Selain itu ketebalan tanah penutup ini sering menjadi persyaratan oleh Direktorat
Jenderal Pertambangan Umum dalam penentuan sumberdaya (resources) batubara,
seperti :
θ Sumberdaya terukur (measured resources) untuk daerah yang mempunyai
ketebalan tanah penutup 0 – 100 m,
θ Sumberdaya tertunjuk (indicated resources) untuk daerah yang mempunyai
ketebalan tanah penutup 100 – 200 m,
θ Sumberdaya tereka (inferred resources) untuk daerah yang mempunyai
ketebalan tanah penutup 200 – 400 m
Melalui peta iso-ketebalan tanah penutup ini dapat dilakukan perhitungan volume
tanah penutup dengan menggunakan metoda isoline, sehingga perkiraan SR (atau
dapat diistilahkan sebagai Waste/Coal ≈ W/C) dapat dengan cepat diketahui.
Secara skematik hubungan antar sumberdaya dan cadangan dapat dilihat pada Gambar
1.
POTENSI
SUMBERDAYA
(resources)
terkira
kenaikan tahap eksplorasi
(inferred)
kelas 1 kelas 2
renc
ana CADANGAN
kon (reserve)
terunjuk sep
tual
(indicated)
terukur
(measured) ept ual menggunakan faktor
kons
ana perolehan tambang
renc rinci
atau
terperoleh
(recoverable)
prediksi perolehan
bila diolah
terpasarkan
(marketable)
Gambar 1. Hubungan antara sumberdaya dan cadangan batubara (Australian Code for
Reporting Identified Coal Resources and Reserves, 1996)
Aspek geologi
Berdasarkan tingkat keyakinan geologi, sumberdaya terukur harus mempunyai tingkat
keyakinan yang lebih besar dibandingkan dengan sumberdaya terunjuk, begitu pula
sumberdaya terunjuk harus mempunyai tingkat keyakinan yang lebih tinggi
dibandingkan dengan sumberdaya tereka. Sumberdaya terukur dan terunjuk dapat
Konstruksi model perhitungan sumberdaya batubara - 4
ditingkatkan menjadi sumberdaya terkira dan terbukti jika telah memenuhi kriteria
layak (Tabel 1). Tingkat keyakinan geologi tersebut secara kuantitatif dicerminkan
oleh jarak titik informasi (misalnya titik bor).
Aspek ekonomi
Ketebalan minimal lapisan batubara yang dapat ditambang dan ketebalan maksimal
dirt parting atau lapisan pengotor yang tidak dapat dipisahkan pada saat ditambang
yang menyebabkan kualitas batubara menurun karena kandungan abunya meningkat,
merupakan beberapa unsur yang terkait dengan aspek ekonomi dan perlu diperhatikan
dalam menggolongkan sumberdaya batubara.
Tahapan Eksplorasi
eksplorasi Eksplorasi rinci
Survei tinjau Prospeksi pendahuluan
(detailed
(reconnaissance) (prospecting) (preliminary
exploration)
Status kajian exploration)
Cadangan terkira
(probable reserve )
Layak
Cadangan terbukti
(proven reserve)
KEYAKINAN GEOLOGI
3.3 Persyaratan
Persyaratan jarak titik informasi untuk setiap kondisi geologi dan kelas sumberdaya
diperlihatkan pada Tabel 2.
KONDISI SUMBERDAYA
KRITERIA
GEOLOGI terukur terunjuk tereka hipotetik
Jarak titik tidak
SEDERHANA X≤300 300<X≤500 500<X≤1000
informasi (m) terbatas
Jarak titik tidak
MODERAT X≤200 200<X≤300 300<X≤800
informasi (m) terbatas
Jarak titik tidak
KOMPLEKS X≤100 100<X≤200 200<X≤400
informasi (m) terbatas
Pada kondisi geologi sederhana, endapan batubara umumnya tidak dipengaruhi oleh
aktivitas tektonik seperti sesar, lipatan, dan intrusi. Lapisan batubara umumnya
landai, menerus secara lateral sampai ribuan meter, hampir tidak meiliki percabangan.
Ketebalan lapisan batubara secara lateral dan kualitasnya tidak menunjukkan variasi
yang berarti. Contoh dari jenis kelompok ini antara lain, di Bangko Selatan dan Muara
Tiga Besar (Sumsel), Senakin Barat (Kalsel), dan Cerenti (Riau).
