Anda di halaman 1dari 10

Acute and Chronic Rhinosinusitis, Pathophysiology and Treatment

ABSTRAK

Sinusitis akut dan rinosinusitis kronis merupakan suatu penyakit yang umum terjadi.
Rinosinusitis kronis terjadi karena infeksi atau inflamasi pada sinus paranasal. Gejala
klinis yang muncul pada akut sinusitis diantaranya adalah rinorea, batuk, demam,
terdapat cairan kental pada hidung. Komplikasi dari rinosinusitis kronis memiliki lima
tahap yaitu sellulitis, subperiosteal abses, orbital abses dan kavernosus thrombosis sinus
septik. Sinusitis akut kebanyakan disebabkan oleh virus yaitu rinovirus, virus korona,
dan virus influenza. Sementara bakteri yang dapat menyebabkan sinusitis yaitu
Streptococcus pneumonia, Haemophilus influenza dan Moraxella catarrhalis. Bakteri
yang ditemukan di biofilm miliki Resistensi antibiotik yang meningkat hingga 1000 kali
dibandingkan bakteri. Sinusitis juga diakibatkan oleh invasi jamur pada pasien dengan
diabetes, imunodefisiensi, transplantasi dan AIDS. Sinusitis bakteri dan virus sulit
dibedakan. Diagnosis sinusitis akut harus di lakukan pemeriksaan klinis. CT scan sinus
berguna untuk pasien dengan komplikasi dan pada pasien yang akan dioperasi sinus.
MRI mungkin memiliki peran dalam diagnosis rinitis jamur. Manfaat dari Bedah Sinus
Endoskopi Fungsional (FESS) baru dikembangkan. Pengobatan dengan balloon
sinuplasty memang menjanjikan. Sebuah antibiotik jangka pendek sangat membantu
dalam diagnosis klinis sinusitis bakteri.

Kata Kunci: Rinosinusitis kronis, Patofisiologi, dan pengobatan

1
I. Pendahuluan

Sinusitis, juga dikenal sebagai rinosinusitis, adalah radang sinus paranasal. Dapat
disebabkan oleh infeksi, alergi, atau masalah autoimun. Lebih dari 24 juta kasus di
Amerika Serikat. Kejadian maksilaris sinusitis telah ditemukan pada arkeologi manusia
di Afrika, Amerika Utara, dan Eropa.1 Hippocrates menyatakan terdapat hubungan
antara palatum, sumbatan pada hidung, sakit kepala, dan cairan telinga dengan
rinosinusitis yang terkait dengan otitis media. Deskripsi akurat dari sinus paranasal
dilakukan oleh Vesalius pada abad ke-16, dan kasus-kasus sinusitis pendukung adalah
oleh Antonio Molinetti di Venesia pada tahun 1697. Klasifikasi sinusitis atau
rinosinusitis diantaranya :

a) rinosinusitis akut - infeksi baru yang mungkin berlangsung hingga empat


minggu dan dapat dibagi secara simtomatik menjadi parah dan tidak parah. b)
rinosinusitis akut berulang empat atau lebih dan episode sinusitis akut yang
terjadi dalam waktu satu tahun c) rhinosinusitis sub-akut - infeksi yang
berlangsung antara empat dan 12 minggu, dan transisi antara infeksi akut dan
kronis) rinosinusitis kronis dengan tanda dan gejala berlangsung lebih dari 12
minggu dan e) eksaserbasi akut rinosinusitis kronis memburuk. Semua jenis
sinusitis ini memiliki gejala yang sama, dan karena itu sulit untuk dibedakan.
Sekitar sembilan puluh persen orang dewasa memiliki sinusitis di beberapa titik
dalam kehidupan mereka. 2

Diagnosis sinusitis virus bakteri akut dengan Xrays, CT-Scan atau MRI tidak
direkomendasikan kecuali pada pasien yang komplikasi. sinusitis nasal endoskopi, dan
gejala klinis juga digunakan untuk menegakkan diagnosa. Kultur yang diperoleh
melalui endoskopi atau oleh aspirasi sinus, dapat mengisolasi bakteri Streptococcus
pneumoniae, Haemophilus influenza, Streptococcal spp, Moraxilla catarrhalis,
Staphylococcus aureus, methicillin resistant Staphylococcus aureus (MRSA) dan
lainnya.3

