Anda di halaman 1dari 13

KATA PENGANTAR

Pertama-tama kami panjatkan puja dan puji syukur kehadirat Allah


SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat
menyusun dan menyelesaikan makalah Keperawatan Medikal Bedah (KMB)
mengenai “Illeus Paralitik” dengan lancar.
Tugas ini disusun sebagai tugas Keperawatan Medikal Bedah (KMB)
dengan tujuan yang lebih khusus dari kelompok kami untuk menambah
pengetahuan dan lebih mengenal pentingnya bagi tubuh kita.
Pada kesempatan ini kami menyampaikan terimakasih kepada semua
pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan tugas makalah ini.
Kami juga menyampaikan rasa terimakasih kepada dosen pembimbing
yang telah memberi tugas ini serta arahan dan bimbingan sehingga kami dapat
menyelesaikan tugas ini dengan baik.
Akhirnya, harapan kami semoga makalah ini bermanfaat khususnya bagi
penyusun dan bagi pembaca. Kami telah berusaha sebisa mungkin untuk
menyelesaikan makalah ini namun masih jauh dari sempurna dan banyak
kekurangan, kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun guna
menyempurnakan makalah ini dan tugas berikutnya.

Semarang, 30 Oktober 2018

1
DAFTAR ISI

Kata Pengantar....................................................................................... 1

Daftar Isi................................................................................................ 2

BAB I Pendahuluan............................................................................... 3

1.1 Latar Belakang.......................................................................... 3

1.2 Rumusan Masalah..................................................................... 4

1.3 Tujuan....................................................................................... 4

BAB II Pembahasan.............................................................................. 5

2.1 Konsep Dasar............................................................................ 5

2.2 Epidemiologi............................................................................ 5

2.3 Etiologi ................................................................................... 6

2.4 Faktor Resiko.......................................................................... 7

2.5 Patofisiologi........................................................................... 8

2.6 Manifestasi Klinik................................................................. 9

2.7 Pemeriksaan Diagnostik........................................................ 9

2.8 Penatalaksanaan..................................................................... 10

BAB III PENUTUP........................................................................... 12

3.1 Kesimpulan................................................................................. 12

DAFTAR PUSTAKA....................................................................... 13

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit pencernaan adalah semua penyakit yang terjadi pada saluran
pencernaan. Penyakit ini merupakan golongan besar dari penyakit pada organ
esofagus, lambung, duodenum bagian pertama, kedua dan ketiga, jejunum, ileum,
kolon, kolon sigmoid, dan rektum. Obstruksi usus Besar atau intestinal mayor
merupakan kegawatan dalam bedah abdominalis yang sering dijumpai, merupakan
60-70% dari seluruh kasus akut abdomen yang bukan appendicitis akuta. Angka
kematian keseluruhan untuk obstruksi usus halus kira-kira 10 % Angka kematian
untuk obstruksi non strangulata adalah 5-8 %, sedangkan pada obstruksi
strangulata telah dilaporkan 20-75 % Angka mortalitas untuk obstruksi kolon kira-
kira 20 %
Sebagian kelainan dapat disebabkan oleh cedera langsung atau tidak
langsung yang mengakibatkan perforasi saluran cerna atau perdarahan. Ada 3 hal
yang tetap menarik untuk diketahui/diselidiki tentang obstruksi ileus, ialah :
1. Makin meningkatnya keterdapatan obstruksi ileus.
2. Diagnosa obstruksi ileus sebenarnya mudah dan bersifat universil; tetapi untuk
mengetahui proses patologik yang sebenarnya di dalam rongga abdomen
tetapmerupakan hal yang sulit.
3. Bahaya strangulasi yang amat ditakuti sering tidak disertai gambaran
klinikkhas yang dapat mendukungnya.
Untuk dapat melaksanakan penanggulangan penderita obstruksi ileus
dengan cara yang sebaik-baiknya, diperlukan konsultasi antara disiplin yang
bekerja dalam satu tim dengan tujuan untuk mencapai 4 keuntungan :
1. Bila penderita harus dioperasi, maka operasi dijalankan pada saat keadaan
umum penderita optimal.
2. Dapat mencegah strangulasi yang terlambat.
3. Mencegah laparotomi negatif.

