anak dengan membawa hasil
foto Rontgen dada dan hasil laboratorium darah. Masih terdapat keluhan batuk pada pasien.
Kakek pasien mempunyai keluhan batuk lama dan didiagnosa TB Paru namun tidak
melakukan pengobatan.
Tidak ada riwayat alergi makanan, obat, dingin dan debu.
Tidak ada riwayat asma, bersin-bersin di pagi hari, dan penyakit jantung.
Keadaan Rumah :
Pasien tinggal bersama kedua orangtua serta kakek dan neneknya di kawasan yang padat
penduduknya. Tempat tinggal pasien berukuran ±70m2, beratap genteng, dinding tembok,
lantai menggunakan keramik, dengan 2 kamar tidur yang berjendela, 1 ruang tamu.
Cahaya matahari dapat masuk melalui jendela. Kamar mandi ada 1 dan terdapat di dalam
rumah. Penerangan dengan listrik. Air berasal dari PAM. Jarak septic tank kurang lebih
10 meter dari sumber air. Air limbah rumah tangga disalurkan melalui selokan di depan
rumah. Selokan dibersihkan 1 kali dalam sebulan dan aliran air di dalamnya lancar.
Ayah pasien bekerja sebagai buruh bangunan dengan penghasilan 1.500.000 per
bulan, sedangkan ibu adalah ibu rumah tangga. Ayah pasien menanggung 1 orang anak, 1
orang istri, serta 2 orang tua. Biaya pengobatan ditanggung jamkesmas.
3
Riwayat Kehamilan dan Persalinan
Kehamilan
Perawatan Antenatal : Rutin periksa ke bidan, imunisasi TT2x
Penyakit Kehamilan : Tidak ada
Kelahiran
Tempat kelahiran : rumah bidan
Penolong persalinan : Bidan
Cara persalinan : spontan pervaginam
Masa gestasi : 38 minggu
Keadaan bayi
Berat badan lahir : 2600 gram
Panjang badan lahir : 47 cm
Lingkar kepala : ibu tidak tahu
Langsung menangis : ya
Nilai APGAR : ibu tidak tahu
Kelainan bawaan : tidak ada
Kesan : riwayat kehamilan dan kelahiran baik
Pertumbuhan:
Perkembangan:
Psikomotor
Tengkurap dan berbalik sendiri : 6 bulan
Duduk : 8 bulan
Merangkak : 9 bulan
4
Berdiri : 10 bulan
Berjalan : 11 bulan
Berbicara : 12 bulan
Membaca : 6 tahun
Tidak ada gangguan perkembangan dalam mental dan emosi. Interaksi dengan
orang sekitar baik.
Ibu mengaku memberikan ASI eksklusif sejak lahir sampai usia 6 bln
Usia 7 bulan diberikan susu formula dan bubur susu 3 x sehari.
Usia 8 bulan diberikan susu formula dan bubur tim 3 x sehari.
Usia 1 tahun diberikan makanan lunak dan pisang yang dilumatkan
Usia 1 1/2 tahun anak telah makan nasi, lauk pauk, dan sayur
Ikan 1x seminggu
Telur 1x seminggu
Kesan : Kualitas makanan kurang baik dan kuantitas makanan cukup baik
Riwayat Imunisasi
5
Ibu pasien mengaku mengikuti program KB
Riwayat Keluarga
Corak Reproduksi
No Umur Jenis Hidup Lahir Abotus Mati Keterangan
Kelamin Mati
1 7 tahun ♂ Hidup - - - Sakit
Dilakukan pada tanggal 28 Febuari 2013 pukul 11.30 WIB di poliklinik anak
Kesan Umum :
Tanda Vital
Data Antropometri
6
Berat badan sekarang : 19 kg
Status Internus
Kepala : Mesocephal
Pulmo:
Cor :
7
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Abdomen :
Ekstremitas :
Superior Inferior
Akral Dingin -/- -/-
Akral Sianosis -/- -/-
CRT <2 detik <2 detik
Oedem -/- -/-
8
Deskripsi :
Jantung dalam batas normal, COR CTR <0,5
Tampak bercak infiltrat perihiler (+)
Pembesaran KGB hilus (+)
Kesan : Primer Komplek TB
Hematologi
Widal
9
negatif negatif
St-O
negatif negatif
St-H
negatif negatif
S pt - AH
PEMERIKSAAN KHUSUS
Data antropometri:
Kesan : Berat badan rendah, tinggi badan normal, dan status gizi kurang
Aktif:
1. Batuk
2. Sesak
3. Demam