2
Pengobatan yang disarankan untuk kasus sinusitisadalah istirahat dan minum cukup
air, antibiotik tidak dianjurkan untuk kebanyakan kasus, Semprotan hidung dekongestan
mengandung oxymetazoline dapat meringankan gejala. Namun, jika gejala tidak sembuh
dalam waktu 10 hari, amoxicillin dapat digunakan sebagai pengobatan pertama jika
tidak menunjukkan gejala yang membaik. Terdapat batasan untuk pengobatan jangka
pendek menggunakan kortikosteroid oral untuk rinosinusitis kronis dengan polip
hidung. Pembedahan dipertimbangkan untuk pasien yang tidak membaik dengan
pengobatan. Makalah ini mengulas literatur, patofisiologi dan pengobatan rinosinusitis
akut dan kronik saat ini.

II. Patofisiologi

Patogenesis rinosinusitis melibatkan tiga elemen kunci: ostia sinus sempit, disfungsi
aparatus siliaris, dan sekresi sinus kental. ostia sinus yang sempit menentukan stadium
penyumbatannya. Faktor pencetus obstruksi ostia adalah mukosa yang membengkak
menyebabkan penyumbatan mekanis. infeksi virus saluran pernafasan atas dan
peradangan alergi yang paling sering dan paling penting. Selama episode akut rinitis,
ostia hanya mempengaruhi sekitar 20%. Bila penyumbatan ostium sinus terjadi, Ada
peningkatan tekanan di dalam rongga sinus. Karena oksigen terkuras di tempat tertutup
ini, maka tekanan pada sinus negatif terhadap tekanan atmosfir. Tekanan negatif ini
memungkinkan pengenalan bakteri hidung ke sinus saat menarik dan menghembuskan
nafas. Saat obstruksi sinus ostium terjadi, sekresi mukosa berlanjut, mengakibatkan
akumulasi cairan di sinus.4

Pemeriksaan CT-Scan serial menunjukkan sampai 1 ml cairan kental masuk ke


sinus saat pasien berusaha mengeluarkan cairan dari hidung mereka. Mekanisme ini
potensial untuk mencemari sinus, terutama selama flu biasa. Namun, anak kecil yang
tidak Meniup hidung mereka masih mengalami sinusitis bakteri akut, jadi harus ada
beberapa faktor yang berperan dalam perkembangan infeksi akut. Disfungsi sistem
mukosiliar juga berperan terhadap patogenesis sinusitis. Serta struktur dan fungsi
aparatus mukosiliar juga terganggu. Dalam sebuah penelitian tentang anak-anak dengan

3
infeksi saluran pernafasan atas karena virus dilakukan biopsi mukosa hidung untuk
pemeriksaan ultrastruktur silia. Bentuk silia dismorfik yang melibatkan kelainan
mikrotubulus diamati selama fase akut (7 hari) sakit, Sekresi sinus juga berperan dalam
patogenesis sinusitis. Mukosa di saluran pernapasan terdiri dari dua lapisan yaitu Fase
sol merupakan lapisan dengan viskositas rendah yang menyelimuti poros silia dan
Lapisan yang lebih kental, fase gel. Perubahan pada lapisan mukosa, yang terjadi pada
inflamasi dapat mengganggu pergerakan siliaris.5

Secara historis, diyakini bahwa berkurangnya aliran udara melalui saluran hidung
mempengaruhi perkembangan rinosinusitis. Namun, hipotesis ini tidak menemukan
bukti yang kuat bahwa aliran udara yang berkurang merupakan faktor dalam patologi
sinus. Perubahan histologis pada sinus dapat terjadi meliputi edema deskuamasi epitel,
dan hiperplasia sel goblet. Berger dan rekan meneliti biopsi dari manusia yang memiliki
sinusitis akut, dan menemukan bahwa lapisan epitel sinus tetap utuh. Sebaliknya, lamina
propria menunjukkan edema dan infiltrasi neutrofil dan sel mononuklear yang sangat
besar, termasuk limfosit dan sel plasma yang agregat serta sel inflamasi dengan abses
mikro juga terdeteksi.4

