Oleh :
ANUGERAHNU PRANOKO
NIM. 113063J117057
1.2 Definisi
Kanker merupakan massa jaringan abnormal tumbuh terus menerus,
tidak pernah mati, tumbuh dan tidak terkoordinasi dengan jaringan lain,
akibatnya merugikan tubuh dimana ia tumbuh. CA rectum adalah pertumbuhan
baru yang ganas yang terdiri dari sel – sel epitel yang cenderung menginfiltrasi
jaringan sekitarnya dan menimbulkan metastasis yang terjadi pada bagian
distal usus besar. (J. Elizabeth Corwin, 2009)
1.3 Etiologi
Tanda dan gejala yang mungkin muncul pada kanker rektal antara lain ialah :
1. Perubahan pada kebiasaan BAB atau adanya darah pada feses, baik itu
darah segar maupun yang berwarna hitam.
2. Diare, konstipasi atau merasa bahwa isi perut tidak benar benar kosong saat
BAB
3. Feses yang lebih kecil dari biasanya
4. Keluhan tidak nyama pada perut seperti sering flatus, kembung, rasa penuh
pada perut atau nyeri
5. Penurunan berat badan yang tidak diketahui sebabnya
6. Mual dan muntah,
7. Rasa letih dan lesu
8. Pada tahap lanjut dapat muncul gejala pada traktus urinarius dan nyeri pada
daerah gluteus.
1.5 Epidemiologi
Insidensi kanker kolorektal di Indonesia cukup tinggi, demikian juga
angka kematiannya. Insiden pada pria sebanding dengan wanita, dan lebih
banyak pada orang muda. Sekitar 75 % ditemukan di rektosigmoid. Di Negara
barat, perbandingan insiden pria : wanita = 3 : 1 dan kurang dari 50 %
ditemukan di rektosigmoid dan merupakan penyakit orang usia lanjut. Pada
tahun 2002 kanker kolorektal berada pada peringkat kedua pada kasus kanker
yang dialami oleh pasien pria setelah kanker paru pada urutan pertama,
sedangkan pada pasien wanita kanker kolorektal berada pada urutan ketiga
setelah kanker payudara dan kanker leher rahim. Histopatologis dari kanker
kolorektal sebesar 96% berupa adenocarcinoma, 2% karsinoma lainnya
(termasuk karsinoid tumor), 0,4% epidermoid carcinoma, dan 0,08% berupa
sarcoma, sedangkan untuk lokasinya, sebagian besar terdapat di rektum
(51,6%), diikuti oleh kolon sigmoid (18,8%), kolon descendens (8,6%), kolon
transversum (8,06%), kolon ascendens (7,8%), dan multifokal (0,28%).
1.6 Patofisiologi
1.7 Klasifikasi
1.7.1 Berdasarkan klasifikasi Dukes
1. Stadium 0
Pada stadium 0, kanker ditemukan hanya pada bagian paling dalam
rektum.yaitu pada mukosa saja. Disebut juga carcinoma in situ.
2. Stadium I
Pada stadium I, kanker telah menyebar menembus mukosa sampai lapisan
muskularis dan melibatkan bagian dalam dinding rektum tapi tidak
menyebar kebagian terluar dinding rektum ataupun keluar dari rektum.
Disebut juga Dukes A rectal cancer.
3. Stadium II
Pada stadium II, kanker telah menyebar keluar rektum kejaringan terdekat
namun tidak menyebar ke limfonodi. Disebut juga Dukes B rectal cancer.
4. Stadium III
Pada stadium III, kanker telah menyebar ke limfonodi terdekat, tapi tidak
menyebar kebagian tubuh lainnya. Disebut juga Dukes C rectal cancer.