10
Inaktif:
2. Gizi Kurang
V. DIAGNOSA BANDING
Batuk
TB Paru
Bronkitis
Bronkopneumonia
ISPA
Asma bronkiale
Observasi Febris
TB Paru
Bronkitis
Bronkopneumonia
ISPA
Demam Tifoid
Faktor individu
Faktor asupan
Faktor penyakit
11
VII. PENATALAKSANAAN
1. Medikamentosa
Oral :
2. Non medikamentosa
Memberikan penjelasan kepada keluarga, bahwa TB paru memerlukan
pengobatan yang lama ± 6 bulan
Edukasi kepada keluarga mengenai pentingnya kepatuhan meminum obat
setiap hari
Skrining terhadap saudara pasien dan kedua orang tua pasien
Pengobatan pada keluarga yang menderita TB
Memberi asupan gizi yang baik sesuai usia
Menghindarkan kontak dengan pasien TB dewasa
Kontrol tiap 1 bulan sekali
3. Diet
Kebutuhan kalori : (100x10) + (50x9) = 1450 kal/hari
Kebutuhan protein : 2x19 = 38 gram/hari
Kebutuhan lemak :
Pembagian makanan per hari
- nasi 3 piring
- ayam 2 potong
- buah-buahan
- susu
VIII. PROGNOSA
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad sanam : Dubia ad bonam
Quo ad fungsionam : Dubia ad bonam
12
Pemeriksaan Bilas lambung
ANALISA KASUS
Anamnesis
Pada kasus ini, diagnosis TB paru berdasarkan anamnesisnya yaitu, pasien datang
berobat dengan keluhan utama batuk. Batuk sudah berlangsung 1 bulan, disertai dahak namun
sulit untuk dikeluarkan. Batuk dirasakan terus-menerus dan tidak dipengaruhi oleh dingin.
Pasien sudah mengkonsumsi obat batuk yang dibeli diwarung namun keluhan batuk tetap
ada.
Semenjak sakit nafsu makan menjadi berkurang sehingga terjadi penurunan berat
badan pasien yang ditandai dengan celana pasien menjadi lebih longgar dibandingkan
sebelumnya dan menurut ibu pasien tampak lebih kurus.
Terdapat panas ±2 minggu, panas dirasakan terus menerus sepanjang hari namun tidak
tinggi, hanya hangat-hangat saja. Tidak disertai menggigil maupun keringat malam.
Tidak terdapat benjolan di leher, ketiak, maupun selangkangan. Terdapat riwayat
kontak dengan penderita TB dewasa yaitu kakek pasien mempunyai keluhan batuk lama dan
didiagnosa TB Paru namun tidak melakukan pengobatan.
Pemeriksaan Fisik
Dari keadaan umum pasien tampak sadar dan tampak kurus. Tanda vital didapatkan
normal, suhu normal. Status generalis dalam batas normal dan tidak didapatkan ronkhi,
13
wheezing, retraksi pernapasan, dan pembesaran kelenjar getah bening di leher, axilla, serta
inguinal..Dari pemeriksaan status gizi menurut persentil NCHS, didapatkan hasil sebagai
berikut.
Kesan : Berat badan rendah, tinggi badan normal, dan status gizi kurang
Pemeriksaan penunjang
Dilakukan pemeriksaan foto thoraks posisi PA dan lateral, dan didapatkan hasil:
Jantung dalam batas normal, COR CTR <0,5, tampak bercak infiltrat perihiler (+),
Pembesaran KGB hilus (+), dan kesannya adalah Primer Komplek TB.
I. DEFINISI
Tuberkulosis merupakan infeksi yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium
Tuberculosis), yang disebut juga basil tahan asam. Sebagian besar kuman TB menyerang
paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya.
II. EPIDEMIOLOGI
Sejak akhir tahun 1990-an, dilakukan deteksi terhadap beberapa penyakit yang
kembali muncul dan menjadi masalah terutama di negara maju. Salah satu diantaranya adalah
TB. World health organization memperkirakan bahwa sepertiga penduduk dunia (2 miliar
orang) telah terinfeksi oleh M. tuberculosis, dengan angka tertinggi di Afrika, Asia, dan
Amerika Latin.