Trombosis pembuluh darah dan nekrotik harus diamati pada pasien dengan
komplikasi akut sinusitis. Pewarnaan imunohistologis menunjukkan limfosit T yang
tersebar di seluruh lamina propria, dengan agregat padat limfosit B. Analisis produksi
sitokin dalam sinusitis menunjukkan bahwa interleukin-8 (IL-8), chemoattractant yang
ampuh untuk neutrofil, diregulasi di sinus selama infeksi akut. Pasien dengan sinusitis
akut, penyembuhan lendir terjadi selama beberapa minggu setelah infeksi. Dalam
sebuah peneliatian gejala klinis dapat sembuh dalam tiga hari pengobatan pada
kebanyakan pasien.6

4
III. Etiologi

Rongga hidung terdapat flora normal pernapasan yang dapat dengan


mengontaminasi sinus paranasal. sinusitis akut biasanya berasal dari infeksi saluran
pernapasan sebelumnya. Dapat disebabkan oleh virus rinovirus, coronavirus, dan
influenza, yang lainnya disebabkan oleh adenovirus, para influenza dan
metapneumovirus. Jika infeksi berasal dari bakteri, tiga penyebab paling umum adalah
Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenza, dan Moraxella catarrhalis.
Haemophilus influenza merupakan penyebab tersering pada infeksi sinus, bakteri
penyebab sinusitis lainnya termasuk Staphylococcus aureus dan spesies streptococci.7

Sinusitis viral biasanya berlangsung selama 7 sampai 10 hari. sedangkan sinusitis


bakteri lebih gigih. Sekitar 0,5% sampai 2% sinusitis virus menyebabkan sinusitis
bakteri berikutnya. Hal ini dianggap iritasi pada nasal akibat meniup hidung
menyebabkan infeksi bakteri sekunder. Sinus akut juga bisa terjadi karena invasi jamur.
Infeksi ini biasanya terlihat pada penderita diabetes atau defisiensi imun (misalnya,
pasien AIDS atau transplantasi dengan obat anti- imunosupresif) dan dapat mengancam
nyawa. Pada penderita diabetes tipe 1, ketoasidosis dapat dikaitkan dengan sinusitis
akibat mucromycosis. Aspergillus, Bipolaris, Curvularia dan Exserohilum telah
dikaitkan dengan penyakit sinus karena jamur. Bahan kimia juga bisa memicu sinusitis.
Seperti asap rokok dan asap klorin. Berdasarkan penelitian terbaru sinusitis kronis
disebabkan oleh invasi jamur tetapi hal ini masih menjadi perdebatan. Belum jelas
apakah jamur merupakan faktor yang mempengaruhi sinusitis kronis.8

IV. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis sinusitis bakteri yang didapat masyarakat dapat ditemukan tiga
tanda yaitu gejala persisten, ditandai dengan nasal discharge atau batuk atau keduanya
yang bertahan lebih dari 10 hari tanpa perbaikan. Gejala selanjutnya yang mungkin
terjadi adalah edema periorbital, halitosis dan demam. Yang kedua ditandai dengan
awitan gejala berat. Demam disertai cairan hidung yang purulen selama 3 sampai 4 hari.

5
Pasien ini sering tampak sakit. Gejala yang ketiga yaitu Pasien batuk, nasal discharge,
dan hidung tumpet tapi kemudian memburuk dalam waktu 10 hari. rinosinusitis kronis
memiliki gejala selama 12 minggu. Presentasi setiap pasien ditandai dengan
mukopurulen anterior atau posterior dan nasal obstruction. Nyeri pada wajah atau
tekanan, serta hiposmia dengan penyakit sinus kronis. Terdapat cairan mukopurulen
pada hidung, edema di daerah maksila atau frontal mungkin ada, tapi ini adalah temuan
yang tidak dapat diandalkan. Edema periorbital dan perubahan warna pada kulit di
bawah kelopak mata kadang-kadang bisa dijumpai.8

Napas yang berbau busuk tanpa adanya penyakit gigi atau faringitis eksudatif dapat
ditemukan pada sinusitis akut. Sinusitis kronis ditandai dengan ketidaknyamanan pada
wajah dan adanya cairan mukopurulen pada hidung Infeksi pada kelopak mata juga bisa
terjadi. Komplikasi yang dapat terjadi adalah infeksi tulang (osteomyelitis) dahi dan
tulang wajah lainnya edema. Infeksi sinus juga bisa menyebabkan masalah telinga
tengah karena kongesti nasal. Halitosis sering disebut sebagai gejala kronis rinosinositis,
bagaimanapun, belum diterapkan. Secara teoritis ada beberapa kemungkinan mekanisme
objektif dan subjektif yang dapat menyebabkan halitosis. 7