5. Stadium IV
Pada stadium IV, kanker telah menyebar kebagian lain tubuh seperti hati,
paru, atau ovarium. Disebut juga Dukes D rectal cancer
TNM Modified
Deskripsi
Stadium Dukes Stadium
T1 N0 M0 A Tumor terbatas pada submucosa
T2 N0 M0 B1 Tumor terbatas pada muscularis propria
T3 N0 M0 B2 Penyebaran transmural
T2 N1 M0 C1 T2, pembesaran kelenjar mesenteric
T3 N1 M0 C2 T3, pembesaran kelenjar mesenteric
T4 C2 Penyebaran ke organ yang berdekatan
Any T, M1 D Metastasis jauh
*Modified from the American Joint Committee on Cancer (1997)
1.8 Pemeriksaan penunjang
Ada beberapa tes yang dapat dilakukan untuk mendeteksi kanker rektum,
antara lain:
1.8.1 Biopsi
Konfirmasi adanya malignansi dengan pemeriksaan biopsi sangat
penting. Jika ditemukan tumor dari salah satu pemeriksaan diatas, biopsi
harus dilakukan. Secara patologi anatomi, adenocarcinoma merupakan jenis
yang paling sering yaitu sekitar 90 sampai 95% dari kanker usus besar. Jenis
lainnya ialah karsinoma sel skuamosa, carcinoid tumors, adenosquamous
carcinomas, dan undifferentiated tumors.
1.8.2 Pemeriksaan Tumor marker : CEA (Carcinoma Embryonic Antigen), CA
,
242, CA 19-9 uji FOBT (Faecal Occult Blood Test) untuk melihat
perdarahan di jaringan.
1.8.3 Digital rectal examination atau biasa disebut rectal touche (colok dubur).
Sekitar 75% karsinoma rekti dapat dipalpasi pada pemeriksaan rektal.
Pemeriksaan dengan rektal touche akan mengenali tumor yang terletak
sekitar 10 cm dari rektum, massa akan teraba keras dan menggaung.17
1.8.5 Endoskopi
1. Sigmoidoskopi
yaitu sebuah prosedur untuk melihat bagian dalam rektum dan sigmoid
apakah terdapat polip kanker atau kelainan lainnya. Alat sigmoidoscope
dimasukkan melalui rektum sampai kolon sigmoid, polip atau sampel
jaringan dapat diambil untuk biopsi.
Flexible sigmoidoscopi setiap 5 tahun dimulai pada umur 50 tahun
merupakan metode yang direkomendasikan untuk screening seseorang yang
asimptomatik yang berada pada tingkatan risiko menengah untuk menderita
kanker kolon. Sebuah polip adenomatous yang ditemukan pada flexible
sigmoidoscopi merupakan indikasi untuk dilakukannya kolonoskopi, karena
meskipun kecil (<10 mm), adenoma yang berada di distal kolon biasanya
berhubungan dengan neoplasma yang letaknya proksimal pada 6-10%
pasien.
sigmoidoskopi
2. Kolonoskopi
Kolonoskopi dapat digunakan untuk menunjukan gambaran seluruh
mukosa kolon dan rectum Sebuah standar kolonoskopi panjangnya dapat
mencapai 160 cm. Kolonoskopi merupakan cara yang paling akurat untuk
dapat menunjukkan polip dengan ukuran kurang dari 1 cm dan keakuratan
dari pemeriksaan kolonoskopi sebesar 94%, lebih baik daripada barium
enema yang keakuratannya hanya sebesar 67%.2 Sebuah kolonoskopi juga
dapat digunakan untuk biopsi, polipektomi, mengontrol perdarahan dan
dilatasi dari striktur. Kolonoskopi merupakan prosedur yang sangat aman
dimana komplikasi utama (perdarahan, komplikasi anestesi dan perforasi)
hanya muncul kurang dari 0,2% pada pasien. Kolonoskopi merupakan cara
yang sangat berguna untuk mendiagnosis dan manajemen dari inflammatory
bowel disease, non akut divertikulitis, sigmoid volvulus, gastrointestinal
bleeding, megakolon non toksik, striktur kolon dan neoplasma. Komplikasi
lebih sering terjadi pada kolonoskopi terapi daripada diagnostik
kolonoskopi, perdarahan merupakan komplikasi utama dari kolonoskopi
terapeutik, sedangkan perforasi merupakan komplikasi utama dari
kolonoskopi diagnostik.
Kolonoskopi
1.9.2 Radiasi
Sebagai mana telah disebutkan, untuk banyak kasus stadium II dan
III lanjut, radiasi dapat menyusutkan ukuran tumor sebelum dilakukan
pembedahan. Peran lain radioterapi adalah sebagai sebagai terapi
tambahan untuk pembedahan pada kasus tumor lokal yang sudah diangkat
melaui pembedahan, dan untuk penanganan kasus metastasis jauh tertentu.
