Pendahuluan
Karsinoma Nasofaring merupakan tumor ganas kepala leher yang paling banyak
ditemukan. Hampir sekitar 60 %. Diikuti tumor hidung dan sinus parasanal 18%,
laring 16% sisanya adalah tumor ganas rongga mulut, lidah dan tonsil (Roezin A,
1990).
Galindo RC dalam Adam M (2009) mengatakan bahwa Karsinoma nasofaring (KNF)
merupakan salah satu bentuk keganasan kepala dan leher yang mempunyai
karakteristik yang khas baik secara histologi, epidemiologi dan biologi. Sedangkan
Laskar S, Sanghavi V, Muckaden AM, Ghosh S, Bhalla V, Banavali S, et al. dalam
Adam M (2009) menyebutkan bahwa KNF adalah tumor yang berasal dari sel epitel
yang menutupi permukaan nasofaring. Karsinoma nasofaring jarang ditemukan pada
anak, walau di daerah endemik sekalipun.
Kekerapan cukup tinggi pada ras mongoloid, Paling banyak pada penduduk cina
selatan (2500 kasus baru/ tahun) diikuti Hongkong, Vietnam, Thailand, Malaysia,
Singapura dan Indonesia (Roezin A, 1990). Galindo RC, A yan I, Laskar S, Selek U,
Roezin A, McDermott AL, Yufeng D, dalam Adam M (2009) mengatakan bahwa di
Tunisia, insiden KNF relatif meningkat. Insiden KNF hampir sama terjadi di Inggris
dan India yaitu sebesar 0,9 per satu juta penduduk, tetapi dalam dua dekade terakhir
terjadi peningkatan yang sama pada usia yang lebih muda. Insiden yang jarang
ditemukan di Jepang, Eropa dan Amerika Utara. Distribusi umur KNF di Amerika
Utara dan Mediterania bersifat bimodal, yaitu terjadi peningkatan pada usia 10–20
tahun dan pada umur 40–60 tahun. Insiden KNF pada anak-anak di bawah usia 16
tahun di Cina sebesar 1%–2%, di UK 2%–4%, di Turki 1%–2%, USA 10%, Israel
12%, Kenya 13%, Tunisia 14%–15%, India 11% dan Uganda 18%. Walaupun
terdapat angka kekerapan yang bervariasi pada tiap kelompok etnik dan geografis,
dari seluruh kanker insiden KNF sebesar 1%–5%, tetapi 20%–50% merupakan
keganasan primer di nasofaring pada anak. Pada anak angka median umur untuk
perkembangan KNF adalah 13 tahun dan insiden tertinggi terjadi pada laki-laki (rasio
laki-laki dan perempuan 2,8:1), dan lebih sering ditemukan pada orang kulit hitam.
Penyebab karsinoma nasofaring adalah virus Epstein-Barr. Titer anti virus EBV tinggi
pada orang terkena kanker nasofaring. Penyebab lain yang kemungkinan
mempengaruhi adalah : letak geografis, rasial, jenis kelamin, genetik, pekerjaan,
lingkunagan, kebiasaan hidup, kebudayaan, sosial ekonomi, infeksi.
1. Rinoskopi posterior
2. Nasofaringoskopi fiber/rigid
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Radiologik
Pemeriksaan Patologi
Patologi Anatomi
Karsinoma nasofaring dengan spesimen berasal dari biopsi
nasofaring. Hasil biopsi menunjukkan jenis keganasan dan derajat diferensiasi.
Pengambilan spesimen biopsi dari nasofaring dapat dikerjakan dengan bantuan
anestesi lokal ataupun dengan anestesi umum.
Biopsi Nasofaring Dengan Anestesi Lokal:
Biopsi dilakukan dengan menggunakan tang biopsi yang dimasukkan melalui hidung
atau mulut dengan tuntunan rinoskopi posterior atau tuntunan nasofaringoskopi
rigid/fiber.
Pembesaran kelenjar leher yang diduga keras sebagai metastasis tumor ganas
nasofaring yaitu, internal jugular chain superior, posterior cervical triangle node,
dan supraclavicular node jangan di biopsi dulu sebelum ditemukan tumor induknya.
Yang mungkin dilakukan adalah FNAB atau biopsi aspirasi jarum halus (Kemenkes,
2015).