Pada kondisi geologi moderat, endapan batubara sampai tingkat tertentu telah
mengalami pengaruh deformasi tektonik. Pada beberapa tempat intrusi batuan beku
mempengaruhi struktur lapisan dan kualitas batubaranya. Pada kondisi ini dicirikan
pula oleh kemiringan lapisan dan variasi ketebalan lateral yang sedang serta
berkembangnya percabangan lapisan batubara, namun sebarannya masih dapat diikuti
sampai ratusan mater. Contoh dari jenis kelompok ini antara lain, di daerah Senakin,
Formasi Tanjung (Kalsel), Loa Janan-Loa Kulu, Petanggis (Kaltim), Suban dan Air
Laya (Sumsel), serta Gunung Batu Besar (Kalsel).
Jenis batubara coklat (brown coal) menunjukkan kandungan panas yang relatif lebih
rendah dibandingkan dengan batubara keras (hard coal). Karena pada hakekatnya
kandungan panas merupakan parameter utama kualitas batubara, persyaratan batas
minimal ketebalan batubara yang dapat ditambang dan batas maksimal lapisan
pengotor yang tidak dapat dipisahkan pada saat ditambang untuk jenis batubara coklat
(brown coal) dan jenis batubara keras (hard coal) akan menunjukkan angka yang
berbeda. Persyaratan tersebut diperlihatkan pada Tabel 3.
PERINGKAT BATUBARA
KETEBALAN Batubara coklat Batubara keras
(brown coal) (hard coal)
Lapisan batubara minimal ≥ 1,00 m ≥ 0,40 m
Lapisan pengotor ≤ 0,30 m ≤ 0,30 m
Diagram alir konstruksi model perhitungan sumberdaya batubara dapat dilihat pada
Gambar 2.
Pengecekan Data-
Peta Pengambilan
Peta Topografi Data Geologi &
Sampling Blok
Peta Geologi Eksplorasi
Peta Sebaran Batubara
Hasil Analisis Kualitas
Peta Sebaran Titik Bor
KOMPILASI DATA Core dan Sampling Blok
ALTERNATIF SKENARIO
BLOK-BLOK RENCANA
PENAMBANGAN
Gambar 2. Konstruksi model perhitungan sumberdaya batubara
Setelah data-data hasil uji kualitas dari conto dimasukkan ke dalam basis data,
kemudian dilakukan penaksiran data kualitas pada titik-titik (grid) yang belum
mempunyai data kualitas. Nilai data hasil taksiran tersebut merupakan nilai rata-rata
tertimbang (weighting average) dari data conto yang telah ada.
Dalam penaksiran data kadar (kualitas) ini dilakukan teknik-teknik pembobotan yang
umumnya didasarkan kepada :
Letak grid atau blok yang akan ditaksir terhadap letak data conto,
Kecenderungan penyebaran data kualitas,
Orientasi setiap conto yang menunjukkan hubungan letak ruang antar conto.
Masih sering dilakukan pada tahap-tahap paling awal dari proyek. Hasil penaksiran
secara manual ini dapat dipakai sebagai alat pembanding untuk mengecek hasil
penaksiran yang lebih canggih menggunakan komputer. Hasil penaksiran
secara manual ini tidak dapat digunakan secara langsung dalam perencanaan
tambang menggunakan komputer.
V=L
( S1 + S2 )
2
S2
S1,S2 = luas penampang endapan
L = jarak antar penampang
V = volume cadangan
S1
Gambar 3.
L Sketsa perhitungan volume batubara
dengan rumus mean area (metode
penampang)
Rumus prismoida
L
V = ( S1 + 4M + S2 )
6
S1 1/2 L
S1
V =
L
3 ( S1 + S2 + S1 S2 )
L S1 = luas penampang atas
S2 = luas penampang alas
L = jarak antar S1 dan S2
V = volume cadangan
S2
Rumus Obelisk
Rumus ini merupakan suatu modifikasi dari rumus Prismoida dengan mengsubstitusi :
M =
( a1 + a2 ) ( b1 + b2 )
2 2
S2 b2
S1 b1
a1
V =
L
6
( S1 + 4M + S2 )
⎢S + 4 ( 1
L
⎡ a + a 2 ) ( b1 + b2 ) ⎤
= + S2 ⎥
6 ⎢ 1 4 ⎥
⎣ ⎦
=
⎡
L ⎢
S + S2 +
( a1 + b 2)( )
a 2 + b1 ⎤
⎥ (obelisk)
3 ⎢ 1 24 ⎥
⎣ ⎦
Metoda poligon ini merupakan metoda penaksiran yang konvensional. Metoda ini
umum diterapkan pada endapan-endapan yang relatif homogen dan mempunyai
geometri yang sederhana.