Terutama ketika digunakan dalam kombinasi dengan kemoterapi, radiasi
yang digunakan setelah pembedahan menunjukkan telah menurunkan
resiko kekambuhan lokal di pelvis sebesar 46% dan angka kematian
sebesar 29%. Pada penanganan metastasis jauh, radiesi telah berguna
mengurangi efek lokal dari metastasis tersebut, misalnya pada otak.
Radioterapi umumnya digunakan sebagai terapi paliatif pada pasien yang
memiliki tumor lokal yang unresectable
1.9.3 Kemoterapi
Adjuvant chemotherapy, (menengani pasien yang tidak terbukti
memiliki penyakit residual tapi beresiko tinggi mengalami kekambuhan),
dipertimbangkan pada pasien dimana tumornya menembus sangat dalam
atau tumor lokal yang bergerombol ( Stadium II lanjut dan Stadium III).
terapi standarnya ialah dengan fluorouracil, (5-FU) dikombinasikan
dengan leucovorin dalam jangka waktu enam sampai dua belas bulan. 5-
FU merupakan anti metabolit dan leucovorin memperbaiki respon. Agen
lainnya, levamisole, (meningkatkan sistem imun, dapat menjadi substitusi
bagi leucovorin. Protopkol ini menurunkan angka kekambuhan kira – kira
15% dan menurunkan angka kematian kira – kira sebesar 10%.
Adapun obat kemoterapi yang di gunakan ialah
1. AVASTIN Combiphar/Pharmacemin K
Bevakizumab.
In: terapi kanker metastatik di kolon atau anus pada kombinasi dengan 5-FU
intravena/asam folat atau 5-FU/asam folat/irinotecan.
KI: kanker metastasis, ibu hamil dan menyusui, produk sel ovari hamster cina
atau gen rekombinan atau antibodi manusia.
Perh: perforasi sistem pencernaan, penyembuhan komplikasi luka,
proteinuria, tromboamboli arteri, hemorhagik, kardiomiopatik.
ES: inflamasi perut bagian dalam, luka lambung, tumor nekrosis, diverticulitis
(inflamasi kolon), pendarahan, hipertensi, proteinuria, tumor yang
menyebabkan haemorhagik, tromboemboli arterial, keadaan abnormal.
Ds: 5 mg/kg/BB dalam infus intravena sekali dalam 14 hari. Dosis awal
diberikan 90 menit setelah kemoterapi infus. Dosis kedua diberikan infus
selama 60 menit dan kemudian seluruh dosis diberikan 30 menit sebelum atau
sesudah kemoterapi.
Km: Vial 25 mg/ml x 4 ml x 1’s. 16 ml x 1’s.
2. CAMPTO Aventis K
Irinotesan HCl trihidrat 20 mg/ml.
In: Pengobatan pertama pada pasien dewasa penderita kanker kolorektal,
dikombinasikan dengan 5-fluorourasil dan asam folinat tanpa sebelumnya
mendapat kemoterapi; pengobatan kedua pada pasien dewasa penderita
kanker metastatic kolorektal yang telah gagal dengan pengobatan yang
mengandung 5-fluorourasil.
KI: Penyakit inflamasi isi perut kronik, bilirubin > 3 kali normal, wanita hamil
dan menyusui.
ES: Diare berkepanjangan, demam kelainan darah, mual, muntah.
Ds: Pengobatan pertama 180 mg/m2 iv diinfuskan selama 30-90 menit setiap
2 minggu, diikuti oleh infuse dengan asam folinat dan 5-fluorourasil;
pengobatan kedua 350 mg/m2 iv diinfuskan selama 30-90 menit setiap 3
minggu.
Km: Dos 1 vial 40 mg/ml; 1 vial 100 mg/5 ml
3. FARMORUBICI Kalbe Farma K
Epirubisin 10 mg ; 50 mg/vial.
In: induksi regresi aneka kondisi neoplastik karsinoma payudara, limfoma,
karsinoma paru sel kecil, leukimia kronik atau akut, indung telur, leher rahim,
kanker lambung, kolon, rektum pankreas, kaker leher dan kepala; terapi
paliatif pada pasien usia lanjut dan resiko tinggi.