Diagnosis Banding
- Limfoma
- Proses non keganasan (TB kelenjar)
- Metastasis (tumor sekunder)
Histopatologi
Menurut WHO ada 3 bentuk karsinoma (epidermoid) pada nasofaring. Karsinoma sel
skuamosa /berkeratinisasi (keratinized cell carcinoma), kersinoma tidak
berkeratinisasi (non keratinized cell carcinoma) dan karsinoma tidak berdiferensiasi
(non defiriented cell carcinoma). (Roezin A, 1990)
Stadium
Klasifikasi TNM (AJCC/UICC 2002) dalam Kemenkes 2015 membagi dalam :
Tumor Primer (T)
- Tx Tumor primer tidak dapat dinilai
- T0 Tidak terdapat tumor primer
- Tis Karsinoma in situ
. T1 Tumor terbatas pada nasofaring
. T2 Tumor meluas ke jaringan lunak nasofaring dan/atau nasal
fossa
T2a Tanpa perluasan ke parafaringeal
T2b Dengan perpanjangan parafaringeal
. T3 Tumor masuk ke struktur tulang dan atau sinus paranasal/ orofaring
. T4 Tumor dengan perluasan intrakranial dan atau keterlibatan saraf kranial,
infratemporal fossa, hipofaring atau orbita
.
KGB regional (N)
- NX KGB regional tidak dapat dinilai
- N0 Tidak terdapat metastasis ke KGB regional
- N1 Metastasis bilateral di KGB, 6cm atau kurang di atas fosa
suprakavikula
- N2 Metastasis bilateral di KGB, 6cm atau kurang dalam dimensi
terbesar di
atas fosa supraklavikula
- N3 Metastasis di KGB, ukuran >6cm
o N3a Ukuran >6cm
o N3b Perluasan ke fosa supraklavikula
Stadium 0 Tis N0
Stadium I T1 N0
Terapi
Radioterapi
Radiasi diberikan kepada seluruh stadium (I, II, III, IV lokal) tanpa metastasis jauh
(M1) dengan sasaran radiasi tumor primer dan KGB leher dan supraklavikula.
Hsu, 1982, Chew, 1987; Sham, 1990; Susworo, 1990; Fu, 1993; Hussey, 1993;
Suhartati, 1999 dalam Kentjono AW, 2003 menyatakan bahwa radioterapi sampai
sekarang masih merupakan terapi pilihan utama untuk penderita KNF untuk KNF
yang belum ada metastasis jauh. Radiasi yang diberikan diharapkan dapat
memperbaiki kuaiitas hidup dan memperpanjang kelangsungan hidup penderita: KNF
termasuk dalam golongan penyakit kanker yang dapat disembuhkan dengan
penyinaran (radiocurable), terutama bila masih dini (stadium I, II). Shanmugaratnam,
1988 dalam Kentjono AW, 2003 menyatakan dasar pertimbangan pemilihan radiasi
sebagai pengobatan pilihan utama untuk KNF terutama didasarkan fakta bahwa secara
histopatologis kebanyakan (75%-95%) KNF dari jenis karsinoma undifferensiated
(WHO tipe 3) dan karsinoma non keratinisasi (WHO tipe 2) yang sangat radiosensitif
Alasan lainnya adalah faktor anatomi nasofaring yang terletak didasar tengkorak
dengan banyak organ vital menyebabkan tindakan pembedahan ekstensif untuk
memperoleh daerah bebas tumor (free margin) sangat sulit dikerjakan (Bailet, 1992;
Neel, 1993 dalam Kentjono AW, 2003). Radiasi eksterna (teleterapi) pada KNF
stadium loko-regional harus diberikan dengan dosis yang cukup tinggi (sekitar 7000
cGy), ditujukan pada tumor primer di nasofaring dan daerah perluasan maupun
metastasisnya di kelenjar getah bening leher. Radioterapi dikatakan berhasil bila
tercapai eradiasi semua sel kanker yang viable (Djakaria, 1989; Hussey, 1993 dalam
Kentjono AW, 2003).
Radiasi eksterna yang mencakup tumor bed (nasofaring) beserta kelenjar getah bening
leher, dengan dosis 66 Gy pada T1-2 atau 70 Gy pada T3-4; disertai penyinaran
kelenjar supraklavikula dengan dosis 50 Gy.
Radiasi intrakaviter sebagai radiasi booster pada tumor primer diberikan dengan dosis
(4x3 Gy) sehari 2x.
Bila diperlukan booster pada kelenjar getah bening diberikan
penyinaran dengan elektron.
Radiasi bertujuan paliatif diberikan pada stadium IV dengan metastasis tulang, paru,
hati atau otak.
Kemoterapi
Obat-obatan Simptomatik
Keluhan yang biasa timbul saat sedang diradiasi terutama adalah akibat reaksi akut
pada mukosa mulut, berupa nyeri untuk mengunyah dan menelan.
Keluhan ini dapat
dikurangi dengan obat kumur yang mengandung antiseptik dan adstringent, (diberikan
3 – 4 sehari). Bila ada tanda- tanda moniliasis, dapat diberikan antimikotik.
Kepustakaan
Roezin A, 1990. Karsinoma Nasofaring. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok Kepala Leher. Edisi kelima. Ed. Soepardi ES, Iskandar N.