Kadar pada suatu luasan di dalam poligon ditaksir dengan nilai conto yang berada di
tengah-tengah poligon sehingga metoda ini sering disebut dengan metoda poligon
daerah pengaruh (areal of influence). Daerah pengaruh dibuat dengan membagi dua
jarak antara dua titik conto dengan satu garis sumbu (lihat Gambar 4a).
Dalam kerangka model blok, dikenal jenis penaksiran poligon dengan jarak titik
terdekat (rule of nearest point), yaitu nilai hasil penaksiran hanya dipengaruhi oleh
nilai conto yang terdekat (lihat Gambar 4b), atau dengan kata lain titik (blok) terdekat
memberikan nilai pembobotan satu untuk titik yang ditaksir, sedangkan titik (blok)
yang lebih jauh memberikan nilai pembobotan nol (tidak mempunyai pengaruh).
Penaksiran cadangan secara manual dengan metode poligon daerah pengaruh pada
dasarnya tak lagi dilakukan.
2
= titik bor/sumur uji
5
1 6 • = daerah pengaruh
10
9 8 7
Andaikan ketebalan endapan bijih pada titik 1 adalah t1 dengan kadar rata-rata k1,
maka volume - assay - produk (V%) = S1 x t1 x k1 (volume pengaruh). Bila spec.
gravity dari bijih = , maka tonnage bijih = S1 x t1 x k1 x ton.
Untuk data-data yang sedikit metoda poligon ini mempunyai kelemahan, antara lain :
Belum memperhitungkan tata letak (ruang) nilai data di sekitar poligon,
Tidak ada batasan yang pasti sejauh mana nilai conto mempengaruhi distribusi
ruang.
Sistem United States Geological Survey (USGS, 1983) merupakan pengembangan dari
sistem blok dan perhitungan volume biasa. Sistem USGS ini dianggap sesuai untuk
diterapkan dalam perhitungan sumberdaya batubara, karena sistem ini ditujukan pada
pengukuran bahan galian yang berbentuk perlapisan (tabular) yang memiliki ketebalan
dan kemiringan lapisan yang relatif konsisten. Sumberdaya yang dihitung terdiri dari
sumberdaya terukur (measured coal) dan sumberdaya terunjuk (indicated coal), yang
Teknik perhitungan seperti di atas hanya berlaku untuk kemiringan lapisan lebih kecil
atau sama dengan 300 (≤300). Sedangkan untuk batubara dengan kemiringan lapisan
lebih besar dari 300 (>300) caranya adalah mencari harga proyeksi radius lingkaran-
lingkaran tersebut ke permukaan terlebih dahulu (lihat Gambar 7).
Selain itu aspek-aspek geologi daerah penelitian seperti perlipatan, sesar, intrusi dan
singkapan batubara di permukaan, ikut mengontrol perhitungan sumberdaya batubara
(Gambar 8).
Selanjutnya untuk perhitungan tonase (W) batubara digunakan rumus sebagai berikut :
W = L x t x BJ
dimana :
L = Luas daerah terhitung (m2)
t = Tebal rata-rata batubara sejenis (m)
BJ = Berat jenis batubara (ton/m3)
Metoda ini merupakan suatu cara penaksiran dengan telah memperhitungkan adanya
hubungan letak ruang (jarak), merupakan kombinasi linier atau harga rata-rata
tertimbang (weighting average) dari titik-titik data yang ada di sekitarnya.
-Suatu cara penaksiran di mana harga rata-rata suatu blok merupakan kombinasi
linier atau harga rata-rata berbobot (wieghted average) dari data lubang bor di
sekitar blok tersebut. Data di dekat blok memperoleh bobot lebih besar, sedangkan
data yang jauh dari blok bobotnya lebih kecil. Bobot ini berbanding terbalik dengan
jarak data dari blok yang ditaksir.
