Anda di halaman 1dari 9

TUGAS 3

FIELD TRIP

OLEH :

MIMI AMALUDIN (NPM : 1714101110008)


MURJANI (NPM : 1714101110008)
BARBITAL W P (NPM : 1714101110008)

PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

BANJARMASIN

2018
PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM PENGALAMAN PADA KLIEN
HIV DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH ULIN BANJARMASIN

Pernyataan Pembuka
Saya sangat tertarik untuk mengetahui pengalaman bapak/Ibu yang mengalami HIV.
Mohon/Ibu bapak menceritakan pengalaman tersebut. Bapak bisa menceritakan apa
saja terkait dengan pengalaman tersebut, termasuk semua peristiwa, pendapat, pikiran
dan perasaan yang bapak/ibu alami.

Contoh pertanyaan yang dapat diajukan untuk memfasilitasi wawancara antara lain:
1. Saya ingin mendapatkan gambaran pemahaman bapak tentang gangguan dan
masalah HIV, khususnya dengan masalah HIV yang Bapak/Ibu alami. Coba
sampaikan apa yang Bapak ketahui tentang hal tersebut.
2. Saya ingin mendapatkan gambaran tentang pengalaman bapak selama menjalani
hidup dengan sebelum dan saat di diagnosis HIV, coba ceritakan bagaimana
pengalaman dan persepsi bapak?
3. Terkait lingkungan sosial perubahan apa saja yang bapak/Ibu alami setelah di
diagnosis HIV? Bagaimana perasaan bapak terhadap perubahan tersebut? Apa
yang membuat bapak merasa demikian?
4. Bagaimana kehidupan pribadi bapak setelah didiagnosis dan masalah HIV?
Bagaimana perasaan bapak/ibu terhadap perubahan tersebut? Apa yang membuat
bapak merasa demikian?
5. Bagaimana sikap dan perasaan bapak/ibu terhadap perubahan tersebut dan
bagaimana upaya bapak menghadapi masalah tersebut?
6. Bagaimana/seperti apa bapak/ibu melihat diri bapak/ibu saat ini?
7. Selama bapak/ibu didiagnosis, keluhan apa saja yang penah bapak rasakan?
Misalnya sariawan, dieare, Tb paru dll.
8. Setelah didiagnosis HIV apa ada perubahan di lingkungan kerja ? Misalnya
dipecat atau di skor?
9. Apa ada pihak atau lembaga yang meyarankan Bapak/Ibu untuk di karantina?
Bgaimana pendapat Bapak/Ibu terkait dengan karantina tersebut?
10. Apa ada di lingkungan kerja bapak di anjurkan untuk cek berkala terkait HIV?
Apa pendapat Bapak/Ibu terkait cek berkala tersebut?
11. Apa saja dampak/akibat yang terjadi pada diri bapak sehubungan dengan
masalah/gangguan HIV yang bapak/Ibu derita? Bagaimana perasaan bapak
terhadap dampak tersebut? Apa yang membuat bapak merasa demikian?
12. Bantuan seperti apa saja yang dibutuhkan bapak/ibu untuk mengatasi masalah
yang dihadapi saat ini?
13. Harapan apa sajakah yang bapak inginkan atas kondisi gangguan seksual yang
Bapak alami ini?
14. Harapan apa sajakah yang bapak inginkan pada petugas kesehatan sehubungan
dengan masalah HIV yang bapak alami? Kenapa harapan itu muncul?
15. Harapan apa sajakah yang bapak inginkan pada fasilitas kesehatan sehubungan
dengan masalah HIV yang bapak alami? Kenapa harapan itu muncul?
16. Adakah hal lain yang bapak bisa sampaikan tentang pengalaman bapak/ibu
setelah didiagnosis HIV?
Hasil Analisis Fieldtrip

Identitas Klien
Nama : Tn T
Usia : 44 Tahun

Nama : Ny H
Usia : 34 Tahun

Tn T menceritakan pertama kali terdiagnosis TB pada tahun 1999. Tn T menceritakan


dulu sering jajan pada saat bekerja diperusahaan kayu. Pada saat bekerja didaerah
terpencil tidak ada hiburan sehingga sering mennyewa PSK. PSK yang disewa
berjumlah 5 orang dan di gunakan jasanya sebanyak 100 orang. Hal tersebut
dilakukan dari rentang waktu yang lama sehingga Tn T tidak mengetahui kapan
secara pasti terdiagnosis TB. Pertama kali Tn T berniat untuk melakukan tes HIV
pada tahun 1999 karena sahabat karib Tn T di perusahaan dulu sudah terdiagnosis
terlebih dahulu sehingga dianjurkan oleh temannya tersebut utk melakukan tes juga.