Km: 1 vial 10 mg; 1 vial 50 mg
4. FUTRAFUL Otsuka K
Tegafur 200 mg.
In: kanker sistem pencernaan (kanker perut, usus dan rektum); kanker
payudara.
ES: leukopenia, anemia, trombositopenia, pendarahan perut, kelelahan umum,
vertigo, hemoptisis, alopesia, pigmentasi, erupsi.
Ds: 800-1200 mg sehari 2-4 x pemberian ; dosis dapat disesuaikan
berdasarkan usia dan kondisi pasien. Km: dos 12x10 kapsul.
II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
2.1 Pengkajian Keperawatan
2.1.1 Identitas Pasien
Biografi meliputi usia, jenis kelamin (laki laki lebih banyak dari
pada perempuan), pekerjaan.
2.1.2 Riwayat Keperawatan
Riwayat Kesehatan data awal yang ditemukan pada klien dengan
kanker rectum, riwayat adanya gangguan saluran cerna, kesulitaan BAB,
riwayat anggota keluarga yang terdiagnosa kanker.
5. Makanan/cairan
1) Gejala
a. Riwayat kebiasaan diet buruk (rendah serat, tinggi lemak,
pemakaian zat aditif dan bahan pengawet)
b. Anoreksia, mual, muntah
c. Toleransi makanan
2) Tanda; Penurunan berat badan, berkurangnya massa otot
6. Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala; nyeri bervariasi dari tidak ada, ringan sampai berat tergantung
proses penyakit
7. MKeamanan
1) Gejala; Komplikasi pembedahan dan atau efek sitostika.
2) Tanda; Demam, lekopenia, trombositopenia, anemia
8. Interaksi sosial
1) Gejala:
a. Lemahnya sistem pendukung (keluarga, kerabat, lingkungan)
b. Masalah perubahan peran sosial yang berhubungan dengan
perubahan status kesehatan.
9. Penyuluhan/pembelajaran:
1) Riwayat kanker dalam keluarga
2) asalah metastase penyakit dan gejala-gejalanya
3) Kebutuhan terapi pembedahan, radiasi dan sitostatika.
4) Masalah pemenuhan kebutuhan/aktivitas sehari-hari
Intervensi Rasional
1. Bantu kebutuhan defekasi 1. Defekasi tiba-tiba dapat terjadi
(bila tirah baring siapkan alat tanpa tanda sehingga perlu
yang diperlukan dekat tempat diantisipasi dengan
tidur, pasang tirai dan segera menyiapkan keperluan klien.
buang feses setelah defekasi).
2. Tingkatkan/pertahankan 2. Mencegah timbulnya maslah
asupan cairan per oral. kekurangan cairan.
3. Ajarkan tentang makanan- 3. Membantu klien menghindari
minuman yang dapat agen pencetus diare.
memperburuk/mencetus-kan
diare.
4. XObservasi dan catat 4. Menilai perkembangan
frekuensi defekasi, volume maslah.
dan karakteristik feses.
5. Observasi demam, takikardia, 5. Mengantisipasi tanda-tanda
letargi, leukositosis, bahaya perforasi dan
penurunan protein serum, peritonitis yang memerlukan
ansietas dan kelesuan. tindakan kedaruratan.
6. Kolaborasi pemberian obat- 6. Antibiotika untuk
obatan sesuai program terapi membunuh/menghambat
pertumbuhan agen patogen
(antibiotika, antikolinergik, biologik, antikolinergik untuk
kortikosteroid). menurunkan peristaltik usus
dan menurunkan sekresi
digestif, kortikosteroid untuk
menurunkan proses inflamasi.
Khosama, Yuansun. 2015. Faktor Resiko Kanker Kolorektal. Vol. 42 No. 11.
Diakses pada tanggal 1 April 2018 dari
http://www.kalbemed.com/Portals/6/09_234Faktor%20R
isiko%20Kanker%20Kolorektal.pdf.
Widjaja, P & Daniel, S.W. 2009. Anatomi Tubuh Manusia. Yogyakarta : Graha
Ilmu.
Wijaya, A.S & Putri, Y.M. 2013. Keperawatan Medikal Bedah 2, Keperawatan
Dewasa Teori
dan Contoh Askep. Yogyakarta : Nuha Medika.