-Untuk mendapatkan efek penghalusan (pemerataan) data dilakukan faktor pangkat.
Pilihan dari pangkat yang digunakan (ID1, ID2, ID3, …) berpengaruh terhadap hasil
taksiran. Semakin tinggi pangkat yang digunakan, hasilnya akan semakin mendekati
metode poligon conto terdekat.
Jika “ d” adalah jarak titik yang ditaksir dengan titik data (z), maka faktor
pembobotan (w) adalah :
Sebaliknya, metode poligon menggunakan conto terdekat untuk penaksiran kadar blok
dalam model (di mana setiap blok memperoleh kadar dari komposit terdekat) masih
umum dilakukan.
Kriging adalah penaksir geostatistik yang dirancang untuk penaksiran kadar blok
sebagai kombinasi linier dari conto-conto yang ada di dalam/sekitar blok, sedemikian
rupa sehingga taksiran ini tidak bias dan memiliki varians minimum. Secara
sederhana, kriging menghasilkan seperangkat bobot yang meminimumkan varians
penaksiran (estimation variance) sesuai dengan geometri dan sifat mineralisasi yang
dinyatakan dalam fungsi variogram yang mengkuantifikasikan korelasi spatial (ruang)
antar conto.
-Metode inipun menggunakan kombinasi linier atau weighted average dari data
conto lubang bor di sekitar blok, untuk menghitung harga rata-rata blok yang
ditaksir.
-Pembobotan tidak semata-mata berdasarkan jarak, melainkan menggunakan
korelasi statistik antar-conto yang juga merupakan fungsi jarak. Karena itu, cara
ini lebih canggih dan perilaku anisotropik dapat dengan mudah diperhitungkan.
-Cara ini memungkinkan penafsiran data kualitas batubara secara probabilistik.
Selain itu dimungkinkan pula interpretasi statistik mengenai hal-hal seperti bias,
estimation variance, dll.
-Merupakan metode yang paling umum dipakai dalam penaksiran kualitas/kadar blok
dalam suatu model cadangan.
Pemodelan pada seam batubara atau cebakan-cebakan berlapis lainnya akan lebih
sesuai jika dilakukan dengan cara gridded seam model. Secara garis besar pemodelan
ini mempunyai aturan sebagai berikut :
-Secara lateral endapan batubara/cebakan mineral dan daerah sekitar-nya dibagi
menjadi sel-sel yang teratur, dengan lebar dan panjang tertentu.
-Adapun dimensi vertikalnya tidak dikaitkan dengan tinggi jenjang tertentu,
melainkan dengan unit stratigrafi dari cebakan yang bersangkutan. Pemodelan
dilakukan dalam bentuk puncak, dasar, dan ketebalan dari unit stratigrafi (lapisan
batubara, dll.). Kadar dari berbagai mineral atau variabel dimodelkan untuk setiap
lapisan.
Perhitungan sumberdaya batubara sangat tergantung dari jumlah titik informasi yang
dihasilkan selama kegiatan eksplorasi. Secara umum berdasarkan data-data yang
telah dikumpulkan, maka kegiatan eksplorasi yang telah dilakukan dapat
dikelompokkan menjadi 2 (dua) fase (tahapan) utama, yaitu :
Pemastian kemenerusan singkapan searah jurus (striking) yang dilakukan
dengan pemetaan geologi detil serta dilanjutkan dengan pembuatan serangkaian
paritan uji dan pemboran dangkal.
Pemastian kemenerusan lapisan ke arah dip (dipping) yang dilakukan dengan
serangkaian pemboran dalam dengan menggunakan bor mesin.
1. Anonim, Australian Code for Reporting Identified Coal Resources and Reserves,
Report of The Joint Committee of The Australian Institute of Mining and
Metallurgy, Australian Institute of Geoscientists and Minerals Council of
Australia (JORC), July 1996.
2. Badan Standardisasi Nasional (BSN), Klasifikasi Sumber Daya dan Cadangan Batu
Bara, Rancangan Standar Nasional Indonesia, 1997.
3. Syafrizal, Optimasi Cadangan Batubara Berdasarkan Batasan Parameter Kualitas
Pada Batubara Daerah Tiang Satu, Sei. Tambangan Kiliran Jao, Sumatera
Barat, Tesis Magister (tidak dipublikasikan), Program Studi Rekayasa
Pertambangan ITB, 2000.