Dalam kasus ekstrim pasien mengalami perubahan kepribadian ringan, sakit kepala,
kesadaran menurun, visual terganggu, koma dan kemungkinan kematian. Chandler dkk.
Membagikan menjadi lima tahap sesuai dengan tingkat keparahannya yang meliputi1)
selulitis preseptal 2) selulitis orbital 3) abses subperiosteal 4) abses orbital dan 5)
trombosis septik sinus kavernosa. Sinusitis bisa meluas ke sistem saraf pusat di mana ia
dapat menyebabkan trombosis sinus kavernosa, meningitis retrograde, epidural, dan
abses otak.6

6
V. Diagnosis

Gejala dan tanda rinosinusitis virus begitu erat dengan bakteri. Endoskopi
merupakan pemeriksan goldstandard. Williams dkk meneliti 247 pria dengan dugaan
sinusitis menggunakan empat tampilan radiografi polos sebagai standar Diagnosis.
Tanda dan gejala menunjukkan korelasi yang paling konsisten dengan radiograf
abnormal diantaranya adalah sakit pada daerah maksila, respons yang buruk terhadap
dekongestan, cairan hidung yang purulen. rhinore pada pemeriksaan, dan trans positif
pada pemeriksaan fisik. Bila kelima faktor itu ada sekitar 92% mengarah pada sinusitis.9

Studi tentang mikrobiologi sinusitis pada anak-anak menunjukkan bahwa rinorea


bertahan setidaknya 10 hari tanpa perbaikan. Temuan ini kemudian divalidasi oleh
sebuah penelitian pada anak-anak yang menjalani rawat jalan dengan menggunakan
radiograf polos sebagai tes diagnostik konfirmasi. Dari 2000 anak dengan keluhan
pernafasan, sekitar 135 orang mengalami gejala paling sedikit 10 hari. Bukti radiografi
sinusitis sekitar 92,5% pasien ini, menunjukkan korelasi kuat antara 10 hari gejala
dengan adanya sinus.10

Sinusitis akut baik Sinusitis bakteri maupun virus sulit dibedakan. Bila gejalanya
kurang dari 10 hari hal itu dianggap virus sinusitis. Bila gejalanya berlangsung lebih dari
10 hari, hal itu dianggap sebagai bakteri sinusitis. CT-Scan atau MRI umumnya tidak
dianjurkan kecuali bila komplikasi berkembang. Nyeri disebabkan oleh sinusitis
kadang-kadang sulit dibedakan dengan pulpitis (sakit gigi) gigi rahang atas. Nyeri yang
meningkat saat memiringkan kepala ke depan dapat membedakan sinusitis dan pulpa.9

Kronik sinusitis berlangsung lebih dari 12 minggu, CT scan direkomendasikan.


Endoskopi nasal, dan Gejala klinis juga digunakan untuk membuat diagnosis positif.
Sampel jaringan untuk histologi dan kultur dapat dilakukan. Pada studi meta-analisis
menggunakan radiograf polos dengan tusukan sinus dan kultur menunjukkan sensitivitas
90% dan spesifisitas 61% untuk radiograf polos. Singkatnya, diagnosis sinusitis
akutharus dilakukan berdasarkan alasan klinis pada kebanyakan pasien. CT sinus

7
berguna untuk evaluasi pasien denganomplikasi infraorbital atau intrakranial sinusitis
masih dipertimbangkan. MRI mungkin memiliki peran dalam diagnosis rinitis jamur dan
berguna dalam diagnosis komplikasi intrakranial sinusitis.8