III. PREVALEN
14
Morbiditas dan mortalitas
Pada tahun 1989, WHO memperkirakan bahwa setiap tahun terdapat 1,3 juta kasus
baru TB anak, dan 450.000 anak usia <15 tahun meninggal dunia karena TB. Kasus baru
diperkirakan akan meningkat setiap tahun, dari 7,5 juta kasus (143 kasus per 100.000
penduduk) pada tahun 1990, menjadi 8,8 juta kasus (152 kasus per 100.000 penduduk) pada
tahun 1995, menjadi 10,2 juta kasus (163 kasus per 100.000 penduduk) pada tahun 2000, dan
akan mencapai 11,9 juta kasus pada tahun 2005.
Di Amerika Serikat dan Kanada, peningkatan TB pada anak berusia 0-4 tahun adalah
19%, scdangkan pada usia 5-15 tahun adalah 40%. Di Asia Tenggara, selama 10 tahun,
diperkirakan bahwa jumlah kasus baru adalah 35,1 juta, 8% di antaranya (2,8 juta) disertai
infeksi HIV. Menurut WHO (1994), Indonesia menduduki peringkat ketiga dalam jumlah
kasus baru TB (0,4 juta kasus baru), setelah India (2,1 juta kasus) dan Cina (1,1 juta kasus).
Sebanyak 10% dari seluruh kasus terjadi pada anak berusia < 15 tahun.
15
Terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya infeksi TB maupun timbulnya
penyakit TB pada anak. Faktor-faktor tersebut dibagi menjadi faktor resiko infeksi dan faktor
resiko progresi infeksi menjadi penyakit (resiko penyakit).
1. Resiko infeksi TB
Faktor resiko terjadinya infeksi TB antara lain adalah anak yang terpajan dengan orang
dewasa dengan TB aktif (kontak TB positif), daerah endemis, kemiskinan, lingkungan yang
tidak sehat (higiene dan sanitasi yang tidak membaik), tempat penampungan umum (panti
asuhan, penjara atau panti perawatan lain) yang banyak terdapat pasien TB dewasa aktif.
Risiko timbulnya transmisi kuman dari orang dewasa ke anak akan lebih tinggi jika pasien
dewasa tersebut mempunyai BTA sputum positif, infiltrat luas atau kavitas pada lobus atas,
produksi sputum banyak dan encer, batuk produktif dan kuat, serta terdapat faktor lingkungan
yang kurang sehat terutama sirkulasi udara yang kurang baik.
Pasien TB anak jarang menularkan kuman pada anak lain atau orang dewasa di sekitarnya.
Hal ini dikarenakan kuman TB sangat jarang ditemukan di dalam sekret endobronkial pasien
anak. Hal tersebut karena:
a. Jumlah kuman pada TB anak biasanya sedikit (paucibacillary), tetapi karena imunitas
anak masih lemah jumlah yang sedikit tersebut sudah mampu menyebabkan sakit.
b. Lokasi infeksi primer yang kemudian berkembang menjadi sakit TB primer biasanya
terjadi di daerah parenkim yang jauh dari bronkus, sehingga tidak terjadi produksi
sputum.
c. Sedikitnya atau tidak ada produksi sputum dan tidak terdapatnya reseptor batuk di
daerah parenkim menyebabkan jarangnya gejala batuk pada TB anak.
2. Resiko sakit TB
Anak yang telah terinfeksi TB tidak selalu akan mengalami sakit TB. Berikut ini adalah
faktor-faktor yang dapat menyebabkan berkembangnya infeksi TB menjadi sakit TB.
a. Usia
Anak berusia ≤ 5 tahun mempunyai risiko lebih besar mengalami progresi infeksi
menjadi sakit TB karena imunitas selulernya belum berkembang sempurna (imatur).
Akan tetapi, risiko sakit TB ini akan berkurang secara bertahap seiring dengan
pertambahan usia. Anak berusia < 5 tahun memiliki risiko lebih tinggi mengalami TB
diseminata (seperti TB milier dan meningitis TB). Pada bayi, rentang waktu antara
16
terjadinya infeksi dan timbulnya sakit TB singkat (kurang dari 1 tahun) dan biasanya
timbul gejala yang akut.
a. Infeksi baru yang ditandai dengan adanya konversi uji tuberkulin (dari negatif menjadi
positif) dalam 1 tahun terakhir.
b. Sosial ekonomi yang rendah, kepadatan hunian, penghasilan yang kurang, pengangguran,
pendidikan yang rendah.
c. Faktor lain yaitu malnutrisi, imunokompromais (misalnya pada infeksi HIV, keganasan,
transplantasi organ dan pengobatan imunosupresi).
d. Virulensi dari M. Tuberculosis dan dosis infeksinya.