3
4. Penderita mendapat tindakan operatif yang sesuai dengan penyebab
obstruksinya

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan Ileus Paralitik?
2. Apa etiologi Ileus Paralitik?
3. Apa epidemiologi Ileus Paralitik?
4. Bagaimana patofisiologi Ileus Paralitik?
5. Bagaimana manifestasi klinis Ileus Paralitik?
6. Apa saja yang termasuk Faktor Resiko Ileus Paralitik?
7. Bagaimana pemeriksaan Ileus Paralitik ?
8. Bagaimana penatalaksanaan Ileus Paralitik?

1.3 Tujuan
A. Tujuan Umum
Mengetahui apa sebenarnya definisi Ileus Paralitik secara lebih luas
B. Tujuan khusus
1) Mengetahui yang dimaksud dengan Ileus Paralitik
2) Mengetahui etiologi Ileus Paralitik
3) Mengetahui patofisiologi Ileus Paralitik
4) Mengetahui manifestasi klinis Ileus Paralitik
5) Mengetahui apa saja yang termasuk Faktor resiko Ileus Paralitik
6) Mengetahui pemeriksaan Ileus Paralitik

4
BAB II : PEMBAHASAN
2.1 Konsep Dasar
Ileus (Ileus Paralitik, Ileus Adinamik) adalah suatu keadaan dimana
pergerakan kontraksi normal dinding usus untuk sementara waktu berhenti.
Ileus paralitik atau adynamic ileus adalah keadaan di mana usus gagal / tidak
mampu melakukan kontraksi peristaltik untuks menyalurkan isinya. Gerakan
peristaltik merupakan suatu aktivitas otot polos usus yang terkoordinasi dengan
baik diatur oleh neuron inhibitory dan neuron exitatory dari sistim enteric motor
neuron. Kontraksi otot polos usus ini dipengaruhi dan dimodulasi oleh berbagai
faktor seperti sistim saraf simpatik – parasimpatik, neurotransmiter (adrenergik,
kolinergik, serotonergik,dopaminergik, hormon intestinal, keseimbangan elektrolit
dan sebagainya.
Ileus paralitik ini bukan suatu penyakit primer usus melainkan akibat dari
berbagai penyakit primer, tindakan (operasi) yang berhubungan dengan rongga
perut, toksin dan obat-obatan yang dapat mempengaruhi kontraksi otot polos usus.
Ileus Paralitik adalah obstruksi yang terjadi karena suplai saraf otonom
mengalami paralisis dan peristaltik usus terhenti sehingga tidak mampu
mendorong isi sepanjang usus. Contohnya amiloidosis, distropi otot, gangguan
endokrin seperti diabetes mellitus, atau gangguan neurologis seperti penyakit
Parkinson.
Ileus Paralitik adalah istilah gawat abdomen atau gawat perut menggambarkan
keadaan klinis akibat kegawatan di rongga perut yang biasanya timbul mendadak
dengan nyeri sebagai keluhan utama. Keadaan ini memerlukan penanggulangan
segera yang sering berupa tindakan bedah, misalnya pada obstruksi, perforasi,
atau perdarahan masif di rongga perut maupun saluran cerna, infeksi, obstruksi
atau strangulasi saluran cerna dapat menyebabkan perforasi yang mengakibatkan
kontaminasi rongga perut oleh isi saluran cerna sehingga terjadilah peritonitis.
2.2 Epidemiology
Sekitar 20% pasien ke rumah sakit datang dengan keluhan akut abdomen oleh
karena obstruksi pada saluran cerna, 80% obstruksi terjadi pada usus halus
(Emedicine, 2009).