VI. Tatalaksana

Semprotan hidung dekongestan yang mengandung oxymetazoline dapat meringankan


gejala tetapi obat ini tidak boleh digunakan lebih dari waktu yang disarankan.
Penggunaan yang lebih lama dapat menyebabkan sinusitis rebound. Tidak jelas apakah
irigasi hidung, antihistamin, atau dekongestan bekerja pada anak-anak dengan sinusitis
akut. Sebagian besar sinusitis disebabkan oleh virus dan tidak akan sembuh dengan
antibiotik. Antibiotik hanya dianjurkan jika gejala lebih dari 10 hari. Antibiotika secara
khusus tidak dianjurkan karena efek yang buruk pada minggu pertama infeksi akibat
penyakit ringan / sedang, resistensi antibiotik, dan biaya. Berdasarkan pedoman tahun
2012 dari Infectious Diseases Society of America (IDSA) merekomendasikan
amoxicillin-clavulanate sebagai pengobatan awal untuk sinusitis bakteri. Pedoman ini
juga merekomendasikan terhadap antibiotik lain yang umum digunakan, termasuk
azitromisin, klaritromisin dan trimetoprim / silfametoksazol, karena resistansi obat yang
terus meningkat.10

Antibiotik short-course (3-7 hari) nampaknya sama efektifnya dengan durasinya


yang khas (10-14 hari). Pedoman AIDS menyarankan antibiotik lima sampai tujuh hari
cukup lama untuk mengobati infeksi bakteri. Pembedahan perlu dipertimbangkan untuk
orang-orang yang tidak diuntungkan dengan pengobatan. Pembersihan antral maxillary
dengan menusuk sinus dan disiram dengan garam untuk membersihkan lendir. studi
pasien dengan sinusitis kronis menemukan bahwa washout tidak memberi manfaat
tambahan. Manfaat Fungsional Endoskopi Sinus Surgery (FESS) adalah dapat
mengurangi sinus dan meminimalkan komplikasi pasca operasi. Penggunaan stent obat
eluting seperti propel implan feroate mometasome dapat membantu pemulihan setelah
operasi.9

8
Pengobatan lain yang baru dikembangkan adalah balon sinuplasty Metode ini
mirip dengan balon angioplasti yang digunakan untuk "unclog" arteri jantung,
memanfaatkan balon dalam upaya untuk memperluas bukaan sinus dengan cara yang
kurang invasif. Pengobatan sinus masih dalam perdebatan tapi tampak menjanjikan.
Namun, pembedahan bisa dianggap sebagai Pilihan pengobatan untuk pasien dengan
sinusitis kronis termasuk yang tidak mengalami perubahan dengan terapi medis.10

VII. KESIMPULAN

Rinosinusitis akut dan kronis memiliki gejala yang sama. Meskipun rinosinusitis
akut lebih sering terjadi. Penelitian menghubungkan tanda dan gejala dengan hasil
radiografi atau kultur.

9
REFERENSI

1. Anon JB.”Upper respiratory infections”Am J Med.2010;123(4 Suppl).


2. Roberts CA.A bioarcheological study of maxillary sinusitis. Am J Phys
Anthropol. 2007;133:792-807.
3. Kelly Headache and sinus disease. An historical survey. OtolaryngolOtol.
1946;61:542-57.
4. Christine Radojicic.”Sinusitis”.Disease Management Project.Cleveland
Clinic.2012.
5. Pearlman AN,Cloney DB.”Review of current guidelines related to the diagnosis
and treatment of rhinosinusitis:Curr Opin Otolaryn Otol & Head NeckSurg.
2008; 16(3):226-30.
6. Rosenfield RM,Andes D,Bhattacharyya N,et al.”Clinical practice guideline:
adult sinusitis”Otolaryn Head Neck Surg.J Am Acad Otolaryn Head Neck Surg.
2007; 137(3Suppl):SI-31.
7. Leung RS,Katial R.”The diagnosis and management of acute and chronic
sinusitis”.Primary Care.2007;35(1):11-24.
8. Harrison’s Manual of Medicine 16/e
9. Talbot GH, Kennedy DW,Scheld WM,et al.Rigid nasal endoscopy versus sinus
punctureaspiration for microbiologic documentation of acute bacterial maxillary
sinusitis.Clin Infect Dis.2001;33:1668-75.
10. Consumer Reports;American Academy of Allergy,Asthma,and
Immunology.”Treating sinusitis:Don’t rush to
antibiotics.(http://consumerhealthchoices.org/wp-content/ uploads/”2012/04.

10

Anda mungkin juga menyukai