Melalui saluran limfe kuman akan menyebar menuju kelenjar limfe regional, yaitu
kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke lokasi fokus primer. Penyebaran ini
menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran limfe (limfangitis) dan di kelenjar limfe
(limfadenitis) yang terkena. Jika fokus primer terletak di bawah atau tengah, kelenjar limfe
yang akan terlibat adalah kelenjar limfe parahiler, sedangkan jika fokus primer terletak di
apeks paru, yang akan terlibat adalah kelnjar para trakeal. Gabungan antara fokus primer,
limfangitis, dan limfadenitis dinamakan kompleks primer.
Masa inkubasi (waktu antara masuknya kuman dengan terbentuknya komplek primer
secara lengkap) bervariasi antara 4-8 minggu. Pada saat terbentuknya komplek primer inilah,
infeksi TB primer terjadi. Hal tersebut ditandai oleh terbentuknya hipersensitivitas terhadap
tuberkuloprotein yaitu timbulnya respon positif terhadap uji tuberkulin.
17
Setelah imunitas seluler terbentuk, fokus primer di jaringan paru dapat mengalami
salah satu hal sebagai berikut, mengalami resolusi secara sempurna, atau membentuk fibrosis
atau kalsifikasi setelah mengalami nekrosis pengkejuan dan enkapsulasi. Kelenjar limfe
regional juga akan mengalami fibrosis dan enkapsulasi, tetapi penyembuhannya biasanya
tidak sesempurna fokus primer di jaringan paru. Kuman TB dapat tetap hidup dan menetap
selama bertahun-tahun dalam kelenjar ini.
Komplek primer dapat juga mengalami komplikasi yang disebabkan oleh fokus di
paru atau di kelenjar limfe regional. Fokus primer di paru dapat membesar dan menyebabkan
pneumonitis dan pleuritis fokal. Jika terjadi nekrosis pengkejuan yang berat, bagian tengah
lesi akan mencair dan keluar melalui bronkus sehingga meninggalkan rongga di jaringan paru
(kavitas). Kelenjar limfe hilus atau paratrakeal yang mulanya berukuran normal saat awal
infeksi akan membesar karena reaksi inflamasi yang berlanjut, sehingga bronkus dapat
terganggu yaitu obstruksi parsial pada bronkus akibat tekanan eksternal yang akan
menimbulkan hiperinflasi di segmen distal paru. Dapat juga terjadi obstruksi total yang
menyebabkan atelektasis.
18
Bagan patogenesis tuberkulosis.
Catatan:
2. Kompleks primer terdiri dari fokus primer (1), lirntangitis (2), dan limladenitis regional
(3).
19
3. TB primer adalah proses masuknya kuman TB, terjadinya penyebaran hematogen,
terbentuknya kompleks primer dan imunitas selular spesifik, hingga pasien mengalami
infeksi TB dan dapat menjadi sakit TB primer.
4. Sakit TB pada keadaan ini disebut TB pascaprimer karena mekanismenya bisa melalui
proses reaktivasi fokus lama TB (endogen) atau reinfeksi (infeksi sekunder dan seterusnya)
oleh kuman TB dari luar (eksogen).
VI. DIAGNOSIS
Diagnosis pasti TB ditegakkan dengan menemukan M.TB pada pemeriksaan sputum
atau bilasan lambung, cairan cerebrospinal, cairan pleura atau pada biopsi jaringan. Jumlah
kuman TB di sekret bronkus pasien anak lebih sedikit daripada dewasa karena lokasi
kerusakan jaringan TB paru primer terletak di kelenjar limfe hilus dan parenkim paru bagian
perifer. Selain itu tingkat kerusakan parenkim paru tidak seberat pada dewasa. Kuman BTA
baru dapat dilihat dengan mikroskop bila jumlahnya paling sedikit 5.000 kuman dalam 1 ml
dahak.
Karena alasan di atas, diagnosis TB anak bergantung pada penemuan klinis dan
radiologis yang keduanya seringkali tidak spesifik. Kadang-kadang TB anak ditemukan
karena adanya TB dewasa di sekitarnya. Diagnosis TB anak ditentukan berdasarkan
gambaran klinis dan pemeriksaan penunjang seperti uji tuberkulin positif, dan foto paru yang
mengarah pada TB (sugestif TB) merupakan bukti kuat yang menyatakan anak telah sakit TB.