5
Setiap tahunnya 1 dari 1000 penduduk dari segala usia didiagnosis ileus. Di
Amerika diperkirakan sekitar 300.000-400.000 menderita ileus setiap tahunnya.
Di Indonesia tercatat ada 7.059 kasus ileus paralitik dan obstruktif tanpa hernia
yang dirawat inap dan 7.024 pasien rawat jalan (Deparetemen Kesehatan RI,
2004).
Menurut data statistik negara, di Amerika diperkirakan insiden rate untuk ileus
obstruktif 1/746 atau 0,13% atau 365.563 orang. Berdasarkan laporan situasi
statistik kematian di Nepal tahun 2007, jumlah penderita ileus paralitik dan ileus
obstruktif pada tahun 2005/2006 adalah 1.053 kasus dengan CFR sebesar 5,32%.
Setiap tahunnya 1 dari 1.000 penduduk dari segala usia didiagnosa ileus.
Berdasarkan data salah satu rumah sakit umum di Australia pada tahun 2001-
2002, sekitar 6,5 per 10.000 penduduk di Australia diopname di rumah sakit
karena ileus paralitik dan ileus obstruktif. Hasil penelitian Markogiannakis, dkk
(2001-2002), insiden rate penderita penyakit ileus obstruktif yang dirawat inap
sebesar 60% di Rumah Sakit Hippokratian, Athena di Yunani dengan rata-rata
pasien berumur antara sekitar 16 - 98 tahun dengan rasio perbandingan laki-laki
lebih sedikit daripada perempuan (2:3). Di Indonesia tercatat ada 7.059 kasus ileus
paralitik dan 7.024 kasus obstruktif tanpa hernia yang dirawat inap pada tahun
2004.
2.3 Etiology
Etiologi Ileus Paralitik:
 Neurogenik
Pasca operasi, kerusakan medulla spinalis, keracunan timbale, kolik
ureter, iritasi persarafan splanknikus, pankreatitis.
 Metabolik
Gangguan keseimbangan elektrolit (terutama hipokalemia), uremia,
komplikasi DM, penyakit sistemik seperti SLE, sklerosis multiple.
 Obat-obatan.
Narkotik, antikolinergik, katekolamin, fenotiasin, antihistamin.
 Infeksi.
Pneumonia, empiema, urosepsis, peritonitis, infeksi sistemik lainnya
 Iskemia usus.

6
Gejala yang muncul dapat berupa gangguan pada siklus buang air besar,
perut kembung (distensi), muntah, badan meriang (panas).
2.4 Faktor Resiko
Faktor resiko yang dapat meningkatkan resiko terjadinya ileus paralitik adalah
 Batu empedu
 Trauma
 DM (Diabetes Mellitus)
 Obat-obat spasmolitik
 Pancreatitis akut
 Pnemonia
 Tindakan bedah di abdomen
2.5 Patofisiology
Patofisiologi dari ileus paralitik merupakan manifestasi dari terangsangnya
sistem saraf simpatis dimana dapat menghambat aktivitas dalam traktus
gastrointestinal, menimbulkan banyak efek yang berlawanan dengan yang
ditimbulkan oleh sistem parasimpatis. Sistem simpatis menghasilkan pengaruhnya
melalui dua cara: (1) pada tahap yang kecil melalui pengaruh langsung
norepineprin pada otot polos (kecuali muskularis mukosa, dimana ia
merangsangnya), dan (2) pada tahap yang besar melalui pengaruh inhibitorik dari
noreepineprin pada neuron-neuron sistem saraf enterik. Jadi, perangsangan yang
kuat pada sistem simpatis dapat menghambat pergerakan makanan melalui traktus
gastrointestinal.
Hambatan pada sistem saraf parasimpatis di dalam sistem saraf enterik akan
menyebabkan terhambatnya pergerakan makanan pada traktus gastrointestinal,
namun tidak semua pleksus mienterikus yang dipersarafi serat saraf parasimpatis
bersifat eksitatorik, beberapa neuron bersifat inhibitorik, ujung seratnya
mensekresikan suatu transmitter inhibitor, kemungkinan peptide intestinal
vasoaktif dan beberapa peptide lainnya.
Menurut beberapa hipotesis, ileus pasca operasi dimediasi melalui aktivasi
hambat busur refleks tulang belakang. Secara anatomis, 3 refleks berbeda yang
terlibat: ultrashort refleks terbatas pada dinding usus, refleks pendek yang
melibatkan ganglia prevertebral, dan refleks panjang melibatkan sumsum tulang