Ny H menceritakan pertama kali terdiagnosis TB pada tahun 2012 pada saat itu suami
Ny H masuk rumah sakit dengan sakit BAB darah, setelah 5 hari dirawat suami Ny H
meninggal. Kemudian Ny H di panggil oleh salah satu tenaga kesehatan untuk
membicarakan sakit yang dialami suaminya, ternyata suami Ny H tersebut
terdiagnosis HIV yang bahkan Ny H sendiri tidak mengetahui hal tersebut. Kemudian
Ny H melakukan tes dan hasilnya positif.

Dalam pasal 4 UU Kesehatan No. 36/2009 dinyatakan bahwa setiap orang berhak atas
kesehatan. Permasalahan HIV dan AIDS sangat terkait dengan hak atas kesehatan.
Hak atas kesehatan adalah aset utama keberadaan umat manusia karena terkait
dengan kepastian akan adanya pemenuhan atas hak yang lain, seperti pendidikan dan
pekerjaan.

Hasil wawancara Ny H dan Tn T dengan metode FGD mendapatkan hasil Tn T dan


Ny H mengatakan tidak pernah mengalami diskriminasi di pecat dalam pekerjaan
karena lingkungan tempat bekerja tidak ada yang mengetahui Tn T dan Ny H
terdiagnosis HIV tetapi selama terdiagnososis HIV Tn T menngundurkan diri dari
pekerjaannya agar mudah untuk medapatkan pelayanan kesehatan sedangkan Ny H
berhenti bekerja karena hanya ingin mengurus anak saja. Tetapi Tn T bercerita ada di
lingkungan rumah Tn T yang terdiagnosis HIV dan di usir oleh warga setempat
karena warga setempat megetahui bahwa orang tersebut mengidap HIV.

Stigma terhadap ODHA tergambar dalam sikap sinis, perasaan ketakutan yang
berlebihan, dan pengalaman negatif terhadap ODHA. Banyak yang beranggapan
bahwa orang yang terinfeksi HIV/AIDS layak mendapatkan hukuman akibat
perbuatannya sendiri. Mereka juga beranggapan bahwa ODHA adalah orang yang
bertanggung jawab terhadap penularan HIV/AIDS. Hal inilah yang menyebabkan
orang dengan infeksi HIV menerima perlakuan yang tidak adil, diskriminasi, dan
stigma karena penyakit yang diderita. Isolasi sosial, penyebarluasan status HIV dan
penolakan dalam pelbagai lingkup kegiatan kemasyarakatan seperti dunia pendidikan,
dunia kerja, dan layanan kesehatan merupakan bentuk stigma yang banyak terjadi.

Saat pertama kali terdiagnosis HIV Ny H dan Tn T merasa tidak pernah mengalami
diskriminasi oleh masyarakat karena masyarakat tidak ada yang mengetahui Tn T dan
Ny H terdiagnosis HIV. Ny H juga mengatakan keluarganya tidak masalah Ny H
terdiagnosis HIV soalnya dirinya selalu sehat. penelitian yang dilakukan oleh
Shahuliyah dkk (2015) Faktor yang memengaruhi stigma terhadap ODHA di
Kabupaten Grobogan adalah sikap keluarga terhadap ODHA dan persepsi responden
terhadap ODHA. Keluarga dengan sikap negatif terhadap ODHA memiliki
kemungkinan empat kali lebih besar memberikan stigma terhadap ODHA, sedangkan
responden dengan sikap negatif terhadap ODHA memiliki kemungkinan dua kali
lebih besar dalam memberikan stigma terhadap ODHA.

Tanda dan gejala HIV/ AIDS adalah penurunan berat badan, diare, suhu melebihi
101◦ F (38,3◦ C), hilangnya integritas kulit dan membran mukosa, mungkin cachexia,
kemungkinan limfadenopati, takikardia, hipotensi, crackles dan ronchi.