Selain itu, manifestasi klinis TB sangat bervariasi tergantung padaa beberapa faktor
yaitu jumlah kuman, virulensi kuman dan daya tahan tubuh host. Manifestasi klinis TB dibagi
2 yaitu manifestasi klinis dan manifestasi spesifik organ. Yang termasuk manifestasi klinis
antara lain; 1) deman lebih dari 2 minggu dengan penyebab yang tidak jelas yang dapat
disertai keringat malam hari, 2) nafsu makan tidak ada (anoreksia) yang dapat disertai
penurunan berat badan, 3) batuk lama lebih dari 3 minggu, 4) malaise dan 5) diare persisten
yang tidak sembuh dengan pengobatan baku diare. Sedangkan yang termasuk manifestasi
spesifik organ antara lain; 1) TB kelenjar superfisial yang paling banyak mengenai kelenjar
20
kolli, 2) Tuberkulosis otak dan saraf (menigitis Tb dan tuberkuloma), 3) tuberkulosis skeletal
(spondilitis, gonisitis), 4) tuberkulosis kulit (skrodulodermal).
Kesulitan dalam mendiagnosis TB anak karena gejalanya tidak khas, dibuatlah sistem
skoring yaitu pembobotan terhadap gejala atau tanda klinis yang dijumpai. Pembobotan
tertinggi ada pada uji tuberkulin dan adanya kontak TB dengan BTA positif, karena
berdasarkan penelitian akan menularkan sekitar 65% orang di sekitarnya.
Parameter 0 1 2 3
Batuk - ≥3 minggu - -
Pembengkakan - Ada - -
tulang/sendi panggul, pembengka
21
lutut, falang kan
Tidak jelas
Catatan :
Pada anak yang diberi imunisasi BCG, bila terjadi reaksi cepat BCG (≤ 7 hari) harus
dievaluasi dengan sistem skoring TB anak, BCG bukan merupakan alat diagnostik
VII.PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Uji Tuberkulin
Tuberkulin adalah komponen protein kuman TB yang mempunyai sifat antigenik yang kuat.
Jika disuntikkan secara intrakutan kepada seseorang yang telah terinfeksi TB (telah ada
22
kompleks primer dalam tubuhnya dan telah terbentuk imunitas selular terhadap TB), maka
akan terjadi reaksi berupa indurasi di lokasi suntikan. Indurasi ini terjadi karena vasodilatasi
lokal, edema, endapan fibrin dan terakumulasinya sel-sel inflamasi di daerah suntikan.
Ukuran indurasi dan bentuk reaksi tuberkulin tidak dapat menentukan tingkat aktivitas dan
beratnya proses penyakit.
Uji tuberkulin cara Mantoux dilakukan dengan menyuntikkan 0,1 ml PPD RT-232TU
atau PPD S 5TU, secara intrakutan di bagian volar lengan bawah. Pembacaan dilakukan 48—
72 jam setelah penyuntikan. Pengukuran dilakukan terhadap indurasi yang timbul, bukan
hiperemi/eritemanya. Indurasi diperiksa dengan cara palpasi untuk menentukan tepi
indurasi, ditandai dengan pulpen, kemudian diameter transversal indurasi diukur dengan alat
pengukur transparan, dan hasilnya dinyatakan dalani milimeter. Jika tidak timbul indurasi
sama sekali, hasilnya dilaporkan sebagai 0 mm, jangan hanya dilaporkan sebagai negative.
Secara umum, hasil uji tuberkulin dengan diameter indurasi > 10 mm dinyatakan positif tanpa
menghiraukan penyebabnya.
Pada anak balita yang telah mendapat BCG, diameter indurasi 10—15 mm dinyatakan
uji tuberkulin positif, kemungkinan besar karena infeksi TB alamiah, tetapi masih mungkin
disebabkan oleh BCGnya. Akan tetapi, bila ukuran indurasi >15 mm, hasil positif ini sangat
mungkin karena infeksi TB alamiah. Pada keadaan tertentu, yaitu tertekannya sistem imun
(imunokompromais), maka cut off-point hasil positif yang digunakan adalah ≥5 mm.