7
belakang. Refleks panjang yang paling signifikan. Respon stres bedah mengarah
ke generasi sistemik endokrin dan mediator inflamasi yang juga mempromosikan
perkembangan ileus.
2.6 Manifestasi Klinis
Obstruksi usus halus awal biasanya berupa nyeri abdomen bagian tengah
seperti kram yang cenderung bertambah berat sejalan dengan beratnya obstruksi
dan bersifat hilang timbul. Pasien dapat mengeluarkan darah dan mucus, tetapi
bukan materi fekal dan tidak terdapat flatus. Pada obstruksi komplet, gelombang
peristaltic pada awalnya menjadi sangat keras dan akhirnya berbalik arah dan isi
usus terdorong kedepan mulut. Apabila obstruksi terjadi pada ileum maka muntah
fekal dapat terjadi. Semakin kebawah obstruksi di area gastrointestinal yang
terjadi, semakin jelas adanya distensi abdomen. Jika berlanjut terus dan tidak
diatasi maka akan terjadi syok hipovolemia akibat dehdrasi dan kehilangan
volume plasma.
Obstruksi usus besar nyeri perut yang bersifat kolik dalam kualitas yang
sama dengan obstruksi pada usus halus tetapi intensitasnya jauh lebih rendah.
Muntah muncul terakhir terutama bila katup ileosekal kompeten. Pada pasien
dengan obstruksi di sigmoid dan rectum, konstipasi dapat menjadi gejala satu-
satunya selama beberapa hari. Akhirnya abdomen menjadi sangat distensi, loop
dari usus besar menjadi dapat dilihat dari luar melalui dinding abdomen, dan
pasien menderita kram akibat nyeri abdomen bawah.
Pasien ileus paralitik akan mengeluh perutnya kembung (abdominal
distention), anoreksia, mual dan obstipasi. Muntah mungkin ada mungkin pula
tidak ada. Keluhan perut kembung pada ileus paralitik ini perlu dibedakan dengan
keluhan perut kembung pada ileus obstruksi. Pasien ileus paralitik mempunyai
kelu han perut kembung, tidak disertai nyeri kolik abdomen yang
paroksismal.Pada pemeriksaan fisik keadaan umum pasien bervarias i dari ringan
sampai berat bergantung pada penyakit yang mendasarinya, didapatkan adanya
distensi abdomen, perkusi timpani dengan bising usus yang lemah dan jarang
bahkan dapat tidak terdengar sama sekali. Padapalpasi, pasien hanya menyat
akan perasaan tidak enak pada perutnya. Tidak dite mukan adanya reaksi

8
peritoneal (nyer i tekan dan nyeri lepas negatif). Apabila penyakit primernya
peritonitis, manifestasi klinis yang ditemukan adalah gambaran peritonitis.
 Distensi yang hebat tanpa rasa nyeri ( kolik )
 Mual dan mutah
 Tak dapat defekasi dan flatus, sedikitnya 24 – 48 jam
 Pada palpasi ringan perut, ada nyeri ringan, tanpa defans muskuler
 Bising usus menghilang
 Gambaran radiologis : semua usus menggembung berisi udara
2.7 Pemeriksaan Diagnostik
 Amilase
 Lipase
 Kadar gula darah
 Kalium serum
 Analisis gas darah.
 Tes laboratorium mempunyai keterbatasan nilai dalam menegakkan
diagnosis, tetapi sangatmembantu memberikan penilaian berat
ringannya dan membantu dalam resusitasi. Pada tahap awal,
ditemukan hasil laboratorium yang normal. Selanjutnya ditemukan
adanyahemokonsentrasi, leukositosis dan nilai elektrolit yang
abnormal.
 Peningkatan serum amylase sering didapatkan.
 Leukositosis menunjukkan adanya iskemik atau strangulasi, tetapi
hanyaterjadi pada 38% - 50% obstruksi strangulasi dibandingkan
27% - 44% pada obstruksi nonstrangulata.
 Hematokrit yang meningkat dapat timbul pada dehidrasi. Selain itu
dapat ditemukanadanya gangguan elektrolit.
 Analisa gas darah mungkin terganggu, dengan alkalosis
metabolik bila muntah berat, dan metabolik asidosis bila ada tanda
– tanda shock, dehidrasi dan ketosis.
 Foto abdomen 3 posisi
Tampak dilatasi usus menyeluruh dari gaster sampai rektum.
Penebalan dinding usus halus yangdilatasi memberikan gambaran