Selama terdiagnosis HIV Tn T mengatakan sering mengalami BAB cair dan pernah
terdiagnosis Herpes tetapi sekarang sudah sembuh. Hal tersebut sama dengan yang di
alami Ny H sering mengalami diare dan sariawan. Penelitian oleh Rao (2016)
mendapatkan hasil dari 100 pasien, 63 mengalami diare berkepanjangan selama lebih
dari 4 minggu, 10 mengalami diare akut kurang dari 7 hari dan 27 adalah kasus tanpa
gejala yang disimpulkan Infeksi parasit oportunistik usus terdeteksi pada 49% di
antara pasien HIV-seropositif.

Terkait penerapan program general check up sudah diatur di dalam peraturan menteri
kesehatan no 74 Tahun 2014 Jelas disebutkan bahwa pelaksanaan tes HIV harus
mendapat persetujuan dari individu yang bersangkutan, kecuali bagi anak dan remaja
dibawah 18 tahun, informed consent diberikan oleh orang tua atau walinya, namun
mereka tetap berhak untuk mengemukakan pendapatnya sesuai dengan kemampuan
umurnya. Bahkan bagi pasien dalam kondisi kritis (adanya penurunan kesadaran) pun
tidak dibenarkan dilakukan tes HIV tanpa persetujuan yang bersangkutan. Pemberian
inf sesuai Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia
(Kepmenakertrans) RI nomor 68 tahun 2004, pengusaha dilarang untuk melakukan
tes HIV secara wajib dan digunakan untuk persyaratan dalam rekrutmen calon
pekerja dan untuk menentukan kelanjutan status hubungan kerja karyawan.
Selama Tn T dan Ny H bekerja dulu, belum ada program terkait medical cek up
berkala yang dilakukan oleh pihak perusahaan dan Tn T mengatakan sejak mulai
tahun 2012 program tersebut sudah diadakan. Pendapat Tn T terkait medical cek up
berkala tersebut yang dilakukan perusahaan baik dengan alasan siapapun yang
terdiagnosis HIV cepat mendapat penanganan medis pendapat tersebut diamini oleh
Ny H.

Program karantina sebenarnya kurang tepat dilakukan. Yang pasti, masyarakat harus
paham hal yang sangat mendasar: tak perlu takut melakukan kontak fisik dengan
ODHA. Berjabat tangan dan bersentuhan dengan ODHA tidak akan membuat
seseorang terinfeksi HIV. Virus HIV tak bisa berpindah lewat udara, sentuhan,
keringat, air mata, atau pertukaran saliva. Ia biasanya berpindah lewat hubungan
seksual tanpa proteksi (karena adanya pertukaran cairan tubuh) dan jarum suntik yang
terkontaminasi virus HIV. ODHA hamil yang tidak melakukan terapi kemungkinan
besar menularkan virus HIV pada bayinya, termasuk lewat ASI. ODHA dan mereka
yang terinfeksi HIV dengan terapi terkini Antiretroviral bisa menjalani hidup yang
nyaris sama kualitasnya dengan mereka yang tidak terinfeksi HIV. Bila mereka
diasingkan dan tidak diterima secara baik oleh masyarakat, bisa dibayangkan
bagaimana kita sesungguhnya melenyapkan berbagai potensi yang ada pada mereka.

Terkait program karantina baik Tn T dan Ny H tidak menyetujui dengan alasan pada
saat di karantina masyarakat akan semakin mendiskriminasi orang-orang yang
menngalami HIV. Menurut riset yang dilakukan oleh Kumar (2015) Kerahasiaan
status positif HIV dipertahankan hanya di 14,4% dari peserta. Dibandingkan dengan
perempuan (48,2%), lebih dari setengah (51,5%) dari peserta laki-laki telah
mengalami diskriminasi stigma oleh lingkugan social.
Harapan yang Tn T dan Ny H inginkan terkait HIV program obat antiviral selalu
digratiskan selama lama nya, takut nya ada masyarakat yang tidak mampu dalam
mengambil obat tersebut jika harus dibeli.
DAFTAR PUSTAKA

Rao (2016) Study Opportunistic Intestinal Parasitic Infections In HIV Seropositive


Patients At A Tertitary Care Teaching Hospital In Karnataka. India.
3:2454-7379

Shaluhiyah dkk (2015) Stigma Masyarakat Terhadap Orang Dengan HIV/AIDS.

Kumar dkk (2015) Stigmatization and Discrimination toward People Living with
HIV/AIDS in a Coastal City of South India.

Anda mungkin juga menyukai