Uji tuberkulin positif dapat dijumpai pada tiga keadaan sebagai berikut:
1. Infeksi TB alamiah
23
2. Dalam masa inkubasi infeksi TB.
3. Anergi.
2. Radiologis
Gambaran foto toraks pada TB tidak khas; kelainan-kelainan radiologis pada TB dapat juga
dijumpai pada penyakit lain. Sebaliknya, foto toraks yang normal (tidak terdetek secara
radiologis) tidak dapat menyingkirkan diagnosis TB jika klinis dan pemeriksaan penunjang
lain mendukung. Secara umum gambaran radiologis yang sugestif TB adalah : pembesaran
kelenjar hilus dengan/tanpa infiltrate, konsolidasi segmental, milier, kalsifikasi dengan
infiltrate, atelektasis, infiltrate, efusi pleura, tuberkuloma.
3. Mikrobiologis
Diagnosis pasti TB ditegakkan bila ditemukan kuman TB pada pemeriksaan mikrobiologis.
pemeriksaan mikrobiologis yang dilakukan terdiri dari dua macam: pemeriksaan
mikrobiologis apusan langsung untuk BTA dan pemeriksaan biakan kuman M. tubercuosis
Obat TB diberikan dalam paduan obat tidak boleh diberikan dalam monoterapi
Pemberian gizi yang kuat
Mencari penyakit penyerta dan jika ada ditatalaksana secara simultan.
Tatalaksana medikamentosa TB anak terdiri dari terapi (pengobatan) dan profilaksis
(pencegahan). Terapi TB diberikan pada anak yang sakit TB, sedangkan profilaksis TB
diberikan pada anak yang kontak TB (profilaksis primer atau anak yang terinfeksi TB tanpa
sakit TB (profilaksis sekunder)).
Prinsip dasar terapi TB adalah minimal 3 macam obat dan diberikan dalam waktu
relatif lama (6-12 bulan). Pengobatan TB dibagi dalam 2 fase yaitu fase intensif (2 bulan
pertama) dan sisanya sebagai fase lanjutan (4 bulan kecuali pada TB berat). Pemberian
24
paduan obat ini ditujukan untuk mencegah terjadinya resistensi obat dan untuk membunuh
kuman intraseluler dan ekstraseluler. Sedangkan pemberian obat jangka panjang selain untuk
membunuh kuman juga untuk mengurangi kemungkinan terjadinya kekambuhan. OAT
diberikan setiap hari dengan paduan obat yaitu rifampisin, isoniazid dan pirazinamid. Pada
fase intensif diberikan rifampisin, isoniazid dan pirazinamid. Sedangkan pada fase lanjutan
diberikan rifampisin dan isoniazid. Untuk kasus TB tertentu yaitu : TB milier, efusi pleura
TB, perikarditis TB, TB endobronkial, meningitis TB, dan peritonitis TB diberikan
kortikosteroid (prednison) dengan dosis 1-2 mg/kg BB/hari, dibagi 3 dosis. Lama pemberian
kortikosteroid adalah 2-4 minggu dengan dosis penuh dilanjutkan taffering off dalam jangka
waktu yang sama. Tujuan pemberian steroid adalah untuk mengurangi proses inflamasi dan
mencegah terjadinya perlekatan jaringan.
25
Untuk meningkatkan kepatuhan pasien dalam menjalani pengobatan yang relatif lamadengan
jumlah obat yang banyak, paduan OAT disediakan dalam bentuk Kombinasi Dosis
Tepat/Fixed dose Combination.
Tablet RHZ yang merupakan tablet kombinasi dari R (Rifampisin), H (Isoniazid), dan
Z (Pirazinamid) yang digunakan dalam tahan intensif
Tablet RH yang merupakan tablet kombinasi dari R (Rifampisin) dan H 9Isoniazid)
yang digunakan pada tahap lanjutan.
Jumlah tablet KDT yang diberikan harus disesuaikan dengan berat badan anak dan
komposisi dari tablet KDT tersebut.
Tablet berikut ini adalah contoh dari dosis KDT yang komposisi tablet RHZ adalah R=75mg,
H=50mg, Z=150mg dan komposisi tablet RH adalah R=75mg dan H=50mg.
DAFTAR PUSTAKA
1. Rahajoe NN, Supriyatno B, Setyano DB. Buku Ajar Respirologi Anak. 1 st ed.
Jakarta:Badan Penerbit IDAI. 2008.
2. Hardiono, dkk. 2005. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak.Ed.I. 2004. Jakarta:
Badan Penerbit IDAI.
26
3. Werdhani, Retno A. Patofisiologi, Diagnosis, dan Klasifikasi Tuberkulosis. Jakarta:
Departemen Ilmu kedokteran Komunitas, Okupasi, dan Keluarga FKUI.2002.
27