9
herring bone appearance (gambaran seperti tulang ikan), karenadua
dinding usus halus yang menebal dan menempel membentuk
gambaran vertebra danmuskulus yang sirkuler menyerupai kosta
dan gambaran penebalan usus besar yang juga distensitampak di
tepi abdomen. Tampak gambaran air fluid level pendek-pendek
berbentuk sepertitangga yang disebut step ladder appearance di
usus halus dan air fluid level panjang-panjang dikolon
2.8 Penatalaksanaan
Pengelolaan ileus paralitik bersifat konservatif dan suportif.
Tindakannya berupa dekompresi, menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit,
mengobati kausa dan penyakit primer dan pemberiaan nutrisi yang adekuat.
Prognosis biasanya baik, keberhasilan dekompresi kolondari ileus telah
dicapai oleh kolonoskopi berulang. Beberapa obat-obatan jenis
penyekatsimpatik (simpatolitik) atau parasimpatomimetik pernah dicoba,
ternyata hasilnya tidak konsisten. Untuk dekompresi dilakukan pemasangan
pipa nasogastrik (bila perlu dipasang juga rectal tube). Pemberian cairan,
koreksi gangguan elektrolit dan nutrisi parenteral hendaknyadiberikan sesuai
dengan kebutuhan dan prinsip-prinsip pemberian nutrisi parenteral.
Beberapaobat yang dapat dicoba yaitu metoklopramid bermanfaat untuk
gastroparesis, sisaprid bermanfaatuntuk ileus paralitik pascaoperasi, dan
klonidin dilaporkan bermanfaat untuk mengatasi ileusparalitik karena obat-
obatan. Neostigmin juga efektif dalam kasus ileus kolon yang tidak berespon
setelah pengobatan konservatif.
a. Konservatif
 Penderita dirawat di rumah sakit.§ Penderita dipuasakan§ Kontrol
status airway, breathing and circulation
 Dekompresi dengan nasogastric tube
 Intravenous fluids and electrolyte
 Dipasang kateter urin untuk menghitung balance cairan.
b. Farmakologis
 Antibiotik broadspectrum untuk bakteri anaerob dan aerob.
 Analgesik apabila nyeri.

10
 Prokinetik: Metaklopromide, cisapride
 Parasimpatis stimulasi: bethanecol, neostigmin
 Simpatis blokade: alpha 2 adrenergik antagonis
c. Operatif
 Ileus paralitik tidak dilakukan intervensi bedah kecuali disertai dengan
peritonitis.
 Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi nasogastric untuk
mencegah sepsissekunder atau rupture usus.
 Operasi diawali dengan laparotomi kemudian disusul dengan teknik
bedah yang disesuaikandengan hasil explorasi melalui laparotomi.
 Pintas usus : ileostomi, kolostomi.
 Reseksi usus dengan anastomosis
 Diversi stoma dengan atau tanpa reseksi.

11
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Ileus paralitik atau adynamic ileus adalah keadaan di mana usus gagal /
tidak mampu melakukan kontraksi peristaltik untuks menyalurkan isinya.
Gerakan peristaltik merupakan suatu aktivitas otot polos usus yang
terkoordinasi dengan baik diatur oleh neuron inhibitory dan neuron exitatory
dari sistim enteric motor neuron.
Pengelolaan ileus paralitik bersifat konservatif dan suportif. Tindakannya
berupa dekompresi, menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit, mengobati
kausa dan penyakit primer dan pemberiaan nutrisi yang adekuat.

12
DAFTAR PUSTAKA

Novitasari. 2016. “Makalah KMB 1 “Ileus Paralitik/Obstruksi.”, Diakses pada 29


Oktober 2018, pada : http://novitasari-2154.blogspot.com/2016/09/makalahkmb-
i-ileusparalitikobstruksi.html
Dokumen.Tips, 2015, “MAKALAH ILEUS PARALITIK”. Diakses pada 29 Oktober
2018. Pada https://dokumen.tips/documents/makalah-ileus-paralitik.html

13

Anda mungkin juga menyukai